Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

FRAKTUR FEMUR

Oleh :

Budiman, S.Ked
Intan Mayang Sari, S.Ked
Rama Rafina, S.Ked
Sabrine Dwigint, S.Ked

Preceptor :
dr. Edi Marudut, Sp.OT

SMF BEDAH
RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr. wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur kami ucapkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
Laporan Kasus “Fraktur Femur” . Selanjutnya, Laporan kasus ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas perceptor bagian Orthoprdi Stase Bedah. Kepada dr. Marudut, Sp.OT
sebagai pembimbing kami dalam menusun laporan kasus ini, kami ucapkan terima kasih
atas segala pengarahannya sehingga laporan ini dapat kami susun dengan cukup baik.

Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik dari segi
isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami ingin meminta maaf atas
segala kekurangan tersebut, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan,
wawasan, dan keterampilan kami. Selain itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami
harapkan, guna untuk kesempurnaan laporan selanjutnya dan perbaikan untuk kita
semua.

Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan
berupa ilmu pengetahuan untuk kita semua.

Wassalammu’alaikum wr. wb.

Bandar Lampung, October 2015

Tim Penulis
BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Apriansyah

Umur : 20 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dusun III Way Muli Timur Rajabasa Kec.Kalianda Kab.Lampung


Selatan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Bangsa :

Lampung

Agama : Islam

No. MR : 430619

I. Anamnesis
Diambil dari autoanamnesis Tanggal : 09-10-2015 Jam : 07.00
WIB
1) Keluhan Utama
Luka terbuka pada paha bagian bawah kanan

2) Keluhan Tambahan
Nyeri pada bagian luka, tungkai tidak dapat digerakkan

3) Riwayat Penyakit
Pasien datang dengan keluhan luka terbuka pada paha kanan bagian
bawah dan terdapat luka-luka lecet pada tumit kanan dan bagian tungki
bawah akibat kecelakaan lalu lintan ± 3 jam SMRS. Kecelakaan bermula
ketika pasien sedang mengendarai sepeda motor tiba-tiba dari arah depan
datang mobil dan menabrak pasien sehingga pasien terjatuh dan pasien
tertimpa sepeda motor dan kaki terbentur aspal. Pasien mengenakan
helm. Pasien pingsan beberapa saat dan lagsung sadarkan diri kembali.
Mual-muntah tidak ada. Riawayat alkohol tidak ada. Riwayat perdarahan
melalui hidung, mulut disangkal. Setelah kejadian pasien langsung
dibawa ke RSAM.

4) Riwayat Keluarga
(-)

5) Riwayat masa
lampau
a) Penyakit terdahulu
Tidak ada
b) Trauma terdahulu
Tidak ada
c) Operasi
Tidak ada
d) Sistem saraf
Tidak ada
e) Sistem kardiovaskular
Tidak ada
f) Sistem gastrointestinal
Tidak ada
g) Sistem urinarius
Tidak ada
h) Sistem genital
Tidak ada
i) Sistem muskuloskeletal
Tidak ada
II. Status Present
a) Status umum
Keadaan umum : Tampak sakit Sedang
Kesadaran : compos mentis
Keadaan gizi : ideal
Kulit : sawo matang

b) Pemeriksaan fisik
Tanda vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Pernapasan : 18x/menit
Nadi : 76x/menit
Suhu : 36,50C
Kepala dan Muka
Bentuk dan ukuran : Normal, simetris
Mata : Normal
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : iktreik -/-
Refleks Cahaya : normal
Pupil : normal
Telinga : normal
Hidung : normal
Tenggorokan : normal
Mulut : normal
Gigi : normal

Leher Kelenjar
getah bening : tidak membesar
Kelenjar Gondok : tidak membesar
JVP : 5 – 2 cmH20

Dada (Thorax)
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris, Fremitus
(+)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
BJ I/II reguler murmur (-)

Perut (Abdomen)
Inspeksi : Datar, lemas
Palpasi : NT (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+)
8x/menit
 Regio Lumbal (Flank Area)
Dalam batas normal

 Ekstremitas
Akral hangat, sianosis (-), Edema
tungkai (+/-).
 Genitalia : tidak dilkukan pemeriksaan
 Perianal : tidak dilakukan pemeriksaan
 Neurovaskular : + Normal
Sensibilitas : + Normal
Refleks fisiologis : tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks patologis : tidak dilakukan pemeriksaan

