Anda di halaman 1dari 62

ANATOMI HIDUNG

TEGUH PAMBUDI
012096034
LUAR

HIDUNG

DALAM
Hidung Luar
Berbentuk piramid,
bagiannya (dari atas
ke bawah) :
Pangkal hidung

(bridge)
Dorsum nasi

Puncak hidung

Ala nasi

Kolumela

Lubang hidung (nares

anterior)
Hidung dalam :
 Vestibulum

dilapisi oleh kulit yg mengandung rambu


(vibrise), glandula sebacea, gl. Sudorufera
Dibatasi oleh kolumella
epitel :
- kolumner bersilia
 Cavum nasi
Hidung luar di bentuk oleh:

a. Tulang : os nasal, proc frontalis


os maksila, proc nasalis os frontal
b. Tulang rawan : kartilago nasalis
lateralis superior, kartilago nasalis
lateralis inferior, kartilago ala
minor, tepi anterior kartilago
septum
c. Otot  M. Nasalis pars
transversa dan M. Nasalis pars
allaris : untuk melebarkan dan
menyempitkan lubang hidung
 Rongga hidung/kavum nasi , berbentuk
terowongan dr depan ke belakang,
dipisahkan oleh septum nasi di tengahnya 
kavum nasi kanan & kiri

 Lubang masuk kavum nasi bag depan 


nares anterior

 Lubang belakang  nares posterior (koana)


yg menghubungkan  kavum nasi dgn
nasofaring
 Tiap kavum nasi memiliki 4 buah dinding
yaitu:
medial  septum nasi
lateral  concha
inferior  os maksilla & os palatum
superior  lamina kribiformis
Hidung Dalam
 Septum nasi
 Conchae nasales
 Meatus nasales
 Sinus paranasales
Septum Nasi
 Kerangka tulang tdd :
 Lamina prependikularis
 Vomer
 Krista nasalis os maksilla
 Krista nasalis os palatina

 Kerangka tulang rawan


tdd :
 Kartilago septum
 Kolumela
Conchae Nasales
1. Concha nasalis superior
... Meatus nasi superior...
2. Concha nasalis media
... Meatus nasi medius...
3. Concha nasalis inferior
... Meatus nasi inferior...
Dasar cavum nasi
Pendarahan Hidung
 Bagian bawah hidung mendapat perdarahan :
cabang a.maksilaris interna, di antaranya
adalah ujung a.palatina mayor dan
a.sfenopalatina yg keluar dari foramen
sfenopalatina  memasuki rongga hidung di
belakang ujung posterior konka media

 Bagian depan hidung mendapat pendarahan


dr cabang-cabang a.fasialis
Bagian depan septum nasi :
Pleksus Kiesselbach
anastomosis dari cabang a.
sfenopalatina, a. ethmoid
anterior, a. labialis superior
dan a. palatina mayor
 Vena hidung memiliki nama yg sama &
berjalan berdampingan dgn arterinya

 Vena di vestibulum dan struktur luar hidung


bermuara ke v.oftalmika yg berhubungan dgn
sinus kavernosus

 Vena hidung tdk memiliki katup  mudah


penyebaran infeksi  sampai ke intrakranial
Persarafan Hidung
 Bagian depan dan atas rongga hidung : persarafan
sensoris n. etmoidalis anterior (cabang dari n. oftalmikus)

• Rongga hidung lainnya : n. maksila (sensoris) melalui


ganglion sfenopalatinum. Posterior kavum nasi
dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion
pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina
kemudian menjadi N. Palatina mayor menjadi N.
Sfenopalatinus. Petrosus superfisialis mayor
(parasimpatis) dan N. Petrosus profundus (simpatis)

 N. olfaktorius  reseptor penghidu pada mukosa


olfaktorius
Mukosa Hidung
 Mukosa pernafasan :
epitel torak berlapis semu + silia + sel
goblet (pseudo stratified columnar
epitelium)  fungsi mendorong lendir ke
arah nasofaring  untuk membersihkan diri
dan mengeluarkan benda asing yang masuk
ke hidung
 Mukosa penghidu
(atap rongga hidung, konka superior,
sepertiga atas septum)  epitel torak
berlapis semu tidak bersilia
(pseudostratified columnar non ciliated
epitelium)

