Anda di halaman 1dari 126

WS IMPLEMENTASI KOMITE MEDIS DAN KOMITE KEPERAWATAN

DALAM AKREDITASI RS VERSI 2012

Djoti Atmodjo
Nico A. Lumenta
CURRICULUM VITAE
Nama : Dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MHKes
Lahir : Magelang, 5 Nov 1943
Status : Menikah, 1 anak
Alamat : Jl. Kayu Mas I/4, Pulo Mas,Jkt Timur
 Pendidikan : Dokter, 1970, FK.UKI, Jakarta
• Konsultan Nefrologi (Ginjal-Hipertensi) 1982, Pernefri (Perhimpunan
Nefrologi Indonesia)
• Magister Manajemen, 1994, Sekolah Tinggi Manajemen PPM, Jkt.
• Magister Hukum Kesehatan, 2013, Unika Soegijapranata, Semarang
Jabatan RS : RS Mediros : Ketua Komite Medis, Koordinator KSM
PD.Ginjal-Hipertensi
Organisasi:
• KARS Kepala Bidang LitBang-Mutu-Man Risiko 2014 - 2018
• KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Dep Kes RI : Ketua Bidang
Akreditasi 2011-2014, Surveior / Pembimbing Akreditasi sejak 1995
• Member Advisory Council Asia Pacific, Joint Commission
International, sejak 2009
• Ketua KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit)-PERSI 2005-2012
• Wakil Ketua Komite (Nasional) Keselamatan Pasien RS 2012-2015
• Ketua IKPRS (Institut Keselamatan Pasien Rumah Sakit) - PERSI 2012-2015
• Pengurus PERSI Pusat, Ketua Kompartemen Akreditasi Nasional, 2012-2015
• PJ SubPokja Model Akreditasi Baru, Pokja Penyempurnaan Akreditasi RS, DitJen
Bina Yan Med, 2010-2011
Penghargaan: Kadarman Award 2007 (untuk Patient Safety), Sekolah Tinggi
Manajemen PPM
Lain-lain :
• Sekretaris Jendral PERSI Pusat 1988–1990, 1990–1993, 1993–1996
• Direktur Ketua RS.PGI.Cikini, Jakarta, 1983 – 1993
• Dekan Fakultas Kedokteran UKI, 1988 – 1991
• Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-UKI, Jakarta, 1992 - 1995
• Kepala Renal Unit (Unit Ginjal) RS.PGI Cikini, 1973 – 1981
Cure & Care
Rumah Sakit Pasien

STANDAR PELAYANAN RS
Regulasi
Peraturan
Perundang-
undangan
Standar Akreditasi

4
TKP
TATA KELOLA RUMAH SAKIT TKP 1
KEPEMIMPINAN RUMAH SAKIT TKP 2-4
PIMPINAN DEPARTEMEN /
UNIT DAN PELAYANAN
TKP 5

ETIKA ORGANISASI TKP 6

5
TKP
TATA KELOLA RUMAH SAKIT Hospital
KEPEMIMPINAN RUMAH SAKIT Bylaws
S I
S A
UNIT DAN I
PELAYANAN
N
A
G
R
O
A
I K
E T PASIEN
6
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT
Perubahan tata nilai
UU 44/2009

Hukum

Djoti - Atmodjo
Pasal 32
Hak Pasien

q. menggugat dan/atau menuntut Rumah


Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana; dan
r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang
tidak sesuai dengan standar pelayanan
melalui media cetak dan elektronik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Kewajiban RS

Pasal 29
s. melindungi dan memberikan bantuan
hukum bagi semua petugas Rumah
Sakit dalam melaksanakan tugas

Djoti - Atmodjo
Kewajiban RS

Pasal 46
Rumah Sakit bertanggung jawab secara
hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit

Djoti - Atmodjo
Adanya kewajiban
hukum RS

Dokumen
Dokumentasi

Bukti
legal/hukum

12
Dokumen
Surat atau naskah
Regulasi
Dokumentasi
pemberian atau pengumpulan bukti

Dokumen
No documentation
You do nothing
13
Regulasi
Nasional/
Referensi Peran
Direktur d RS
ir z e
h o o n
Regulasi RS:
u t r s
• Kebijakan A p e
• Pedoman/
Panduan
• SPO

14
Tidak boleh bertentangan Regulasi
Nasional/
Referensi Peran
n R S Direktur RS
a n a
o n
e l a y
c ti n
r P
i re i o
a n
a
Regulasi
d• KebijakanRS:
D c i s
t
S • Pedoman/ D eImplementasi
Panduan Acuan Pelayanan RS
• SPO

15
Tidak boleh bertentangan Regulasi
Nasional/
Referensi
Survei
R S Akreditasi
a n
n Skenario A H
a ya
L A E survei
N
ur
r Pe l
T E UM
l u s Individual
a
Regulasi
nd• Kebijakan
RS:
O K T e  Sistem
S t a
• Pedoman/
D Implementasi
Panduan Acuan Pelayanan RS
• SPO
W O
D
Bukti-bukti
16
Regulasi
Nasional/
Referensi Konfirmasi
Direktur

