Anda di halaman 1dari 89

Bentuk-bentuk Sediaan

obat dan Sifat


Biofarmasetikanya
Dina Pratiwi, S.Farm., M.Si.
Bentuk Sediaan Obat
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan BSO :
• Obat
• rasanya pahit  kapsul atau emulsi
• dapat dirusak oleh asam lambung  injeksi atau
suppositoria
• Penderita
• umur dan berat badan
• kesadaran emergensi
• ekonomi
• Penyakit
• emergensi
• area
Bentuk-bentuk sediaan obat
Berdasarkan Konsistensinya

Sediaan Padat

Sediaan Semi Padat

Sediaan Cair
1. Sediaan Padat

Sediaan
Padat
Serbuk Kapsul Tablet Pil Suppositoria

Pulvis keras Salut gula

Salut
Pulveres lunak
kempa

Salut film

Salut
enterik
a. Pulvis dan Pulveres
• Pulvis  serbuk tidak terbagi
• Bahan atau campuran yang homogen dari bahan-
bahan yang diserbukkan dan realtif kering
• Tidak dianjurkan untuk obat dalam, kecuali obat
yang mempunyai indeksterapeutik yang lebar.

• Pulveres = Puyer = serbuk yang terbagi


• Dibagi bungkus-bungkus kecil dalam kertas
unit doses system (300- 500 mg)
• Untuk obat dalam
• Keuntungan: berupa unit dose, dosis lebih
tepat, lebih stabil, disolusi lebih cepat
• Kerugian: Rasanya dapat merangsang mukosa
mulut dan atau saluran cerna
b. Kapsul (Capsulae)
• Sediaan obat terbungkus cangkang kapsul yang umumnya
terbuat dari gelatin

bahan obat
Keras
kering
Kapsul
bahan obat
Lunak
berupa minyak

• Keuntungan : dapat menutupi rasa, lebih mudah ditelan,


dapat dilapisi bahan tertentu, dapat diisi bahan obat
tunggal atau campuran dan bahan obat berupa granul
(sustain release)
c. Kapsul (2)
Ukuran cangkang kapsul keras:
• Untuk manusia : 000, 00, 0, 1, 2, 3, 4, 5
• Untuk hewan : 10, 11, 12

Bentuk dan kapasitas cangkang kapsul Lunak:


• Bulat : kapasitan 0,05 - 6 ml
• Oval : kapasitas 0,05 - 6,5 ml
• Oblong : kapasitas 0,15 - 25 ml
• Tube : kapasitas 0,15 - 30 ml
• Miscellar : kapasitas 0,30 - 5 ml
d. Tablet (1)
• Tablet adalah sediaan padat, mengandung
satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa
zat tambahan.
• Berat : 300-600 mg
• Kelebihan:
• Berupa unit dose system
• Praktis :
• Waktu: peresepan dan pelayanan diapotek cepat
• Lebih mudah dibawa dan disimpan
• Mudah ditelan

• Kekurangan:
• Menyulitkan terapi individual
• Sasaran kadar obat dalam plasma lebih sulit tercapai
d. Tablet (2)
Tablet dapat disalut dengan zat penyalut :
• Gula (sugar coating): menutupi rasa dan bau yang tidak
enak dan melindungi zat yang berkhasiat agar tidak
mudah rusak.
• Kempa (press coating):
• kerjanya panjang
• Bahan-bahan obat tidak dapat dicampur
• Film coated: dilapisi selaput film yang tipis untuk
melindungi obat terhadap kelembaban selama
penyimpanan juga untuk menutupi rasa dan bau yang
tidak enak.
d. Tablet (3)
• Enteric coated: disalut dengan zat penyalut yang
tidak hancur dalam asam lambung, tetapi hancur
dan larut dalam usus halus dengan tujuan:
• Obat tidak mengiritasi lambung
• Menghindari dekomposisi dan pengrusakan
obat oleh enzim pencernaan
• Obat dapat bekerja di tempat yang
dikehendaki yakni usus
• Mencegah netralisasi asam lambung
e. Pil
• Sediaan yang berbentuk bulat seperti seperti kelereng
yang mengandung satu atau lebih bahan obat
• Berat:
• Pil kecil (granula) : beratnya ±30 mg, bila tidak
disebutkan maka granula mengandung bahan obat
berkhasiat 1 mg
• Pil besar (boli): berat >500 mg
• Untuk memperbesar volume diperlukan zat tambahan
seperti zat pengisi, zat pengikat dan pembasah dan bila
perlu ditambahkan zat penyalut.
F. Suppositoria (1)
• Suppositoria mengandung bahan obat dan bahan dasar
yang diberikan dengan cara memasukkannya melalui
rectum, vagina atau urethra, dapat melunak, larut atau
meleleh pada suhu tubuh.
• Bahan dasar yang digunakan harus bersifat:
• Titik lebur : suhu kamar-37○C (larut atau meleleh
dalam suhu tubuh)
• Mudah bercampur dengan semua bahan obat
• Tidak cepat tengik
• Tidak mengiritasi mukosa
• Tidak berinteraksi dengan bahan obat
• Contoh bahan dasar: oleum cacao
F. Suppositoria (2)
Obat diberikan dalam bentuk suppositoria apabila :
• Keadaan pasien tidak memungkinkan
mengkonsumsi obat peroral. Misalnya pasien
tidak sadar, pasien dengan hiperemesis atau
pasien pra dan pasca operasi.
• Obat dikehendaki bekerja lama
• Diinginkan obat berefek lokal
Sediaan
Setengah Salep
Padat
Krim
Sediaan
Setengah Padat
Pasta

