Anda di halaman 1dari 24

Latar Belakang

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kemauan,


kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi semua lapisan masyarakat
sehingga dengan begitu diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan
setinggi-tingginya. Derajat kesehatan sangat berpengaruh terhadap kualitas
sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang sehat akan meningkatkan
produktivitas hidup. Pengetahuan dan kepedulian masyarakat akan kesehatan
menyebabkan kebutuhan terhadap layanan bermutu rumah sakit semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut mengakibatkan perkembangan
rumah sakit di Indonesia meningkat pesat belakangan ini. Seiring jumlah
rumah sakit yang bertambah setiap tahunnya di Indonesia, maka semakin
banyak pula jumlah produksi limbah medis yang dihasilkan. Jika limbah medis
tidak dikelola dengan baik, maka kondisi tersebut akan memperbesar
kemungkinan potensi limbah rumah sakit dalam mencemari lingkungan serta
menularkan penyakit dan juga dapat mengakibatkan kecelakaan kerja (Pertiwi,
2017).
Rumusan Masalah

1. Apa saja hubungan pengelolaan limbah


fasilitas pelayan kesehatan yang dibahas
dalam jurnal yang ditelaah dengan
pengelolaan limbah yang ada di tempat kerja
penyusun?
2. Apa saja 10 kelebihan dan 10 kekurangan dari
pengelolaan limbah fasilitas pelayanan
kesehatan yang dibahas di dalam jurnal yang
ditelaah?
Tujuan
1. Untuk mengetahui hubungan pengelolaan
limbah fasilitas pelayan kesehatan yang
dibahas dalam jurnal yang ditelaah dengan
pengelolaan limbah yang ada di tempat kerja
penyusun.
2. Untuk mengetahui 10 kelebihan dan 10
kekurangan dari pengelolaan limbah fasilitas
pelayanan kesehatan yang dibahas di dalam jurnal
yang ditelaah.
PEMBAHASAN
A. Hubungan Sistem Pengelolaan Limbah yang ditelaah dengan Wilayah Kerja
Penulis
1. Jurnal I : Evaluasi Sistem Pengelolaan Limbah Medis Puskesmas di
Wilayah Kabupaten Bantul
a. Pembahasan
Manajemen input pengelolaan limbah medis
Pengelolaan limbah medis menggunakan model baru dengan
melibatkan koperasi kesehatan sebagai user untuk menyewa jasa angkut pihak
transporter swasta. Mekanisme ini digunakan karena Puskesmas tidak
memiliki incenerator. Pertimbangan memilih Koperasi Kesehatan sebagai
mitra karena merupakan lembaga swasta milik Dinas Kesehatan dan memiliki
badan hukum dianggap lebih fleksibel untuk menalangi dana yang dikeluarkan
diawal untuk membayar pembiayaan jasa pengangkutan dan pemusnahan. Hal
ini disebut dengan contracting out: tindakan yang dilakukan lembaga
pemerintah untuk memperkerjakan dan membiayai agen swasta untuk
menyediakan pelayanan tertentu daripada mengelola sendiri.
Manajemen proses pengelolaan limbah medis
Pemilahan limbah medis menggunakan kode
pelabelan dan warna yang dibedakan menjadi dua jenis:
limbah infeksius dan limbah benda tajam. Hal ini
berbeda dengan peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan yang mengelompokkan limbah medis
menjadi 9 jenis. Walaupun belum semua Puskesmas
memiliki jenis limbah lengkap berdasarkan kriteria,
tetapi setiap Puskesmas harus mengidentifikasi jenis
limbah medis yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan
medis. Praktik pemilahan pada sumber aliran limbah
harus diperkenalkan ke semua petugas kesehatan.
