Sediaan Padat
Sediaan Cair
1. Sediaan Padat
Sediaan
Padat
Serbuk Kapsul Tablet Pil Suppositoria
Salut
Pulveres lunak
kempa
Salut film
Salut
enterik
a. Pulvis dan Pulveres
• Pulvis serbuk tidak terbagi
• Bahan atau campuran yang homogen dari bahan-
bahan yang diserbukkan dan realtif kering
• Tidak dianjurkan untuk obat dalam, kecuali obat
yang mempunyai indeksterapeutik yang lebar.
bahan obat
Keras
kering
Kapsul
bahan obat
Lunak
berupa minyak
• Kekurangan:
• Menyulitkan terapi individual
• Sasaran kadar obat dalam plasma lebih sulit tercapai
d. Tablet (2)
Tablet dapat disalut dengan zat penyalut :
• Gula (sugar coating): menutupi rasa dan bau yang tidak
enak dan melindungi zat yang berkhasiat agar tidak
mudah rusak.
• Kempa (press coating):
• kerjanya panjang
• Bahan-bahan obat tidak dapat dicampur
• Film coated: dilapisi selaput film yang tipis untuk
melindungi obat terhadap kelembaban selama
penyimpanan juga untuk menutupi rasa dan bau yang
tidak enak.
d. Tablet (3)
• Enteric coated: disalut dengan zat penyalut yang
tidak hancur dalam asam lambung, tetapi hancur
dan larut dalam usus halus dengan tujuan:
• Obat tidak mengiritasi lambung
• Menghindari dekomposisi dan pengrusakan
obat oleh enzim pencernaan
• Obat dapat bekerja di tempat yang
dikehendaki yakni usus
• Mencegah netralisasi asam lambung
e. Pil
• Sediaan yang berbentuk bulat seperti seperti kelereng
yang mengandung satu atau lebih bahan obat
• Berat:
• Pil kecil (granula) : beratnya ±30 mg, bila tidak
disebutkan maka granula mengandung bahan obat
berkhasiat 1 mg
• Pil besar (boli): berat >500 mg
• Untuk memperbesar volume diperlukan zat tambahan
seperti zat pengisi, zat pengikat dan pembasah dan bila
perlu ditambahkan zat penyalut.
F. Suppositoria (1)
• Suppositoria mengandung bahan obat dan bahan dasar
yang diberikan dengan cara memasukkannya melalui
rectum, vagina atau urethra, dapat melunak, larut atau
meleleh pada suhu tubuh.
• Bahan dasar yang digunakan harus bersifat:
• Titik lebur : suhu kamar-37○C (larut atau meleleh
dalam suhu tubuh)
• Mudah bercampur dengan semua bahan obat
• Tidak cepat tengik
• Tidak mengiritasi mukosa
• Tidak berinteraksi dengan bahan obat
• Contoh bahan dasar: oleum cacao
F. Suppositoria (2)
Obat diberikan dalam bentuk suppositoria apabila :
• Keadaan pasien tidak memungkinkan
mengkonsumsi obat peroral. Misalnya pasien
tidak sadar, pasien dengan hiperemesis atau
pasien pra dan pasca operasi.
• Obat dikehendaki bekerja lama
• Diinginkan obat berefek lokal
Sediaan
Setengah Salep
Padat
Krim
Sediaan
Setengah Padat
Pasta
Sapo
(Sabun)
a. Salep
• Sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar.
• Bahan obat harus terdispersi homogen dalam vehiculum
• Vehiculum:
• Hidrokarbon: vaselin album, vaselin flavum, parafin cair, parafin
padat
• Minyak nabati: Oleum sesami, oleum olivarum
• Lemak dan lilin asal hewani: adeps lanae, cera alba, cera flava
• krim atau emulsi
b. Krim
• Sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung air,
dimaksudkan untuk pemakaian luar.
• Digunakan pada daerah yang peka dan mudah dicuci.
• Krim cocok untuk kondisi inflamasi kronis dan kurang merusak
jaringan yang baru terbentuk.
• Ada 2 jenis tipe krim yaitu :
• Tipe emulsi minyak dalam air O/W: lebih sesuai untuk digunakan
pada daerah lipatan
• Tipe emulsi air dalam minyak W/O: efek lubrikasi lebih baik
c. Pasta
• Sediaan setengah padat berupa massa lembek (lebih
kenyal dari salep) yang dimaksudkan untuk pemakaian luar
(dermatologi)
• Mengandung serbuk dalam jumlah besar (40-50%) dengan
vaselin/paraffin cair/bahan dasar yang tidak berlemak
dengan perbandingan 1:1
• Serbuk yang banyak digunakan adalah ZnO, Talk, Amilum,
Bentnit, AlO2 dll
• Keuntungan:
• Mengikat cairan sekret (eksudat)
• Tidak mempunyai daya penetrasi gatal dan terbuka. sehingga
mengurangi rasa gatal lokal
• Lebih melekat pada kulit sehingga kontaknya dengan jaringan
lebih lama
d. Sapo (sabun)
• Sediaan setengah padat yang didapat dengan melalui proses
penyabunan alkali dengan asam lemak atau asam lemak tinggi
• Konsistensi tergantung alkali
• KOH : lunak
• NaOH : keras
Sediaan Solutiones
(larutan)
Cair Sirup
Eliksir
M/A
Tipe Emulsi
A/M
Obat Tetes (Guttae)
Sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi yang
dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan
dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang
menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang
dihasilkan penetes baku dalam FI.