 Tulang Belakang
Tidak terdapat kelainan

c) Status lokalis
Look :
Deformitas : tidak ada
Edema : ada
Luka : luka terbuka + 1/3 distal os femur dextra.
Pemendekan : Tungkai kanan lebih proksimal dari kiri
Platella kanan lebih proksimal dari kiri
Feel
Nyeri tekan : + 1/3 distal os femur dextra
Nyeri sumbu : + 1/3 distal os femur dextra

Move
Nyeri gerak aktif (+)
Nyeri gerak pasif (+)

III. Laboratorium Rutin


a) Darah rutin
Hb

: 11,1 g/dl Leukosit

: 18,680 /ul Eritrosit

: 4,0 /ul
Ht

: 33 %

b) Urin rutin
c) Fases rutin

IV. Resume
Pasien datang dengan keluhan
luka terbuka pada paha kanan
bagian bawah
dan terdapat luka-luka lecet pada tumit kanan dan bagian tungki bawah
akibat kecelakaan lalu lintan ± 3 jam SMRS. Kecelakaan bermula ketika
pasien sedang mengendarai sepeda motor tiba-tiba dari arah depan datang
mobil dan menabrak pasien sehingga pasien terjatuh dan pasien tertimpa
sepeda motor dan kaki terbentur aspal. Pasien mengenakan helm. Pasien
pingsan beberapa saat dan lagsung sadarkan diri kembali. Mual-muntah tidak
ada. Riawayat alkohol tidak ada. Riwayat perdarahan melalui hidung, mulut
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Pernapasan : 18x/menit
Nadi : 76x/menit
Suhu : 36,50C
Look :
Deformitas : tidak ada
Edema : ada
Luka : luka terbuka + 1/3 distal os femur dextra.
Pemendek : Tungkai kanan lebih proksimal dari kiri
an Platella kanan lebih proksimal dari kiri
Feel
Nyeri tekan : + 1/3 distal os femur dextra
Nyeri sumbu : + 1/3 distal os femur dextra
Move
Nyeri gerak aktif (+)
Nyeri gerak pasif (+)
Pemeriksaan lain dalam batas Normal
Laboratorium Rutin
Darah rutin
Hb : 11,1 g/dl
Leukosit : 18,680 /ul
Eritrosit : 4,0 /ul
Ht : 33 %

V. Diagnosis Kerja
Fraktur terbuka os femur 1/3 distal simple obliq cominutive ad axim cum
contractionum dextra

VI. Penatalaksanaan dan Pengobatan


Non farmakologi
1. Reposisi
2. Retain
a. Imobilisasi

Farmakologi
IVFD RL gtt 20/mnt
Ceftriaxon 2 x 1gr
Asam Traneksamat 3 x 1

VII. Pemeriksaan Penunjang


a) Radiologi
VIII. Pemeriksaan Anjuran
Radiologi : rontgen thorax AP

IX. Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad function : dubia ad bonam
Quo ad sanationam: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Femur

Tulang dibagi menjadi 4 bagian yaitu epifisis, lempeng pertumbuhan,


metafisis, dan diafisis. Masing-masing bagian tersebut memiliki karakteristik
yang menentukan kelainan apa yang sering pada daerah tersebut. Epifisis adalah
bagian tulang yang terletak di dalam artikulasi. Lempeng pertumbuhan berfungsi
sebagai pusat pertumbuhan tulang yang hilang pada usia + 15 tahun, cidera pada
bagian ini pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan tulang. Metafisis adalah daerah yang kaya akan pembuluh darah
(end artery) sehingga rawan terjadi infeksi. Diafisis adalah bagian tengah dari
sebuah tulang panjang yang tersusun dari tulang kortikal yang biasanya berisi
sumsum tulang dan jaringan adiposa1.

- Epiphysis Proksimalis
Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris
yang punya
facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya
terdapat cekungan disebut fovea capitis. Caput melanjutkan diri
sebagai collum
femoris yang kemudian disebelah lateral membulat disebut throcantor major
ke arah medial juga membulat kecil disebut trochantor minor. Dilihat dari
depan, kedua bulatan major dan minor ini dihubungkan oleh garis yang
disebut linea intertrochanterica (linea spiralis). Dilihat dari belakang, kedua
bulatan ini dihubungkan oleh rigi disebut crista intertrochanterica. Dilihat
dari belakang pula, maka disebelah medial trochantor major terdapat
cekungan disebut fossa trochanterica2.

