KAPAL PERIKANAN
MELALUI (VESSEL
MONITORING
SYSTEM/VMS)
PENGAWASAN
SD KELAUTAN
PEMANTAUAN
SDKP DAN PENGAWASAN PENANGANAN
PENGEMBANGAN SD PERIKANAN PELANGGARAN
INFRASTRUKTUR
PENGAWASAN
OPERASI
KAPAL
PENGAWAS
VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS)
Daerah Penangkapan
Ikan :
ZEEI Laut Arafura
Alat Tangkap :
Pukat Ikan
Indikasi Pelanggaran :
Menangkap ikan di
perairan teritorial Laut
Arafura bagian Utara
Pulau Dolak
KAPAL PERIKANAN MENANGKAP IKAN TIDAK SESUAI DENGAN
DAERAH PENANGKAPAN IKAN
Alat Tangkap :
Bouke Ami
Indikasi Pelanggaran :
Menangkap ikan di perairan
Laut Jawa
KAPAL PERIKANAN MENANGKAP IKAN DENGAN PAIR TRAWL
Pelabuhan Pangkal :
Bitung
Indikasi Pelanggaran :
Membawa hasil tangkapan
ikan secara langsung ke
Pelabuhan Taiwan
BEROPERASI MENANGKAP IKAN TANPA DILENGKAPI SKAT DAN
LANGSUNG MEMBAWA TANGKAPAN KE NEGARA LAIN
Keluar Pelabuhan
Ambon Tanpa
dilengkapi SKAT
(Surat Keterangan
Aktivasi Transmiter),
sehingga nama kapal
belum diketahui /
Unknown.
Pelabuhan TIMOR
LESTE
POSISI KAPAL PERIKANAN
BEROPERASI DI LAUT LEPAS / SAMUDERA HINDIA
PENGGUNAAN DATA VMS DALAM PERDAGANGAN PRODUK
PERIKANAN INTERNASIONAL
Produk perikanan yang berasal dari sumberdaya perikanan
yang dikelola dengan baik secara nasional, regional, atau
internasional dapat diterima pasar internasional;
Produk perikanan hasil kegiatan IUU fishing atau haram akan
ditolak di pasar internasional;
Europe Regulation No. 1005/2008 tentang Combatting IUU
Fishing : semua produk perikanan yang dipasarkan di negara
Uni Eropa harus dilengkapi dengan sertifikat tangkapan ikan;
Sertifikat tangkapan ikan menunjukkan bahwa produk perikanan
yang masuk ke negara anggota Uni Eropa bukan hasil kegiatan
IUU fishing;
Informasi inspeksi pelabuhan dan VMS digunakan sebagai
dukungan verifikasi untuk menerbitkan sertifikasi hasil
tangkapan ikan oleh pelabuhan perikanan sebagai otoritas
berwenang (competent authority);
Produk perikanan yang dilengkapi dengan sertifikat hasil
tangkapan ikan dapat masuk dan dipasarkan ke negara anggota
Uni Eropa;
Implementasi sertifikat tangkapan ikan semua negara
pengekspor dievaluasi Uni Eropa. Jika belum memenuhi,
negara tersebut dapat dikategorikan sebagai negara tidak
bekerjasama (non-cooperating country). Uni Eropa akan
memberikan sanksi embargo produk perikanan dari negara
tersebut dan sanksi lain.
PENGGUNAAN DATA VMS UNTUK PENANGANAN IUU FISHING
SECARA INTERNASIONAL
Penanganan pelanggaran dibutuhkan untuk memberi efek jera para pelaku IUU fishing;
Sampai sekarang, informasi VMS masih merupakan alat bukti terbaik untuk kapal
perikanan yang melakukan IUU fishing;
IUU fishing telah dikategorikan sebagai kejahatan internasional (international crime),
lintas negara (transboundary crime), dan terorganisasi (organized crime);
Penanganan IUU fishing membutuhkan koordinasi dengan negara bendera (flag state),
pantai (coastal state), organisasasi manajemen perikanan regional (regional fisheries
management organization/RFMO), dan lain-lain;
International MCS Network (IMCS Network) merupakan forum penanganan IUU fishing
secara internasional;
IMCS Network melaksanakan Global Fisheries Enforcement Training and Workshop
(GFETW) setiap tahun untuk koordinasi dan pelatihan bagi penyidik perikanan (fisheries
investigator) untuk penanganan IUU fishing secara internasional;
Dibutuhkan sharing data perikanan termasuk informasi VMS untuk penanganan IUU
fishing secara internasional.
