Djoti Atmodjo
Nico A. Lumenta
CURRICULUM VITAE
Nama : Dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MHKes
Lahir : Magelang, 5 Nov 1943
Status : Menikah, 1 anak
Alamat : Jl. Kayu Mas I/4, Pulo Mas,Jkt Timur
Pendidikan : Dokter, 1970, FK.UKI, Jakarta
• Konsultan Nefrologi (Ginjal-Hipertensi) 1982, Pernefri (Perhimpunan
Nefrologi Indonesia)
• Magister Manajemen, 1994, Sekolah Tinggi Manajemen PPM, Jkt.
• Magister Hukum Kesehatan, 2013, Unika Soegijapranata, Semarang
Jabatan RS : RS Mediros : Ketua Komite Medis, Koordinator KSM
PD.Ginjal-Hipertensi
Organisasi:
• KARS Kepala Bidang LitBang-Mutu-Man Risiko 2014 - 2018
• KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Dep Kes RI : Ketua Bidang
Akreditasi 2011-2014, Surveior / Pembimbing Akreditasi sejak 1995
• Member Advisory Council Asia Pacific, Joint Commission
International, sejak 2009
• Ketua KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit)-PERSI 2005-2012
• Wakil Ketua Komite (Nasional) Keselamatan Pasien RS 2012-2015
• Ketua IKPRS (Institut Keselamatan Pasien Rumah Sakit) - PERSI 2012-2015
• Pengurus PERSI Pusat, Ketua Kompartemen Akreditasi Nasional, 2012-2015
• PJ SubPokja Model Akreditasi Baru, Pokja Penyempurnaan Akreditasi RS, DitJen
Bina Yan Med, 2010-2011
Penghargaan: Kadarman Award 2007 (untuk Patient Safety), Sekolah Tinggi
Manajemen PPM
Lain-lain :
• Sekretaris Jendral PERSI Pusat 1988–1990, 1990–1993, 1993–1996
• Direktur Ketua RS.PGI.Cikini, Jakarta, 1983 – 1993
• Dekan Fakultas Kedokteran UKI, 1988 – 1991
• Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-UKI, Jakarta, 1992 - 1995
• Kepala Renal Unit (Unit Ginjal) RS.PGI Cikini, 1973 – 1981
Cure & Care
Rumah Sakit Pasien
STANDAR PELAYANAN RS
Regulasi
Peraturan
Perundang-
undangan
Standar Akreditasi
4
TKP
TATA KELOLA RUMAH SAKIT TKP 1
KEPEMIMPINAN RUMAH SAKIT TKP 2-4
PIMPINAN DEPARTEMEN /
UNIT DAN PELAYANAN
TKP 5
5
TKP
TATA KELOLA RUMAH SAKIT Hospital
KEPEMIMPINAN RUMAH SAKIT Bylaws
S I
S A
UNIT DAN I
PELAYANAN
N
A
G
R
O
A
I K
E T PASIEN
6
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT
Perubahan tata nilai
UU 44/2009
Hukum
Djoti - Atmodjo
Pasal 32
Hak Pasien
Pasal 29
s. melindungi dan memberikan bantuan
hukum bagi semua petugas Rumah
Sakit dalam melaksanakan tugas
Djoti - Atmodjo
Kewajiban RS
Pasal 46
Rumah Sakit bertanggung jawab secara
hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit
Djoti - Atmodjo
Adanya kewajiban
hukum RS
Dokumen
Dokumentasi
Bukti
legal/hukum
12
Dokumen
Surat atau naskah
Regulasi
Dokumentasi
pemberian atau pengumpulan bukti
Dokumen
No documentation
You do nothing
13
Regulasi
Nasional/
Referensi Peran
Direktur d RS
ir z e
h o o n
Regulasi RS:
u t r s
• Kebijakan A p e
• Pedoman/
Panduan
• SPO
14
Tidak boleh bertentangan Regulasi
Nasional/
Referensi Peran
n R S Direktur RS
a n a
o n
e l a y
c ti n
r P
i re i o
a n
a
Regulasi
d• KebijakanRS:
D c i s
t
S • Pedoman/ D eImplementasi
Panduan Acuan Pelayanan RS
• SPO
15
Tidak boleh bertentangan Regulasi
Nasional/
Referensi
Survei
R S Akreditasi
a n
n Skenario A H
a ya
L A E survei
N
ur
r Pe l
T E UM
l u s Individual
a
Regulasi
nd• Kebijakan
RS:
O K T e Sistem
S t a
• Pedoman/
D Implementasi
Panduan Acuan Pelayanan RS
• SPO
W O
D
Bukti-bukti
16
Regulasi
Nasional/
Referensi Konfirmasi
Direktur
Regulasi RS:
• Kebijakan
• Pedoman/ Implementasi
Panduan Acuan Pelayanan RS
• SPO
W O
D
Bukti-bukti
17
Standar TKP.6.
