DEPARTEMEN BIOETIKA DAN HUMANIORA FK UNTAN OVERVIEW Seorang dokter dituntut karena dugaan malpraktik sudah menjadi berita umum saat ini. Seakan menunggu waktu kapan seorang dokter akan ‘ketiban apes’ atau dengan kata lain kapan seorang dokter akan mengalami giliran dituntut akibat tindakan yang dikabarkan malpraktik, walaupun sebenarnya belum tentu benar.
MENGAPA HAL INI BISA TERJADI ????
Menurut laporan Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO), dari hasil evaluasi 2840 kasus sentinent event (kejadian yang tak diharapkan fatal) dapat disimpulkan bahwa 65% akar penyebab masalah adalah faktor komunikasi Komunikasi ini menyangkut banyak hal, komunikasi antar petugas kesehatan sebagai satu tim, komunikasi dokter dengan petugas kesehatan lainnya, dan komunikasi dokter dengan pasien. o komunikasi sering terabaikan, lebih sering mengutamakan ketrampilan klinis, 54% pasien mengeluh dan 45% pasien meminta perhatian dokter tidak mendapat tanggapan dokter o Komunikasi efektif menjadi penting dalam hubungan dokter dan pasien yang menerapkan prinsip-prinsip kerahasiaan, otonomi pasien, reaksi positif, dan aspek pengobatan dalam hubungan dokter dan pasien Hubungan dokter pasien bagaimana dokter menempatkan otonomi pasien sebagai individu khususnya dalam pengambilan keputusan medis. Konsekuensinya adalah bagaimana dokter membangun keharmonisan hubungan tersebut melalui komunikasi. Hubungan dokter dan pasien pasti dilandasi dengan komunikasi, kecuali pada pasien tidak sadar, meskipun demikian komunikasi tetap berjalan, paling tidak dengan keluarga pasien Pasien yang berbeda memerlukan pendekatan yang berbeda pemahaman hubungan interpersonalmeningkatkan sensitivitas dokter dalam memahami penderitaan pasienmengembangkan sikap empati KETIDAKSEIMBANGAN HUBUNGAN DOKTER DAN PASIEN Ketidakseimbangan ini menyangkut pada hubungan dokter dan pasien yang bersifat paternalistik asimetris dan ketidakpastian dalam praktik kedokteran. Paternalistik berarti otonomi pasien berada di bawah bayang-bayang dokter, dokter bebas menentukan tindakan terhadap pasien. Hal ini akan memberi lebih banyak peluang bagi dokter untuk melakukan kesalahan medis. Karena pasien tidak bersikap kritis dan tidak menuntut lebih banyak, lebih bersikap menerima, maka dokter cenderung memberikan pelayanan “apa adanya”. Berusaha melakukan tindakan medis terbaik, menurut ukuran standar medis yang telah diuji ilmiah (evidence based), hasil pengobatan tidak dapat dipastikan. Ilmu kedokteran dibangun berdasarkan gabungan antara science (ilmu pengetahuan) dan art (seni). Bukan 100% ilmu pasti. Dalam praktik kedokteran, ada area abu-abu (grey zone), daerah yang masih tidak diketahui dan mengandung ketidakpastian. Pengaruh hubungan dokter dan pasien terhadap proses penyakit Komunikasi yang efektif memungkinkan seorang dokter untuk mendapatkan data klinis yang lebih lengkap, sehingga memudahkan dalam penentuan diagnosis, dan akan membuahkan suatu kepercayaan dan keyakinan diri pasien terhadap dokter. Kepercayaan dan keyakinan pasien terhadap dokter akan membantu proses penyembuhan. Komunikasi yang efektif membantu penyembuhan pasien Leventhal, interaksihubungan dokter dan pasien yang dijalin melalui komunikasi yang efektif dapat mempengaruhi proses penyembuhan. Apa yang dibutuhkan oleh pasien adalah proses perawatan yang mencakup perawatan fisik, perilaku, kognitif, dan emosi. Dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa komunikasi yang baik akan meningkatkan status kesehatan dan meningkatkan efisiensi perawatan. Komunikasi yang tidak berjalan baik seringkali menjadi faktor pendorong pasien mengajukan gugatan hukum bila di kemudian hari pasien mengalami KTD (kejadian tidak diharapkan). Paternalisme menjadi partnership Pola paternalistik digantikan dengan pola hubungan yang bersifat partnership atau patient-centered care, yaitu pola perawatan kesehatan yang berorientasi pada pemenuhan keinginan dan kebutuhan pasien. Ungkapan ”dokterlah yang paling tahu, maka lakukan saja apa kata dokter” sudah waktunya untuk dihilangkan dari pikiran kita. Sekarang sudah