Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

Anestesi Umum Pada Thyroidectomy

Fendia Riska (406151002)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta
Periode 20 Maret 22 April 2017
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Mangga Dua I RT 8/4 no. 68 Pinangsia
Taman Sari
Agama : Kristen Protestan
Suku : Chinese
Ruang : RN 6306-2
Masuk Rumah Sakit : 24 Maret 2017
Jaminan : BPJS kelas 3
ANAMNESIS
25-03-2017 Pukul 08:00 WIB

Keluhan utama:
Benjolan di leher sebelah kanan

Keluhan tambahan :
Tidak ada
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke Poli Bedah RS Sumber Waras 24 Maret
2017 keluhan benjolan di leher sebelah kanan (2 tahun)
Benjolan semakin membesar + tidak nyeri tekan
benjolan terlihat jelas saat sedang berbicara 2 tahun
lalu pasien pernah menjalani operasi benjolan di punggung
sebelah kanan sebesar bola tenis meja (pembiusan umum)
3 tahun sebelumnya pernah menjalani operasi benjolan
sebesar kacang tanah pada pergelangan tangan kiri
(pembiusan lokal).
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat Operasi : diakui
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Sakit Maag : disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : diakui (kakak)
Riwayat Asma : disangkal
RIWAYAT ASUPAN NUTRISI
Nafsu makan pasien baik
Pasien makan 2-3 kali sehari
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi
alkohol
PEMERIKSAAN PRE-ANESTESI
Keadaan Umum :
tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah: 110/80 mmHg
HR : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 35,5 C
SpO2 : 100%
Data antropometri :
Berat badan : 52 kg
Tinggi Badan : 162 cm
IMT : 19,8 kg/m2 normal
PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala : Normochephale
Mata, Hidung, Telinga, Bibir dan Tenggorok dalam batas
normal

2. Leher :
Inspeksi : Tampak deviasi trakea ke arah kiri, tampak
pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada bekas luka
Palpasi teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid
berukuran sekitar 2x1 cm, konsistensi kenyal, tidak ada
nyeri tekan
Auskultasi : bruit -
PEMERIKSAAN FISIK

3. Thorax : Jantung dan Paru dalam batas normal


4. Abdomen : dalam batas normal
5. Kulit : turgor baik, tidak ada kelainan kulit
6. Anus dan Genitalia : tidak dilakukan
7. Ekstremitas superior dan inferior : akral hangat, tidak
sianosis, tidak edema

Status neurologis:
Kesadaran Compos mentis, kekuatan tangan dan kaki
baik
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HEMATOLOGI 22-03-2017 Creatinin 0,8

Hemoglobin (g/dL) 12,1 HEMOSTASIS


Masa pembekuan 8
Hematokrit (%) 33,5
Masa perdarahan 2
Eritrosit 4,66
LED 23
Trombosit (/uL) 322.000 Hitung jenis leukosit

Leukosit (/uL) 5.100 Basofil 0


Eosinofil 1
KIMIA KLINIK
Batang 2
Glukosa Sewaktu 107
Segmen 57
Ureum 11 Limfosit 37
Monosit 3
Pemeriksaan Rontgen thorax (22-03-2017)
kesan : cor dan pulmo dalam batas normal
DIAGNOSA KERJA
ASA II (Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau
sedang)
Struma Nodusa Non Toksik
PENGKAJIAN (Rencana GA)
RENCANA DIAGNOSTIC Durante
Pemeriksaan T3, TSH dan Induksi
Free T4 Propofol 130 mg
Fentanyl 2,6 mg
RENCANA TERAPI Sevoflurane 4%
FARMAKOLOGIS Atracurium 26 mg
Pre-operative Maintenance
Midazolam 2 mg Sevoflurane
Ondansentron 4 mg Dexamethasone 10 mg