Rumah sakit menetapkan kerangka kerja
mengelola etika untuk menjamin bahwa asuhan
pasien diberikan dalam norma profesi, keuangan
dan hukum yang melindungi pasien dan hak
mereka.
Elemen Penilaian TKP. 6.
1. Organisasi rumah sakit menetapkaan norma
etika dan hukum yang dapat melindungi pasien
dan hak mereka
2. Pimpinan menyusun kerangka kerja untuk
mengelola etika organisasi
3. Pimpinan mempertimbangkan norma etik
nasional dan international.
Standar TKP 6.2
Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola etika
dimaksudkan untuk mendukung proses
pengambilan keputusan secara etis di dalam
pelayanan klinik.
Elemen Penilaian TKP 6.2
1. Kerangka kerja rumah sakit untuk mengelola
etika dapat menjadi pendukung pada hal-hal
yang memuat dilema etik dalam asuhan pasien
2. Kerangka kerja untuk mengelola etika dapat
menjadi pendukung pada hal-hal yang memuat
dilema etik dalam pelayanan non-klinis
3. Dukungan ini siap tersedia
4. Kerangka kerja rumah sakit memberikan
pelaporan yang aman bagi masalah etika dan
hukum / legal
Standar TKP.2/GLD
Seorang manajer senior atau direktur bertanggung jawab untuk
menjalankan rumah sakit dan mematuhi undang-undang dan
peraturan yang berlaku.
Elemen Penilaian TKP.2
5. Manajer senior atau Direktur menjamin kepatuhan terhadap
undang-undang dan peraturan yang berlaku
Pasal 1
Rumah Sakit harus mentaati Kode Etik Rumah Sakit
Indonesia (KODERSI)
Pasal 2
Rumah sakit harus dapat mengawasi serta
bertanggung jawab terhadap semua kejadian di rumah
sakit.
PEDOMAN PENGORGANISASIAN
KOMITE ETIK RUMAH SAKIT DAN
MAJELIS KEHORMATAN ETIK
RUMAH SAKIT INDONESIA
PERSI - MAKERSI
BAB II
TATA LAKSANA ORGANISASI
KOMITE ETIK RUMAH SAKIT
Pasal 3
Pembentukan KERS
1. Komite Etik Rumah Sakit (KERS) merupakan
perangkat organisasi rumah sakit di bentuk di
Rumah Sakit dalam rangka membantu pimpinan
rumah sakit menerapkan Kode Etik Rumah Sakit
di rumah sakit.
2. Pembentukan KERS adalah wajib
TKP 6
Kode Etik Rumah Sakit
Etika Profesi
Etika Pegawai RS
Djoti - Atmodjo
Pasal 33
Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri
atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur
Rumah Sakit, unsur pelayanan medis,
unsur keperawatan, unsur penunjang
medis, komite medis, satuan pemeriksaan
internal, serta administrasi umum dan
keuangan.
