12
TAHUN 2017
BAB. 1
KETENTUAN UMUM (HAL.4-6), PASAL.1
Undang2 yang ada dalam menimbang,
mengingat dibaca sendiri
BAB. 1
KETENTUAN UMUM (HAL.4-6), PASAL.1
1. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan
/ meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat
terpajan dengan penyakit tsb tdk akan sakit atau
hanya mengalami sakit ringan
2. Vaksin adalah produk biologi yg berisi antigen
berupa microorganisme yg sdh mati atau masih
hidup yg dilemahkan, masih utuh atau bagiannya,
atau berupa toksin microorganisme yg telah diolah
menjadi toksoid atau protein rekombinan yang bila
diberikan kpd seseorang akan menimbulkan
kekebalan spesifik secara aktif thd penyakit ttt
(mdl 19 sd 33)
BAB. 1
KETENTUAN UMUM (HAL.4-6), PASAL.1
3. Imunisasi Program adl imunisasi yang
DIWAJIBKAN kepada seseorang sebagai
bagian dr masy dlm rk melindungi yang
bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dr
PD3I
Pasal 6
(1) Imunisasi Dasar diberikan pada bayi sebelum 1 tahun
(2) Imunisasi Dasar terdiri atas Imunisasi terhadap
penyakit, Hepatitis B, Poliomyelitis, tuberkulosis,
Difteri, Pertusis, tetanus, pneumonia dan meningitis
yg disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b (Hib)
dan Campak
BAB. II
JENIS IMUNISASI
Bagian Kedua : Imunisasi Program, Pasal 7
(1) Imunisasi Lanjutan merupakan ulangan imunisasi dasar untuk
mempertahankan tingkat kekebalan dan untuk
memperpanjang masa perlindungan anak yang sudah
mendapatkan imunisasi dasar
(2) Imunisasi Lanjutan diberikan kepada :
BADUTA, SD dan WUS
(3) Imunisasi Lanjutan pada BADUTA terdiri atas Imunisasi DPT-
HB-Hib serta Campak
(4) Imunisasi Lanjutan pada anak SD terdiri atas Imunisasi
Campak /MR, DT dan Td
(5) Imunisasi Lanjutan pada anak SD diberikan pada BIAS yg
diintegrasikan dgn UKS
(6) Imunisasi Lanjutan pada WUS terdiri atas Imunisasi Td (bukan
TT)
BAB. II
JENIS IMUNISASI
Bagian Kedua : Imunisasi Program, Pasal 8
(1) Imunisasi Tambahan mrpkan imunisasi TT
diberikan pd kel umur ttt yg paling beresiko
terkena penyakit sesuai kajian epidemiologi pd
periode waktu tertentu
(2) Dilakukan untuk melengkapi imunisasi dasar
dan/atau lanjutan
(3) TIDAK MENGHAPUSKAN KEWAJIBAN PEMBERIAN
IMUNISASI RUTIN
(4) Penetapan pemberian imunisasi tambahan
dilakukan oleh Menteri Kesehatan, kepala Dinas
Kesehatan provinsi atau Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
BAB. II
JENIS IMUNISASI
Bagian Kedua : Imunisasi Program, Pasal 9
(1) Imunisasi Khusus dilaksanakan.....
(2) Berupa persiapan keberangkatan calon jemaah
haji / umroh dll
(3) Berupa imunisasi meningitis, yellow fever, rabies
dll
Pasal 10
(4) Menetapkan vaksin baru dll Rekomendasi Komite
Penasehat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian
Technical Advisory Group on Immunization) ..ITAGI
(2), (3), (4) tentang ITAGI
BAB. II
JENIS IMUNISASI
Bagian Ketiga : Imunisasi Pilihan
(1) Berupa pneumonia dan meningitis yg
disebabkan oleh pneumokokus, diare oleh
rotavirus, influenza, dengue dll (banyak
beredar di upks)
(2) Direkomendasikan oleh ITAGI
BAB. II
JENIS IMUNISASI (RANGKUMAN)
IMUNISA IMUNISASI DASAR
IMUNISASI SI RUTIN (BY < 1 THN)
PROGRAM
IMUNISASI LANJUTAN
(BADUTA, SD, WUS)
BIAS
1 SD 5 SD 6 SD
Tujuan:
Memperpanjang usia perlindungan sasaran
dari penyakit tetanus dan difteri rnelalui
statusT5
Mekanisme peralihan jadwal:
Tahun 2017 dan 2018 pemberian imunisasi
Td hanya dilakukan pada anak kelas 2
SD/sederajat
Mulai tahun 2019, pemberian imunisasi Td
sudah dapat diberikan pada anak kelas 2 dan
5 SD sederajat
Catatan Pemberian Imunisasi Program
(Permenkes No. 12 Th 2017)
Pasal 17
(1) Pemenuhan Vaksin menteri menugaskan BUMN
(Biofarma)
(2) Jika tdk dpt memenuhi maka Menteri menunjuk
BUMN unt melakukan impor (SII : MR, IPV, ADS)
BAB. III
PENYELENGGARAN IMUNISASI PROGRAM
Bagian Ketiga : Penyediaan dan Distribusi Logistik,
Pasal 18
(1) Pemprov dan Pemkab bertanggung jawab
thd penyediaan :
a. Peralatan Cold Chain, Peralatan pendukung
Cold Chain, Peralatan Anafilaktik, Dokumen
RR (tdk disebutkan Vaksin, ADS dan Safety Box)
b. Ruang unt menyimpan peralatan Cold Chain
(2). Peralatan Cold Chaindlm point 1 kecuali ALAT
PENYIMPAN VAKSIN (Cold room, Freezer room
dan Vaccine Refrigerator/LE)
BAB. III
PENYELENGGARAN IMUNISASI PROGRAM
Bagian Ketiga : Penyediaan dan Distribusi
Logistik, Pasal 18
(3) Peralatan Cold Chain yg boleh disediakan o/
Pemprov dan Pemkab yaitu cold box, vaccine
carrier, cool pack, cold pack, termometer,
termograf, alat pemantau suhu beku, alat
pemantau/pencatat suhu terus menerus,
alarm, dan kendaraan berpendingin khusus.