• tetes mulut (Guttae Oris)
• tetes telinga (Guttae Auriculares)
• tetes hidung (Guttae Nasal)
• tetes mata (Guttae Ophtalmicae)
Injeksi
• Injeksi adalah sediaan steril yang disuntukkan dengan
cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui
selaput lendir.
• Injeksi dapat berupa larutan, emulsi, suspensi atau
serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan
lebih dahulu sebelum digunakan.
Cara pemberian obat
• Pemberian obat berperan dalam
menentukan cepat lambatnya dan
lengkap tidaknya resorpsi suatu
obat.
• Tergantung dari efek yang
diinginkan, yaitu efek sistemik (di
seluruh tubuh) atau efek
lokal (setempat) dan keadaan
pasien serta sifat-sifat fisiko-
kimiawi obat, dapat dipilih di
antara berbagai cara untuk
memberikan obat.
Efek Sistemik
Oral
Sublingual
Bukal
Sistemik
Parentral
Implantasi
subkutan
Rektal
A. Oral
• Merupakan rute pemberian obat yg paling umum.
• Obat melalui rute yg paling kompleks dan lama sampai
pada organ target
Lokal Inhalasi
Intravaginal
Topikal
A. Intranasal
• Melalui hidung
• Biasa digunakan pada salesma untuk menciutkan mukosa yang
bengkak.
• Efedrin dan ksilometazolin
B. Intra okuler & intra aurikuler
c. Inhalasi
• Obat disemprotkan ke dalam
mulut dengan alat aerosol.
• Semprotan obat dihirup dengan
udara dan resorpsi terjadi
melalui mukosa mulut
tenggorokan dan saluran napas
• Anastetik lokal
• Obat-obat asma
D. Intravaginal
• Memasukkan obat ke dalam vagina
• Mengobati gangguan vagina secara lokal
• Salep, tablet atau sejenis suppositoria vaginal (ovula)
yang kemudian melarut.
• Contoh: metronidazol
E. Topikal
• Zat keratolitik memperbaiki
resorpsi obat dengan
melarutkan lapisan tanduk
kulit
• Meringankan rasa nyeri atau
gangguan otot analgetika
• Cara terbaru dengan plester
transdermal.
Hubungan Stuktur, Sifat Kimia
dengan Proses Absorpsi,
Distribusi dan Ekskresi
Hubungan Stuktur, Sifat Kimia
dengan Proses ADME
masuk mengalami
Fisik Kimia
Perubahan
Mempengaruhi
Bentuk sediaan Formulasi struktur
respon biologi
molekul obat
Tiga Fasa yang Menentukan Terjadinya
Aktvitas Obat :
Fase Farmasetika
• Berperan dalam ketersediaan obat untuk
diabsorpsi
Fase Farmakokinetika
• Berperan dalam ketersediaan obat untuk
mencapai target jaringan atau reseptor
Fase Farmakodinamika
• Berperan dalam timbulnya efek farmakologis
Obat setelah masuk ke peredaran
darah akan mengalami :
1. Obat disimpan dalam depo jaringan
2. Obat terikat oleh protein plasma, terutama albumin
3. Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi
dengan reseptor sel khas dan menimbulkan respon
biologis.
4. Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur
kemungkinan yaitu:
a) Obat mula-mula tidak aktif senyawa aktif dan berinteraksi
dengan reseptor (bioaktivasi)
b) Obat mula-mula aktif metabolit tidak aktif dan polar
sehingga langsung diekskresikan (bioinaktivasi)
c) Obat aktif metabolit toksik (biotoksifikasi)
5. Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan
Hubungan ADME & Konsentrasi
pada tempat kerja
Sisi kehilangan (site of loss)
• Setelah masuk ke peredaran darah, hanya sebagian
kecil molekul obat yang tetap utuh dan mencapai
reseptor pada jaringan sasaran.
• Sebagian besar obat berubah atau terikat pada
biopolimer.
• Tempat dimana obat berubah atau terikat sehingga
tidak dapat mencapai reseptor pada jaringan
sasaran disebut sisi kehilangan (site of loss).
• Contoh: protein darah, depo-depo penyimpanan
(lemak, hati, ginjal dan otot), sistem enzim yang
menyebabkan perubahan bentuk obat dari aktif
tidak aktif ekskresi.