Djoti - Atmodjo
Permenkes 755/2011
Direktur RS
k an
r upa dis
Panitia Mutu dan n me f me
KOMITE MEDIK uka sta
Keselamatan B dah
wa
Pasien
Panitia Etik dan Subkom Kredensial
Disiplin RS Subkom Mutu Profesi
Panitia Farmasi & Subkom Etika dan
Disiplin s
Terapi k lini
el ola
Panitia Rekam t a k ik
Ta g ba
Medis yan
Panitia K3 Kepala Unit Kerja
Panitia PPI RS
Tim TB
Djoti - Atmodjo
Tim PONEK
Permenkes 49/2013
Direktur RS
dah
wa
k an
r upa an
e wat
Panitia Mutu dan KOMITE
k
m
an pera
Keselamatan KEPERAWATAN Bu f ke
sta
Pasien
Panitia Etik dan Subkom Kredensial
Disiplin RS Subkom Mutu Profesi
Panitia Farmasi & Subkom Etika dan
Disiplin s
Terapi k lini
el ola
Panitia Rekam t a k ik
Ta g ba
Medis yan
Panitia K3 Kepala Unit Kerja
Panitia PPI RS
Tim TB
Djoti - Atmodjo
Tim PONEK
Subkomite etik dan disiplin profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
bertugas merekomendasikan pembinaan etik
dan disiplin profesi
Dalam melaksanakan tugas menjaga disiplin,
etika, dan perilaku profesi staf medis, Komite
Medik memiliki fungsi sebagai berikut:
a. pembinaan etika dan disiplin profesi
kedokteran;
b. pemeriksaan staf medis yang diduga
melakukan pelanggaran disiplin;
c. rekomendasi pendisiplinan pelaku
profesional di rumah sakit; dan
d. pemberian nasehat/pertimbangan dalam
pengambilan keputusan etis pada asuhan
medis pasien
Dalam melaksanakan fungsi menjaga disiplin
dan etika profesi tenaga keperawatan, Komite
Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut:
a. melakukan sosialisasi kode etik profesi
tenaga keperawatan;
b. melakukan pembinaan etik dan disiplin
profesi tenaga keperawatan;
c. merekomendasikan penyelesaian masalah
pelanggaran disiplin dan masalah etik
dalam kehidupan profesi dan pelayanan
asuhan keperawatan dan kebidanan;
d. merekomendasikan pencabutan
Kewenangan Klinis; dan
e. memberikan pertimbangan dalam
mengambil keputusan etis dalam asuhan
keperawatan dan kebidanan
PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2011
TENTANG
DISIPLIN PROFESIONAL DOKTER DAN DOKTER GIGI
Disiplin Profesional Dokter dan Dokter
Gigi adalah ketaatan terhadap aturan-
aturan dan/atau ketentuan penerapan
keilmuan dalam pelaksanaan praktik
kedokteran.
Terkait dengan pelanggaran Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi, maka
pada hakikatnya dapat dikelompokkan dalam 3
(tiga) hal, yaitu:
1. melaksanakan Praktik Kedokteran dengan
tidak kompeten;
2. tugas dan tanggung jawab profesional pada
pasien tidak dilaksanakan dengan baik; dan
3. berperilaku tercela yang merusak martabat
dan kehormatan profesi kedokteran /
kedokteran gigi.
Pasal 3
(1)Setiap Dokter dan Dokter Gigi dilarang
melakukan pelanggaran Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi.