jamannya dimana konsep otonomi dalam hubungan dokter – pasien dikembangkan. Pasien memiliki otonomi penuh atas dirinya. Pasien berhak menentukan keputusan medis yang akan dia terima. Ia bebas menerima atau menolak tindakan medis yang ditawarkan oleh dokternya. Dokter berkewajiban memberi informasi yang selengkap- lengkapnya kepada pasien mengenai diagnosis, terapi, proses penyakit, pilihan terapi, risiko serta prognosis penyakitnya. Prinsip otonomi dapat kita lihat pada pelaksanaan informed consent (hak persetujuan tindakan setelah diberikan informasi). Ketrampilan komunikasi 7 langkah proses komunikasi: Membangun hubungan dokter dan pasien Membuka pembicaraan / diskusi Mengumpulkan informasi Mengerti perspektif pasien Berbagi informasi Mencapai persetujuan terhadap masalah dan rencana Menyampaikan penutup Keterampilan berkomunikasi tidak hanya meliputi kemampuan seseorang dalam mengembangkan perilaku verbal, akan tetapi juga kemampuan seseorang menangkap suatu pesan non verbal yang meliputi nada bicara, ekspresi wajah, mata, gerak tubuh, tangan, tempat pembicaraan berlangsung, dan sebagainya. Tahapan wawancara dokter pasien Tunjukkan perhatian Anda, merupakan kunci untuk menjalin hubungan Pelajari teknik-teknik melakukan wawancara Pelajarilah rekam medis, dan mempersiapkan peralatan Selalu, perkenalkan diri kepada pasien Dengarkanlah pasien anda Mulailah pertemuan dengan cara yang tenang dan tidak tergesa-gesa, dengan senyuman Adakan kontak mata segera Perkenalkan diri anda dengan jabat tangan yang erat Jelaskan peran anda dalam tim yang merawat pasien Jelaskan tujuan anda dan uraikan tanggung jawab anda dalam mencapai tujuan tersebut Hambatan dalam komunikasi dokter pasien Bahasa jika terjadi ketidakpahaman bahasa dokter dan pasien diperlukan penterjemah yang kompeten , untuk menjembatani hambatan komunikasi dokter pasien Budaya kebudayaan yang berbeda akan menjadi hambatan dalam komunikasi dokter dan pasien, sebagai contoh adat istiadat tertentu yang melarang persalinan dengan dokter, dan lebih percaya pada dukun beranak MEMBERI KENYAMANAN PADA PASIEN MENGUCAPKAN SALAM DAN MEMPERKENALKAN DIRI Profesionalism and humanism Heart of Physician Head (scientific mind) Hand (skills) Professional performance Altruisme dan advocacy Respect, responsibility and accountability Honor, honesty and integrity Life long learning and limit of knowledge Effective communication Leadership and management Elements of professionalism Altruisme Accountability Excellence Duty Honour and integrity Respect for other Sikap dan perilaku dokter Dari aspek agama harus sesuai dengan nilai dan norma agama Dari aspek moral harus mempertimbangkan prinsip moral sehingga tindakan dokter dinilai benar Dari sisi etika harus mengaplikasikan teori pengambilan keputusan dgn mempertimbangkan prinsip moral agar tindakan dokter dinilai baik Dari aspek hukum tidak melanggar hukum (tertulis dan tidak tertulis) Etika profesi dokter Mengatur perilaku dokter terhadap : people who require medical care Patients Health care team Society (social context) profession Etika terhadap pasien Memberikan layanan medis yang benar Menghormati hak-hak asasi pasien Menghormati hak untuk menyetujui atau tidak menyetujui tindakan medis Menghormati kerahasiaan medis Memberikan informasi medis yang sebenar-benarnya Menyerahkan ke ahli yang lain bila tidak mampu menangani Memberikan kebebasan kepada pasien untuk mendapatkan second opinion Etika dokter terhadap tim Tidak boleh menjatuhkan anggota tim yang lain dengan maksud agar pasien lebih menghargai dia Mengingatkan dan membetulkan manakala ada anggota tim yang melakukan kesalahan Tidak boleh menafikan jasa anggota tim yang lain Etika terhadap profesinya Konsisten terhadap profesi medis Tidak menggunakan metode di luar ilmu kedokteran Selalu meningkatkan ilmu dan ketrampilan klinis agar dapat memberikan pelayanan medis sebaik-baiknya Mengembangkan ilmu dengan mengembangkan riset REFERENSI Cahyono, JB Suharjo, dr. Oktober 2008. Komunikasi: Fondasi Hubungan Dokter dan Pasien. Ethical Digest No 56 Thn VI: hal 68-7 terimakasih