- Diaphysis
Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang melintang
merupakan segitiga dengan basis menghadap ke depan. Mempunyai dataran
yaitu facies medialis, facies lateralis, facies anterior. Batas antara facies
medialis dan lateralis nampak di bagian belakang berupa garis disebut linea
aspera, yang dimulai dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan
kasar disebut tuberositas glutea. Linea ini terbagi menjadi dua bibit yaitu
labium mediale dan labium laterale, labium medial sendiri merupakan
lanjutan dari linea intertrochanrterica. Linea aspera bagian distal membentuk
segitiga disebut planum popliseum. Dari trochantor minor terdapat suatu
garis disebut linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen
nutricium, labium medial lateral disebut juga supracondylaris lateralis atau
medialis1.

- Epiphysis distalis
Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan condylus
lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah
bulatan kecil disebut epicondylus medialis dan epicondylus lateralis.
Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan linea aspera bagian distal dilihat
dari depan terdapat dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk
bersendi dengan os. patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya
terdapat garis disebut linea intercondyloidea1,2.
2.2 Definisi Fraktur Femur

Fraktur adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik bersifat total maupun parsial2,3. Fraktur femur adalah
terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung
(kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami
oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok. Kebanyakan fraktur
terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan membengkok, memutar dan
tarikan akibat trauma yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma
langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan
lunak ikut mengalami kerusakan sedangkan trauma tidak langsung apabila
trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh
dengan tangan extensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan
ini biasanya jaringan lunak tetap utuh4.
Tekanan pada tulang dapat berupa: (1) tekanan berputar yang dapat menyebabkan
fraktur bersifat spiral atau oblik, (2) tekanan membengkok yang menyebabkan
fraktur transversal, (3) tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan
fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi, (4) kompresi vertikal dapat
menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya pada vertebra, (5)
trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z, (6) trauma karena tarikan pada
ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang5.

2.3 Etiologi

Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan
lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja,
cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung.
Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan
fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan
dengan terjadinya fraktur berjauhan5.

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu:2
a) Cedera traumatik
- Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
- Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
- Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.

b) Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai
keadaan berikut :
- Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru
yang
tidak terkendali dan progresif.
- Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
- Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.

c) Secara spontan : Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran2,3.

4. Klasifikasi Fraktur Femur

Femur adalah tulang terkuat dan terpanjang pada tubuh manusia, fraktur dapat
terjadi baik dari distal sampai ke proksimal femur5,6. Fraktur femur secara umum
dibedakan atas: fraktur leher femur, fraktur daerah trokanter, fraktur subtrokanter,
fraktur diafisis femur, dan fraktur suprakondiler femur3.

Fraktur leher femur


Fraktur leher femur terjadi pada proksimal hingga garis intertrokanter pada regio
intrakapsular tulang panggul7. Fraktur ini seirng terjadi pada wanita usia di atas
60 tahun dan biasanya berhubungan dengan osteoporosis5. Fraktur leher femur
disebabkan oleh trauma yang biasanya terjadi karena kecelakaan, jatuh dari
ketinggian atau jatuh dari sepeda dan biasanya disertai trauma pada tempat lain.
Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
tempat yang tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi di mana
panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi dapat menyebabkan fraktur leher
femur3.

Berikut ini adalah klasifikasi fraktur leher femur berdasarkan Garden:5,8


 Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi.
 Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser.
 Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang.
 Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.
Gambar 2. Klasifikasi fraktur leher femur menurut Garden3
A. Stadium I C. Stadium III
B. Stadium II D. Stadium IV

Fraktur leher femur harus ditatalaksana dengan cepat dan tepat sekalipun
merupakan fraktur leher femur stadium I. Apabila fraktur femur ini tidak
ditatalaksana dengan cepat, maka akan berkembang dengan cepat menjadi fraktur
leher femur stadium IV5. Selain Garden, Pauwel juga membuat klasifikasi
berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur seperti yang tertera pada gambar 3
yaitu sebagai berikut: 3

 Tipe I, yaitu fraktur dengan garis fraktur 30.


 Tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 50.
 Tipe III, yaitu fraktur dengan garis fraktur 70.

A B
C

Gambar 3. Klasifikasi fraktur leher femur menurut Pauwel3


A. Tipe I B. Tipe II C. Tipe III
Anamnesis biasanya menunjukkan adanya riwayat jatuh dari ketinggian disertai
nyeri panggul terutama daerah inguinal depan. Tungkai pasien dalam posisi
rotasi lateral dan anggota gerak bawah tampak pendek. Pada foto polos penting
dinilai pergeseran melalui bentuk bayangan yang tulang yang abnormal dan
tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher
femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tak bergeser
(stadium I dan stadium II berdasarkan Garden) dapat membaik setelah fiksasi
internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non-union dan
nekrosis avaskular5.