 Epitelnya dibentuk oleh 3 macam sel, yaitu


sel penunjang, sel basal dan sel reseptor
penghidu.
FISIOLOGI HIDUNG
Fungsi Hidung
Jalan Alat pengatur Penyarin
nafas kondisi udara
g udara

Indra Resonan Membantu


penghidu si suara proses bicara

Refleks
nasal
JALAN NAFAS
Inspirasi : udara masuk dari nares anterior  naik setinggi konka media
 turun ke nasofaring

Ekspirasi : udara dari koana  naik setinggi konka media  di depan


memecah sebagian ke nares anterior dan sebagian kembali ke belakang
membentuk pusaran dan bergabung dgn aliran dari nasofaring udara
ekspirasi masuk ke ostium sinus terjadi karena adanya udara
menabrak proc. unsinatus

PENYARING UDARA
Membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri ( oleh : rambut /
vibrissae, silia, mucous blanket, lisozym), dibantu oleh adanya refleks bersin
untuk mengeluarkan partikel yang besar
PENGATUR KONDISI UDARA
pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang
akan masuk ke dalam alveolus
1. mengatur kelembapan oleh palut lendir (mukous blanket)
2. suhu ( oleh banyaknya pembuluh darah dibawah epitel ,
permukaan konka dan septum yang luas) < 37◦C

INDRA PENGHIDU
Adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka
superior dan sepertiga bagian atas septum

Partikel bau mencapai mukosa olfaktorius dgn cara berdifusi


dengan palut lendir atau bila menarik nafas kuat
RESONANSI SUARA
kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan
menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar
suara sengau.

Sumbatan hidung → rinolalia (suara sengau)

PROSES BICARA
Proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana
rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun
untuk aliran udara.

REFLEKS NASAL
Mukosa hidung  reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung
menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas
PEMERIKSAAN HIDUNG
Pemeriksaan Luar
Perhatikan bentuk luar
hidung :
- Ada deviasi atau depresi
tulang hidung
- Apakah ada pembengkakan
di daerah hidung
Palpasi :
- Krepitasi tulang
hidung
- Nyeri tekan pada
peradangan hidung
Pemeriksaan Dalam
Alat :
Rinoskopi Anterior Spekulum
hidung, head
lamp
Cara pemakaian spekulum :
- Spekulum dimasukkan ke dalam
rongga hidung secara hati-hati dan
dibuka setelah spekulum ada di
dalam

- Waktu mengeluarkannya jangan


ditutup dulu di dalam agar bulu
hidung tidak terjepit
-Vestibulum hidung
-Septum terutama bagian
anterior
-Konka inferior
-Konka media
-Konka superior
-Meatus sinus paranasal
-Mukosa rongga hidung

Dimasukkan tampon
kapas adrenalin pantokain
Kadang rongga beberapa menit 
hidung sempit mengurangi edema
karena edema mukosa & menciutkan
konka  rongga hidung
lebih jelas terlihat
 Mukosa
normal merah muda, apakah pucat , kebiruan, merah

 Septum
biasanya di tengah, apakah ada deviasi, krista, spina,
perforasi, hematom, abses, dll

 Konka
besarnya normal (eutrofi), hipertrofi, hipotrofi

 Sekret
banyaknya, sifatnya, lokalisasinya

 Massa
polip & tumor
Rinoskopi Posterior

Cara Pemeriksaan :
- Perkenalkan diri
- Melakukan informed consent
- Kaca nasofaring dihangatkan dengan api lampu spiritus untuk
mencegah udara pemanasan mengembun pada kaca
- Suhu kaca dites dengan menempelkan kulit belakang tangan
kiri pemeriksa
- Lakukan anestesi dengan lidocain
- Pasien diminta membuka mulut, , lidah 2/3 anterior ditekan
dengan spatula lidah
- Pasien bernafas melalui mulut
- Kaca nasofaring (menghadap ke atas) dimasukkan sampai di
bawah uvula-nasofaring
- Pasien bernafas melalui hidung
- Uvula akan turun kembali & rongga nasofaring terbuka kembali