Regulasi RS:
• Kebijakan
• Pedoman/ Implementasi
Panduan Acuan Pelayanan RS
• SPO
W O
D
Bukti-bukti
17
Standar TKP.6.
Rumah sakit menetapkan kerangka kerja
mengelola etika untuk menjamin bahwa asuhan
pasien diberikan dalam norma profesi, keuangan
dan hukum yang melindungi pasien dan hak
mereka.
Elemen Penilaian TKP. 6.
1. Organisasi rumah sakit menetapkaan norma
etika dan hukum yang dapat melindungi pasien
dan hak mereka
2. Pimpinan menyusun kerangka kerja untuk
mengelola etika organisasi
3. Pimpinan mempertimbangkan norma etik
nasional dan international.
Standar TKP 6.2
Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola etika
dimaksudkan untuk mendukung proses
pengambilan keputusan secara etis di dalam
pelayanan klinik.
Elemen Penilaian TKP 6.2
1. Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola
etika dapat menjadi pendukung pada hal-hal
yang memuat dilema etik dalam asuhan pasien
2. Kerangka kerja untuk mengelola etika dapat
menjadi pendukung pada hal-hal yang memuat
dilema etik dalam pelayanan non-klinis
3. Dukungan ini siap tersedia
4. Kerangka kerja rumah sakit memberikan
pelaporan yang aman bagi masalah etika dan
hukum / legal
 
Standar TKP.2/GLD
Seorang manajer senior atau direktur bertanggung jawab untuk
menjalankan rumah sakit dan mematuhi undang-undang dan
peraturan yang berlaku.
 
Elemen Penilaian TKP.2
5. Manajer senior atau Direktur menjamin kepatuhan terhadap
undang-undang dan peraturan yang berlaku

The senior manager or director ensures


compliance with applicable laws and
regulations.
Kode Etik
Rumah Sakit Indonesia
(Kodersi)
BAB I
Kewajiban Umum Rumah Sakit

Pasal 1
Rumah Sakit harus mentaati Kode Etik Rumah Sakit
Indonesia (KODERSI)

Pasal 2
Rumah sakit harus dapat mengawasi serta
bertanggung jawab terhadap semua kejadian di rumah
sakit.
PEDOMAN PENGORGANISASIAN
KOMITE ETIK RUMAH SAKIT DAN
MAJELIS KEHORMATAN ETIK
RUMAH SAKIT INDONESIA
PERSI - MAKERSI
BAB II
TATA LAKSANA ORGANISASI
KOMITE ETIK RUMAH SAKIT
 
Pasal 3
Pembentukan KERS
 
1. Komite Etik Rumah Sakit (KERS) merupakan
perangkat organisasi rumah sakit di bentuk di
Rumah Sakit dalam rangka membantu pimpinan
rumah sakit menerapkan Kode Etik Rumah Sakit
di rumah sakit.
2. Pembentukan KERS adalah wajib

TKP 6
Kode Etik Rumah Sakit
Etika Profesi
Etika Pegawai RS

Komite Etik Rumah Sakit


Komite Medik
Komite Keperawatan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT
Pasal 13
(3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah
Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati
hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.

Djoti - Atmodjo
Pasal 33
Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri
atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur
Rumah Sakit, unsur pelayanan medis,
unsur keperawatan, unsur penunjang
medis, komite medis, satuan pemeriksaan
internal, serta administrasi umum dan
keuangan.

Djoti - Atmodjo
Permenkes 755/2011
Direktur RS

k an
r upa dis
Panitia Mutu dan n me f me
KOMITE MEDIK uka sta
Keselamatan B dah
wa
Pasien
Panitia Etik dan Subkom Kredensial
Disiplin RS Subkom Mutu Profesi
Panitia Farmasi & Subkom Etika dan
Disiplin s
Terapi k lini
el ola
Panitia Rekam t a k ik
Ta g ba
Medis yan
Panitia K3 Kepala Unit Kerja
Panitia PPI RS
Tim TB
Djoti - Atmodjo
Tim PONEK
Permenkes 49/2013
Direktur RS