(4). Peralatan pendukung Cold Chain yg boleh
disediakan o/pemprov dan Pemkab yaitu AVS,
standy generator, dan suku cadang peralatan
cold chain
BAB. III
PENYELENGGARAN IMUNISASI PROGRAM
Bagian Ketiga : Penyediaan dan Distribusi
Logistik, Pasal 18
(5) Prov bertanggung jawab pendistribusian
logistik (vaks, ADS, Safety Box ) ke Kab/Ko
(6) Kab/Ko bertanggungjawab pendistribusian
logistik ke sel pusk
(7) Jk Pemprov dan pemkab tdk mampu
menyediakan peralatan cold chain dan
pendukung cold chain mk pem pusat dpt
membantu penyediaan agar kualitas vaksin
ttp terjaga dgn baik.
BAB. III
PENYELENGGARAN IMUNISASI PROGRAM
Bagian Ketiga : Penyediaan dan Distribusi
Logistik, Pasal 19
(1) Sesuai UU
(2) Sesuai Standar unt menjamin kualitas vaksin
Pasal 20
(3) Kondisi ttt pem pusat, pemprov dan pemkab
dpt menarik vaksin yg beredar di faskes ( spt
topv, campak)
(4) Krn adanya kebijakan nasional dan/aau hasil
kesepakatan internasional
BAB. III
PENYELENGGARAN IMUNISASI PROGRAM
Bagian Keempat : Penyimpanan dan pemeliharaan
logistik , Pasal 22
(1) Pemkab/ko bertanggung jawab thd
penyimpanan dan pemeliharaan logistik
imunisasi program di wil masing2.
Pasal 23
(2) Unt menjaga kualitas Vaksin disimpan pd
tempat dgn kendali suhu ttt
(3) Tempat menyimpan vaksin hanya
diperuntukkan khusus menyimpan vaksin saja
(reagen, obat2 tdk boleh)
BAB. III
PENYELENGGARAN IMUNISASI PROGRAM
Bagian Kelima : Tenaga Pengelola, Pasal 24
(1) Penyediaan tanggung jawab Pemprov dan pemkab/Ko
(2) Tdr atas pengelola Program dan pengelola logistik
(3) Harus memenuhi kualifikasi & kompetensi melalui pendidikan
dan pelatihan
(4) Pendidikan dan Pelatihan tanggung jawab pemprov dan
Pemkab/Ko
Pasal 38
(1), (2), (3)
Memperhatikan keamanan, mutu dan kualitas
vaksin diperoleh dari dari industri farmasi yg
berizin, atau apotek yg berizin serta
bertanggung jawab thd pengelolaan limbah
sesuai UU yang berlaku.
BAB. V
PEMANTAUAN & PENANGGULANGAN KIPI
Pasal 40
(1) Menkes membentuk komnas pp kipi dan gubernur
membentuk komda pp kipi
(2) Keanggotaan tdr dr unsur perwakilan dr, SpA, Dr. SpPD, Dr.
SpOG, Dr, SpS, Dr. SpF, Farmakolog, vaksinolog dan
imunolog dan/atau LS terkait
(3) Bupati/Walikota dpt membentuk POKJA PP KIPI yg
beranggotakan paling sedikit perwakilan Dr. SpA dan Dr.
SpPD.
