Anda di halaman 1dari 20

INTERAKSI OBAT

(STUDI KASUS)
ANDIKA ARFIANSYAH - 15330714
CECILIA NOVA WAHYUDIANA - 16330706
ULFAH PRATIWIKASMARA - 16330707
DEYA ADIBY NABILLAH - 16330708
RACHMAYANTI DEWI - 16330710
DESI YULIANA HARAHAP - 16330712
SRIGEMAWATI SINGERIN - 16330713
INTERAKSI OBAT

Merupakan masalah terkait obat (drug-


related problem) sebagai kejadian atau
keadaan terapi obat yang dapat
mempengaruhi outcome klinis pasien.
terjadi ketika efek suatu obat diubah
oleh kehadiran obat lain, obat herbal,
makanan, minuman atau agen kimia
lainnya dalam lingkungannya
MEKANISME INTERAKSI OBAT
INTERAKSI FARMAKOKINETIK
Terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya
sehingga meningkatkan atau mengurangi jumlah
obat yang tersedia untuk menghasilkan efek
farmakologisnya
TIPE :
a. Pada absorpsi obat
b. Pada distribusi obat
c. Pada metabolisme obat
d. Pada ekskresi obat
2. INTERAKSI FARMAKODINAMIK
Terjadi antara obat yang memiliki efek
farmakologis, antagonis atau efek samping yang
hampir sama.
Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada
reseptor atau terjadi antara obat-obat yang
bekerja pada sistem fisiologis yang sama.
Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari
pengetahuan tentang farmakologi obat-obat yang
berinteraksi.
FAKTOR PENYEBAB INTERAKSI OBAT
Risiko
interaksi obat akan meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah obat yang
digunakan oleh individu.
Risiko
juga meningkat bila rejimen pasien
berasal dari beberapa resep.
Interaksi
obat potensial seringkali terjadi
pada pasien rawat inap yang diresepkan
banyak pengobatan.
FAKTOR PENDERITA
Umur Penderita

Penyakit yang sedang diderita

Fungsi Hati Penderita

Fungsi ginjal penderita

Kadar protein dalam darah/serum penderita

pH urin penderita

Diet penderita
STUDI KASUS
Kasus 1 (Hipertensi + Nyeri Lambung)

Tuan R berusia 29 tahun dengan


jenis kelamin laki-laki. Tuan R
didiagnosis memiliki hipertensi
dan nyeri lambung.
Dosis No.
Nama
Dosis Resep Dosis Literatur Kesimpulan Rekomendasi
Obat
1 Nifedipin 2 x sehari 1 Dewasa Dosis awal 30 mg sekali Under dose 3 x sehari 1
tab tablet sehari sebagai sustain release, 10 mg tablet
3 kali sehari sebagai kapsul.
Dosis lazim 10-30 mg 3 kali/hari
sebagai kapsul atau 30-60 mg sekali
sehari sebagai SR
Dosis maksimum 120-180 mg/hari
Meningkatkan SR pada interval 7-14
hari.
(DIH, 2010: 1065).

2 Platacid 3 x sehari 10 Tab/susp 1-2 tab atau 5-10 mL, Sesuai -


forte syr mL diberikan 1 jam sesudah tiap kali
makan dan menjelang tidur malam.
Tab forte/susp forte: diperlukan
antasida yang lebih kuat dan
antiflatulen. Kasus berat berikan tiap
2 jam.
(MIMS, 2012: 9).

3 Ranitidin 2 x sehari 1 Dewasa 150 mg 2x/hari, Sesuai -


tab tablet maintenance 150 mg 1x/hari.
(DIH, 2010: 1296).
4 Neurosanbe 3 x sehari 1 1 kaplet 3x/hari. Maksimal 4 Sesuai -
plus tab tablet kaplet/hari.
(MIMS, 2012: 143).
Pertimbangan Klinis

No. Kriteria Permasalahan Pengatasan


1 Indikasi - -
2 Kontraindikasi - -
3 Interaksi Antasida dapat menurunkan Ranitidin dimakan 1 jam
efektivitas dari ranitidin. sebelum antasida.
Ranitidin meningkatkan Beri jarak penggunaan
bioavaibilitas Nifedipin.
ranitidin dan nifedipin.
4 Dupikasi/polifar - -
masi
5 Alergi - -.
6 Efek samping Hipotensi, konstipasi, diare. Pemakaian obat sesuai dosis
yang dianjurkan.
Reaksi obat - -
yang merugikan
(ADR/Adverse
Drug Reaction)
Kasus 2 (Hipertensi + Penyakit lain)
Dari Resep tersebut nyonya Nelly P. menerima lebih
dari satu obat, diantaranya :

Amlodipin 5 mg sebagai obat hipertensi


Allopurinol 100 mg sebagai pencegah terjadinya
gout (asam urat)
Simvastatin 10 mg sebagai hypercholesterolemia
atau untuk menurunkan kadar kolesterol.
Miconazol krim 2% sebagai obat infeksi jamur
pada kulit, mulut, vagina dan kuku.
Natrium diklofenak 25 mg sebagai antiinflamasi
atau obat nyeri
Vitamin B complex sebagai obat penunjang yang
diakibatkan kekurangan vitamin.
Kasus 3 (DM + Hiperlipidemia)
Seorang wanita (Nyonya X) berusia 51 tahun memiliki
diagnosis penyakit biabetes melitus tipe 2 dengan
komplikasi penyakit hiperlipidemia. Nyonya X diberikan
obat glimepirid 1 mg/hari untuk diabetes melitusnya dan
gemfibrozil 40 mg 2x sehari untuk hiperlipidemianya.