dah
wa
k an
r upa an
e wat
Panitia Mutu dan KOMITE
k
m
an pera
Keselamatan KEPERAWATAN Bu f ke
sta
Pasien
Panitia Etik dan Subkom Kredensial
Disiplin RS Subkom Mutu Profesi
Panitia Farmasi & Subkom Etika dan
Disiplin s
Terapi k lini
el ola
Panitia Rekam t a k ik
Ta g ba
Medis yan
Panitia K3 Kepala Unit Kerja
Panitia PPI RS
Tim TB
Djoti - Atmodjo
Tim PONEK
Subkomite etik dan disiplin profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
bertugas merekomendasikan pembinaan etik
dan disiplin profesi
Dalam melaksanakan tugas menjaga disiplin,
etika, dan perilaku profesi staf medis, Komite
Medik memiliki fungsi sebagai berikut:
a. pembinaan etika dan disiplin profesi
kedokteran;
b. pemeriksaan staf medis yang diduga
melakukan pelanggaran disiplin;
c. rekomendasi pendisiplinan pelaku
profesional di rumah sakit; dan
d. pemberian nasehat/pertimbangan dalam
pengambilan keputusan etis pada asuhan
medis pasien
Dalam melaksanakan fungsi menjaga disiplin
dan etika profesi tenaga keperawatan, Komite
Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut:
a. melakukan sosialisasi kode etik profesi
tenaga keperawatan;
b. melakukan pembinaan etik dan disiplin
profesi tenaga keperawatan;
c. merekomendasikan penyelesaian masalah
pelanggaran disiplin dan masalah etik
dalam kehidupan profesi dan pelayanan
asuhan keperawatan dan kebidanan;
d. merekomendasikan pencabutan
Kewenangan Klinis; dan
e. memberikan pertimbangan dalam
mengambil keputusan etis dalam asuhan
keperawatan dan kebidanan
PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2011
TENTANG
DISIPLIN PROFESIONAL DOKTER DAN DOKTER GIGI
Disiplin Profesional Dokter dan Dokter
Gigi adalah ketaatan terhadap aturan-
aturan dan/atau ketentuan penerapan
keilmuan dalam pelaksanaan praktik
kedokteran.
Terkait dengan pelanggaran Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi, maka
pada hakikatnya dapat dikelompokkan dalam 3
(tiga) hal, yaitu:
1. melaksanakan Praktik Kedokteran dengan
tidak kompeten;
2. tugas dan tanggung jawab profesional pada
pasien tidak dilaksanakan dengan baik; dan
3. berperilaku tercela yang merusak martabat
dan kehormatan profesi kedokteran /
kedokteran gigi.
Pasal 3
(1)Setiap Dokter dan Dokter Gigi dilarang
melakukan pelanggaran Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi.
(2)Pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan
Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari 28 bentuk:
a. melakukan Praktik Kedokteran dengan tidak
kompeten;
b. tidak merujuk pasien kepada Dokter atau
Dokter Gigi lain yang memiliki kompetensi yang
sesuai;
c. mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga
kesehatan tertentu yang tidak memiliki
kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut;
d. menyediakan Dokter atau Dokter gigi pengganti
sementara yang tidak memiliki kompetensi dan
kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan
pemberitahuan perihal penggantian tersebut;
e. menjalankan Praktik Kedokteran dalam kondisi
tingkat kesehatan fisik ataupun mental
sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan
f. tidak melakukan tindakan/asuhan medis
yang memadai pada situasi tertentu yang
dapat membahayakan pasien;
g. melakukan pemeriksaan atau pengobatan
berlebihan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan pasien;
h. tidak memberikan penjelasan yang jujur,
etis, dan memadai (adequate information)
kepada pasien atau keluarganya dalam
melakukan Praktik Kedokteran;
i. melakukan tindakan/asuhan medis tanpa
memperoleh persetujuan dari pasien atau
keluarga dekat, wali, atau pengampunya;
j. tidak membuat atau tidak menyimpan rekam
medis dengan sengaja;
k. melakukan perbuatan yang bertujuan untuk
menghentikan kehamilan yang tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
l. melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri
kehidupan pasien atas permintaan sendiri atau
keluarganya;
m. menjalankan Praktik Kedokteran dengan
menerapkan pengetahuan, keterampilan, atau
teknologi yang belum diterima atau di luar
tata cara Praktik Kedokteran yang layak;
n. melakukan penelitian dalam Praktik Kedokteran
dengan menggunakan manusia sebagai subjek
penelitian tanpa memperoleh persetujuan etik
(ethical clearance) dari lembaga yang diakui
pemerintah;
o. tidak melakukan pertolongan darurat atas
dasar perikemanusiaan, padahal tidak
membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya;
p. menolak atau menghentikan tindakan/asuhan
medis atau tindakan pengobatan terhadap pasien
tanpa alasan yang layak dan sah sesuai
dengan ketentuan etika profesi atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
q. membuka rahasia kedokteran;
r. membuat keterangan medis yang tidak
didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar dan patut;
s. turut serta dalam perbuatan yang termasuk
tindakan penyiksaan (torture) atau eksekusi
t. meresepkan atau memberikan obat golongan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
yang tidak sesuai dengan ketentuan etika
profesi atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
u. melakukan pelecehan seksual, tindakan
intimidasi, atau tindakan kekerasan terhadap
pasien dalam penyelenggaraan Praktik
Kedokteran;
v. menggunakan gelar akademik atau sebutan
profesi yang bukan haknya;
w. menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk,
meminta pemeriksaan, atau memberikan resep
obatlalat kesehatan;
x. mengiklankan kemampuan/pelayanan atau
kelebihan kemampuanl pelayanan yang dimiliki
y. adiksi pada narkotika, psikotropika, alkohol,
dan zat adiktif lainnya;
z. berpraktik dengan menggunakan surat tanda
registrasi, surat izin praktik, dan/atau sertifikat
kompetensi yang tidak sah atau berpraktik
tanpa memiliki surat izin praktik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
aa.tidak jujur dalam menentukan jasa medis;
ab.tidak memberikan informasi, dokumen,
dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI I
MKDKI-P untuk pemeriksaan atas pengaduan
dugaan pelanggaran Disiplin Profesional Dokter
dan Dokter Gigi;
PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2014
TENTANG
TATA CARA PENANGANAN KASUS DUGAAN
PELANGGARAN DISIPLIN PROFESIONAL
DOKTER DAN DOKTER GIGI
KEPUTUSAN PB IDI
No. 111/PB/A.4/02/2013
Tentang
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah dan atau janji dokter.