Cakupan limbah medis
Secara jumlah cakupan pengelolaan limbah
medis sudah mencakup seluruh wilayah di
Kabupaten Bantul tetapi potensi jumlah limbah
medis yang dihasilkan masih cukup besar
mengingat belum semua fasyankes swasta
melakukan kerjasama rutin pengiriman limbah.
b. Hubungan Pengelolaan limbah medis
Puskesmas di Wilayah Kabupaten Bantul
dengan tempat kerja penulis
1.Sama – sama bekerja sama dengan pihak ke3
dalam hal pengelolaan limbah B3.
2. Sumber dana pembayaran dengan pihak ke 3 di
Puskesmas wilayah Bantul melalui dana koperasi
kesehatan milik Dinas Kesehatan, sedangkan di
tempat kerja penulis menggunakan dana yang
bersumber dari dana Badan Layanan Umum.
1. Jurnal II : Pengelolaan Limbah Padat Bahan Berbahaya Dan Beracun
(B3) Rumah Sakit Di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soetomo
Surabaya
a. Pembahasan
RSUD Dr. Soetomo merupakan rumah sakit milik pemerintah provinsi kelas A
sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan 51/Menkes/SK/1179 tahun
1979 sebagai rumah sakit pelayanan, pendidikan, penelitian dan pusat rujukan
(Top Referal) dan merupakan rumah sakit paling besar di wilayah Indonesia
bagian Timur.
Tugas pokok RSUD Dr. Soetomo adalah melaksanakan upaya kesehatan secara
berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan
(kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu dengan upaya promotif, preventif dan penyelenggaraan upaya rujukan
serta penyelenggaraan pendidikan, pengembangan di bidang kesehatan, penelitian
dan pelatihan tenaga kesehatan.
Pengelolaan sampah medis yang tergolong limbah B3 mulai tahap
pengurangan dan pemilahan limbah B3 hingga pengolahaannya secara lebih
rinci dijelaskan sebagai berikut :
1) Pengurangan dan Pemilahan Limbah B3
Pengurangan limbah padat B3 dapat dilakukan melalui tata kelola
yang baik terhadap setiap bahan atau material yang berpotensi menimbulkan
pencemaran terhadap lingkungan maupun gangguan kesehatan. RSUD Dr.
Soetomo mewujudkan kegiatan tersebut dengan cara melakukan pengelolaan
terhadap limbah padat medis yang dihasil dari kegiatan pelayanan kesehatan.
Limbah non medis rumah sakit dan sampah domestik apabila terkontaminasi
limbah medis harus dikelola sebagaimana layaknya limbah medis, maka upaya
dini pencegahan kontaminasi limbah medis melalui pemilahan limbah sejak
awal dihasilkan harus diprioritaskan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2014).
2) Penyimpanan Limbah B3
Penyimpanan limbah B3 RSUD Dr. Soetomo
menggunakan wadah atau kemasan dengan warna sesuai
dengan jenis limbahnya yaitu warna kuning untuk
limbah padat medis (limbah infeksius), warna merah
untuk limbah radioaktif, warna ungu untuk limbah
sitotoksik dan warna cokelat untuk limbah farmasi.
Selain itu wadah / kemasannya juga sudah diberi simbol
seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
No. P.56 Tahun 2015.
3) Pengangkutan Limbah B3
Pengangkutan sampah medis di RSUD Dr.
Soetomo dibagi menjadi dua yaitu sebelum
dibakar dan setelah dibakar menggunakan
insinerator. Pengangkutan sampah medis
sebelum dibakar yaitu menggunakan troli
sampah medis namun sampah medis lunak dan
sampah B3 diangkut secara terpisah. Sampah
medis tajam pengangkutannya mengikuti
petunjuk pelaksanaan pengambilan kontainer
jarum.