Pengobatan fraktur leher femur dapat berupa konservatif dengan indikasi yang
sangat terbatas dan terapi operatif. Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan
baik pada orang dewasa muda ataupun pada orang tua karena perlu reduksi yang
akurat dan stabil dan diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk
mencegah komplikasi. Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu pemasangan pin,
pemasangan plate dan screw, dan artroplasti yang dilakukan pada penderita umur
di atas 55 tahun, berupa: eksisi artroplasti, herniartroplasti, dan artroplasti total3.

Komplikasi tergantung dari beberapa faktor, yaitu:3


 Komplikasi yang bersifat umum: trombosis vena, emboli paru, pneumonia,
dekubitus
 Nekrosis avaskuler kaput femur
Komplikasi ini biasanya terjadi pada 30% pasien fraktur leher femur dengan
pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasilisasi
fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi nekrosis
avaskuler menjadi lebih besar.
 Nonunion
Lebih dari 1/3 pasien fraktur leher femur tidak dapat mengalami union
terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering pada fraktur
dengan lokasi yang lebih ke proksimal. Ini disebabkan karena vaskularisasi
yang jelek, reduksi yang tidak akurat, fiksasi yang tidak adekuat, dan lokasi
fraktur adalah intraartikuler. Metode pengobatan tergantung pada penyebab
terjadinya nonunion dan umur penderita.
 Osteoartritis sekunder dapat terjadi karena kolaps kaput femur atau nekrosis
avaskuler
 Anggota gerak memendek
 Malunion
 Malrotasi berupa rotasi eksterna

Fraktur intertrokanter
Fraktur intertrokanter menurut definisi bersifat ekstrakapsular3,5. Seperti halnya
fraktur leher femur, fraktur intertrokanter sering ditemukan pada manula atau
penderita osteoporosis. Kebanyakan pasien adalah wanita berusia 80-an5.

Fraktur terjadi jika penderita jatuh dengan trauma lansung pada trokanter mayor
atau pada trauma yang bersifat memuntir. Fraktur intertrokanter terbagi atas tipe
yang stabil dan tak stabil. Fraktur yang tak stabil adalah fraktur yang korteks
medialnya hancur sehingga terdapat fragmen besar yang bergeser yang
mencakup trokanter minor; fraktur tersebut sangat sukar ditahan dengan fiksasi
internal3,5.

Gambaran klinik fraktur intertrokanter biasanya pada pasien tua dan tak sehat.
Setelah jatuh, pasien tidak dapat berdiri. Pada pemeriksaan didapatkan
pemendekkan anggota gerak bawah dan berotasi keluar dibandingkan pada
fraktur servikal (karena fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat
mengangkat kakinya. Fraktur tanpa pergeseran yang stabil pada foto polos dapat
terlihat sebagai tidak lebih dari retakan tipis di sepanjang garis intertrokanter5.
Fraktur tanpa pergeseran dapat dilakukan terapi konservatif dengan traksi.
Pemasangan fiksasi interna dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh fiksasi
yang kuat dan untuk memberikan mobilisasi yang cepat pada orang tua3.

Fraktur batang femur


Fraktur batang femur merupakan fraktur yang sering terjadi pada orang dewasa
muda. Jika terjadi pada pasien manula, fraktur ini harus dianggap patologik
sebelum terbukti sebaliknya. Fraktur spiral biasanya disebabkan oleh jatuh
dengan posisi kaki tertambat sementara daya pemuntir ditransmisikan ke femur.
Fraktur melintang dan oblik biasanya akibat angulasi atau benturan lansung. Oleh
karena itu, sering ditemukan pada kecelakaan sepeda motor. Pada benturan keras,
fraktur mungkin bersifat kominutif atau tulang dapat patah lebih dari satu
tempat5.

Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang femur,
tetapi juga dapat berakibat jelek karena dapat menarik fragmen fraktur sehingga
bergeser. Femur dapat pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor
ganas. Fraktur femur sering disertasi dengan perdarahan masif yang harus selalu
dipikirkan sebagai penyebab syok. Klasifikasi fraktur femur dapat bersifat
tertutup atau terbuka, simpel, komunitif, fraktur Z, atau segmental3.