Peraturan
No Pasal Keterangan Penjelasan
Perundangan
1 UNDANG-UNDANG Pasal 7 ayat (1) Dalam rangka mendukung Yang dimaksud dengan
REPUBLIK INDONESIA huruf k kebijakan pengelolaan “sistem pemantauan kapal
NOMOR 45 TAHUN 2009 sumber daya ikan, Menteri perikanan” adalah salah
TENTANG menetapkan: k. sistem satu bentuk sistem
PERUBAHAN ATAS pemantauan kapal pengawasan
UNDANG-UNDANG perikanan di bidang penangkapan ikan
NOMOR 31 TAHUN 2004 dengan menggunakan
TENTANG PERIKANAN peralatan pemantauan
kapal perikanan yang telah
ditentukan, seperti sistem
pemantauan kapal
perikanan
(vessel monitoring
system/VMS)
2 Permen KP
Pasal 24 (1) Setiap orang untuk memiliki SIKPI sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) Pasal 14 ayat (2) harus mengajukan permohonan kepada
huruf e Direktur Jenderal, dengan melampirkan persyaratan:
e. surat pernyataan bermeterai cukup dari pemilik kapal atau
penanggung jawab perusahaan perikanan yang menyatakan:
5) kesanggupan memasang dan mengaktifkan transmitter
SPKP sebelum kapal melakukan operasi pengangkutan
ikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
3 Permen KP
PERATURAN Pasal 8 ayat (3) Setiap orang yang akan memiliki SIPI harus
MENTERI KELAUTAN DAN huruf f mengajukan permohonan
PERIKANAN REPUBLIK kepada Direktur Jenderal, dengan
INDONESIA melampirkan:
NOMOR PER.12/MEN/2012 f. surat keterangan pemasangan transmitter
TENTANG (on line)
USAHA PERIKANAN
TANGKAP DI LAUT LEPAS
Pasal 10 ayat (3) (3) Setiap orang yang akan memiliki SIKPI
huruf e harus mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal, dengan melampirkan:
e. surat keterangan pemasangan
transmitter (on line)
Pasal 30 ayat (4) (4) Kapal pengangkut ikan yang akan melakukan
huruf b transhipment di laut lepas harus memenuhi
persyaratan:
b. transmitter (on line) aktif serta dapat terpantau
Pasal 30 ayat (5) (5) Kapal pengangkut ikan yang akan melakukan
huruf b transhipment di pelabuhan negara lain yang
menjadi anggota RFMO pada wilayah RFMO
yang sama harus memenuhi persyaratan:
b. transmitter (on line) aktif serta dapat terpantau
Peraturan
No Pasal Keterangan Penjelasan
Perundangan
PENYELENGGARA
PENYEDIA
(KKP)
- Ditjen Pengawasan SDKP - PT. CLS ARGOS Indonesia
- Ditjen Perikanan Tangkap - PT. SOG Indonesia
- Balitbang KP - PT. Pasific Satelit Nusantara
- Ditjen Perikanan Budidaya - PT. Amalgam Indocorpora
PENGGUNA
Kapal Perikanan
2. Laut Teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang
dikukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia.
3. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan
laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang
yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di
bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut
diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.
4. Alur laut kepulauan adalah alur laut yang dilalui oleh kapal atau pesawat udara
asing di atas alur laut tersebut, untuk melaksanakan pelayaran dan
penerbangan dengan cara normal semata-mata untuk transit yang terus
menerus, langsung dan secepat mungkin serta tidak terhalang melalui atau di
atas perairan kepulauan dan laut teritorial yang berdampingan antara satu
bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia dan bagian laut lepas
atau Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia lainnya
PETA BATAS WILAYAH INDONESIA - DEKLARASI DJOEANDA
REGIONAL FISHERIES MANAGEMENT ORGANIZATIONS
RAGAM RFMO DAN NEGARA PIHAK
Negara Anggota
Contracti Cooperating
No RFMO Status Indonesia
Member Participating Non-
ng Non Contracting
Country Territories
Member Party
Anggota,
1 IOTC 28 - - 3
Tgl. 09 Juli 2007
Anggota,
2 CCSBT 6 3 - -
Tgl. 08 April 2008
Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 31
Tahun 2004 Tentang Perikanan;
Pasal 5 ayat (2)
Pengelolaan Perikanan di luar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan, persyaratan dan /atau standar internasional yang diterima secara umum
Pasal 10 ayat (2)
Pemerintah ikut serta secara aktif dalam keanggotaan badan/lembaga/organisasi regional dan
internasional dalam rangka kerjasama pengelolaan perikanan regional dan internasional.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2007, tentang Pengesahan Persetujuan
Tentang Pembentukan Komisi Tuna Samudera Hindia ;
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2007, tentang Pengesahan Konvensi
Tentang Konservasi Tuna Sirip Biru Selatan
Permen KP No : 12/2012 tentang usaha penangkapan ikan di laut lepas (telah mengadopsi
Resolusi RFMO mengenai pendaftaran kapal, ERS, Observer, Transhipment)
Peraturan Menteri No. PER. 10/PERMEN/-KP/2013 tentang Sistem Pemantauan Kapal
Perikanan; Mengadopsi resolusi IOTC 06/03, CMM – WCPFC 2007-02 dan inline with the
Resolution on Establishing the CCSBT VMS adopted at Annual Meeting 14-17 Oktober 2008.
LANDASAN PRAKTIS
Kewajiban mengenai alat pelacak satelit dan persyaratan jika terjadi kesalahan teknis
atau tidak berfungsinya alat pelacak satelit.
Nakhoda dan pemilik kapal penangkap ikan yang dikenakan wajib pasang VMS
harus menjamin VMS berada di atas kapal selama di area IOTC setiap saat
beroperasi penuh;
Nakhoda dan pemilik kapal penangkap ikan menjamin:
- Laporan VMS dan pesan tidak diubah dengan cara apapun
- Antena yang terhubung ke perangkat VMS tidak terhalang dengan
cara apapun;
- Power supply harus stabil;
- Perangkat VMS tidak dipindahkan dari kapal.
Kewajiban mengenai alat pelacak satelit dan persyaratan jika terjadi kesalahan teknis
atau tidak berfungsinya transmiter.
Perangkat VMS harus aktif selama di area IOTC, tapi dapat dimatikan jika berada
di pelabuhan periode lebih dari 1 minggu dengan pemberitahuan
Negara PC menyampaikan kepada sekretariat IOTC mengenai laporan perkembangan
dan implementasi program VMS yang terkait dengan Resolusi ini
CCSBT
CMM 2007-02
CCSBT menetapkan mengenai komisi VMS
Komisi VMS berlaku untuk semua kapal
penangkap ikan dengan panjang 24 meter mulai
1 Januari 2008 dan kapal berukuran panjang 24
meter atau kurang mulai 1 Januari 2009
dst
EVALUASI PEMASANGAN VMS RFMO