Post-operative
Ketorolac 30 mg
RENCANA EVALUASI

Keadaan umum
Tanda tanda vital
VAS Score
Alderet Score
Follow up post operative
EDUKASI
Menjelaskan kepada pasien Pneumonitis aspirasi
resiko komplikasi dari
Hipotermi
anestesi umum, seperti :
Kerusakan otak akibat
Nyeri pada luka operasi
hipoksis
setelah efek anestesi
Trauma saraf
Mual dan muntah
Emboli
Trauma pada gigi
Nyeri punggung
Nyeri pada tenggorokan dan
laring Nyeri kepala
Reaksi anafilaksis akibat Reaksi idiosinkrasi seperti
obat-obat anestesi hyperpyrexia malignant
Kolaps kardiovaskular Iatrogenic
Depresi napas Kematian
PROGNOSIS
ad vitam : dubia ad bonam
ad functionam : dubia ad bonam
ad sanationam : dubia ad bonam
Anestesi Umum
Suatu tindakan yang menyebabkan perubahan fisiologik
yang reversibel yang dikondisikan untuk memungkinkan
pasien menjalani berbagai prosedur medis.
Trias Anastesi :
1. Hipnosis
2. Analgesia
3. Arefleksia (muscle relaxant)
Anestesi Umum
Keuntungan Kerugian

Pasien tidak sadar, mencegah Sangat memengaruhi fisiologi.


anestesia pasien selama prosedur Hampir semua regulasi tubuh
medis berlangsung menjadi tumpul di bawah
Efek amnesia meniadakan memori anestesia umum.
buruk pasien yang didapat akibat Memerlukan pemantauan yang
anestesia dan berbagai kejadi lebih holistik dan rumit.
intraoperatif yang mungkin Tidak dapat mendeteksi gangguan
memberikan trauma psikologis susunan saraf pusat, misalnya
Memungkinkan dilakukannya perubahan kesadaran.
prosedur yang memakan waktu Risiko komplikasi pascabedah
lama lebih besar.
Memudahkan kontrol penuh Memerlukan persiapan pasien
ventilasi pasien yang lebih seksama.
Stadium Anestesi
Stadium 1 (stadium induksi)
Periode sejak masuknya obat induksi hingga hilangnya
kesadaran, yang antara lain ditandai dengan hilangnya
refleks bulu mata.
Stadium 2 (stadium ekstasi)
Setelah kesadaran hilang, timbul eksitasi dan delirium.
Pernafasan menjadi iregular, terjadi REM. Timbul gerakan-
gerakan involunteri seringkali spastik.
Pasien juga dapat muntah dan ini dapat membahayakan jalan
nafas, aritmia jantung pun dapat terjadi. Pupil dilatasi sebagai
tanda peningkatan tonus simpatis.
Stadium yang berisiko tinggi.
Stadium 3 (stadium pembedahan), dibagi atas
empat plana, yaitu :
Plana 1 : mata berputar, kemudian terfiksasi
Plana 2 : refleks kornea dan refleks laring hilang
Plana 3 : dilatasi pupil, refleks cahaya hilang
Plana 4: kelumpuhan otot interkostal, pernafasan
menjadi abdominal dan dangkal. Pada stadium ini otot-
otot skeletal akan relaks, pernafasan menjadi teratur.
Pembedahan dapat dimulai.
Stadium 4 (stadium overdosis obat anestetik)
Anestesia menjadi terlalu dalam.
Terjadi depresi berat semua sistem tubuh, termasuk batang otak.
Stadium ini letal. Potensi bahaya yang demikian besar mendorong
usaha-usaha untuk memperbaiki teknik anestesia.
Anestesia modern telah berkembang menjadi prosedur yang
mengutamakan keselamatan pasien.
Obat induksi masa kini bekerja cepat melampaui stadium 2.
Sekarang hanya dikenal tiga stadium dalam anestesi umum, yaitu
induksi, rumatan dan emergence
Penilaian dan persiapan prabedah
mencari kemungkinan penyulit anestesia atau tindakan
pembedahan Anamnesis