Sapo
(Sabun)
a. Salep
• Sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar.
• Bahan obat harus terdispersi homogen dalam vehiculum
• Vehiculum:
• Hidrokarbon: vaselin album, vaselin flavum, parafin cair, parafin
padat
• Minyak nabati: Oleum sesami, oleum olivarum
• Lemak dan lilin asal hewani: adeps lanae, cera alba, cera flava
• krim atau emulsi
b. Krim
• Sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung air,
dimaksudkan untuk pemakaian luar.
• Digunakan pada daerah yang peka dan mudah dicuci.
• Krim cocok untuk kondisi inflamasi kronis dan kurang merusak
jaringan yang baru terbentuk.
• Ada 2 jenis tipe krim yaitu :
• Tipe emulsi minyak dalam air O/W: lebih sesuai untuk digunakan
pada daerah lipatan
• Tipe emulsi air dalam minyak W/O: efek lubrikasi lebih baik
c. Pasta
• Sediaan setengah padat berupa massa lembek (lebih
kenyal dari salep) yang dimaksudkan untuk pemakaian luar
(dermatologi)
• Mengandung serbuk dalam jumlah besar (40-50%) dengan
vaselin/paraffin cair/bahan dasar yang tidak berlemak
dengan perbandingan 1:1
• Serbuk yang banyak digunakan adalah ZnO, Talk, Amilum,
Bentnit, AlO2 dll
• Keuntungan:
• Mengikat cairan sekret (eksudat)
• Tidak mempunyai daya penetrasi gatal dan terbuka. sehingga
mengurangi rasa gatal lokal
• Lebih melekat pada kulit sehingga kontaknya dengan jaringan
lebih lama
d. Sapo (sabun)
• Sediaan setengah padat yang didapat dengan melalui proses
penyabunan alkali dengan asam lemak atau asam lemak tinggi
• Konsistensi tergantung alkali
• KOH : lunak
• NaOH : keras
Sediaan Solutiones
(larutan)

Cair Sirup

Eliksir

Sediaan Cair Suspensi


tetes
mulut
Emulsi
tetes
Tetes telinga
(Guttae) tetes
hidung
Injeksi
tetes mata
Larutan (1)
• Sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut.
• Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan
suatu cairan, maka zat padat tadi terbagi secara molekular
dalam cairan tersebut.
• Kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh suhu, umumnya
kenaikan suhu menyebabkan bertambahnya kelarutan suatu
zat.
• pelarut: air suling kecuali disebutkan yang lain
Larutan (2)
• Larutan yang mudah terurai atau bereaksi karena cahaya harus
disimpan dalam botol yang berwarna gelap, umumnya coklat.
• Keuntungan:
• Lebih mudah diserap sehingga dapat segera bekerja
• Karena zat aktif terlarut secara homogen maka konsentrasi obat
yang diinginkan dapat tepat
• Kurang stabil terutama pada penyimpanan
Sirup
• Sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa,
kecuali disebutkan lain kadar sakarosanya antara 64% sampai
66%.
Eliksir
• Sediaan cair berupa larutan dengan bau dan rasa yang enak,
mengandung selain obat juga zat tambahan seperti gula atau
zat pemanis lain.
• Dibandingkan dengan sirup:
• kurang manis dan kurang kental
• lebih mudah dalam pembuatan
• lebih stabil
• Pelarut utama : etanol dengan maksud untuk mempertinggi
kelarutan obat. Kadar etanol dalam 5-10%.
• Pemanis yang digunakan antara lain : gula atau sirup gula,
sorbitol,gliserin dan sakarin.
Suspensi
• Sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cair pembawa.
• Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat
mengendap, bila digojog perlahan endapan harus segera
terdispersi kembali.
Emulsi
• Sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat
pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
• Emulsi mengandung dua zat cair yang tidak tercampurkan,
dimana cairan satu terdispersi menjadi butiran-butiran kecil
dalam larutan lainnya.