(4) Pembiayaan operasional KOMNAS oleh APBN, KOMDA PP
KIPI atau POKJA PP KIPI dibebankan pada APBD
(5) Pemantauan dan penanggulangan KIPI melalui kegiatan
Surveilans KIPi (website) keamanan vaksin, pengelolaan
dan perawatan pasien serta penelitian dan pengembangan
KIPI
BAB. V
PEMANTAUAN & PENANGGULANGAN KIPI
Pasal 41
(1) Masyarakat mengetahui KIPI hrs melapor pd faskes
yan imun atau dinkes kab/kota
(2) Faskes atau dinkes harus melakukan investigasi
(3) Hasil investigasi dilaporkan berjenjang sd dinkes
prov
(4) Dinkes Prov melaporkan pada KOMNAS dan KOMDA
(5) Dilaporkan melalui website
(6) Dilakukan kajian etiologi lapangan oleh KOMDA PP
KIPI dan kajian kausalitas oleh KOMNAS PP KIPI
(7) Hasil kajian KIPI disampaikan kpd menteri melalui
dirjen dan diumbal ke prov
BAB. V
PEMANTAUAN & PENANGGULANGAN KIPI
Pasal 42 , ayat (1), (2), (3) dan (4)
Pasien yg diduga mengalami KIPI diberikan
pengobatan dan perawatan selama proses
investigasi dan jika ditetapkan akibat KIPI
mendapatkan pengobatan dan perawatan.
Pembiayaan unt investigasi, pengobatan,
perawatan dan rujukan bagi yg diduga kipi
dibebankan pd APBD atau sumber
pembiayaan lain sesuai dgn peraturan
perundang2ngan
BAB. VI
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 43 , ayat (1), (2), (3) dan (4)
BAB. VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 44 , ayat (1), (2)
BAB. VIII
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 45
(1) Yankes imun wajib melakukan RR rutin dan berkala
(2) RR meliputi cakupan imunisasi, stok dan pemakaian
vaksin, ADS, safety box, monev suhu, kondisi
peralatan cold chain dan KIPI
Pasal 46
(3) Pelaksana imun hrs melakukan RR
(4) Rr dilakukan di bk KIA, kohort ibu/bayi/balita, rapot
kesehatanku, rekam medis.
(5) Yan imun di upks wajib dilaporkan setiap bulan ke
pkm wilayahnya dgn menggunakan format yg berlaku
(6) RR yanimun tambahan dan khusus dicatat dan
dilaporkan dengan format khusus
Pencatatan dan Pelaporan
(Permenkes No. 12 Th 2017)
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan Imunisasi harus
melakukan pencatatan dan pelaporan secara rutin dan
berkala serta berjenjang, meliputi
cakupan Imunisasi,
stok dan pemakaian Vaksin, ADS, Safety Box,
monitoring suhu,
kondisi peralatan Cold Chain, dan
kasus KIPI atau diduga KIPI
Pencatatan pelayanan Imunisasi rutin menggunakan
buku kesehatan ibu dan anak, buku kohort
ibu/bayi/balita, buku rapor kesehatanku, atau buku
rekam medis
Fasilitas pelayanan kesehatan swasta wajib mencatat
dan melaporkan setiap bulan ke Puskesmas wilayahnya
dengan menggunakan format yang berlaku
BAB. IX
PEMBINAAN & PENGAWASAN
Pasal 47 : (1), (2), (3) dilakukan secara
berjenjang dan berkesinambungan. Dalam
hal pengawasan terhadap vaksin imunisasi
dilakukan oleh men, pemprov, dan pemda
kab kota. Pembinaan dan pengawasan
untuk meningkatkan cak dan kualitas yan
imun
BAB. X
PENUTUP
Pasal 48 : permenkes No. 42 tahun 2 dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
?
Tidak harus usia 1 bulan
PEDOMAN IMUNISASI DI INDONESIA
EDISI KE 5 THN 2014, HAL 56
Apabila BCG diberikan setelah umur 3 bulan
perlu dilakukan uji tuberkulin/tes mantoux
terlebih dahulu.
Vaksin BCG diberikan apabila hasilnya negatif
Apabila test mantoux / uji tuberkulin tidak
memungkinkan (seperti dlm program wajib
imunisasi) , maka BCG dapat DIBERIKAN NAMUN
PERLU DIOBSERVASI DLM WAKTU 7 HARI.
Apabila terdapat reaksi lokal cepat di tempat
suntikan (accelerated local reaction/scar),
perlu tindakan lebih lanjut ke rs untuk menguji
tanda diagnostik terkena tuberkulosis
Riset : Kimura et al, 1991, dlm Juknis Pentavalent 2013
HASIL SEROLOGI TERHADAP DIFTERI, TT, HEP B DAN
HIB PADA ANAK USIA 18-24 BULAN DI BANDUNG DAN
JAKARTA SEBELUM BOOSTER PENTAVALEN
Rusmil, et al,
2014
HASIL SEROLOGI TERHADAP DIFTERI, TT,
HEP B DAN HIB PADA ANAK USIA 18-24
BULAN DI BANDUNG DAN JAKARTA
SETELAH BOOSTER PENTAVALEN
Rusmil, et al,
2014
CAMPAK