ANAMNESIS
Indentitas pasien penting untuk menghindari kesalahan pasien.
Riwayat penyakit yang diderita, termasuk riwayat pengobatan.
Perlu juga di tanyakan alergi yang dimiliki dan pencetus serta obat
yang biasa digunakan untuk mengatasinya.
Gaya hidup dan kebiasaan, misalnya kebiasaan merokok, minum
alkohol atau penggunaan obat-obat
Riwayat pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK
Kemungkinan kesulitan ventilasi dan intubasi dapat diperkirakan
dari bentuk wajah. Leher pendek dan kaku, jarak tiro-mental, lidah
besar, maksila yang protrusif, gigi geligi yang goyah dan
sebagainya.
Pasien sesak nafas dapat dilihat dari posisi berbaring, frekuensi
nafas, jenis pernafasan dan tingkat saturasi HbO2
Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sisem organ tubuh
pasien
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa perdarahan, masa
pembekuan)
Urinalisis
EKG dan foto toraks (usia >50 tahun)
Klasifikasi Status Fisik
Menurut klasifikasi American Society of Anesthesiologists (ASA):
Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia yang akan
menjalani operasi.
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang, tanpa
pembatasan aktivitas
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang membatasii
aktivitas rutin
Kelas IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang menyebabkan
ketidakmampuan melakukan aktivitas rutin, yang mengancam nyawanya
setiap waktu.
Kelas V : Pasien tidak ada harapan, dengan atau tanpa pembedahan
diperkirakan meninggal dalam 24 jam
Kelas VI : Pasien yang mati batang otak dan akan diambil organnya untuk
transplantasi.
Puasa
Pada umumnya :
Pasien dewasa puasa 6-8 jam
Anak kecil 4-6 jam
Pada bayi 3-4 jam
Makanan tak berlemak dibolehkan 5 jam sebelum induksi anesteso
Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan
Untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1
jam sebelum induksi anestesi
Premedikasi
Pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi
Tujuan :
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Memperlancar induksi anestesi
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Meminimalkan jumah obat anestetik
Mengurangi mual muntah pasca bedah
Menciptakan amnesia
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi refleks yang membahayakan
Induksi dan rumatan anestesia
Untuk persiapan induksi sebaiknya dengan kata STATICS
S= Scope. Laringoskop dan stetoskop
T= Tubes. Endotracheal tube (ETT)
A= Airway. Alat-alat yang digunakan untuk menahan lidah saat
pasien tidak sadar, yaitu Guedel pipa orofaringeal atau pipa
nasofaringeal
T= Tapes. Plester untuk fiksasi
I= Introducer, yaitu Mandrin atau stilet untuk memudahkan
tindakan intubasi.
C= Connector, penguhubung alat ETT dengan sirkuit nafas
S= Suction. Penyedot lendir, ludah, dll
Induksi anestesi
Induksi intravena
Induksi intramuskular
Induksi inhalasi
Induksi per rektal
Obat induksi intravena
Tiopental
Golongan barbiturat
Obat ini bekerja sebagai modulator GABA di SSP. Awitan sangat cepat dan
durasinya pendek.
Kepekatan 2,5% dan dosis antara 3 7 mg/kgBB

Propofol
Bekerja dengan meningkatkan tonus GABA di SSP
Awitan sangat cepat dan durasinya sangat singkat
Kepekatan 1% dengan dosis 2-3 mg/kgBB
Menyebabkan nyeri 1 menit sebelumnya diberi lidokain 1 mg/kgbb IV

Ketamin
Bekerja dengan menghambat reseptor NMDA, obat ini dikenal dengan istilah
anestetika disosiatif.
Dosis 1 2 mg/kgbb
Pasca anestesi halusinasi
Tidak dianjurkan pada pasien dengan TD > 160 mmHg
Pelumpuh Otot
Pelumpuh otot depolarisasi
Bekerja seperti asetil-kolin, tetapi di celah saraf otot tak dirusak oleh
kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah sinaptik, sehingga
terjadilah depolarisasi ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot
lurik. Contohnya : suksinilkolin dan dekametonium.
Pelumpuh otot nondepolarisasi
Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan
depolarisasi, hanya menghalangi asetil-kolin menempatinya, sehingga
tidak dapat bekerja. Berdasarkan lama kerja, dibagi menjadi kerja panjang
(d-turbokurarin, pankuronium), sedang (atrakurium, rokuronium) dan
pendek (mivakurium, ropacuronium).
Pilihan pelumpuh otot :
Gangguan faal hati : atrakurium
Gangguan faal ginjal : atrakurium, verokuronium
Bedah singkat : atrakurium, rokuronium, mivakuronium
Kasus obstetri : semua dapat digunakan kecuali gallamin
Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot :
1. Cegukan
2. Dinding perut kaku
3. Ada tahanan pada inflasi paru
Penawar pelumpuh otot
Neostigmin dosis 0,04 0,08 mg/kg
Piridostigmin dosis 0,1 0,4 mg/kg
Edrophonium dosis 0,5 1,0 mg.kg
Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik
hipersalivasi, keringatan, bradikardi, pandangan kabur,
hipermotilitas usus sehingga harus disertai obat
vagolitik, seperti :
Atropin sulfat dosis 0,01 0,02 mg/kg
Glikopirolat 0,005 0,01 g/kg sampai 0,2 0,3 mg
pada dewasa

Anda mungkin juga menyukai