4) Pengolahan Limbah B3
Pengolahan sampah medis dilakukan
melalui proses insinerasi (pembakaran) dengan
menggunakan insinerator yang ada di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya dengan suhu minimal untuk
primary burner yaitu 800 oC dan secondary
burner yaitu min 1000 oC. Proses pemusnahan
dengan insinerator dilakukan karena sampah
medis termasuk dalam kategori limbah B3 yaitu
bersifat infeksius dan berpotensi menularkan
penyakit.
b. Hubungan Dengan Pengelolaan Limbah di Tempat Kerja
Penulis
1. Sama – sama bekerja sama dengan pihak ke 3 dalam
pengelolaan limbah.
2. Sama – sama memiliki TPS limbah B3 berizin dan dilengkapi
sarana pendukung.
3. Jika di RSUD dr Soetomo ada sebagian limbah B3 yang
diproses melalui incinerator terlebih dahulu baru diangkut
oleh pihak ke 3, maka di tempat kerja penulis semua limbah
B3 padat diangkut tanpa melalui proses insenerasi.
4. Di RSUD dr Soetomo sudah dilakukan proses daur ulang
botol infuse, sedangkan di RSUD Talang Ubi belumdilakukan.
3. Jurnal III : Pengelolaan Limbah Padat B3 Di Rumah Sakit dr.
Saiful Anwar Malang
a. Pembahasan
Dari hasil dan pembahasan pengelolaan limbah padat B3 di
RSSA Malang, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1)Hasil pengukuran dan perhitungan limbah padat B3 di RSSA
Malang adalah sebagai berikut :
a)Timbulan rata-rata limbah padat B3 sebesar 854,5 kg/hari
(0,503 kg/orang/hari)
b) Volume rata-rata limbah padat B3 sebesar 1,225 m3.
c) Densitas rata-rata limbah padat B3 sebesar 95,00 kg/m3
2) Kondisi pengelolaan limbah padat B3 di RSSA Malang
a. Pewadahan: Wadah yang tersedia yaitu tempat sampah kuning
untuk medis dengan kapasitas 36 L serta savety box 5 L
b. Pengumpulan: Menggunakan troli 120 L, tidak ada rute
pengumpulan khusus limbah padat B3, serta penggunaan APD
petugas yang masih belum lengkap
c. Penyimpanan: Belum adanya sarana pendukung pada TPS B3
d.Pengolahan dan Pengangkutan: Limbah medis disimpan kurang dari 1 hari
kemudian dilakukan pembakaran menggunakan 2 insinerator dengan hasil abu
rata-rata sebesar 49,38 kg. Abu hasil pembakaran limbah padat B3 diangkut
oleh pihak ke-3 yaitu PT. Persadha Pamunah Limbah Industri.
b. Hubungan Dengan Pengelolaan Limbah Di Tempat
Kerja Penulis
1. Waktu penyimpanan limbah medis sebelum dilakukan
insenerasi di RSSA Malang kurang dari 2 hari, sedangkan
di tempat kerja penulis lebih dari 2 hari.
2. Pengangkutan limbah di RSSA Malang telah melalui jalur
khusus, sedangkan di tempat kerja penulis belum melalui
jalur khusus.
3. TPS limbah B3 di tempat kerja penulis telah dilengkapi
sarana pendukung.
4. Di tempat kerja penulis APD untuk petugas telah lengkap,
sedang yang di RSSA Malang belum lengkap.
4. Jurnal IV: Gambaran Pengelolaan Limbah Cair Di Rumah Sakit X Di
Kabupaten Jember
a. Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan petugas sanitasi
maupun dengan petugas yang ada di ruangan dapat diketahui bahwa sumber
limbah cair yang berasal dari ruang rawat jalan, ruang rawat inap, bedah
sentral, UGD, laboratorium, laundry, gizi, kamar mandi dialirkan semuanya
menuju IPAL. Untuk limbah cair yang berasal dari urusan gizi ditampung pada
bak khusus yang disebut dengan bak penangkap lemak/greastrap dan proses
pengolahannya dilakukan secara fisik agar lemak dapat ditangkap dan tidak
bercampur dengan air. sedangkan untuk limbah cair yang berasal dari instalasi
lain (kecuali gizi dan laundry) langsung ditampung pada bak screening 1,2 dan
3, dimana fungsi dari bak screening sama dengan greastrap yaitu menyaring
limbah air dengan limbah padat berupa lumpur agar tidak tercampur.