(2)Pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan
Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari 28 bentuk:
a. melakukan Praktik Kedokteran dengan tidak
kompeten;
b. tidak merujuk pasien kepada Dokter atau
Dokter Gigi lain yang memiliki kompetensi yang
sesuai;
c. mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga
kesehatan tertentu yang tidak memiliki
kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut;
d. menyediakan Dokter atau Dokter gigi pengganti
sementara yang tidak memiliki kompetensi dan
kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan
pemberitahuan perihal penggantian tersebut;
e. menjalankan Praktik Kedokteran dalam kondisi
tingkat kesehatan fisik ataupun mental
sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan
f. tidak melakukan tindakan/asuhan medis
yang memadai pada situasi tertentu yang
dapat membahayakan pasien;
g. melakukan pemeriksaan atau pengobatan
berlebihan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan pasien;
h. tidak memberikan penjelasan yang jujur,
etis, dan memadai (adequate information)
kepada pasien atau keluarganya dalam
melakukan Praktik Kedokteran;
i. melakukan tindakan/asuhan medis tanpa
memperoleh persetujuan dari pasien atau
keluarga dekat, wali, atau pengampunya;
j. tidak membuat atau tidak menyimpan rekam
medis dengan sengaja;
k. melakukan perbuatan yang bertujuan untuk
menghentikan kehamilan yang tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
l. melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri
kehidupan pasien atas permintaan sendiri atau
keluarganya;
m. menjalankan Praktik Kedokteran dengan
menerapkan pengetahuan, keterampilan, atau
teknologi yang belum diterima atau di luar
tata cara Praktik Kedokteran yang layak;
n. melakukan penelitian dalam Praktik Kedokteran
dengan menggunakan manusia sebagai subjek
penelitian tanpa memperoleh persetujuan etik
(ethical clearance) dari lembaga yang diakui
pemerintah;
o. tidak melakukan pertolongan darurat atas
dasar perikemanusiaan, padahal tidak
membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya;
p. menolak atau menghentikan tindakan/asuhan
medis atau tindakan pengobatan terhadap pasien
tanpa alasan yang layak dan sah sesuai
dengan ketentuan etika profesi atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
q. membuka rahasia kedokteran;
r. membuat keterangan medis yang tidak
didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar dan patut;
s. turut serta dalam perbuatan yang termasuk
tindakan penyiksaan (torture) atau eksekusi
t. meresepkan atau memberikan obat golongan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
yang tidak sesuai dengan ketentuan etika
profesi atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
u. melakukan pelecehan seksual, tindakan
intimidasi, atau tindakan kekerasan terhadap
pasien dalam penyelenggaraan Praktik
Kedokteran;
v. menggunakan gelar akademik atau sebutan
profesi yang bukan haknya;
w. menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk,
meminta pemeriksaan, atau memberikan resep
obatlalat kesehatan;
x. mengiklankan kemampuan/pelayanan atau
kelebihan kemampuanl pelayanan yang dimiliki
y. adiksi pada narkotika, psikotropika, alkohol,
dan zat adiktif lainnya;
z. berpraktik dengan menggunakan surat tanda
registrasi, surat izin praktik, dan/atau sertifikat
kompetensi yang tidak sah atau berpraktik
tanpa memiliki surat izin praktik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
aa.tidak jujur dalam menentukan jasa medis;
ab.tidak memberikan informasi, dokumen,
dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI I
MKDKI-P untuk pemeriksaan atas pengaduan
dugaan pelanggaran Disiplin Profesional Dokter
dan Dokter Gigi;
PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2014
TENTANG
TATA CARA PENANGANAN KASUS DUGAAN
PELANGGARAN DISIPLIN PROFESIONAL
DOKTER DAN DOKTER GIGI
KEPUTUSAN PB IDI
No. 111/PB/A.4/02/2013
Tentang
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah dan atau janji dokter.
Pasal 2
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan
profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku
profesional dalam ukuran yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter
tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan
hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang
bersifat memuji diri .
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin
melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib
memperoleh persetujuan pasien/ keluarganya dan hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.
Pasal 6
Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam
mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik
atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan
terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan
pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 8
Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya,
memberikan pelayanan secara kompeten dengan kebebasan
teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9
Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan
dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk
mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien dia
ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi,
atau yang melakukan penipuan atau penggelapan.
Pasal 10
Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman
sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib
menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11
Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya
melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib
memperhatikan keseluruhan aspek pelayanan kesehatan
(promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik
maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat
lintas sektoral di bidang kesehatan, bidang lainnya dan
masyarakat, wajib saling menghormati.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan
mempergunakan seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk
kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/
keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian untuk itu.
Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar
senantiasa dapat berinteraksi dengan keluarga dan
penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau
penyelesaian masalah pribadi lainnya.
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai
suatu wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
KEWAJIBAN DOKTER
TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari
teman sejawat, kecuali dengan persetujuan keduanya atau
berdasarkan prosedur yang etis.
KEWAJIBAN DOKTER
TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya,
supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 21
Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan.
KODE ETIK KEPERAWATAN INDONESIA
A. Langkah penanganan
B. Pemilahan dan pendalaman kasus
C. Pengamanan bukti dan informasi
A. Langkah penanganan
1. Menerima keluhan/komplain
2. Mengelola keluhan
3. Investigasi kasus
4. Analisis kasus
5. Tindak lanjut penangan kasus
6. Penyelesaian kasus
7. Dokumentasi kasus
8. Penyelesaian tuntutan hukum
(tergantung kasus)
1. Menerima keluhan/komplain
Media massa
Kotak saran
Laporan staf RS
Laporan/keluhan pasien
Somasi pasien/kuasa hukum
Laporan LSM
Tokoh masyarakat
Telepon pengaduan atau SMS
2. Mengelola keluhan
a. Mencatat dan mengkaji informasi
• Identitas dan kondisi pasien
• Peristiwa
• Tuntutan pasien
b. Menanggapi keluhan
• Mengucapkan terima kasih atas laporan
• Memberikan penjelasan sementara
• Menjamin keluhan akan ditindaklanjuti
• Menenangkan pelapor
• Memberikan tanda terima laporan
c. Melaporkan ke Direksi RS
• Mengisi formulir sesuai keluhan
• Memberi pertimbangan
• Meminta pengarahan tindaklanjut
d. Menindaklanjuti instruksi Direksi
1. Menerima keluhan/komplain
2. Mengelola keluhan
3. Investigasi kasus
4. Analisis kasus
5. Tindak lanjut penangan kasus
6. Penyelesaian kasus
7. Dokumentasi kasus
8. Penyelesaian tuntutan hukum
(tergantung kasus)
B. Pemilahan dan pendalaman kasus
Pemilahan kasus
Kasus hukum pelayanan medis
1. Aspek hukum pidana
2. Aspek hukum perdata
3. Pelanggaran etik
4. Pelanggaran disiplin/administrasi
Pendalaman kasus
Pendalaman kasus hukum dalam pelayanan
medis
C. Pengamanan bukti dan informasi
1. Penataan dokumen
2. Penyimpanan
3. Pengungkapan isi dokumen
UU Praktik Kedokteran
Pasal 66
1) Setiap orang yang mengetahui
kepentingannya dirugikan atas tindakan
dokter / dokter gigi dalam menjalankan
praktik kedokteran dapat mengadukan secara
tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia.
2)
3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat
1 dan ayat 2 tidak menghilangkan hak setiap
orang untuk melaporkan adanya dugaan
tindak pidana kepada pihak yang berwenang
dan atau menggugat kerugian perdata ke
pengadilan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG
RUMAH SAKIT
Pasal 32
Hak Pasien
n)
ak PLI RA
ka
tid I GA TIDAK TERJADI!!!
gi
ru
n IS G
Kecacatan/kematian atau reaksi
ie D AN
K
TERJADI!!!
PR ir
AK N
TI
PR KA
AK ugi
AL BU
TI ka
M
SI-060805 Analisis linier (pada good system) menetapkan malpraktik
Standar Pelayanan
Kedokteran
Terima kasih
Standar PP.1.
Kebijakan dan prosedur dan undang-undang dan peraturan
terkait mengarahkan pelayanan pasien yang seragam.
Elemen Penilaian PP.1.
1. Para pimpinan rumah sakit bersepakat untuk memberikan
proses pelayanan yang seragam.
2. Kebijakan dan prosedur memandu pemberian pelayanan
yang seragam sesuai dengan undang-undang dan
peraturan terkait.
3. Pemberian pelayanan yang seragam memenuhi ad a) s/d
ad e).
UU 29/2004
PMK 1438/2010
Djoti - Atmodjo
Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut dalam :
a. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, tidak
tergantung atas kemampuan pasien untuk membayar atau sumber
pembiayaan.
b. Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang
diberikan oleh praktisi yang kompeten tidak tergantung atas hari-
hari tertentu atau waktu tertentu.
c. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi
sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pasien.
d. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya
pelayanan anestesia) sama di seluruh rumah sakit.
e. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama
menerima asuhan keperawatan yang setingkat diseluruh rumah
sakit.