Pasal 2
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan
profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku
profesional dalam ukuran yang tertinggi.

Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter
tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan
hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang
bersifat memuji diri .

Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin
melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib
memperoleh persetujuan pasien/ keluarganya dan hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.

Pasal 6
Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam
mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik
atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan
terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan
pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 8
Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya,
memberikan pelayanan secara kompeten dengan kebebasan
teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 9
Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan
dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk
mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien dia
ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi,
atau yang melakukan penipuan atau penggelapan.
Pasal 10
Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman
sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib
menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 11
Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya
melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib
memperhatikan keseluruhan aspek pelayanan kesehatan
(promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik
maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat
lintas sektoral di bidang kesehatan, bidang lainnya dan
masyarakat, wajib saling menghormati.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan
mempergunakan seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk
kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/
keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian untuk itu.
Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar
senantiasa dapat berinteraksi dengan keluarga dan
penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau
penyelesaian masalah pribadi lainnya.
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia.

Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai
suatu wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
KEWAJIBAN DOKTER
TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari
teman sejawat, kecuali dengan persetujuan keduanya atau
berdasarkan prosedur yang etis.
KEWAJIBAN DOKTER
TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya,
supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 21
Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan.
KODE ETIK KEPERAWATAN INDONESIA

• Pertama kali dirumuskan pada tahun 1976


dan beberapa kali mengalami perubahan
• Kode etik yang berlaku adalah hasil
kesepakatan Munas PPNI tahun 2000,
terdiri dari Mukadimah dan 5 pokok etik

(Sumber : Dewi Irawaty, Fakultas Ilmu Keperawatan – UI)


KODE ETIK KEPERAWATAN INDONESIA

• Pertama kali dirumuskan pada tahun 1976


dan beberapa kali mengalami perubahan
• Kode etik yang berlaku adalah hasil
kesepakatan Munas PPNI tahun 2000,
terdiri dari Mukadimah dan 5 pokok etik
Kode Etik Keperawatan Indonesia

Terdiri dari 5 pokok etik, yaitu:

A. Perawat dan Klien


B. Perawat dan Praktik
C. Perawat dan Masyarakat
D. Perawat dan Teman Sejawat
E. Perawat dan Profesi
PERAWAT DAN KLIEN
1. Perawat dalam memberikan pelayanan
kprawatan mnghargai harkat dan martabat
manusia, kunikan klien dan tidak trpngaruh olh
prtimbangan kebangsaan, kesukuan, warna
kulit, umur,jenis kelamin, aliran politik dan
agama yang dianut serta kedudukan sosial.
1.1 otononomi klien
1.2 status sosial ekonomi
1.3 tatanan playanan ksehatan
2. Perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan senantiasa memelihara
suasana lingkungan yang menghormati
nilai-nilai budaya, adat istiadat dan
kelangsungan hidup beragama klien
2.1 atribut atau karakteristik pribadi
2.2 proses menjelang kematian
3. Tanggung jawab utama perawat adalah
kepada mereka yang membutuhkan asuhan
keperawatan
3.1 menerima tanggung jawab dan
tanggung gugat
3.2 tanggung jawab
3.3 tanggung gugat
3.4 evaluasi penampilan kinerja
4. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahui sehubungan dengan tugas yang
dipercayakan kepadanya, kecuali jika diperlukan oleh
yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku.

4.1. Penyingkapan terhadap tim kesehatan


4.2. Penyingkapan untuk kepentingan penjaminan
mutu
4.3. Penyingkapan terhadap orang yang tidak terlibat
asuhan klien
4.4. Penyingkapan di hadapan persidangan/di
pengadilan
4.5. Membuka catatan
PERAWAT DAN PRAKTEK
 
1. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi
dibidang keperawatan melalui belajar terus menerus.
 
1.1 Tanggung jawab pribadi terhadap kompetensi
1.2. Pengukuran kompetensi dalam praktek
keperawatan
1.3. Pendidikan berkelanjutan untuk memelihara
kompetensi
1.4. Tanggung jawab intra profesional terhadap
kompetensi pelayanan keperawatan
2. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan
keperawatan yang tinggi disertai kejujuran professional
dalam menerapkan pengetahuan serta ketrampilan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

  2.1. Kejujuran professional dalam menerapkan


pengetahuan serta keterampilan keperawatan.
2.2. Telaah kesejawatan/kelompok sebaya
3. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan
pada informasi yang adekuat dan
mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi
seseorang bila melakukan konsultasi, menerima
delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain.
 
3.1 Perubahan Fungsi
3.2. Melindungi klien dari produk-produk yang
membahayakan
3.3. Pelaporan pelanggaran-pelanggaran
PERAWAT DAN MASYARAKAT
 
 
1. Perawat mengemban tanggung jawab bersama
masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung
berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan
kesehatan masyarakat.
 
