Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

DIFTERIA

Atika Sari Pasande


1261050164

PEMBIMBING :
dr. Reza Abdussalam, Sp. A
DEFINISI

Difteri adalah infeksi akut yang sangat menular,


disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae
dengan ditandai pembentukan pseudomembran
pada kulit dan/atau mukosa.
-Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis-
EPIDEMIOLOGI
• Difteri tersebar luas di seluruh dunia.
• Pada tahun 1920 dilaporkan 206.000 kasus
difteri dengan lebih dari 15.520 kematian di
Amerika Serikat.
• Angka kejadiannya menurun secara nyata
setelah perang dunia ke II, setelah
penggunaan vaksin toksoid difteria.
• Demikian pula terdapat penurunan mortalitas
yang berkisar antara 5-10%.
Between 1900 and 1920 the mortality rate from diphtheria declined by 50% before
the widespread use of diphtheria vaccine. In 1980-1999: 3 cases / year
The vaccine for Diphtheria was introduced in 1920, but widespread use of the toxoid
did not begin until 1948.
• Di Indonesia, penemuan kasus difteri muncul
dari daerah dengan cakupan imunisasi yang
rendah.
• Pada tahun 2011 terjadi KLB difteri di Jawa
Timur.
• Pada tahun 2016, difteri terjadi di provinsi
Jawa Barat yaitu di 6 kabupaten/kota yaitu
Kab Cirebon, Kab Majalengka,Kab Bogor,Kota
Bekasi,Cimahi dan Kab Indramayu.
DISTRIBUSI KLB DIPHTERI DI JATIM TH 2000 – 2011

JML MATI JML Kasus


22 21 325
20 304 300

18 275
250
16
225
14
12 200
12
175
10 150
8 140
8 125
6 100
6
86
4 4 4 76 75
4
52 44
50
2 1 1 25
0 18 16 11 0 15
0 5 0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
ETIOLOGI
• Difteri disebabkan oleh Corynebacterium
diphtheriae.
• C. diphtheriae sering juga disebut Klebs-Löffler
bacillus, karena pertama kali ditemukan pada
tahun 1884 oleh ilmuan Jerman, Edwin
Klebs (1834–1912) dan Friedrich
Löffler (1852–1915).
Sifat bakteri
• Kuman batang Gram-positif, aerob, tidak
bergerak, pleomorfik, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora, mati pada pemanasan 60° C,
tahan dalam keadaan beku dan kering.
• Ciri khas C. difteriae adalah mampu memproduksi
eksotosin.
• Kuman tumbuh secara aerob, bisa dalam media
sederhana, tetapi lebih baik pada media yang
mengandung K-tellurit atau media Loeffer.
Gambar 1. Pewarnaan Gram Corynebacterium diphtheriae5
PATOFISIOLOGI
Penyebaran:
- droplet (infeksi
tetesan) penderita
yang terinfeksi ketika
batuk, bersin atau
berbicara
- kontak langsung
dengan sekresi dahak
pasien yang simtomatis
- kontak dengan eksudat
dari lesi kulit yang
terinfeksi bakteri
MANISFESTASI KLINIS

• Difteri mempunyai masa tunas 2-6 hari.

• Pasien datang berobat setelah beberapa hari


menderita keluhan sistemik.demam jarang
melebihi 38,9°C dan keluhan serta gejala lain
tergantung lokalisasi penyakit difteria.
Difteri Traktus Respiratorius
• Menyerang tonsil dan faring (94%) yang diikuti
pada laring dan hidung.
• Gejala : anoreksia, malaise, demam ringan, dan
nyeri menelan.
• Dalam 1-2 hari,timbul membran yang melekat,
berwarna putih-kelabu dapat menutupi tonsil dan
dinding faring, meluas ke uvula dna palatum
molle atau ke bawah menutupi laring dan trakea
(pseudomembran)
• Usaha melepaskan membran akan
mengakibatkan perdarahan.
Pseudomembran (kiri)
Bullneck (kanan) : limfadenitis servikaslis dan
submandibular dan edema jaringan lunak leher
DIFTERI KULIT
• Ulkus yang sulit sembuh
di kulit, batas tegas, dan
terdapat membran
berwarna coklat-kelabu
pada dasarnya.
• Nyeri, bengkak, eritema
dan eksudat muncul.
DIAGNOSIS
• Anamnesis
• Pemeriksaan Fisik
- Ditemukannya pseudomembran : membran
pada tempat infeksi yang berwarna putih
keabu-abuan, mudah berdarah bila
diangkat.
• Pemeriksaan penunjang
• Diagnosis pasti dengan isolasi C. Diphtheriae
dengan pembiakan media Loeffler dilanjutkan
dengan tes toksinogenitas secara in vivo
(marmut) dan in vitro (tes Elek).
TATALAKSANA
• Umum
Isolasi pasien selama 2-3 minggu.
Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3
minggu
Pemberian cairan serta diet yang adekuat
Tatalaksana Airway Breathing Circulation
• Pemberian Anti Diphtheria Serum (ADS)
• Antimikrobial: untuk menghentikan produksi
toksin
• Diberikan Penisilin prokain 300.000 unit/hari
untuk BB<10 kg dan 600.000 unit/hari untuk
BB>10 kg intramuskular selama 10 hari.
• Dosis eritromisin 40-50 mg/kg/hari diminum
per oral setiap 6 jam
• Pemberian kortikosteriod bagi pasien dengan
gejala:
• - obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat
atau tidak diserta bullneck)
• - bila terdapat penyulit miokarditis.
• Prednison 2 mg/kgbb/hari selama 2
minggu kemudian diturunkan dosisnya
bertahap.
Pengobatan Karier
VAKSINASI
• Jadwal pemberian imunisasi DPT (difteri,
pertusis, tetanus) diberikan 3 kali sejak umur 2
bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
• Ulangan booster DPT selanjutnya (DPT-4)
diberikan satu tahun setelah DPT-3 yaitu pada
umur 18-24 bulan dan DPT-5 pada saat masuk
sekolah umur 5 tahun.
• Dosis vaksinasi adalah 0,5 ml, diberikan secara
intramuskular.
• Apabila belum diberikan
DPT-5 maka vaksinasi
penguat diberikan DT
sesuai program Bulan
Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS) pada SD kelas 1,
umur 7 tahun.
KOMPLIKASI
• Difteri pada saluran nafas dapat
mengakibatkan obstruksi jalan nafas.
• Miokarditis, dengan takikardia, suara jantung
redup, atau aritmia, bisa juga terjadi gagal
jantung. Pada pemeriksaan elektrokardiogram
ditemukan elevasi segmen ST, perpanjangan
interval PR, dan heart block.
• Neuritis, berupa paralisis otot ekstemitas,
palatum mole.
PROGNOSIS
• Prognosis difteri setelah ditemukannya ADS
dan antibiotik lebih baik dari sebelumnya.
• Kematian mendadak pada kasus difteria dapat
disebabkan oleh (1) obstruksi jalan nafas
mendadak diakibatkan oleh terlepasnya
membran difteria, (2) adanya miokarditis dan
gagal jantung, (3) paralisis diafragma sebagai
akibat neuritis nervus frenikus. A
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai