PENDAHULUAN
Periode emas
Gizi sekaligus periode
kritis
Kritis (usia
EMAS
6-24 bulan
Stunting
prevalensi balita
stunting di Metro 47,34%
Indonesia sebesar balita pendek
37,2 %. Provinsi Lampung berada dan sangat
di atas rerata nasional pendek di
yaitu 42,64% untuk balita provinsi
sangat pendek dan Lampung.
pendek diantara seluruh
provinsi di indonesia
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
Stunting
Berat Badan
Pengetahuan Ibu Lahir
tentang Makanan
Bergizi bagi Balita
ASI Eksklusif
MP-ASI
Rumusan Masalah
Manfaat Akademis
• Memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya tentang Pengetahuan
Ibu tentang makanan bergizi bagi balita, ASI ekslusif, MP-ASI, dan
Berat Badan Lahir sebagai faktor risiko kejadian stunting pada balita
di Kelurahan Ganjar Asri.
Manfaat Praktis
Aspek Aspek
Aspek
Ekonomis Penundaan
Neurologis
kehamilan
MP-ASI
+ 2 x makanan 250 ml
selingan + ASI
• Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat saat lahir
adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Dalam
pedoman tersebut bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang
lahir dengan berat kurang dari 2500 gram diukur pada saat lahir atau
sampai hari ke tujuh setelah lahir (Manuaba et al., 2007).
Klasifikasi BBLR dapat dibagi berdasarkan derajatnya
dan masa gestasinya
Berdasarkan derajatnya, BBLR diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, antara lain :
• Berat bayi lahir rendah (BBLR) atau low birth weight (LBW) dengan
berat lahir 1500 – 2499 gram.
• Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight
(VLBW) dengan berat badan lahir 1000 – 1499 gram.
• Berat bayi lahir ekstrem rendah (BBLER) atau extremely low birth
weight (ELBW) dengan berat badan lahir < 1000 gram
BBLR dipengaruhi oleh beberapa faktor
• Faktor dari ibu meliputi berat badan sebelum hamil rendah,
penambahan berat badan yang tidak adekuat selama kehamilan,
malnutrisi, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir rendah,
remaja, tubuh pendek, sudah sering hamil, dan anemia. Infeksi pada
ibu selama kehamilan, sosial ekonomi rendah, dan stres maternal, juga
dapat menyebabkan terjadinya kelahiran (Winkjosastro H, 2005).
BBLR dipengaruhi oleh beberapa faktor
• Faktor janin dan plasenta yang dapat menyebabkan BBLR antara lain
kehamilan ganda, hidroamnion, dan cacat bawaan. Status pelayanan
antenatal (frekuensi dan kualitas pelayanan antenatal, tenaga kesehatan
tempat periksa hamil, umur kandungan saat pertama kali pemeriksaan
kehamilan) juga dapat beresiko untuk melahirkan BBLR
(Winkjosastro H, 2005).
Nutrisi Bayi BBLR
• Frekuensi dari pemberian makan diakukan pemberian makan setiap 3
jam sekali untuk bayi > 1250 gram. Angka kejadian dari intoleransi
makanan, apnea, hipoglikemik, dan necrotizing enterocolitis (NEC)
tidak terlalu berbeda, tetapi waktu rawat dalam pemberian makan setiap
3 jam sekali, menjadi berkurang. Waktu untuk memulai, volume, serta
durasi disarankan volume minimal dari pemberian susu (10 – 15
mL/kg/day). Hal ini dilakukan pada 24 jam pertama kehidupan.
• Jika pada 24 – 48 jam, tidak ada ASI maupun susu donor, pertimbangkan
susu formula. Pengenalan lebih dini pada pemberian makan awal
dibandingkan dengan bayi yang dipuasakan, tidak menunjukkan hasil
yang signifikan pada kejadian NEC (Dutta et al., 2015).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
• Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
desain case control
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
• Penelitian dilakukan di Aula Puskesmas Ganjar Agung pada tanggal 29
Agustus 2018
Populasi penelitian
• Populasi penelitian ini adalah balita di seluruh Posyandu Balita di
wilayah Ganjar Asri binaan UPT. Puskemas Ganjar Agung. Jumlah
balita sebanyak 297 orang.
Kriteria inklusi
• Balita 0 tahun sampai 5 tahun
• Balita yang memiliki status gizi stunting sebagai kelompok kasus nilai z score <
-2 SD, dan anak yang normal sebagai kelompok kontrol balita stunting dengan
nilai z-score ≥ -1 SD
• Orang tua balita bersedia mengikuti penelitian
Kriteria eksklusi
• Orang tua balita tidak bersedia mengikuti penelitian
• Balita tidak memiliki ibu kandung
Besar Sampel
• Lembar informed consent dan identititas orang tua dan balita untuk
menjadi subjek penelitian
• Kuesioner Pengetahuan ibu tentang makanan bergizi bagi balita, ASI
Eksklusif, MP-ASI, dan Berat Badan Lahir
• Alat ukur tinggi badan dan panjang badan, Timbangan
Prosedur Penelitian
Pengumpulan Data >>> sampel penelitian 70 orang dari total populasi 297 orang.
Stunting 49 16,5
Tabel Distribusi Frekuensi dan Persentase Stunting balita di kelurahan Ganjar Asri Bulan Agustus 2018
Pengetahuan Ibu & Stunting
Baik 68 97,1
Sedang 2 2,9
Buruk 0 0
Total 70 100
Tabel Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bergizi di Kelurahan Ganjar Asri Bulan Agustus 2018
Analisis Bivariat Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bergizi Dengan Kejadian Stunting
Berdasarkan analisa statistik hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan begizi dengan dengan kejadian stunting didapatkan
nilai koefisien Fisher test sebesar 0,503 dengan nilai (p) < 0,05 dan confident interval 95% ini berarti bahwa tidak ada hubungan
antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi terhadap stunting di Kelurahan Ganjar Asri Bulan Agustus 2018.
n % n %
Baik 30 100 38 95
Sedang 0 0 2 5
Buruk 0 0 0 0
Tabel Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bergizi Dengan Kejadian Stunting di kelurahan Ganjar Asri Bulan Agustus 2018
• Dari hasil ini peneliti berasumsi bahwa selain pengetahuan banyak faktor yang
mempengaruhi status gizi, secara umum dipengaruhi oleh status kesehatan, tingkat
pendidikan, sosial ekonomi, politik, dan juga sosial budaya serta secara langsung
dipengaruhi oleh komsumsi makanan (Suhardjo, 1992).
• Hasil penelitian dimana didapatkan pendidikan ibu sebagian besar adalah 52,9% tamat
SMU, tamat SD 8,6%, tamat SMP 17,1%, dan tamatan diploma/sarjana 21,4%. Sesuai
dengan teori bahwa pendidikan merupakan salah satu factor eksternal yang dapat
mempengaruhi pengetahuan. Menurut Notoadmodjo (2003), banyak faktor yang
mempengaruhi pengetahuan yaitu pendidikan , persepsi, motivasi dan pengalaman.
• Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Ada 2 faktor yang mempengaruhi
terbentuknya perilaku yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi
objek, orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan acuan dalam
mewujudkan bentuk perilaku. Sedangkan faktor internal berupa persepsi, kecerdasan,
motivasi, minat, dan emosi mengelola pengaruh- pengaruh dari luar Jika seseorang
mendapatkan pengetahuan baru maka akan menimbulkan respon dalam bentuk tidakan
atapun praktek.
• faktor-faktor lain yang mempengaruhi status gizi balita:
• Faktor ketersedian pangan di suatu daerah, serta tingkat pendapatan.
• Faktor sosial budaya >>> bagaimana, kapan dan dalam kombinasi yang bagaimana pangan
disajikan di dalam keluarga.
• Faktor pribadi >> kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan tentang
makanan bergizi kedalam pemilihan pangan dan pengembangan cara pemanfaatan pangan
• Walaupun kesadaran dan pengetahuan masyarakat sudah tinggi akan kesehatan,
namun praktek tentang kesehatan atau prilaku hidup sehat masyarakat yang
masih rendah akan mempengaruhi terhadap kesehatannya, hal ini bisa
disebabkan oleh faktor- faktor lain selain faktor predisposisi yang salah satunya
adalah pengetahuan.
• Oleh karena itu, dalam penelitian ini faktor pengetahuan ibu tentang makanan
bergizi bukanlah faktor utama yang mempengaruhi status gizi balita di Kelurahan
Ganjar Asri, Kota Metro.
Asi Eksklusif & Stunting
Eksklusif 48 68,6
Total 70 100
Tabel Distribusi Frekuensi dan Persentase pemberian ASI Ekslusif pada balita di Kelurahan Ganjar Asri
Analisis Bivariat Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting
n % n % 0,128
Baik 24 80 24 60
Tidak Baik 6 20 16 40
Sebagian besar responden dengan kategori normal mendapatkan ASI Eksklusif yaitu 24 responden (80%) dari 30 responden. Responden
stunting juga sebagian besar mendapatkan ASI Eksklusif yaitu 24 responden (60%) dari 40 responden. Hasil analisa statistik Hubungan
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita di kelurahan Ganjar Asri, diperoleh -value = 0,128 dengan taraf signifikansi 5% -
value (0,128> 0,05). Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan
Ganjar Asri.
• Pada penelitian ASI Eksklusif tidak berhubungan dengan kejadian
stunting disebabkan ASI Eksklusif bukan merupakan satu-satunya
faktor yang mempengaruhi kejadian stunting, terdapat faktor lain
seperti penyakit infeksi, ketersediaan pangan, status Gizi ibu hamil,
berat badan lahir, panjang badan lahir. (Kemenkes R.I, 2012).
• Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Anugraheni dkk di
Kecamatan Pati Kabupaten Pati 2012 penelitian ini menunjukkan,
faktor risiko kejadian stunting pada balita 12-36 bulan adalah
prematuritas (p=0,025; OR=10,67) dan panjang badan lahir rendah
(p=0,000; OR=2,81). Berat badan lahir (p=0,112), lama pemberian ASI
eksklusif (p=0,195), usia makan pertama (p=0,113) dan skor MP-ASI
(p=1,000) bukan merupakan faktor risiko kejadian stunting pada
penelitian ini.
• Keberhasilan ASI secara Eksklusif dapat dipengaruhi oleh faktor
seperti status pekerjaan. Ibu yang tidak bekerja, akan memiliki banyak
waktu untuk merawat bayinya termasuk memberikan ASI Eksklusif.
Hasil penelitian ini menunjukkan sejumlah 22 responden (31,4%)
tidak memberikan ASI Eksklusif.
• Pada penelitian ini didapatkan bahwa ibu yang diwawancarai
mengenai pengetahuan mengenai makanan bergizi pada balita
sebagian besar dinilai baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
menunjukkan dari 70 responden, 42 responden (68,6%) memberikan
ASI Ekslusif karena pengetahuan ibu sebagian besar baik.
MP-ASI & Stunting
Baik 58 82,9
Total 70 100
Tabel Distribusi Frekuensi dan Persentase pemberian MP-ASI pada balita di Kelurahan
Ganjar Asri
Analisis Bivariat Hubungan pemberian MP-ASI yang sesuai dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan
Ganjar Asri
MP-ASI Status Gizi
n % n % 0,292
Baik 27 90 31 77,5
Sebagian besar responden dengan kategori normal mendapatkan MP-ASI baik yaitu 27 responden (90%) dari
30 responden. Responden dalam kategori stunting juga sebagian besar mendapatkan MP-ASI baik yaitu 31
responden (77,5%) dari 40 responden. Hasil analisa statistik hubungan pemberian MP-ASI dengan kejadian
stunting pada balita di kelurahan Ganjar Asri, diperoleh -value = 0,292 dengan taraf signifikansi 5% -value
(0,292> 0,05). Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting pada
balita di Kelurahan Ganjar Asri.
• Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian (Nai, H, Gunawan, I Made
& Nurwanti, E 2016) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara usia pengenalan MP-ASI, frekuensi pemberian MP-
ASI, kergamanan MP-ASI dengan kejadian stunting pada anak usia 6-
23 bulan.
• Pada penelitian tersebut usia pengenalan MP-ASI, keragaman MP-ASI,
dan frekuensi pemberian MP-ASI hanya mampu memprediksi kejadian
stunting 6,4% setelah mengendalikan tinggi badan ibu dan riwayat
penyakit infeksi
• Pada penelitian ini hasil wawancara dengan beberapa responden,
didapatkan bahwa ibu memberikan MP-ASI sudah sesuai
rekomendasi. Sebagian besar responden menyatakan bahwa MP-ASI
diberikan kepada anak pada usia 6 bulan, frekuensi pemberian MP-
ASI minimal 3 kali pemberian dalam sehari, dan pemberian MP-ASI
mencakupi karbohidrat, protein, dan sayuran atau buah-buahan.
• Pada penelitian ini ASI Eksklusif dan MP-ASI tidak berhubungan
dengan kejadian stunting karena sebagian besar ibu balita dalam
penelitian ini dengan pengetahuan baik, sehingga perilaku pemberian
makanan untuk balita juga baik.
• Selain itu, saat usia bayi menginjak 6 bulan alasan beberapa ibu
dengan balita stunting yang tidak memberikan MP-ASI sesuai
kebutuhan gizi adalah karena anak tidak mau makan, diberikan susu
formula atau jajanan sebelum makan, dititipkan dengan orang tua
sehingga saat anak rewel jajanan kehendak anak harus dituruti, ibu
tidak ada waktu untuk menyuapi anak dan membujuk anak untuk
makan.
• Pada penelitian ini, bias faktor lain seperti panjang lahir dan tinggi
badan ibu dan ayah tidak dimasukkan kedalam kriteria inklusi.
BBLR & Stunting
Normal 62 88,6
BBLR 7 10
BBLSR 1 1,42
Total 70 7
Tabel Distribusi Frekuensi dan Persentase Berat Badan Lahir pada balita di Kelurahan Ganjar Asri
Analisis Bivariat Hubungan Berat Badan Lahir dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan Ganjar Asri
BBLR Status Gizi p-value
N % N %
Normal 26 86,7 36 90
BBLR 3 10 4 10
BBLSR 1 3,3 0 0
Responden status gizi normal dengan berat badan lahir normal sebanyak 26 responden (86%), BBLR sebanyak 3
responden (10%), BBLSR sebanyak 1 responden (3,3%). Responden dalam kategori stunting juga sebagian besar
dengan berat badan lahir normal yaitu 36 responden (90%), BBLR sebanyak 4 responden (10%), BBLSR sebanyak 0
responden (0%). Hasil uji bivariat Hubungan Berat Badan Lahir dengan kejadian stunting pada balita di kelurahan
Ganjar Asri, diperoleh -value = 0,424 dengan taraf signifikansi 5% -value (0,424> 0,05). Hal ini berarti tidak
terdapat hubungan antara Berat Badan Lahir dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan Ganjar Asri.
• Berdasarkan hasil penelitian ini menjelaskan tidak ada hubungan berat
badan lahir dengan stunting karena ditemukan dari 70 responden riwayat
berat badan lahir rendah hanya dialami 8 orang, hal ini juga menjadi
faktor yang memungkinkan terjadinya data yang kurang signifikan.
Kejadian stunting dipengaruhi oleh banyak faktor. Anak yang mengalami
BBLR mampu mengejar keterlambatan pertumbuhan layaknya anak yang
memiliki berat badan lahir normal, faktor yang mempengaruhi yaitu
asupan yang dikonsumsi sehingga untuk mecapai pertumbuhan dan status
gizi baik, selain asupan juga pola asuh yang sudah baik. Berdasarkan
penelitian ini, faktor lain seperti ASI Eksklusif dan MP-ASI termasuk
dalam kategori baik. Sehingga hal inilah salah satu faktor mengapa
BBLR tidak berpengaruh terhadap kejadian stunting.
Kesimpulan dan Saran
• Dari 70 balita yang diteliti, 30 balita (42,9%) dengan status gizi normal, sedangkan 40
balita (57,1%) mengalami stunting.
• Dari 70 balita yang diteliti didapatkan bahwa ibu yang berpengetahuan baik tentang
makanan bergizi bagi balita sebanyak 68 orang (97,1%) dan yang berpengetahuan
sedang sebanyak 2 orang (2,9%). Hasil uji bivariat yang dilakukan tidak ada hubungan
antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan kejadian stunting di
Kelurahan Ganjar Asri Bulan Agustus 2018.
