Anda di halaman 1dari 14

Referat

“Difteri pada Anak”

Oleh : Sheila Sarasanti


NIM : 2013730099
Pembimbing : dr. Fahmi Hasan, Sp.A
Definisi
 Difteri adalah infeksi saluran respiratorik atas atau nasofaring
menyebabkan selaput berwarna keabuan dan bila mengenai laring atau
trakea dapat menyebabkan ngorok (stridor) dan penyumbatan, dapat
dicegah dengan imunisasi.

 Penyakit difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae


Epidemiologi

 Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sampai dengan


November 2017, ada 95 Kab/kota dari 20 provinsi melaporkan kasus
Difteri. Sementara pada kurun waktu Oktober November 2017 ada 11
provinsi yang melaporkan terjadinya KLB Difteri di wilayah
kabupaten/kota-nya, yaitu 1) Sumatera Barat, 2) Jawa Tengah, 3)
Aceh, 4) Sumatera Selatan, 5) Sulawesi Selatan, 6) Kalimantan Timur, 7)
Riau, 8) Banten, 9) DKI Jakarta, 10) Jawa Barat, dan 11) Jawa Timur
Patogenesis

 Corynebacterium diphtheria berkembang lokal pada membrana


mukosa atau pada jaringan yang rusak dan menghasilkan exotoxin
yang paten, yang tersebar keseluruh tubuh melalui aliran darah dan
sistem limfatik.
 Pada saat bakteri berkembang biak, toxin merusak jaringan lokal, yang
menyebabkan timbulnya kematian dan kerusakan jaringan.
 Akibat dari kerusakan jaringan, oedem dan pembengkakan pada
daerah sekitar membran sering terjadi, dan ini bertanggung jawab
terhadap terjadinya penyumbatan jalan nafas pada tracheo-bronchial
atau laryngeal difteri.
Patogenesis

 Kematian umumnya disebabkan oleh kekuatan dari exotoxin. Exotoxin


ditransportasikan melalui aliran darah ke jaringan lain, dimana dia
menggunakan efeknya pada metabolisme seluler.
 Pada miokardium, toxin menyebabkan pembengkakan dan kerusakan
mitokondria, dengan fatty degeneration, oedem dan interstitial fibrosis.
 Kerusakan oleh toxin pada myelin sheath dari saraf perifer terjadi pada
keduanya, yaitu sensory dan saraf motorik.
Penularan

 Difteria ditularkan secara kontak langsung dengan penderita atau karier


melalui droplet transmission saat batuk, bersin atau berbicara.
 Kuman C. Diphtheriae masuk melalui mukosa atau kulit, melekat serta
berkembang biak pada permukaan mukosa saluran nafas atas dan
memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling dan selanjutnya
menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan pembuluh
darah.
Gambaran Klinis

 Gambaran klinis Difteria pada umumnya berupa nyeri tenggorokan,


demam ringan, dan munculnya pseudomembran putih pada
tenggorokan pasien.
Diagnosis

Pemeriksaan
Anamnesis Fisik

• Demam tidak tinggi


• Tonsilitis dan faringitis (94%)
• Nyeri menelan
• Membrane pada tempat infeksi
• Nyeri tenggorok
berwarna putih keabu-abuan,
• Suara serak
mudah berdarah bila diangkat.
• Riwayat imunisasi tidak
• Stridor
lengkap
• Dapat tampak toksik dan sakit berat
• Kontak erat dengan kasus
meskipun demam tidak tinggi,
difteri
pucat, tanda syok, tan kesulitan
menelan
Diagnosis

Pemeriksaan
Penunjang

• Diagnosa konfirmasi laboratorium (pasti)


C.diphteriae berdasarkan kultur
• Pengambilan sampel untuk kultur hari ke
1,2 dan 7
• Media yang digunakan Amies dan
Stewart (dulu Loeffler/Telurit)
• Keberhasilan kultur di Indonesia < 10%
• Sampel diambil dari jaringan dibawah
atau sekitar pseudomembran
Suspek Probable
Difteri Difteri

• Orang dengan gejala laringitis, nasofaringitis atau


• orang dengan gejala
tonsilitis
faringitis tonsilitis, laringitis, • pseudomembarn putih keabu-abuan yg tak mudah
trakeitis (atau kombinasi) lepas dan mudah berdarah di faring, laring, tonsil
• tanpa demam atau kondisi ditambah salah satu dari :
sub febris a. Pernah kontak dengan kasus (<2 minggu)
• adanya psudomembran b. Status imunisasi tidak lengkap, termasuk belum
putih keabu-abuan / dilakukan booster
kehitaman pada salah satu / c. Stridor, bullneck
kedua tonsil yg berdarah d. Gagal jantung, toksik, gagal ginjal akut
e. Miokarditis dan / kelumpuhan motorik 1 sd/ 6 minggu
bila terlepas / dilakukan
setelah onset
manipulasi f. Meninggal
Tatalaksana

 Antidifteria serum (ADS) :


- 40.000 IU untuk Difteria Tonsil, Faring dan Laring
- 60.000 IU untuk Difteria nasofaringeal
- 80.000 IU untuk Difteri kombinasi di atas
- 80.000 – 100.000 IU untuk Difteria dan Bullneck

 Penisilin Prokain (PP) 50.000-100.000 IU/kgBB


 Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu
 Apabila terjadi paralisis : Strychinine 0,25 mg, vitamin B1 100 mg selama
10 hari.
 Sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan EKG
Pencegahan

Imunisasi
- Imunisasi Dasar pada bayi diberikan vaksin DPT-HB-Hib usia 2, 4, 6 bulan
 Imunisasi Lanjutan (booster)
 Umur 18-24 bulan sebanyak vaksin DPT-HB-Hib
 Umur 5-7 tahun diberikan vaksin DT
 Umur 10 tahun diberikan vaksin Td
 Kemudian diulang setiap 10 tahun
 Umur >7 tahun diberikan vaksin Td
Komplikasi

Kardiovaskuler Lain-lain

• Takikardia • Urogenital : nefritis


• Abnormalitas • Sistem Neurologi : Paralisis
elektrokardiogram palatum; Paralisis otot
• Miokarditis oftalmik; Paralisis otot
• Syok kardiogenik wajah; Paralisis nervus
• Dekompensasi kordis frenikus.
• Sistem respirasi : Obstruksi;
Bronkopneumonia

Anda mungkin juga menyukai