M/A
Tipe Emulsi
A/M
Obat Tetes (Guttae)
Sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi yang
dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan
dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang
menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang
dihasilkan penetes baku dalam FI.
• tetes mulut (Guttae Oris)
• tetes telinga (Guttae Auriculares)
• tetes hidung (Guttae Nasal)
• tetes mata (Guttae Ophtalmicae)
Injeksi
• Injeksi adalah sediaan steril yang disuntukkan dengan
cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui
selaput lendir.
• Injeksi dapat berupa larutan, emulsi, suspensi atau
serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan
lebih dahulu sebelum digunakan.
Cara pemberian obat
• Pemberian obat berperan dalam
menentukan cepat lambatnya dan
lengkap tidaknya resorpsi suatu
obat.
• Tergantung dari efek yang
diinginkan, yaitu efek sistemik (di
seluruh tubuh) atau efek
lokal (setempat) dan keadaan
pasien serta sifat-sifat fisiko-
kimiawi obat, dapat dipilih di
antara berbagai cara untuk
memberikan obat.
Efek Sistemik
Oral

Sublingual

Bukal
Sistemik
Parentral

Implantasi
subkutan

Rektal
A. Oral
• Merupakan rute pemberian obat yg paling umum.
• Obat melalui rute yg paling kompleks dan lama sampai
pada organ target

 Obat akan diserap (diabsorbsi)


melalui saluran cerna :
lambung/usus halus 
memasuki sirkulasi portal
 Obat mengalami metabolisme
tingkat pertama (first pass
metabolism) di hepar 
pengurangan efikasi obat
B. Sublingual (1)
 Obat diletakkan di bawah lidah
 Obat masuk ke dalam peredaran darah tanpa melalui
hati
 Obat penyakit jantung dan bersifat lipofil
B. Sublingual (2)
C. Bukal
 Obat diletakkan di pipi
E. Parentral (1)
• Digunakan untuk obat-obat yg sulit diserap saluran cerna
• Paling sesuai untuk kondisi pasien yg tidak sadar
• Diperlukan efek segera obat
• Dosis obat paling terkendali
E. Parentral (2)
F. Implantasi subkutan
• Memasukkan obat yang
berbentuk pellet steril (tablet
silindris kecil) ke bawah kulit
menggunakan suatu alat
khusus.
• Melepaskan obat dalam jangka
waktu lama
• Hormon kelamin
G. Rektal
• Obat dimasukkan lewat rektum
• Untuk obat yang tidak tahan terhadap asam lambung
• Suppositoria
Efek lokal
Intranasal

Intra okuler dan


intra aurikuler

Lokal Inhalasi

Intravaginal

Topikal
A. Intranasal
• Melalui hidung
• Biasa digunakan pada salesma untuk menciutkan mukosa yang
bengkak.
• Efedrin dan ksilometazolin
B. Intra okuler & intra aurikuler
c. Inhalasi
• Obat disemprotkan ke dalam
mulut dengan alat aerosol.
• Semprotan obat dihirup dengan
udara dan resorpsi terjadi
melalui mukosa mulut
tenggorokan dan saluran napas
• Anastetik lokal
• Obat-obat asma
D. Intravaginal
• Memasukkan obat ke dalam vagina
• Mengobati gangguan vagina secara lokal
• Salep, tablet atau sejenis suppositoria vaginal (ovula)
yang kemudian melarut.
• Contoh: metronidazol
E. Topikal
• Zat keratolitik memperbaiki
resorpsi obat dengan
melarutkan lapisan tanduk
kulit
• Meringankan rasa nyeri atau
gangguan otot  analgetika
• Cara terbaru dengan plester
transdermal.
Hubungan Stuktur, Sifat Kimia
dengan Proses Absorpsi,
Distribusi dan Ekskresi
Hubungan Stuktur, Sifat Kimia
dengan Proses ADME
masuk mengalami