Gambaran klinik sebagian besar pasien adalah orang dewasa muda. Terjadi syok
hebat, dan pada fraktur tertutup emboli lemak sering ditemukan. Ditemukan
deformitas pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekkan tungkai.
Paha membengkak dan memar3,5. Pada foto polos fraktur dapat terjadi pada setiap
bagian batang, tetapi yang paling sering terjadi adalah sepertiga bagian tengah.
Fraktur dapat berbentuk spiral atau melintang. Pergeseran dapat terjadi pada
setiap arah. Pelvis harus selalu difoto dengan sinar X untuk menghindari
terlewatkannya cedera panggul atau fraktur pelvis yang menyertai5.

Pengobatan dapat berupa terapi konservatif, yaitu:3


 Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot.
 Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut. Indikasi
traksi terutama fraktur yang bersifat komunitif dan segmental.
 Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur
secara klinis.

Terapi operatif yang dapat dilakukan:3


 Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan distal
femur.
 Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi
tertutup ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada fraktur
diafisis.
 Fiksasi ekterna terutama pada fraktur segmental, fraktur komunitif, infected
pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang
hebat.
Komplikasi dini yang dapat terjadi adalah syok, emboli lemak, trauma pembuluh
darah besar, trauma saraf, trombo-emboli, dan infeksi3.

Komplikasi lanjut dapat berupa:3


a. Delayed union, fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam 4
bulan.
b. Nonunion, apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik dicurigai
adanya nonunion dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft.
c. Malunion, bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, maka
diperlukan pengamatan terus-menerus selama perawatan. Angulasi lebih
sering ditemukan. Malunion juga menyebabkan pemendekan pada tungkai
sehingga diperlukan koreksi berupa osteotomi.
d. Kaku sendi lutut, setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan
pergerakan pada sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi
periartikuler atau adhesi intramuskuler. Hal ini dapat dihindari apabila
fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.
e. Refraktur, terjadi apabila mobilisasi dilakukan sebelum terbentuk union
yang solid.

Fraktur suprakondiler femur


Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan
batas metafisis dengan diafisis femur. Fraktur terjadi karena tekanan varus atau
valgus disertai kekuatan aksial dan putaran. Klasifikasi fraktur suprakondiler
femur terbagi atas: tidak bergeser, impaksi, bergeser, dan komunitif, yang dapat
dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Klasifikasi fraktur suprakondiler3

A. Fraktur tidak bergeser C&D. Fraktur bergeser


B. Fraktur impaksi E. Fraktur komunitif

Gambaran klinis pada pasien ditemukan riwayat trauma yang disertai


pembengkakan dan deformitas pada daerah suprakondiler. Krepitasi mungkin
ditemukan2,3.

Pengobatan dapat dilakukan secara konservatif, berupa: traksi berimbang dengan


mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, Cast-bracing, dan
spika panggul. Terapi operatif dapat dilakuan pada fraktur terbuka atau adanya
pergeseran fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif. Terapi
dilakukan dengan mempergunakan nail-plate dan screw dengan macam-macam
tipe yang tersedia2,3,5.

Komplikasi dini yang dapat terjadi berupa: penetrasi fragmen fraktur ke kulit
yang menyebabkan fraktur menjadi terbuka, trauma pembuluh darah besar, dan
trauma saraf. Komplikasi lanjut dapat berupa malunion dan kekakuan sendi
lutut2.

Fraktur subtrokanter
Fraktur ini dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat trauma yang hebat.
Gambaran klinisnya berupa anggota gerah bawah keadaan rotasi eksterna,
memendek, dan ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai
nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur
yang terjadi di bawah trokanter minor. Garis fraktur bisa bersifat tranversal,
oblik, atau spiral dan sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam
keadaan posisi fleksi sedangkan distal dalam keadaan posisi abduksi dan bergeser
ke proksimal. Pengobatan dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna dengan
menggunakan plate dan screw. Komplikasi yang sering timbul adalah nonunion
dan malunion. Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan osteotomi atau bone
grafting2.
5. Diagnosis

Pemeriksaan yang dilakukan dalam menegakkan diagnosis :2


a. Riwayat penderita
Menggali gejala/keluhan yang membuat pasien datang untuk diperiksa
seperti riwayat trauma; waktu, cara, lokasi terjadinya trauma. Sifat
nyerinya, riwayat penyakit lainnya serta latar belakang sosialnya.