b. Hubungan dengan Pengelolaan Limbah Di
Tempat
Kerja Penulis
Rumah sakit X dan RSUD Talang Ubi sama -
sama memiliki saluran pembuangan limbah
menggunakan sistem saluran tertutup, bersifat kedap air,
dan terpisah dari saluran air hujan. Pengujian kualitas
juga sama – sama telah dilakukan namun dengan waktu
yang berbeda. Rumah Sakit X mengacu pada SK.
Gubernur Jawa Timur Nomor 61 tahun 1999 yaitu 1 kali
per enam bulan. Sedang tempat kerja penulis dilakukan
per tiga bulan sekali.
5. Jurnal V : Evaluasi Pengelolaan Limbah Medis Padat Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) Di Rumah
Sakit Tk. Ii 04.05.01 Dr. Soedjono Magelang
a. Pembahasan
Karakteristik Limbah B3
1. Sumber Limbah Medis Padat B3
Sumber penghasil limbah padat medis B3 ada 18 ruangan yaitu 9 ruang rawat inap, ICU, hemodialisa,
laboratorium, poliklinik, instalasi bedah, IGD, CSSD, kemoterapi, patologi anatomi.
IPCN Rumah Sakit:
“Hampir semua layanan perawatan ada terutama di ruang rawat inap, untuk rawat jalannya ya, yang paling
banyak seperti HD, kemudian ruang kemoterapi.”
K3RS Rumah Sakit :
“Semua unit bangsal dan sebagian rawat jalan, kalo HD ikut rawat jalan, kemudian OK, CSSD, kalau
radiologi sudah tidak soalnya sudah pakai digital.”
Staf Sanitasi Rumah S
“Semua ruangan perawatan, bagi yang rawat jalan dan rawat inap. Rawat jalan kalo ada tindakan pasti ada
limbahnya.”
Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Elnovrian, Thamrin, dan Dedi di RSPB
menyebutkan bahwa limbah medis dihasilkan dari, UGD, laboratorium, ruang rawat inap poliklinik, ICU,
operasi dan ruang bersalin.
2. Jenis Limbah Medis Padat B3
Jenis limbah yang dihasilkan setiap ruangan memiliki
komposisi yang berbeda-beda. Secara umum limbah medis padat
B3 yang dihasilkan pada pelayanan kesehatan meliputi masker
disposable, sarung tangan disposable, jarum suntik, spuit,
kassa/kapas terkontaminasi, plabot, selang infus, alkohol swab,
ampul, kateter, botol obat, reagen kimia, siringe, sisa obat,
celemek terkontaminasi, pembalut bekas, vial, jaringan tubuh,
darah, cairan tubuh, pembungkus alat, urin bag, selang, jerigen
HD, alat tester, dan sludge IPAL.
K3RS Rumah Sakit
“Kalau disini yang terkumpul sampah medis infeksiusnya, kalo
yang lain belum, sama yang sampah umum domestik itu jadi dua.
Kalau farmasi dikelola farmasi sendiri .”
3. Jumlah Limbah Medis Padat B3
Unit sanitasi rumah sakit melakukan pencatatan
terhadap limbah medis padat B3 yang dihasilkan setiap
harinya. Pencatatan jumlah limbah sudah berdasarkan
masing-masing ruangan sumber limbah medis padat B3.