Obat Tubuh ADME


Oral
Parentral
Dermal Modifikasi Obat
Anal, dll

Fisik Kimia

Perubahan
Mempengaruhi
Bentuk sediaan Formulasi struktur
respon biologi
molekul obat
Tiga Fasa yang Menentukan Terjadinya
Aktvitas Obat :
Fase Farmasetika
• Berperan dalam ketersediaan obat untuk
diabsorpsi

Fase Farmakokinetika
• Berperan dalam ketersediaan obat untuk
mencapai target jaringan atau reseptor

Fase Farmakodinamika
• Berperan dalam timbulnya efek farmakologis
Obat setelah masuk ke peredaran
darah akan mengalami :
1. Obat disimpan dalam depo jaringan
2. Obat terikat oleh protein plasma, terutama albumin
3. Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi
dengan reseptor sel khas dan menimbulkan respon
biologis.
4. Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur
kemungkinan yaitu:
a) Obat mula-mula tidak aktif  senyawa aktif dan berinteraksi
dengan reseptor (bioaktivasi)
b) Obat mula-mula aktif  metabolit tidak aktif dan polar
sehingga langsung diekskresikan (bioinaktivasi)
c) Obat aktif  metabolit toksik (biotoksifikasi)
5. Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan
Hubungan ADME & Konsentrasi
pada tempat kerja
Sisi kehilangan (site of loss)
• Setelah masuk ke peredaran darah, hanya sebagian
kecil molekul obat yang tetap utuh dan mencapai
reseptor pada jaringan sasaran.
• Sebagian besar obat berubah atau terikat pada
biopolimer.
• Tempat dimana obat berubah atau terikat sehingga
tidak dapat mencapai reseptor pada jaringan
sasaran disebut sisi kehilangan (site of loss).
• Contoh: protein darah, depo-depo penyimpanan
(lemak, hati, ginjal dan otot), sistem enzim yang
menyebabkan perubahan bentuk obat dari aktif 
tidak aktif  ekskresi.
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT
KIMIA FISIKA DENGAN PROSES
ABSORPSI OBAT

Absorpsi obat melalui saluran cerna

Absorpsi obat melalui mata

Absorpsi obat melalui paru

Absorpsi obat melalui kulit


1. Absorpsi obat melalui
saluran cerna

Bentuk Sifat kimia Faktor Faktor


sediaan fisika obat biologis lain-lain
Berpengaruh terhadap
a. Bentuk sediaan kecepatan absorpsi

• Berbagai bentuk sediaan (tablet, larutan,


serbuk) memerlukan waktu untuk dapat
melepas zat aktif dari bentuk sediaannya.
• Mempengaruhi jumlah ketersediaan
hayati yang berbeda untuk diabsorpsi.
• Ukuran partikel yang kecil akan
memperluas kontak dengan pelarut
• Adaya bahan tambahan (pengikat,
penghancur, emulgator) akan
mempengaruhi waktu absorpsi obat
b. Sifat fisika kimia obat

Bentuk asam, basa, ester, garam,


kompleks atau hidrat dari bahan obat
• Penisilin V dalam bentuk garam K lebih mudah larut
dibanding penisilin V dalam bentuk basa.

Bentuk kristal atau poliamorf

• Novobiosin dalam bentuk amorf lebih cepat


melarut dibandingkan bentuk kristal
c. Faktor biologis
• Variasi keasaman pH saluran cerna
• Sekresi asam lambung
• Gerakan saluran cerna
• Luas permukaan saluran cerna
• Waktu pengosongan lambung dan waktu
transit dalam usus
• Banyaknya pembuluh darah pada tempat
absorpsi
d. Faktor lain-lain
• Umur
• Diet (makanan)
• Adanya interaksi obat dengan
senyawa lain
• Penyakit tertentu
Sifat Obat

Basa lemah Asam lemah

Senyawa yang
Terionisasi
sukar larut
sempurna
dalam air
Basa lemah
• Obat dalam suasana asam, seperti dalam
lambung yang memiliki pH 1 - 3,5 obat akan
mudah terionisasi  kelarutan dalam lemak
kecil  sulit menembus membran lambung.
• Dalam suasana basa, seperti dalam usus yang
memiliki pH 5 – 8 obat tidak terionisasi 
kelarutan dalam lemak tinggi  dapat menebus
membran usus.
• Contoh: aminopirin, asetanilid, kafein dan kuinin
Asam lemah
• Pada lambung yang bersifat asam, obat
terdapat dalam bentuk tidak terionisasi 
mudah larut dalam lemak  mudah
menembus membran lambung.
• Contoh: asam salisilat, asetosal,
fenobarbital, asam benzoat dan fenol
Terionisasi sempurna
• Obat yang bersifat asam kuat atau basa
kuat, mempunyai kelarutan dalam lemak
yang rendah sehingga sulit menembus
membran saluran cerna.
• Contoh: asam sulfonat dan turunan
amonium kuarterner (heksametonium dan
benzalkonium klorida)
Senyawa yang sukar larut dalam air

• Tidak diabsorpsi oleh saluran cerna.


