Anda di halaman 1dari 8

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

SATPOL PP DAN WH DALAM


PENEGAKAN SYARIAT
ISLAM DI ACEH

OLEH :
ASMAUDDIN, SE
Kasatpol PP dan WH Aceh

Paparan pada acara Pertemuan dengan Parlemen Jerman di Banda Aceh


Polisi Pamong Praja pada awalnya lahir di Yogyakarta pada tanggal 30 Oktober 1948 dengan sebutan
Detasemen Polisi Pamong Praja Keamanan Kepanewon. Sebutan nama tersebut terjadi perubahan
beberapa kali terakhir dengan lahirnya PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satpol PP. Dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa
Aceh, meliputi bidang : 1) Agama, 2) Pendidikan, 3) Adat istiadat, 4) Meningkatkan peran ulama dalam
pemerintahan. Tindaklanjut dari Undang-Undang Nomor 44 tahun 1999 lahir Perda Nomor 5 Tahun 2000
tentang Pelaksanaan Syariat Islam. Pasal 20 ayat (1) menyebutkan bahwa “Pemerintah Daerah
berkewajiban membentuk badan yang berwenang mengontrol/mengawasi (Wilayatul Hisbah) pelaksanaan
ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah. Undang-Undang 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebagai tindaklanjut
dari UU tersebut di atas lahirlah Qanun Nomor 11 tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang
Aqidah, Ibadah dan Syi’ar Islam, Qanun 12 tahun 2003 tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya, Qanun
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir/Judi dan Qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat/Mesum.
Berdasarakan qanun tersebut di atas lahir Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Wilayatul Hisbah. Berdasarkan Pergub di atas Pemerintah NAD dan
Pemerintah Kabupaten/Kota membentuk Wilayatul Hisbah di masing-masing daerah, untuk Petugas WH
Provinsi NAD dilantik pada 1 Muharram 1425 Hijriah (21 Februari 2004) oleh Gubernur NAD di Mesjid
Raya Baiturrahman Banda Aceh. Sebagai tindak lanjut dari MOU Helsinki yang ditandatangani antara
Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka di Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005, lahirlah UU
Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pada pasal 244 ayat (1) disebutkan bahwa “Gubernur,
Bupati/Walikota dalam menegakkan ketertiban dan ketentraman umum dapat membentuk Polisi Pamong
Praja” dan pada ayat (2) “Gubernur, Bupati/walikota dalam menegakkan qanun syar’iyah dapat
membentuk Polisi Wilayatul Hisbah sebagai bagian dari Polisi Pamong Praja”. Untuk menindaklanjuti
perintah UU tersebut maka lahirlah Qanun Nomor 5 Tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Daerah Provinsi NAD.
1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom
Provinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera
Utara;
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh;
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2010 tentang Satpol PP
5. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam;
6. Qanun NAD Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam bidang
Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam;
7. Qanun NAD Nomor 5 Tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Daeah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam;
8. Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
9. Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat;
10. Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat;
11. Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam;
12. Peraturan Gubernur No. 47 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas Pokok dan
Fungsi Pemangku Jabatan Struktural di Lingkungan Satuan Polisi Pamong
Praja dan Wilayatul Hisbah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
Secara Ringkas Tupoksi Satpol PP dan WH Aceh
yaitu membantu Kepala Daerah dalam bidang :
1. Ketenteraman dan ketertiban umum;
2. Penegak Qanun/Perda, Peraturan Kepala Daerah;
3. Pengawasan;
4. Pembinaan;
5. Sosialisasi;
6. Penyelidikan dan Penyidikan; dan
7. Perbantuan eksekusi;
FUNGSI REPRESIF:
Dilaksanakan oleh Penyidik Pol. PP dan WH
PENYELIDIKAN
sebagai upaya akhir dari penegakan Qanun/
DAN PENYIDIKAN
Perda oleh Satpol PP dan WH Aceh.

Dilaksanakan oleh Satpol PP dan WH


FUNGSI dalam rangka pencegahan dengan cara
PREVENTIF: melakukan patroli rutin maupun berkala.
PENGAWASAN

Dilaksanakan oleh Satpol PP dan


WH dengan cara Sosialisasi,
Pembinaan dan Penyuluhan kepada
FUNGSI PRE-EMTIF masyarakat dengan mengedepankan
1. SOSIALISASI nilai-nilai kearifan lokal (local
2. PEMBINAAN wisdom).
3. PENYULUHAN
250 221

200 Fungsi Preemtif/preventif

150 Fungsi Preemtif/preventif Pembinaan Di Tempat


Pembinaan Di Kantor
Adat

Fungsi Represif
100 Jaksa
67

50 27

0
Pembinaan Di Pembinaan Di Adat Jaksa
Tempat Kantor

Jumlah kasus yang dilakukan pembinaan dan penyidikan oleh Satpol PP dan WH pada
tahun 2016 Januari s/d Agustus Sebanyak = 315 kasus. Kasus yang diselesaikan secara
adat tidak ada laporan karena langsung di selesaikan di Gampong/Desa
Perbandingan Penegakan Qanun Syariat Islam
melalui fungsi Preemtif, Preventif dan Represif

Represif
9%

Preemtif/
Preventif
91%
Demikian paparan ini kami sampaikan dan
terima kasih atas perhatian mohon maaf
atas kekurangan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Anda mungkin juga menyukai