1.1. Asuhan kesehatan yang bermutu sebagai hak.
1.2. Tanggung jawab kepada konsumen asuhan
kesehatan
PERAWAT DAN TEMAN SEJAWAT
 
 
1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan
sesama perawat maupun dengan tenaga kesehatan
lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana
lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
 
1.1. Memelihara hubungan baik antar sesama perawat.
1.2. Hubungan dengan dokter dan disiplin yang lain
1.3. Perselisihan kepentingan
2. Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga
kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan
illegal.

2.1 Peran advokasi


2.2. Tindakan awal
2.3. Tindakan lanjut
PERAWAT DAN PROFESI
 
1. Perawat mempunyai peran utama dalam
menentukan standar pendidikan dan pelayanan
keperawatan serta menerapkannya dalam
kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.
 
1.1. Tanggung jawab terhadap masyarakat.

1.2. Tanggung jawab terhadap disiplin ilmu

1.3. Tanggung jawab peserta didik keperawatan


2. Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan
pengembangan profesi keperawatan.

2.1 Perawat dan Riset.


2.2. Pedoman umum untuk berpartisipasi dalam riset
2.3. Perlindungan hak manusia dalam riset
2.4. Hak dan tanggung jawab praktisi dalam riset
3. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk
membangun dan memelihara kondisi kerja yang
kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang
bermutu tinggi.

  3.1. Tanggung jawab bagi kondisi-kondisi pekerjaan.


3.2. Tindakan kolektif
3.3. Tindakan individual
Kode Etik Bidan
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat ( 6 butir )
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya ( 3 butir )
3. Kewajiban Bidan terhadap sejawab dan tenaga kesehatan
lainnya ( 2 butir )
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya ( 3 butir )
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri ( 2 butir )
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah
air ( 2 butir )
Standar Akreditasi
Standar TKP 6
Rumah sakit menetapkan kerangka kerja mengelola
etika untuk menjamin bahwa asuhan pasien diberikan
dalam norma profesi, keuangan dan hukum yang
melindungi pasien dan hak mereka.

Elemen Penilaian TKP. 6.


1. Organisasi rumah sakit menetapkaan norma etika
dan hukum yang dapat melindungi pasien dan hak
mereka
2. Pimpinan menyusun kerangka kerja untuk
mengelola etika organisasi
3. Pimpinan mempertimbangkan norma etik nasional
dan international.
Standar TKP 6.2
Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola etika
dimaksudkan untuk mendukung proses pengambilan
keputusan secara etis di dalam pelayanan klinik.

Elemen Penilaian TKP. 6.2.


1. Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola
etika dapat menjadi pendukung pada hal-hal yang
memuat dilema etik dalam asuhan pasien
2. Kerangka kerja untuk mengelola etika dapat
menjadi pendukung pada hal-hal yang memuat
dilema etik dalam pelayanan non-klinis
3. Dukungan ini siap tersedia
4. Kerangka kerja rumah sakit memberikan
pelaporan yang aman bagi masalah etika dan
hukum / legal
 
Referensi

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 49 TAHUN 2012
TENTANG
PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT
TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN
Pengaduan masyarakat merupakan salah satu
bentuk peran serta masyarakat dalam
pengawasan pelaksanaan pelayanan RS,
sehingga perlu mendapatkan tanggapan
dengan cepat, tepat, dan dapat
dipertanggungjawabkan
Referensi

PEDOMAN ADVOKASI DAN BANTUAN HUKUM


DALAM PENANGANAN KASUS PELAYANAN MEDIS
DI RUMAH SAKIT
2005
PROSEDUR PENANGANAN
KASUS HUKUM PELAYANAN MEDIS
PROSEDUR PENANGANAN
KASUS HUKUM PELAYANAN MEDIS

A. Langkah penanganan
B. Pemilahan dan pendalaman kasus
C. Pengamanan bukti dan informasi
A. Langkah penanganan
1. Menerima keluhan/komplain
2. Mengelola keluhan
3. Investigasi kasus
4. Analisis kasus
5. Tindak lanjut penangan kasus
6. Penyelesaian kasus
7. Dokumentasi kasus
8. Penyelesaian tuntutan hukum
(tergantung kasus)
1. Menerima keluhan/komplain
 Media massa
 Kotak saran
 Laporan staf RS
 Laporan/keluhan pasien
 Somasi pasien/kuasa hukum
 Laporan LSM
 Tokoh masyarakat
 Telepon pengaduan atau SMS
2. Mengelola keluhan
a. Mencatat dan mengkaji informasi
• Identitas dan kondisi pasien
• Peristiwa
• Tuntutan pasien
b. Menanggapi keluhan
• Mengucapkan terima kasih atas laporan
• Memberikan penjelasan sementara
• Menjamin keluhan akan ditindaklanjuti
• Menenangkan pelapor
• Memberikan tanda terima laporan
c. Melaporkan ke Direksi RS
• Mengisi formulir sesuai keluhan
• Memberi pertimbangan
• Meminta pengarahan tindaklanjut
d. Menindaklanjuti instruksi Direksi
1. Menerima keluhan/komplain
2. Mengelola keluhan
3. Investigasi kasus
4. Analisis kasus
5. Tindak lanjut penangan kasus
6. Penyelesaian kasus
7. Dokumentasi kasus
8. Penyelesaian tuntutan hukum
(tergantung kasus)
B. Pemilahan dan pendalaman kasus
Pemilahan kasus
Kasus hukum pelayanan medis
1. Aspek hukum pidana
2. Aspek hukum perdata
3. Pelanggaran etik
4. Pelanggaran disiplin/administrasi