Pencatatan dilakukan di TPS setelah pengangkutan dan
penimbangan dari setiap sumber limbah kedalam
logbook yang sudah disediakan. Penimbangan dan
pencatatan logbook dilakukan oleh cleaning service
khusus limbah medis.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pengelolaan Limbah yang Ditelaah
A. Kelebihan
1.Pengelolaan limbah fasilitas kesehatan telah menggunakan model baru dengan melibatkan koperasi kesehatan
milik Dinas Kesehatan sebagai user untuk menyewa jasa angkut transporter swasta. Mekanisme ini selain dapat
membantu pengelolaan limbah puskesmas juga dapat memberikan kemudahan pada fasilitas kesehatan milik
swasta dengan sistem penalangan dana.
2. Pengelolaan limbah fasilitas pelayanan kesehatan telah dilengkapi dengan peralatan yang memadai,
diantaranya adalah ketersediaan
incenerator dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
3.Sudah melakukan kerjasama pengelolaan limbah dengan pihak ke 3 yang memiliki izin bagi fasilitas kesehatan
kesehatan yang tidak
memiliki incenerator.
4. Uji kualitas air limbah sudah dilakukan sesuai regulasi yang berlaku.
5.Failitas Pelayaan Kesehatan sudah melakukan upaya pengurangan pada sumber limbah yaitu sebagian
6.penghasil limbah sudah menggunakan termometer digital sehingga menggurangi limbah B3 jika terjadi
kerusakan yaitu merkuri, kemudian tidak menggunakan p
pengharum aerosol.
7. Upaya pemilahan juga sudah dilakukan oleh pihak rumah sakit mulai dari sumber limbah, dimana dilakukan
pengkategorian tempat sesuai dengan karakteristik limbah yaitu limbah medis, limbah non medis, dan
limbah benda tajam.
Kekurangan
1. Waktu penyimpanan limbah sebelum diangkut dan dimusnahkan tidak sesuai dengan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 56 Tahun 2015 Tentang tata cara dan persyaratan
teknis pengelolaan limbah B3 dari fasilitas pelayanan kesehatan yaitu 2 hari.
2. Tempat penyimpanan sementara (TPS) limbah medis belum memenuhi syarat. Yaitu pengaturan suhu
masih belum mencapai 0o C atau lebih rendah.
3. Tempat penyimpanan sementara (TPS) limbah medis belum dilengkapi fasilitas pendukung seperti
APAR, saluran, bak penampung ceceran atau tumpahan dan spill kit.
4. Tidak semua fasilitas kesehatan memiliki tempat penyimpanan sementara limbah B3.
5. Kesadaran petugas kesehatan dalam pemisahan jenis limbah dari sumber masih kurang.
6. Belum tersedianya jalur khusus untuk pengangkutan limbah B3 pada beberapa fasilitas kesehatan
untuk menghindari area yang dilalui banyak orang.
7. Petugas cleaning service belum mendapatkan pelatihan khusus mengenai limbah medis.
8. Belum optimalnya penggunaan alat pelindung diri (APD).
9. Waktu pengangkutan limbah belum sesuai regulasi karena terkendala pada masalah biaya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari telaah yang telah dilakukan terhadap 5 jurnal nasional dapat disimpulkan
bahwa semua fasilitas kesehatan sudah melakukan pengelolaan limbah yang
dihasilkan. Pengelolaan limbah bisa dilakukan mandiri oleh fasilitas yang bersangkutan,
atau bisa juga bekerjasama dengan pihak ketiga dalam pengelolaannya. Bahkan ada
yang menggabungkan kedua cara tersebut sekaligus. Namun pengelolaan limbah
tersebut masih belum sempurna pada prosesnya, sehingga masih ada beberapa
kelemahan yang perlu diperbaiki.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Fasilitas kesehatan hendaknya meyediakan TPS limbah B3 yang bukan hanya
memiliki izin, namun juga dilengkapi dengan fasilitas pendukung.
2. Memberikan pelatihan khusus mengenai limbah medis pada petugas cleaning
service.
3. Mengoptimalkan pemakaian APD pada petugas
4. Menyediakan jalur khusus pengangkutan limbah medis

Anda mungkin juga menyukai