Anda di halaman 1dari 43

Randitama

TG14-022

Petroleum System of

ES JAVA Basin
O&G Geology Major, Geophysical Engineering 2016-2017.

Agar Migas dapat terbentuk dan tersimpan dalam perut Bumi untuk kemudian ditemukan
oleh manusia, dibutuhkan syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat itu di antaranya
1. Terdapatnya batuan indukatau source rock, yaitu batuan sedimen yang mengandung
material organic
2. Adanya migrasi, yaitu proses berpindahnya minyak dan gas Bumi yang terbentuk di
source rock menuju lapisan reservoir
3. Adanya batuan resorvoiryang merupakan batuan sedimen berpori, sehingga minyak
dan gas Bumi dapat tersimpan di daerah tersebut
4. Adanya perangkap minyakdan gas Bumi atau yang biasa disebut oil trap, yaitu
bentukan yang menyebabkan minyak dan gas Bumi terperangkap di dalamnya
5. Terdapatnya batuan penutupyang merupakan batuan sedimen kedap air, yang
menyebabkan minyak dan gas Bumi tidak bisa keluar lagi sampai saatnya ditemukan
oleh manusia.

Overview

Karakteristik
Cekungan

Batuan Induk

Migrasi

Batuan
Reservoir

Jebakan
Struktural

Jebakan
Statigraf

Karakteristik Cekungan

GEOGRAFIS BASIN

GEOLOGI REGIONAL

STATIGRAFI BASIN

WK SEKITAR BASIN

Posisi Geografs Cekungan

PICT HERE

STRUKTUR UMUM BAGIAN JAWA TIMUR

Jawa bagian timur (mulai dari daerah Karangsambung ke timur), berdasarkan pola
struktur utamanya, merupakan daerah yang unik karena wilayah ini merupakan tempat
perpotongan dua struktur utama, yakni antara struktur arah Meratus yang berarah
timurlut-baratdaya dan struktur arah Sakala yang berarah timur-barat.

GEOMORFOLOGI
Zona ini meliputi pantai utara Jawa yang membentang dari Tuban ke arah timur
melalui Lamongan, Gresik, dan hampir keseluruhan Pulau Madura.
Merupakan daerah dataran yang berundulasi dengan jajaran perbukitan yang berarah
barat-timur dan berselingan dengan dataran aluvial.
Lebar rata-rata zona ini adalah 50 km dengan puncak tertinggi 515 m (Gading) dan
491 (Tungangan). Litologi karbonat mendominasi zona ini. Aksesibilitas cukup mudah
dan karakter tanah keras.
Morfologi di daerah tersebut dapat dibagi menjadi 3 satuan, yaitu Satuan Morfologi
dataran rendah, perbukitan bergelombang dan Satuan Morfologi perbukitan terjal,
dengan punggung perbukitan tersebut umumnya memanjang berarah Barat Timur,
sehingga pola aliran sungai umumnya hampir sejajar (sub-parallel) dan sebagian
berpola mencabang (dendritic).

Gambar: Penampang seismik baratlaut-tenggara yang menunjukkan jejak-jejak struktur Arah Meratus yang
berkembang menjadi struktur regangan dan membentuk pola struktur tinggian dan dalaman
(Prasetyadi, 2007; sumber: Pertamina-Beicip, 1985; Ditjen Migas).

Gambar 10: Penampang seismik utara-selatan yang menunjukkan zona overthrust sebagai batas
antara Zona Rembang dan Zona Kendeng
(Prasetyadi, 2007; Sumber: Data seismik dari PND-Ditjen Migas).

Pada masa sekarang (Neogen Resen), pola tektonik yang berkembang di


Cekungan Jawa Timur merupakan zona penunjaman (convergent zone),
antara lempeng Eurasia dengan lempeng Hindia Australia (Hamilton,
1979, Katili dan Reinemund, 1984, Pulonggono, 1994).
Evolusi tektonik di Jawa Timur bisa diikuti mulai dari Jaman Akhir Kapur (85
65 juta tahun yang lalu) sampai sekarang (Pulonggono, 1990).
Secara ringkasnya, pada cekungan Jawa Timur mengalami dua periode
waktu yang menyebabkan arah relatif jalur magmatik atau pola
tektoniknya berubah, yaitu pada jaman Paleogen (Eosen Oligosen), yang
berorientasi Timur Laut Barat Daya (searah dengan pola Meratus).

Cekungan Jawa Timur bagian Utara (North East Java Basin) yaitu Zona
Kendeng, Zona Rembang Madura, Zona Paparan Laut Jawa (Stable
Platform) dan Zona Depresi Randublatung.
Keadaan struktur perlipatan pada Cekungan Jawa Timur pada umumnya
berarah Barat Timur, sedangkan struktur patahannya umumnya berarah
Timur Laut Barat Daya dan ada beberapa sesar naik berarah Timur
Barat.
Zona pegunungan Rembang Madura (Northern Java Hinge Belt) dapat
dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian Utara (Northern Rembang
Anticlinorium) dan bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium).