• Contoh: BaSO4, MgO dan Al(OH)3
Kelarutan obat
• Kelarutan obat dalam lemak merupakan salah satu sifat
fisik yang mempengaruhi absorpsi obat ke membran
biologis.
• Semakin besar kelarutan dalam lemak, semakin tinggi
derajat absorpsi obat ke membran biologis.
Nama Obat Koefisien partisi % Penyerapan
kloroform/air (P)
Tiopental 100 67
Anilin 26,4 54
Asetanilid 7,6 43
Asetosal 2,0 21
Asam Barbiturat 0,008 5
Manitol < 0,002 <2
2. Absorpsi obat melalui mata
• Obat diabsorpsi melalui konjungtiva dan kornea
• Kecepatan tergantung derajat ionisasi dan
koefisien partisi obat

Bentuk obat yang tidak terionisasi


lebih cepat larut dalam lemak

Untuk obat yang besifat


Untuk obat yang besifat
asam lemah lebih cepat
basa lemah lebih cepat
larut dalam suasana
larut dalam suasana basa.
asam.
3. Absorpsi obat melalui paru
Absorpsi obat tergantung pada:
• Kadar obat dalam alveoli
• Koefisien partisi gas/darah
• Kecepatan aliran darah paru
• Ukuran partikel obat  hanya
yang ukura partikelnya < 10
𝞵m yang dapat masuk ke
aliran darah paru
4. Absorpsi obat melalui kulit
• Ditujukan untuk efek
setempat
• Saat ini sedang dikembangkan
untuk tujuan sistemik 
transdermal insulin
• Absorpsi tergantung kelarutan
obat dalam lemak
• Epidermis berfungsi sebagai
membran lemak biologis
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT
KIMIA FISIKA DENGAN PROSES
DISTRIBUSI OBAT

Struktur membran biologis

Hubungan Struktur, sifat kimia fisika


dengan proses Distribusi obat

Interaksi obat dengan biopolimer


Distribusi Obat
Setelah masuk ke peredaran darah, obat didistribusikan ke
seluruh jaringan dan organ tubuh.

Faktor yang mempengaruhi kecepatan dan besarnya


distribusi obat :
a) Sifat kimia fisika obat, terutama kelarutan dalam lemak
b) Sifat membran biologis
c) Kecepatan distribusi aliran darah pada jaringan dan
organ tubuh
d) Ikatan obat dengan sisi kehilangan
e) Adanya pengangkutan aktif dari beberapa obat
f) Masa atau volume jaringan
1. Struktur membran biologis

Fungsi utama membran biologi :


• Sebagai penghalang dengan sifat permeabilitas
yang khas
• Sebagai tempat untuk reaksi biotransformasi energi
1. Struktur membran biologis
Komponen
membran sel :
a. Lapisan lemak
biomolekul
b. Protein
c. Mukopolisakarida
a. Lapisan lemak biomolekul
• Tebal ± 35 Å
• Mengandung kolesterol netral dan fosfolipid
terionkan
• Berdasarkan kepolarannya dibagi menjadi bagian
nonpolar yaitu rantai hidrokarbon dan polar yaitu
gugus hidroksil kolesterol dan gugus gliserilfosfat
fosfolipid
b. Protein
• Bentuknya bervariasi, ada yang besar dan kecil
• Berat molekul ± 300.000
• Protein bersifat ampifil
c. Mukopolisakarida
• Jumlah kecil
• Berada dalam bentuk kombinasi dengan lemak seperti
glikolipid dan dengan protein seperti glikoprotein
• Berperan untuk pengenalan sel dan interaksi antigen-
antibodi
Model membran sel (1)

Davson-Danielli (1935) Robertson (1964)

Terdapat dua lapisan: Daerah polar bagian lemak


1. Lapisan dalam : Lemak adalah pada lapisan protein
2. Lapisan luar : protein yang menyelimuti membran
Model membran sel (2)

Singer dan Nicholson (1972)