• Dari 70 balita sebagian besar responden dengan kategori ASI Ekslusif baik yaitu
sebanyak 48 responden (68,6%), 22 responden (31,4%) dengan kategori ASI Ekslusif
tidak baik. Hasil uji bivariat Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
stunting pada balita di kelurahan Ganjar Asri, diperolleh bahwa tidak terdapat
hubungan antara pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian stunting pada balita di
Kelurahan Ganjar Asri.
• Dari 70 balita yang diteliti, balita kategori MP-ASI baik yaitu sebanyak 58
responden (82,9%), 12 responden (17,1%) dengan kategori MP-ASI tidak baik. Hasil
uji bivariat Hubungan pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting pada balita di
kelurahan Ganjar Asri, diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan antara
pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan Ganjar Asri.
• Dari 70 balita yang diteliti balita dengan kategori berat badan lahir normal yaitu
sebanyak 62 responden dengan persentase (88,6%), kategori berat badan lahir
rendah yaitu 10 responden dengan persentase (10%), kategori berat badan lahir
sangat rendah yaitu 1 responden dengan persentase (1,42%). Hasil uji bivariat
Hubungan Berat Badan Lahir dengan kejadian stunting pada balita di kelurahan
Ganjar Asri diperoleh hasil tidak terdapat hubungan antara Berat Badan Lahir
dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan Ganjar Asri.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Dari 70 balita yang diteliti, 30 balita (42,9%) dengan status gizi normal, sedangkan 40
balita (57,1%) mengalami stunting.
2. Dari 70 balita yang diteliti didapatkan bahwa ibu yang berpengetahuan baik tentang
makanan bergizi bagi balita sebanyak 68 orang (97,1%) dan yang berpengetahuan
sedang sebanyak 2 orang (2,9%). Hasil uji bivariat yang dilakukan tidak ada hubungan
antara pengetahuan ibu tentang makanan bergizi dengan kejadian stunting di Kelurahan
Ganjar Asri Bulan Agustus 2018.
3. Dari 70 balita sebagian besar responden dengan kategori ASI Ekslusif baik yaitu
sebanyak 48 responden (68,6%), 22 responden (31,4%) dengan kategori ASI Ekslusif
tidak baik. Hasil uji bivariat Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting
pada balita di kelurahan Ganjar Asri, diperolleh bahwa tidak terdapat hubungan antara
pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan Ganjar Asri.
4. Dari 70 balita yang diteliti, balita kategori MP-ASI baik yaitu sebanyak 58
responden (82,9%), 12 responden (17,1%) dengan kategori MP-ASI tidak baik.
Hasil uji bivariat Hubungan pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting pada
balita di kelurahan Ganjar Asri, diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan antara
pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan Ganjar Asri.
5. Dari 70 balita yang diteliti, balita dengan kategori berat badan lahir normal yaitu
sebanyak 62 responden dengan persentase (88,6%), kategori berat badan lahir
rendah yaitu 10 responden dengan persentase (10%), kategori berat badan lahir
sangat rendah yaitu 1 responden dengan persentase (1,42%). Hasil uji bivariat
Hubungan Berat Badan Lahir dengan kejadian stunting pada balita di kelurahan
Ganjar Asri diperoleh hasil tidak terdapat hubungan antara Berat Badan Lahir
dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan Ganjar Asri.
Saran
Saran untuk puskesmas Ganjar Agung :
1. Perlunya pendidikan dan pelatihan secara khusus bagi petugas kesehatan dan kader posyandu dalam
melakukan pengukuran antropometri secara benar, sehingga didapatkan prevalensi status gizi balita
yang valid dan reliabel
2. Dapat memberikan pendidikan dan penyuluhan kepada ibu-ibu yang memiliki balita agar benar - benar
menerapkan pengetahuan yang mereka miliki sehingga status gizi anak dapat ditingkatkan. Serta orang
tua juga diminta untuk bekerja sama dengan pengasuh balita mereka dalam mengedukasi masalah
stunting.