Alat :
Spatula lidah, kaca
nasofaring, lampu
spiritus
 Awalnya diperhatikan bagian belakang
septum & koana
 Kaca diputar ke lateral sedikit untuk melihat

konka superior, media, & inferior, serta


meatus superior dan media
 Diputar ke lateral lagi,identifikasi torus

tubarius, muara tuba Eustachius & fosa


Rossenmuler
 Kaca diputar ke sisi lainnya

Udara mll kedua lubang hidung, dpt diuji


dgn meletakkan spatula lidah dari metal
di depan lubang hidung
 Akhir-akhir ini dikembangkan nasoendoskopi
 bagian rongga hidung yang tersembunyi
yang sulit dilihat dgn rinoskopi anterior &
posterior  tampak lebih jelas
Mekanisme Bersin
 Benda asing dan debu bersentuhan dan
melekat pada mukosa blanket potensial
elektris dari mukosa hidung adsorpsi dari
kuman dan benda asing diubah dalam
mucous blanket dikeluarkan melalui refleks
bersin
Rangsang yang memulai refleks bersin 
iritasi pada saluran hidung,impuls aferennya
berjalan di dalam saraf maksilaris  medulla
oblongata dimana refleks ini digerakkan 
di sini uvula tertekan  sejumlah besar udara
mengalir dengan cepat melalui hidung dan
mulut membersihkan saluran hidung dari
benda asing.
Mekanisme Penciuman
Bernafas biasa Mencapai reseptor
dengan berdifusi
Membawa odoriferosa Mengendus:>>
(pembentuk bau) molekul
harus dilarutkan  odoriferosa
dapat dideteksi oleh berkontak dengan
reseptor penghidu reseptor olfaktorius

Molekul harus
dilarutkan agar
Pengikatan suatu
molekul odoriferosa Potesial aksi di
ke tempat perlekatan serat
khusus di silia aferen(tergantung
konsentrasi molekul
Pembukaan saluran zat kimia yang
Na+-K+ terstimulasi)

Depolarisasi potensial Serat aferen


reseptor berjalan melalui
lubang halus di
lempeng kribifor os.
Bersinaps di bulbus olfaktorius

Rute subkortikal rute talamus-kortikal


utk persepsi sadar &
mencakup keterlibatan
menakup kterlibatan
hipotalamus,
hipotalamus diskriminasi
Memungkinkan koordinasi
halus penghidu
erat antara reaksi
penghidu & perilaku yg
berkaitan dgn
makan, penentuan arah
Pengatur Kondisi Udara
 Dilakukan oleh palut lendir
 Musim panas, udara hampir jenuh oleh uap

air  penguapan sedikit


 Sedangkan musim dingin, akan terjadi

keadaan sebaliknya
 Karena banyaknya pembuluh darah di bawah

epitel dan adanya permukaan konka dan


septum yg luas radiasi berlangsung optimal
suhu 37oC
PATOFISIOLOGI RINITIS
ALERGI
Definisi :
Kelainan pada hidung
dengan gejala bersin-
bersin, rinore, rasa gatal
dan tersumbat setelah
mukosa terpapar alergen
yang diperantarai oleh Ig E Klasifikasi :
1) Sifat
- Internitem
Cara masuknya alergen - Persisten
:
• Alergen inhalan 2) Tingkatan
• Alergen ingestan - Ringan
• Alergen injektan - Sedang berat
• Alergen kontaktan
Gejala Klinis
 Bersin berulang > 5x tiap serangan
 Rinore encer & banyak
 Hidung tersumbat
 Hidung dan mata gatal kadang disertai
lakrimasi
 Allergic shiner
 Allergic salute
 Allergic crease
PATOFISIOLOGI
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase:
 Fase cepat

berlangsung sejak kontak sampai 1 jam


 Fase lambat

berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8jam


setelah pemaparan dan dapat berlangsung
selama 24-48 jam
Kontak pertama dengan alergen