Struktur membran terdiri dari lemak biomolekul dan
protein globular yang tersebat diantara lemak
biomolekul.
Difusi Obat
Melalui pori

Melarut pada
Difusi pasif
lemak
Difusi

Dengan fasilitas

Sistem
pengangkutan aktif
Difusi aktif
Pinositosis
a. Difusi pasif melalui pori
• Pori membran memiliki garis tengah 4 Å
• Membran dapat dilewati oleh molekul obat
yang bersifat hidrofil, molekul dengan jumlah
atom C kurang dari 3, BM < 150
b. Difusi pasif dengan melarut pada
lemak penyusun membran
• Senyawa non polar
• Memilki koefisien partisi lemak/air besar
c. Difusi pasif dengan fasilitas
• Perbedaan kadar antar membran  tekanan osmosis
• Membran sel bersifat semi permeabel terhadap senyawa
polar tertentu lebih besar penetrasinya 10-10.000 kali
dibanding kelarutan dalam lemak.
• Pembawa dapat berupa enzim atau ion yang berlawanan
dengan muatan molekul obat sebagai katalisator.
Difusi Aktif  sistem pengangkutan aktif

• Pengangkutan obat dari kadar rendah ke kadar


tinggi
• Memerlukan enerti dari adenosin trifosfat (ATP)
• Reaksi pembentukan kompleks obat-pembawa
memerlukan afinitas

Contoh:
• Sekresi H+ dari lambung
• Pelepasan Na+ dari sel saraf dan otot
• Absorpsi kembali glukosa dalam tubulus renalis
Difusi Aktif  Pinositosis
• Untuk obat yang mempunyai ukuran molekul
besar dan misel, seperti lemak, amilum, gliserin
dan vitamin A, D, E, dan K.
• Prinsip seperti fagositosis oleh bakteri.
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT
KIMIA FISIKA DENGAN PROSES
EKSKRESI OBAT

Ekskresi obat melalui paru

Ekskresi obat melalui ginjal

Ekskresi obat melalui empedu


a. Ekskresi obat melalui paru

Obat yang mempunyai koefisien partisi


darah/udara kecil  diekskresikan
dengan cepat
• Siklopropan dan nitrogen oksida

Obat yang mempunyai koefisien partisi


darah/udara besar  diekskresikan
dengan lambat
• Eter dan halotan
b. Ekskresi obat melalui Ginjal

Penyaringan glomerulus

Absorpsi kembali secara


pasif pada tubulus ginjal

Sekresi pengangkutan
aktif pada tubulus ginjal
Penyaringan glomerulus
• Ginjal menerima ±20-25%
cairan tubuh  1,2-1,5 L
darah/menit
• ± 10% disaring melalui
glomerulus
• Obat yang dapat melewati
pori glomerulus :
• garis tengah ±40 Å
• BM < 5000
• obat mudah larut dalam
cairan plasma atau obat
yang bersifat hidrofil.
Absorpsi kembali secara pasif
pada tubulus ginjal
• Sebagian besar obat
diabsorpsi kembali ke
tubulus ginjal melalui
proses difusi pasif
• Obat yang bersifat
elektrolit lemah pada
pH urin normal 4,8-7,5,
berada dalam bentuk
tidak terdisosiasi
sehingga mudah larut
dalam lemak akan
diabsorpsi kembali
• Mempengaruhi waktu
paro obat
Sekresi pengangkutan aktif
pada tubulus ginjal
• Obat dapat bergerak dari plasma darah ke
urin melalui membran tubulus ginjal
dengan mekanisme pengangkutan aktif.
• Kombinasi probenesid dan penisilin 
meningkatkan masa kerja penisilin karena
probenesid menghambat sekresi
pengangkutan aktif penisilin secara
kompetitif sehingga ekskresi penisilin
menurun.
c. Ekskresi obat melalui empedu
• Obat dengan BM < 150
• Obat bersifat polar
• Obat berbentuk konjugasi dengan asam glukoronat, asam
sulfat atau glisin langsung disekresikan melalui tinja
• Atau dihidrolisis oleh bakteri atau enzim yang kemudian
akan diabsorpsi kembali ke dalam darah  kembali ke hati
 dimetabolisis  dikeluarkan melalui empedu  usus
(siklus enterohepatik)

Contoh :
• Langsung: penisilin, rimpafisin, streptomisin, tetrasiklin
• Siklus enterohepatik : hormon estrogen, indometasin,
digitoksin dan fenolftalein

Anda mungkin juga menyukai