UU 29/2004
Pasal 44
Standar Standar
Pelayanan Prosedur
Kedokteran Operasional
Prinsip Dasar
HARI KE KETERANGAN
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7
Diagnosis Pemeriksaan dokter Ö
Penunjang diagnosis
1. Laboratorium a. Darah Lengkap Ö
- Masa Perdarahan Ö
- Masa Pembekuan Ö
- Fungsi ginjal Ö
a. ureum
b. creatinin
- GDS Ö
2. Radiologi - Thorak Foto - Atas indikasi / > 40th
- USG - Atas indikasi
- Appendicogram - Atas indikasi
- EKG - Atas indikasi / > 40 th
Konsultasi - Dokter Bedah Umum Ö Ö Ö - DPJP
- Dokter Anestesi Ö - Pemeriksaan Pre
Operatif
- Dokter Internis - Atas indikasi
- Dokter Lainnya
Edukasi 1. Penjelasan Diagnosis Ö
Rencana tindakan
Tata cara
Tujuan
Resiko
Komplikasi
Prognosa, dll
Pengisian form 2. Rencana therapi Ö
- Lembar edukasi Ö Ditanda-tangani keluarga atau
- Informen concern Ö pasien, dokter, saksi
Tindakan medis dan Appendictomy
jadwal - Surat pengantar tindakan Ö
- jadwal rencana operasi
- golongan operasi
- jenis anestesi
- biaya
Prosedur administrasi - administrai + keuangan Ö
- pendaftaran ke kamar Ö - Bagian keperawatan
operasi
Persiapan Operasi STANDING ORDER
I Perawat - Persiapan puasa Ö 6-12 jam
- Mencukur (rambut ) di sekitar Sesuai SOP
daerah operasi
- Pemasangan IV line Ö Sesuai SOP
- Pemberian cairan (jenis) dan Ö Ö Ö Sesuai DPJP
jumlah tetesan RL/6 jam/kolf
- Pemasangan Dower Cateter Ö Sesuai SOP
- Memberi huknah clensing Ö Sesuai SOP
- Pemberian obat pre operasi Ö Sesuai SOP pemberian obat inj
- Antibiotik Didahului test alergi intrakulton
ceftriaxone 1 gr/cefotaxime 1 gr 0,1 cc
Protokol
Diberikan pada diare dehidrasi berat atau intake yang
tidak terjamin.
≤ 2 tahun : ASERING system 24 jam
4 jam I : 5 tetes/kgBB/menit
20 jam II : 3 tetes/kgBB/menit
Asetat Ringer, karena asam asetat
dimetabolisme di otot menjadi bikarbonat.
Asering sering dipakai pada anak < 2 tahun
karena fungsi heparnya belum matang sehingga
belum dapat mengubah asam laktat menjadi
bikarbonat.
>2 tahun : RINGER LAKTAT
1 jam I : 10 tetes/kgBB/menit
7 jam II : 3 tetes/kgBB/menit
RL, karena fungsi hati sudah sempurna
Kalau ada tanda-tanda asma berat:
I. Oxygen ½ - 2 l/menit
II. Nebulise ventolin (salbutamol),
dosis 2.5mg (1 ampul) kalau usia <5 tahun,
dosis 5mg (2 ampul) kalau > 5 tahun, selama 10 menit.
15 menit
III. Ulang nebuliser ventolin, dosis sama kalau masih sesak
napas
15 menit
IV. Ulang nebuliser ventolin, dosis sama kalau masih sesak
napas
15 menit
V. Kalau setelah 3 nebuliser belum ada perubahan, ini kategori
asma berat. Mulai aminophylline (loading dose dan setelah
ini, infus)
VI. Berikan dexamethasone iv
VII. Kalau ada kemungkinan juga ada infeksi saluran napas,
berikan antibiotika (lihat protocol pneumonia)