Pendalaman kasus
Pendalaman kasus hukum dalam pelayanan
medis
C. Pengamanan bukti dan informasi
1. Penataan dokumen
2. Penyimpanan
3. Pengungkapan isi dokumen
UU Praktik Kedokteran
Pasal 66
1) Setiap orang yang mengetahui
kepentingannya dirugikan atas tindakan
dokter / dokter gigi dalam menjalankan
praktik kedokteran dapat mengadukan secara
tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia.
2)
3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat
1 dan ayat 2 tidak menghilangkan hak setiap
orang untuk melaporkan adanya dugaan
tindak pidana kepada pihak yang berwenang
dan atau menggugat kerugian perdata ke
pengadilan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT
Pasal 32
Hak Pasien

q. menggugat dan/atau menuntut Rumah


Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana; dan
r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang
tidak sesuai dengan standar pelayanan
melalui media cetak dan elektronik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
di N N

n)
ak PLI RA

ka
tid I GA TIDAK TERJADI!!!

gi
ru
n IS G
Kecacatan/kematian atau reaksi
ie D AN

tubuh yang tidak diharapkan


L
PE
as

Pidana dan/atau perdata (-)


(P

Hukum disiplin (+) KONDISI IDEAL

MISCONDUCT GOOD CONDUCT


(Tidak sesuai kaidah (Sesuai kaidah teknis
teknis medis) medis)

Pidana dan/atau perdata (+) Pidana dan/atau perdata (-)


Hukum disiplin (+) Hukum disiplin (-)
(P
M ien
AL d
as

K
TERJADI!!!
PR ir

AK N
TI
PR KA
AK ugi

Kecacatan/kematian atau reaksi

AL BU
TI ka

tubuh yang tidak diharapkan


K n)

M
SI-060805 Analisis linier (pada good system) menetapkan malpraktik
Standar Pelayanan
Kedokteran
Terima kasih
Standar PP.1.
Kebijakan dan prosedur dan undang-undang dan peraturan
terkait mengarahkan pelayanan pasien yang seragam.
Elemen Penilaian PP.1.
1. Para pimpinan rumah sakit bersepakat untuk memberikan
proses pelayanan yang seragam.
2. Kebijakan dan prosedur memandu pemberian pelayanan
yang seragam sesuai dengan undang-undang dan
peraturan terkait.
3. Pemberian pelayanan yang seragam memenuhi ad a) s/d
ad e).
UU 29/2004
PMK 1438/2010
Djoti - Atmodjo
Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut dalam :
a. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, tidak
tergantung atas kemampuan pasien untuk membayar atau sumber
pembiayaan.
b. Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang
diberikan oleh praktisi yang kompeten tidak tergantung atas hari-
hari tertentu atau waktu tertentu.
c. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi
sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pasien.
d. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya
pelayanan anestesia) sama di seluruh rumah sakit.
e. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama
menerima asuhan keperawatan yang setingkat diseluruh rumah
sakit.
UU 29/2004
Pasal 44

(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan


praktik kedokteran wajib mengikuti standar
pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata
sarana pelayanan kesehatan.
(3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan peraturan Menteri.
Yang dimaksud dengan “standar pelayanan”
adalah :

Pedoman yang harus diikuti oleh


dokter atau dokter gigi dalam
menyelenggarakan praktik
kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan


Pasal 50

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik


kedokteran mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar
profesi dan standar prosedur operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari
pasien atau keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa
Pasal 51

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik


kedokteran mempunyai kewajiban :
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional serta
kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang
mempunyai keahlian dan kemampuan yang lebih baik,
apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
yang bertugas dan mampu melakukannnya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Yang dimaksud dengan standar profesi
adalah :
batasan kemampuan (knowledge, skill
and proffesional attitude) minimal yang
harus dikuasai oleh seorang individu
untuk dapat melakukan kegiatan
profesionalnya pada masyarakat secara
mandiri
yang dibuat oleh organisasi profesi

batasan kemampuan minimal KOMPETENSI


Yang dimaksud dengan standar prosedur operasional
adalah :
Suatu perangkat instruksi/ langkah-langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja
rutin tertentu.
SPO memberikan langkah yang benar dan terbaik
berdasarkan konsensus bersama untuk
melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi
pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan
kesehatan berdasarkan standar profesi
UU Praktik
Kedokteran