Bagian Utara pernah mengalami pengangkatan yang lebih kuat dibandingkan


dengan di bagian selatan sehingga terjadi erosi sampai Formasi Tawun,
bahkan kadang kadang sampai Kujung Bawah. Di bagian selatan dari daerah
ini terletak antara lain struktur struktur Banyubang, Mojokerep dan
Ngrayong.
Bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium) ditandai oleh dua jalur positif
yang jelas berdekatan dengan Cepu. Di jalur positif sebelah Utara terdapat
lapangan lapangan minyak yang penting di Jawa Timur, yaitu lapangan :
Kawengan, Ledok, Nglobo Semanggi, dan termasuk juga antiklin antiklin
Ngronggah, Banyuasin, Metes, Kedewaan dan Tambakromo. Di dalam jalur
positif sebelah selatan terdapat antiklinal-antiklinal / struktur-struktur Gabus,
Trembes, Kluweh, Kedinding Mundu, Balun, Tobo, Ngasem Dander, dan
Ngimbang High.

STRATIGRAFI

Menurut Sutarso dan Suyitno (1976), secara fsiograf daerah


penelitian termasuk dalam Zona Rembang yang merupakan bagian
dari cekungan sedimentasi Jawa Timur bagian Utara (East Java
Geosyncline). Cekungan ini terbentuk pada Oligosen Akhir yang
berarah Timur Barat hampir sejajar dengan Pulau Jawa (Van
Bemmelen, 1949).
Menurut Koesoemadinata (1978), cekungan Jawa Timur bagian
Utara lebih merupakan geosinklin dengan ketebalan sedimen
Tersier mungkin melebihi 6000 meter. Suatu hal yang khas dari
cekungan Jawa Timur bagian Utara berarah Timur-Barat dan terlihat
merupakan gejala tektonik Tersier Muda.

Perbedaan yang mencolok perihal sifat litologi dari endapan endapan yang berada
pada Mandala Kendeng, Mandala Rembang, dan Paparan laut Jawa yaitu sedimen.
Mandala Kendeng pada umumnya terisi oleh endapan arus turbidit yang selalu
mengandung batuan piroklastik dengan selingan napal dan batuan karbonat serta
merupakan endapan laut dalam.,
Mandala Rembang memperlihatkan batuan dengan kadar pasir yang tinggi disamping
meningkatnya kadar karbonat serta menghilangnya endapan piroklastik. Sedimensedimen Mandala Rembang memberi kesan berupa endapan laut dangkal yang tidak
jauh dari pantai dengan kedalaman dasar laut yang tidak seragam. Hal ini disebabkan
oleh adanya sesar-sesar bongkah (Block faulting) yang mengakibatkan perubahanperubahan fasies serta membentuk daerah tinggian atau rendahan.
Mandala Rembang menurut sistem Tektonik dapat digolongkan ke dalam cekungan
belakang busur (retro arc back arc) (Dickinson, 1974) yang terisi oleh sedimen-sedimen
berumur Kenozoikum yang tebal dan menerus mulai dari Eosen hingga Pleistosen.
Endapan berumur Eosen dapat diketahui dari data sumur bor (Pringgoprawiro, 1983).

Litostratigraf Tersier di Cekungan Jawa Timur bagian Utara banyak diteliti oleh para
pakar geologi diantaranya adalah Trooster (1937), Van Bemmelen (1949), Marks
(1957), Koesoemadinata (1969), Kenyon (1977), dan Musliki (1989) serta telah
banyak mengalami perkembangan dalam susunan stratigrafnya.
Rincian stratigraf Cekungan Jawa Timur bagian Utara dari Zona Rembang yang
disusun oleh Harsono Pringgoprawiro (1983) terbagi menjadi 15 (lima belas) satuan
yaitu Batuan Pra Tersier, Formasi Ngimbang, Formasi Kujung, Formasi Prupuh,
Formasi Tuban, Formasi Tawun, Formasi Ngrayong, Formasi Bulu, Formasi Wonocolo,
Formasi Ledok, Formasi Mundu, Formasi Selorejo, Formasi Paciran,

Source Rocknya
Source Rock diendapkan pada
fluvio-deltaic dimana terjadi
pengendapan yang cepat yang
merupakan salah satu cara untuk
mencegah rusaknya material.
Batuan yang terindikasi sebagai
batuan induk pada Cekungan Jawa
Timur berasal dari Formasi
Ngimbang.