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT
KIMIA FISIKA DENGAN PROSES
ABSORPSI OBAT
Senyawa yang
Terionisasi
sukar larut
sempurna
dalam air
Basa lemah
• Obat dalam suasana asam, seperti dalam
lambung yang memiliki pH 1 - 3,5 obat akan
mudah terionisasi kelarutan dalam lemak
kecil sulit menembus membran lambung.
• Dalam suasana basa, seperti dalam usus yang
memiliki pH 5 – 8 obat tidak terionisasi
kelarutan dalam lemak tinggi dapat menebus
membran usus.
• Contoh: aminopirin, asetanilid, kafein dan kuinin
Asam lemah
• Pada lambung yang bersifat asam, obat
terdapat dalam bentuk tidak terionisasi
mudah larut dalam lemak mudah
menembus membran lambung.
• Contoh: asam salisilat, asetosal,
fenobarbital, asam benzoat dan fenol
Terionisasi sempurna
• Obat yang bersifat asam kuat atau basa
kuat, mempunyai kelarutan dalam lemak
yang rendah sehingga sulit menembus
membran saluran cerna.
• Contoh: asam sulfonat dan turunan
amonium kuarterner (heksametonium dan
benzalkonium klorida)
Senyawa yang sukar larut dalam air
Melarut pada
Difusi pasif
lemak
Difusi
Dengan fasilitas
Sistem
pengangkutan aktif
Difusi aktif
Pinositosis
a. Difusi pasif melalui pori
• Pori membran memiliki garis tengah 4 Å
• Membran dapat dilewati oleh molekul obat
yang bersifat hidrofil, molekul dengan jumlah
atom C kurang dari 3, BM < 150
b. Difusi pasif dengan melarut pada
lemak penyusun membran
• Senyawa non polar
• Memilki koefisien partisi lemak/air besar
c. Difusi pasif dengan fasilitas
• Perbedaan kadar antar membran tekanan osmosis
• Membran sel bersifat semi permeabel terhadap senyawa
polar tertentu lebih besar penetrasinya 10-10.000 kali
dibanding kelarutan dalam lemak.
• Pembawa dapat berupa enzim atau ion yang berlawanan
dengan muatan molekul obat sebagai katalisator.
Difusi Aktif sistem pengangkutan aktif
Contoh:
• Sekresi H+ dari lambung
• Pelepasan Na+ dari sel saraf dan otot
• Absorpsi kembali glukosa dalam tubulus renalis
Difusi Aktif Pinositosis
• Untuk obat yang mempunyai ukuran molekul
besar dan misel, seperti lemak, amilum, gliserin
dan vitamin A, D, E, dan K.
• Prinsip seperti fagositosis oleh bakteri.
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT
KIMIA FISIKA DENGAN PROSES
EKSKRESI OBAT
Penyaringan glomerulus
Sekresi pengangkutan
aktif pada tubulus ginjal
Penyaringan glomerulus
• Ginjal menerima ±20-25%
cairan tubuh 1,2-1,5 L
darah/menit
• ± 10% disaring melalui
glomerulus
• Obat yang dapat melewati
pori glomerulus :
• garis tengah ±40 Å
• BM < 5000
• obat mudah larut dalam
cairan plasma atau obat
yang bersifat hidrofil.
Absorpsi kembali secara pasif
pada tubulus ginjal
• Sebagian besar obat
diabsorpsi kembali ke
tubulus ginjal melalui
proses difusi pasif
• Obat yang bersifat
elektrolit lemah pada
pH urin normal 4,8-7,5,
berada dalam bentuk
tidak terdisosiasi
sehingga mudah larut
dalam lemak akan
diabsorpsi kembali
• Mempengaruhi waktu
paro obat
Sekresi pengangkutan aktif
pada tubulus ginjal
• Obat dapat bergerak dari plasma darah ke
urin melalui membran tubulus ginjal
dengan mekanisme pengangkutan aktif.
• Kombinasi probenesid dan penisilin
meningkatkan masa kerja penisilin karena
probenesid menghambat sekresi
pengangkutan aktif penisilin secara
kompetitif sehingga ekskresi penisilin
menurun.
c. Ekskresi obat melalui empedu
• Obat dengan BM < 150
• Obat bersifat polar
• Obat berbentuk konjugasi dengan asam glukoronat, asam
sulfat atau glisin langsung disekresikan melalui tinja
• Atau dihidrolisis oleh bakteri atau enzim yang kemudian
akan diabsorpsi kembali ke dalam darah kembali ke hati
dimetabolisis dikeluarkan melalui empedu usus
(siklus enterohepatik)
Contoh :
• Langsung: penisilin, rimpafisin, streptomisin, tetrasiklin
• Siklus enterohepatik : hormon estrogen, indometasin,
digitoksin dan fenolftalein