Pasal 44 Pasal 50 dan 51

Standar Standar
Pelayanan Prosedur
Kedokteran Operasional

Permenkes 1438 Tahun 2010


Djoti - Atmodjo
Permenkes 1438 / 2010

Prinsip Dasar

 Standar Pelayanan Kedokteran meliputi


Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
(PNPK) dan Standar Prosedur Operasional
(SPO)
 PNPK merupakan Standar Pelayanan
Kedokteran yang bersifat nasional dan
dibuat oleh organisasi profesi serta
disahkan oleh Menteri
Standar Pelayanan Kedokteran disusun
secara sistematis dengan menggunakan
pilihan pendekatan :

 Pengelolaan penyakit dalam kondisi


tunggal, yaitu tanpa penyakit lain atau
komplikasi;
 Pengelolaan berdasarkan kondisi.
Persyaratan penyusunan PNPK

• PNPK diperlukan bila:


– jumlah kasusnya banyak (high volume)
– mempunyai risiko tinggi (high risk)
– cenderung memerlukan biaya
tinggi/banyak sumber daya (high cost)
terutama bila terdapat variasi yang
luas di antara para praktisi untuk
penanganan kasus yang sama.
PNPK disusun oleh sekelompok pakar yang
dapat melibatkan profesi kedokteran,
kedokteran gigi, atau profesi kesehatan
lainnya, atau pihak lain yang dianggap perlu
dan disahkan oleh Menteri.
Tata Laksana Bayi Berat Lahir Rendah: Resusitasi,
Stabilisasi, dan Mekanisme Merujuk
Oktober 2011
Peringkat Bukti (Hierarchy of Evidence)

• IA metaanalisis, uji klinis


• IB uji klinis yang besar dengan validitas yang
baik
• IC all or none
• II uji klinis tidak terandomisasi
• III studi observasional (kohort, kasus kontrol)
• IV konsensus dan pendapat ahli
Derajat Rekomendasi
• Rekomendasi A bila berdasar pada bukti level
IA atau IB.
• Rekomendasi B bila berdasar atas bukti level
IC atau II.
• Rekomendasi C bila berdasar atas bukti level III
atau IV.
Resusitasi
• Resusitasi BBLR dapat dilakukan dengan menggunakan
udara kamar (FiO2 21%). 
Level of evidence IB, derajat rekomendasi A

• Selama proses resusitasi, blender digunakan untuk


mengatur konsentrasi oksigen dan pulse oxymeter
dipasang untuk memantau saturasi oksigen.
  Level of evidence IV, derajat rekomendasi C

• Pada BBLSR yang bernapas spontan saat lahir, bantuan


pernapasan diberikan berupa NCPAP. Tindakan intubasi
hanya dilakukan untuk pemberian surfaktan jika ada
indikasi.
Level of evidence IB, derajat rekomendasi A
Resusitasi
• Pada bayi dengan RDS yang sudah diintubasi di kamar bersalin akibat
distres pernapasan, pemberian surfaktan dalam dua jam pertama
menurunkan risiko acute pulmonary injury, mortalitas, maupun
penyakit paru kronik.
Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
• Pemberian surfaktan dini dengan ekstubasi segera (<1 jam) kemudian
digantikan oleh NCPAP, dibandingkan dengan surfaktan lambat
dengan ventilasi mekanis kontinu dan ekstubasi ketika dukungan
ventilasi mekanis telah minimal, menurunkan kejadian BPD dan
pemakaian ventilasi mekanis selama perawatan.
Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
• Penggunaan T-piece rescucitator di tempat bayi dilahirkan
menurunkan risiko kegagalan CPAP.
Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
Stabilisasi
• Penggunaan radiant warmer meningkatkan insensible water
loss (IWL) sehingga perhitungan kebutuhan cairan perlu
disesuaikan dengan kondisi tiap-tiap bayi.
Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
• Metode perawatan model kanguru (PMK) efektif untuk
mencegah hipotermia pada BBLR di sarana dengan fasilitas
terbatas.
Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
• Membungkus bayi dengan berat badan <1500 g menggunakan
plastik setinggi leher sampai kaki mengurangi kejadian
hipotermia.
Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
Stabilisasi
• Penggunaan udara yang telah dihangatkan dan dilembabkan
(heated and humidified air) mengurangi kejadian hipotermia pada
BBLR.
Level of evidence III, derajat rekomendasi C 
• Pemberian terapi oksigen harus secara restricted dan terpantau
kadarnya dalam darah.
Level of evidence IA, derajat rekomendasi A 
• Terapi oksigen dalam kadar rendah menurunkan risiko ROP dan
BPD.
Level of evidence IA, derajat rekomendasi A 
• Penghentian terapi oksigen dilakukan secara bertahap.
Level of evidence IA, derajat rekomendasi A
 SPO disusun oleh staf medis pada fasilitas
pelayanan kesehatan dan ditetapkan oleh
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
 SPO harus selalu ditinjau kembali dan
diperbaharui sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun sekali sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran atau
kedokteran gigi.
Standar Prosedur Operasional
1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib
memprakarsai penyusunan SPO sesuai dengan jenis dan
strata fasilitas pelayanan kesehatan yang dipimpinnya.
2) SPO harus dijadikan panduan bagi seluruh tenaga
kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan.
3) SPO disusun dalam bentuk panduan praktis klinis (clinical
practice guidelines) yang dapat dilengkapi dengan alur
klinis (clinical pathway), algoritme, protokol, prosedur
atau standing order.
4) Panduan praktis klinis (PPK) harus memuat sekurang-
kurangnya mengenai pengertian, anamnesis, pemeriksaan
fisis, kriteria diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan
penunjang, terapi, edukasi, prognosis, dan kepustakaan
BENTUK SPO
Pelayanan Kedokteran
Panduan praktik klinis
(Clinical Practice Guideline)
Alur klinis (Clinical Pathways)
Algoritme
Protokol
Prosedur
Standing Orders
PENDEKATAN PENGELOLAAN PASIEN
•Diagnosis kerja
•Kondisi klinis Per
li d un
gan
Huk
Standar pelayanan di RS :
O
um
SP
Panduan Praktik Klinis
• Definisi dapat dilengkapi
• Anamnesis dengan
• Pemeriksaan fisis
Alur klinis
• Kriteria diagnosis
Algoritme
• Diagnosis banding Protokol
• Pemeriksaan penunjang Prosedur
• Terapi Standing orders
• Edukasi APK 3
• Prognosis Kriteria pulang
• Kepustakaan
Djoti - Atmodjo
CLINICAL PATHWAY
Indikasi : No. Rekam Medis : :
Nama pasien : Tanggal Masuk :
Jenis kelamin : £ Laki-laki £ Perempuan Rujukan : £ Ya £ Tidak
Umur : Pengirim :
Diagnosa Awal : Appendisitis (Tanpa Komplikasi) DPJP :