Makrofag sebagai APC

Membentuk fragmen peptida dan bergabung dengan HLA II

Membentuk MHC II

Presentasi ke sel Th 0

Melepaskan sitokon seperti IL-1

Aktivasi Th 0 menjadi Th1 dan Th2

Th2 melepaskan berbagai mediator (IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13)

Diikat oleh reseptor di limfosit B

Aaktivasil limfosit B
Produksi IgE

Ke sirkulasi, masuk jaringan dan diikat ke reseptor sel mastosit dan


basofil

Aktivasi sel matosit dan basofil

Menghasilkan mediator yg tersensitisasi

Mukosa terpapar dengan alergen yg sama

IgE berikatan dengan alergen spesifik

Degranulasi sel matosit dan basofil

Terlepasnya mediator kimia terutama histamin, selain itu; PGD2, Leu,


bradikinin, PAF dan berbagai sitokin)

REAKSI CEPAT
Histamin

Merangsang Hipersekresi sel goblet Permeabilitas Vasodilatas


reseptor dan kelenjar mukosa kapiler meningkat i sinusoid
H1 pada ujung saraf
vidianus di mukosa
hidung
Hidung
Rasa gatal dan rhinorrea
tersumbat
bersin

Gejala berlanjut dan mencapai puncak 6-


8 jam

REAKSI LAMBAT

Penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi

Eosinofil

Gejala hipereaktif dan hiperresponsif


PATOFISIOLOGI RINITIS
VASOMOTOR
Definisi :
Gangguan fisiologik lapisan
mukosa hidung yang disebabkan
oleh bertambahnya aktivitas
parasimpatis Rinitis
Vasomoto
r

Faktor yang mempengaruhi :


1. Obat : hipertensi, tetes hidung
2. Faktor fisik : asap, lembab
3. Endokrin : pubertas, hipotiroid, pil KB
4. Psikogenik : stess, emosional
Gejala Klinik
 Hidung tersumbat bergantian kanan dan kiri
tergantung posisi
 Rinore mukus / serous kadang agak banyak
 Bersin  jarang
 Tidak terdapat rasa gatal di mata
 Gejala memburuk pada pagi
Serabut Simpatis

Asal : korda spinalis Th 1-2

Inervasi PD mukosa dan sebagian kelenjar

Melepas ko-transmitter noradrenalin dan


neuropeptida Y

Vasokonstriksi dan penurunan sekresi


hidung
Serabut Parasimpatis

Asal : nukleus salivatori superior  ganglion


sfenopalatina membentuk n. Vidianus

Inervasi PD mukosa dan kelenjar eksokrin

Melepas ko-transmitter asetilkolin dan vasoaktif


intestinal peptida

Vasodilatasi dan peningkatan sekresi hidung

Kongesti hidung
PATOFISIOLOGI
EPISTAKSIS
Merupakan perdarahan hidung,
bukanlah merupakan suatu
penyakit, melainkan sebagai
gejala dari suatu kelainan

Etiologi :
Trauma,infeksi,
neoplasma, kelainan Epistaksi
kongenital, penyakit s
kardiovaskular,
kelainan darah,
infeksi sistemik,
gangguan endokrin,
perubahan tekanan
atmosfer
2 sumber perdarahan

Epistaksis Anterior Epistaksis Posterior


pleksus Kiesselbach atau dari a. Sfenopalatina & a.etmoidalis
a.etmoidalis anterior posterior
perdarahan tidak begitu hebat, Perdarahan biasanya hebat &
sering berhenti spontan jarang berhenti spontan
sering terjadi pada anak biasanya pada orang tua
Hipertensi

Peningkatan resistensi P.darah (ex.


a.sfenopalatina)

P. darah mudah pecah

Epiktaksis
Trauma nasal

Pecahnya pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis


anterior

Epitaksis
TERIMAKASIH
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai