Latar Belakang
INFORMAS Pada tahun 2018, terdapat 21,9% atau 149 juta anak di dunia
I TEORI mengalami stunting. (UNICEF/World Health Organization, 2019).
Indonesia menempati peringkat ketiga untuk prevalensi anak Usia
DAN HASIL Sekolah stunting tertinggi di reg ional Asia Tenggara/South-East Asia
PENELITIA Regional.
N Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
terdapat 37,2% balita yang mengalami stunting. Diketahui dari jumlah
presentase tersebut, 19,2% anak pendek dan 18,0% sangat pendek.
Prevalensi stunting ini mengalami peningkatan dibandingkan hasil
Riskesdas tahun 2010 yaitu sebesar 35,6%. Sedangkan hasil Riskesdas
tahun 2018 , Jumlah balita Stunting di Kabupaten bone 37,3% dan
Kabupaten Bulukumba 36,2%.
Berdasarkan data di Kabupaten Bantaeng dengan prevalensi stunting
sebesar 10,83%. Berdasarkan data awal yang diperoleh di Puskesmas
Baruga kasus kurang gizi pada bulan Agustus 2019 sebanyak 2.058
jumlah balita.Puskesmas Baruga merupakan salah satu Puskesmas di
Kabupaten Bantaeng yang memiliki masalah stunting yang tinggi yaitu
39,30%.
TUJUAN UMUM :
Untuk mengetahui Faktor Risiko Terjadinya Stunting Pada Anak Sekolah Dasar SD Negeri 52 Korong
Batu Di Wilayah Kerja Puskesmas Baruga Kecamatan Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng.
TUJUAN KHUSUS :
•Untuk Mengidentifikasi Hubungan Faktor Berat Badan Lahir/Tinggi Badan Dengan Terjadinya
Stunting Pada Anak Sekolah Dasar di SD Negeri 52 Korong Batu Di Wilayah Kerja Puskesmas
Baruga Kecamatan Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng
•Untuk Mengidentifikasi Hubungan Faktor Ekonomi Deng an Terjadinya Stunting Di Sekolah
Dasar di SD Negeri 52 Korong Batu Wilayah Kerja Puskesmas Baruga Kabupaten Bantaeng.
•Untuk Mengidentifikasi Hubungan Faktor Asi Ekslusif Dengan Terjadinya Stunting Di Sekolah
Dasar di SD Negeri 52 Korong Batu Wilayah Kerja Puskesmas Baruga Kabupaten Bantaeng
Kerja.
Manfaat Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi Stuntin
Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi yang terjadi di dunia. Dampak stunting tidak hanya
dirasakan oleh individu yang mengalaminya, tetapi juga berdampak terhadap roda perekonomian dan
pembangunan bangsa. Hal ini karena sumber daya manusia stunting memiliki kualitas lebih rendah dibandingkan
dengan sumber daya manusia normal. (Mila, 2017 dan Zilda Oktarina).
Etiologi Stunting
• Faktor gizi buruk yang dialami ibu hamil maupun anak balita
• Kurangnya pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi sebelum dan masa hamil, serta setelah
melahirkan
• Masih terbatasnya layanan kesehatan untuk ibu selama masa hamil, setelah melahirkan dan
pembelajaran dini yang berkualitas
• Kurangnya akses air bersih dan sanitasi
• Pernikahan dini.
• Sanitasi yang buru
Menurut Yunita, 2018 dalamTrini Sudiarti. Gejala terjadinya stunting
yaitu:
Jika anak pada bagian tubuh tertentu memiliki bentuk yang tidak
proporsional seperti ukuran lengan atau kaki.
Jika anak memiliki kadar hormone tiroksin yang rendah maka akan
menimbulkan gejala penyerta seperti mudah lelah, sembelit, kulit
kering, rambut kering dan sering kedinginan.
Jika anak memiliki kadar hormone pertumbuhan yang rendah, hal ini
dapat menyebabkan anak memiliki wajah yang terlihat lebih muda.
Jika pertumbuhan anak terjadi karena masalah pada system
pencernaan, maka akan terjadi gejala seperti diare, sembelit, muntah
atau mual.
Pertumbuhan giginya terlambat
Proporsi tubuhnya normal namun anak terlihat lebih muda daripada
anak seusianya.
Berat badannya rendah, tapi punya pipi yang chubby karena
persebaran lemak yang tidak merata.
Pertumbuhan tulang terlambat
Faktor Terjadinya Stunting
8
KERANGKA KONSEPTUAL DAN
HIPOTESIS
1.Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Faktor Resiko :
:
1.Berat Stunting
badan/tinggi
badan lahir
2.Ekonomi
3.Asi eksklusif
Keterangan:
Defenisi
Variabel Alat ukur Alat ukur Skala
Operasional
2. Dikatakan
stunting bila <-
2,0 s.d. zscore ) ≥
- 3,0
Kriteria Inklusi
Kriteria eksklusi