HARI KE KETERANGAN
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter Ö
Penunjang diagnosis
1. Laboratorium a. Darah Lengkap Ö
- Masa Perdarahan Ö
- Masa Pembekuan Ö
- Fungsi ginjal Ö
a. ureum
b. creatinin
- GDS Ö
2. Radiologi - Thorak Foto - Atas indikasi / > 40th
- USG - Atas indikasi
- Appendicogram - Atas indikasi
- EKG - Atas indikasi / > 40 th
Konsultasi - Dokter Bedah Umum Ö Ö Ö - DPJP
- Dokter Anestesi Ö - Pemeriksaan Pre
Operatif
- Dokter Internis - Atas indikasi
- Dokter Lainnya
Edukasi 1. Penjelasan Diagnosis Ö
Rencana tindakan
Tata cara
Tujuan
Resiko
Komplikasi
Prognosa, dll
Pengisian form 2. Rencana therapi Ö
- Lembar edukasi Ö Ditanda-tangani keluarga atau
- Informen concern Ö pasien, dokter, saksi
Tindakan medis dan Appendictomy
jadwal - Surat pengantar tindakan Ö
- jadwal rencana operasi
- golongan operasi
- jenis anestesi
- biaya
Prosedur administrasi - administrai + keuangan Ö
- pendaftaran ke kamar Ö - Bagian keperawatan
operasi
Persiapan Operasi STANDING ORDER
I Perawat - Persiapan puasa Ö 6-12 jam
- Mencukur (rambut ) di sekitar Sesuai SOP
daerah operasi
- Pemasangan IV line Ö Sesuai SOP
- Pemberian cairan (jenis) dan Ö Ö Ö Sesuai DPJP
jumlah tetesan RL/6 jam/kolf
- Pemasangan Dower Cateter Ö Sesuai SOP
- Memberi huknah clensing Ö Sesuai SOP
- Pemberian obat pre operasi Ö Sesuai SOP pemberian obat inj
- Antibiotik Didahului test alergi intrakulton
ceftriaxone 1 gr/cefotaxime 1 gr 0,1 cc
Protokol
Diberikan pada diare dehidrasi berat atau intake yang
tidak terjamin.
≤ 2 tahun : ASERING system 24 jam
4 jam I          : 5 tetes/kgBB/menit
20 jam II      : 3 tetes/kgBB/menit
Asetat Ringer, karena asam asetat
dimetabolisme di otot menjadi bikarbonat.
Asering sering dipakai pada anak < 2 tahun
karena fungsi heparnya belum matang sehingga
belum dapat mengubah asam laktat menjadi
bikarbonat.
>2 tahun : RINGER LAKTAT
1 jam I          : 10 tetes/kgBB/menit
7 jam II         : 3 tetes/kgBB/menit
RL, karena fungsi hati sudah sempurna
Kalau ada tanda-tanda asma berat:
I.  Oxygen ½ - 2 l/menit
II. Nebulise ventolin (salbutamol),
dosis 2.5mg (1 ampul) kalau usia <5 tahun,
dosis 5mg (2 ampul) kalau > 5 tahun, selama 10 menit.
  15 menit
III.  Ulang nebuliser ventolin, dosis sama kalau masih sesak
napas
  15 menit
IV.  Ulang nebuliser ventolin, dosis sama kalau masih sesak
napas
  15 menit
V. Kalau setelah 3 nebuliser belum ada perubahan, ini kategori
asma berat. Mulai aminophylline (loading dose dan setelah
ini, infus)
VI.  Berikan dexamethasone iv
VII.  Kalau ada kemungkinan juga ada infeksi saluran napas,
berikan antibiotika (lihat protocol pneumonia)

Anda mungkin juga menyukai