Keluhan utama:
Benjolan di leher sebelah kanan
Keluhan tambahan :
Tidak ada
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke Poli Bedah RS Sumber Waras 24 Maret
2017 keluhan benjolan di leher sebelah kanan (2 tahun)
Benjolan semakin membesar + tidak nyeri tekan
benjolan terlihat jelas saat sedang berbicara 2 tahun
lalu pasien pernah menjalani operasi benjolan di punggung
sebelah kanan sebesar bola tenis meja (pembiusan umum)
3 tahun sebelumnya pernah menjalani operasi benjolan
sebesar kacang tanah pada pergelangan tangan kiri
(pembiusan lokal).
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat Operasi : diakui
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Sakit Maag : disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : diakui (kakak)
Riwayat Asma : disangkal
RIWAYAT ASUPAN NUTRISI
Nafsu makan pasien baik
Pasien makan 2-3 kali sehari
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi
alkohol
PEMERIKSAAN PRE-ANESTESI
Keadaan Umum :
tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah: 110/80 mmHg
HR : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 35,5 C
SpO2 : 100%
Data antropometri :
Berat badan : 52 kg
Tinggi Badan : 162 cm
IMT : 19,8 kg/m2 normal
PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala : Normochephale
Mata, Hidung, Telinga, Bibir dan Tenggorok dalam batas
normal
2. Leher :
Inspeksi : Tampak deviasi trakea ke arah kiri, tampak
pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada bekas luka
Palpasi teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid
berukuran sekitar 2x1 cm, konsistensi kenyal, tidak ada
nyeri tekan
Auskultasi : bruit -
PEMERIKSAAN FISIK
Status neurologis:
Kesadaran Compos mentis, kekuatan tangan dan kaki
baik
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HEMATOLOGI 22-03-2017 Creatinin 0,8
Post-operative
Ketorolac 30 mg
RENCANA EVALUASI
Keadaan umum
Tanda tanda vital
VAS Score
Alderet Score
Follow up post operative
EDUKASI
Menjelaskan kepada pasien Pneumonitis aspirasi
resiko komplikasi dari
Hipotermi
anestesi umum, seperti :
Kerusakan otak akibat
Nyeri pada luka operasi
hipoksis
setelah efek anestesi
Trauma saraf
Mual dan muntah
Emboli
Trauma pada gigi
Nyeri punggung
Nyeri pada tenggorokan dan
laring Nyeri kepala
Reaksi anafilaksis akibat Reaksi idiosinkrasi seperti
obat-obat anestesi hyperpyrexia malignant
Kolaps kardiovaskular Iatrogenic
Depresi napas Kematian
PROGNOSIS
ad vitam : dubia ad bonam
ad functionam : dubia ad bonam
ad sanationam : dubia ad bonam
Anestesi Umum
Suatu tindakan yang menyebabkan perubahan fisiologik
yang reversibel yang dikondisikan untuk memungkinkan
pasien menjalani berbagai prosedur medis.
Trias Anastesi :
1. Hipnosis
2. Analgesia
3. Arefleksia (muscle relaxant)
Anestesi Umum
Keuntungan Kerugian
ANAMNESIS
Indentitas pasien penting untuk menghindari kesalahan pasien.
Riwayat penyakit yang diderita, termasuk riwayat pengobatan.
Perlu juga di tanyakan alergi yang dimiliki dan pencetus serta obat
yang biasa digunakan untuk mengatasinya.
Gaya hidup dan kebiasaan, misalnya kebiasaan merokok, minum
alkohol atau penggunaan obat-obat
Riwayat pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK
Kemungkinan kesulitan ventilasi dan intubasi dapat diperkirakan
dari bentuk wajah. Leher pendek dan kaku, jarak tiro-mental, lidah
besar, maksila yang protrusif, gigi geligi yang goyah dan
sebagainya.
Pasien sesak nafas dapat dilihat dari posisi berbaring, frekuensi
nafas, jenis pernafasan dan tingkat saturasi HbO2
Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sisem organ tubuh
pasien
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa perdarahan, masa
pembekuan)
Urinalisis
EKG dan foto toraks (usia >50 tahun)
Klasifikasi Status Fisik
Menurut klasifikasi American Society of Anesthesiologists (ASA):
Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia yang akan
menjalani operasi.
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang, tanpa
pembatasan aktivitas
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang membatasii
aktivitas rutin
Kelas IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang menyebabkan
ketidakmampuan melakukan aktivitas rutin, yang mengancam nyawanya
setiap waktu.
Kelas V : Pasien tidak ada harapan, dengan atau tanpa pembedahan
diperkirakan meninggal dalam 24 jam
Kelas VI : Pasien yang mati batang otak dan akan diambil organnya untuk
transplantasi.
Puasa
Pada umumnya :
Pasien dewasa puasa 6-8 jam
Anak kecil 4-6 jam
Pada bayi 3-4 jam
Makanan tak berlemak dibolehkan 5 jam sebelum induksi anesteso
Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan
Untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1
jam sebelum induksi anestesi
Premedikasi
Pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi
Tujuan :
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Memperlancar induksi anestesi
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Meminimalkan jumah obat anestetik
Mengurangi mual muntah pasca bedah
Menciptakan amnesia
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi refleks yang membahayakan
Induksi dan rumatan anestesia
Untuk persiapan induksi sebaiknya dengan kata STATICS
S= Scope. Laringoskop dan stetoskop
T= Tubes. Endotracheal tube (ETT)
A= Airway. Alat-alat yang digunakan untuk menahan lidah saat
pasien tidak sadar, yaitu Guedel pipa orofaringeal atau pipa
nasofaringeal
T= Tapes. Plester untuk fiksasi
I= Introducer, yaitu Mandrin atau stilet untuk memudahkan
tindakan intubasi.
C= Connector, penguhubung alat ETT dengan sirkuit nafas
S= Suction. Penyedot lendir, ludah, dll
Induksi anestesi
Induksi intravena
Induksi intramuskular
Induksi inhalasi
Induksi per rektal
Obat induksi intravena
Tiopental
Golongan barbiturat
Obat ini bekerja sebagai modulator GABA di SSP. Awitan sangat cepat dan
durasinya pendek.
Kepekatan 2,5% dan dosis antara 3 7 mg/kgBB
Propofol
Bekerja dengan meningkatkan tonus GABA di SSP
Awitan sangat cepat dan durasinya sangat singkat
Kepekatan 1% dengan dosis 2-3 mg/kgBB
Menyebabkan nyeri 1 menit sebelumnya diberi lidokain 1 mg/kgbb IV
Ketamin
Bekerja dengan menghambat reseptor NMDA, obat ini dikenal dengan istilah
anestetika disosiatif.
Dosis 1 2 mg/kgbb
Pasca anestesi halusinasi
Tidak dianjurkan pada pasien dengan TD > 160 mmHg
Pelumpuh Otot
Pelumpuh otot depolarisasi
Bekerja seperti asetil-kolin, tetapi di celah saraf otot tak dirusak oleh
kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah sinaptik, sehingga
terjadilah depolarisasi ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot
lurik. Contohnya : suksinilkolin dan dekametonium.
Pelumpuh otot nondepolarisasi
Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan
depolarisasi, hanya menghalangi asetil-kolin menempatinya, sehingga
tidak dapat bekerja. Berdasarkan lama kerja, dibagi menjadi kerja panjang
(d-turbokurarin, pankuronium), sedang (atrakurium, rokuronium) dan
pendek (mivakurium, ropacuronium).
Pilihan pelumpuh otot :
Gangguan faal hati : atrakurium
Gangguan faal ginjal : atrakurium, verokuronium
Bedah singkat : atrakurium, rokuronium, mivakuronium
Kasus obstetri : semua dapat digunakan kecuali gallamin
Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot :
1. Cegukan
2. Dinding perut kaku
3. Ada tahanan pada inflasi paru
Penawar pelumpuh otot
Neostigmin dosis 0,04 0,08 mg/kg
Piridostigmin dosis 0,1 0,4 mg/kg
Edrophonium dosis 0,5 1,0 mg.kg
Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik
hipersalivasi, keringatan, bradikardi, pandangan kabur,
hipermotilitas usus sehingga harus disertai obat
vagolitik, seperti :
Atropin sulfat dosis 0,01 0,02 mg/kg
Glikopirolat 0,005 0,01 g/kg sampai 0,2 0,3 mg
pada dewasa