Reservoir Rocknya
Suatu reservoar dikatakan baik
jika mempunyai porositas (1030%) dan permeabilitas (50500 millidarcy) karena pori-pori
yang saling berhubungan ini
akan sangat mempengaruhi
besar kecilnya daya tampung
dari suatu batuan reservoar.
Batuan yang bertindak sebagai
reservoar yang baik adalah
batupasir pada formasi
Ngrayong yang berumur Miosen
Tengah

Migrasinya.
Migrasi primer yang terjadi pada interval waktu Pliosen-Recent, dimana
hidrokarbon yang ter-generate dari Formasi Ngimbang masuk langsung
ke struktur perangkap akibat tektonik PlioPleistosen (NgrayongWonocolo-Ledok) melalui media jalur patahan. Migrasi ini berlangsung di
perangkap hidrokarbon pada lapangan Gabus, Tungkul, Trembul, Metes,
Banyuasin, Semanggi, Ledok, Nglobo, dan Banyuabang.
Migrasi sekunder yang telah terjadi setelah tektonik PlioPleistosen,
dimana hidrokarbon yang sudah terperangkap pada lapisan reservoar
sembulan karbonat Kujung-Tuban, akibat pengaruh aktivitas tektonik dan
perubahan konfgurasi kemiringan lapisan batuan akhirnya bermigrasi
lagi masuk ke perangkap batupasir Ngrayong, Wonocolo, Ledok, dan
Lidah.

Trapnya

Sebagian besar jebakan yang berkembang di Cekungan Jawa Timur adalah


perangkap struktur dan stratigraf yang terbentuk pada umur Miosen, yaitu
carbonat buil-up pada masa Oligosen Akhir-Miosen Awal dan struktur Uplift
yang terjadi pada masa Miosen Awal-Miosen Akhir.

Cap Rocknya.

Dalam cekungan jawa


timur, yang berperan
sebagai batuan
penutup pada
umumnya adalah
adalah lempung,
evaporit (salt), dan
batuan karbonat
(limestone &
dolomite).

Exploration in ES JAVA Basin


The East Java basin is the most structurally and stratigraphically
complex of
the Indonesian back-arc basins.
In terms of reservoir facies, which range from Eocene non-marine sands
to
Pleistocene volcaniclastics, and also in terms of petroleum systems, it is
one of the most diverse.
Although the East Java basin is widely explored, potential still remains
for
signifcant oil and gas discoveries in the Eocene syn-rift clastic,
deepwaterfacies Ngrayong sands, Kujung and Rancak reefs, Pliocene
Mundu globigerinid limestones, and Pleistocene volcaniclastic.

LAPANGAN BANYU URIP


Lapangan Banyu Urip merupakan
lapangan minyak terbesar yang
ditemukan di Indonesia dalam
rentang waktu beberapa decade
terakhir dengan cadangan
terbukti mencapai 400 juta barel.
Pada tahun 2005, Pertamina EP
Cepu (PEPC) dan ExxonMobil
menandantangani kontrak PSC
(Blok Cepu) yang berlaku selama
30 tahun yang kemudian diikuti
oleh kesepakatan Joint Operating
Agreement (JOA) untuk
mengembangkan lapangan
Banyu Urip bersama sama

BANYU URIP DEVELOPMENT


Pada awalnya ExxonMobil hanya mengajukan 1 phase pengembangan lapangan Banyu Urip,
pemerintah kemudian menyarankan untuk membaginya menjadi 2 tahap, yaitu Early Production
Facility/EPF dan Full Field Development dengan tujuan untuk mendapatkan produksi minyak secepat
mungkin.
Pengembangan tahap 1 (EPF) melibatkan 4 sumur produksi, 1 sumur injeksi gas dan 1 sumur injeksi air.
Untuk tahap awal, minyak diangkut menggunakan truk ke fasilitas pengolahan minyak di JOB Tuban
sebelum pipa 6 inchi sepanjang 40 km selesai dibangun. Kapasitas produksi dari EPF adalah 20,000 b/d
dan secara bertahap meningkat menjadi 30,000 b/d pada tahun 2014.

Pengembangan tahap 2 dimulai tahun 2011/2012 dengan total nilai kontrak US$1.4 milyar
yang terbagi menjadi 5 jenis kontrak yaitu EPC-1 (konstruksi fasilitas produksi dan fasilitas
pengolahan), EPC-2 (pipa 20 inch onshore sepanjang 72 km sampai batas pantai), EPC-3 (20
inch pipa sepanjang 23 km offshore yang menghubungkan mooring tower di laut dan pipa di
darat), EPC-4 (kontrak untuk FSO), dan EPC-5 (kontrak untuk fasiliatas penunjang).
Tantangan terbesar pengembangan lapangan Banyu Urip adalah pembebasan lahan dan
berbagai kendala sosial dengan masyarakat lokal.
Pada bulan April 2015 lifting pertama berhasil dilakukan dari FSO Gagak Rimang dengan
kapasitas puncak produksi diperkirakan akan terjadi antara pertengahan 2016 dan awal
2017.

FSO dari
lapangan
banyu urip ini
dibuat di laut

Anda mungkin juga menyukai