Analisa Kasus
Dari kasus ini nyonya X yang memiliki penyakit diabetes
melitus tipe 2 diberikan glimepirid yang merupakan obat
diabetes golongan sulfonilurea. Interaksi kedua obat
tersebut terjadi dimana gemfibrozil meningkatkan efek
glimepirid dengan cara mengikat plasma protein sehingga
dapat meningkatkan efek hipoglikemia.
Kasus 3 (DM + Hiperlipidemia)
Pemecahan Masalah
Penggunaan kedua obat tersebut pada waktu yang
bersamaan sedapat mungkin dihindari dengan cara
memberikan jarak waktu pemberian kedua obat
tersebut.
Glimepirid diberikan sebelum makan dan
gemfibrozil dikonsumsi setelah makan.
Kasus 4 (Pneumonia +
Pengencer Darah
Ciprofloxacin dan warfarin yang digunakan secara
bersamaan memiliki potensi interaksi obat yang
menyebabkan perdarahan. Peningkatkan risiko
perdarahan ini terjadi karena penghambatan
CYP1A2 yang merupakan salah satu enzim utama
yang bertanggung jawab untuk metabolisme
warfarin. Penghambatan enzim CYP1A2 oleh
ciprofloxacin akan memperlambat biotransformasi
warfarin sehingga bioavailibilitas warfarin dalam
tubuh akan meningkat.
Kasus 4 (Pneumonia +
Pengencer Darah
Peningkatan bioavailibilitas warfarin membuat efek
warfarin lebih besar dan lebih lama, sehingga
meningkatkan risiko perdarahan. Resiko perdarahan
dapat dilihat dari data INR(International normalized
ratio) pasien, namun data tersebuttidak tertera dalam
rekam medik, sehingga tidak dapat diketahui efek
perdarahan dari penggunaan warfarin dan ciprofloxacin.

Interaksi obat ini memiliki signifikansi moderate, jika


terjadi peningkatan INR atau penurunan kondisi klinis
pasien disarankan untuk menghentikan terapi kedua obat
ini secara bersamaan dan gunakan alternatif obat lain.
Kasus 5 (ANTIBIOTIK)
Studi Penggunaan Antibiotik pada Kasus Bedah Apendiks di
Instalasi Rawat Inap RSD dr. Soebandi Jember Tahun 2013
Obat A Obat B Interaksi
seftriakson gentamisin mampu
meningkatkan
kerusakan atau
kegagalan
fungsi ginjal
Berdasarkan hasil penelitian 99% penggunaan antibiotik adalah
waspada interaksi obat sedangkan 1% tidak waspada interaksi
obat. Ketidakwaspadaan interaksi obat yang terjadi adalah
kombinasi antara seftriakson dengan gentamisin.
Kasus 6 (TBC + ASMA)
Ny.x berumur 56 thn merupakan pasien rawat jalan di Rumah
Sakit X dengan keluhan TBC, pengobatan yang diterima adalah
OAT FDC kategori I dan rata-rata pengobatan selama 6 bln.
Ny.x di diagnosis mempunyai penyakit penyerta yakni Asma.
Untuk mengobati asma Ny.x diberi Aminophilin (Teofilin). Ny.x
sering mengalami iritasi kulit,gatal2 kemerahan.

Analisa Kasus
Ny.x diberi OAT FDC kategori I (meliputi :
Rifampisin,Isoniazid,Etambutol,Pirazinamid dan Streptomisin)
Rifampisin dan Isoniazid mempunyai interaksi obat dengan
Aminophilin (Teofilin). Rifampisin akan menurunkan tingkat
atau efek Teofilin sehingga mempengaruhi metabolisme enzim
hati, Isoniazid akan meningkatkan tingkat atau efek Teofilin
dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati atau enzim
pencernaan.
Kasus 6 (TBC + ASMA)
Pemecahan Masalah
Terapi Farmakologi : menghentiakan penggunaan
Aminophilin (Teofilin) dengan pemberian obat Asma
lainnya misalnya Accolate (Zafirlukast) atau gol
obat Anti Kolinergik agar tidak terjadi interaksi
obat.

Terapi non Farmakologi : Ny.x harus tetap menjaga


kesehatan dengan tetap ber-PHBS, meminum obat
program dengan teratur dan patuh pada petugas
PMO,serta tetap menjaga pola makan dengan benar.

Anda mungkin juga menyukai