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
- Syok, anemia atau pendarahan
- Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen
- Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis2.

c. Pemeriksaan lokal
Inspeksi (Look)
Pembengkakan,
memar dan
deformitas
(penonjolan yang
abnormal,
angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting
adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan
dengan fraktur, cedera terbuka
Palpasi (Feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal
dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera
pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan
Pergerakan (Movement)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting
untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian
distal cedera3,5.

d. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis
atau neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik
karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita
serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya3.

e. Pemeriksaan radiologi
Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan
untuk
menetapkan kelainan tulang dan sendi :

Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang
bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan
pemeriksaan radiologis2.

Tujuan pemeriksaan radiologis :


 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
 Untuk konfirmasi adanya fraktur
 Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen
serta pergerakannya
 Untuk menentukan teknik pengobatan
 Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
 Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-
artikuler
 Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
 Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.2

Gambar 5. Fraktur batang femur9


Contoh foto pemeriksaan radiologis :
 CT-Scan
Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian
tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis.
Pemeriksaan ini menggunakan pesawat khusus10,11.
Gambar 6. Fraktur femur10
 MRI
MRI dapat digunakan untuk memeriksa hampir semua tulang, sendi, dan
jaringan lunak. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera
tendon, ligamen, otot, tulang rawan, dan tulang11.

Gambar 7. Fraktur collum femur11

6. Pentalaksanaan

Prinsip Umum
Pengobatan bedah ortopedi secara umum mengikuti prinsip dasar pengobatan
penyakit lainnya dan berpedoman kepada hukum penyembuhan (law of nature),
sifat penyembuhan, serta sifat manusia pada umumya. Disamping pemahaman
tentang prinsip dasar pengobatan yang rasional, metode pengobatan disesuaikan
pula secara individu terhadap setiap penderita. Pengobatan yang diberikan juga
harus berdasarkan alasan mengapa tindakan ini dilakukan serta kemungkinan
prognosisnya5.

Secara umum prinsip pengobatan bedah ortopedi adalah :


 Jangan membuat keadaan lebih buruk bagi penderita (Iatrogenik)
 Pengobatan berdasarkan pada diagnosis dan prognosis yang tepat
 Pilih jenis pengobatan yang sesuai dengan keadaan penyakit penderita
 Ciptakan kerja sama yang baik tanpa melupakan hukum penyembuhan alami
 Pengobatan yang praktis dan logis
 Pilih pengobatan secara individu
 Jangan melakukan pengobatan yang tidak perlu5.
Metode pengobatan kelainan bedah ortopedi
Pada umumnya penanganan pada bidang bedah ortopedi dapat dibagi dalam tiga
cara, yaitu:
a) Tanpa pengobatan
Sekurang-kurangnya 50% penderita (tidak termasuk fraktur) tidak
memerlukan tindakan pengobatan dan hanya diperlukan penjelasan serta
nasihat-nasihat seperlunya dari dokter. Tapi tidak jarang penderita belum
merasa puas bila hanya diberikan nasihat (terutama oleh dokter umum)
sehingga perlu dirujuk kedokter ahli bedah tulang untuk penjelasan rinci
tentang penyakit yang diderita dan prognosisnya5.

b) Pengobatan non-operatif
 Bed Rest
Bed rest merupakan salah satu jenis metode pengobatan, baik secara
umum ataupun hanya lokal dengan
mengistirahatkan anggota gerak/tulang belakang dengan cara-cara
tertentu5.

 Pemberian alat bantu


Alat bantu ortopedi dapat terbuat dari kayu, aluminium atau gips,
berupa bidai, gips korset, korset badan, ortosis (brace), tongkat atau
alat jalan lainnya. Pemberian alat bantu bertujuan untuk
mengistirahatkan bagian tubuh yang mengalami gangguan, untuk
mengurangi beban tubuh, membanu untuk berjalan, untuk stabilisasi
sendi atau utuk mencegah deformitas yang ada bertambah berat.

Alat bantu ortopedi yang diberikan bisa bersifat sementara dengn


menggunakan bidai, gips pada badan (gips korset), bisa juga untuk
pemakaian jangka waktu lama/permanen misalnya pemberian ortosis,
protesa, tongkat atau pemberian alat jalan lainnya untuk menyangga
bagian-bagian dari anggota tubuh/anggota gerak yang mengalami
kelemahan atau kelumpuhan pada penderita5.

 Pemberian obat-obatan
Pemberian obat-obatan dalam bidang ortopedi meliputi:
- Obat-obat anti-bakteri
- Obat-obat anti inflamasi
- Analgetik dan sedatif
- Obat-obat khusus
- Obat-obat sitostatika
- Vitamin
- Injeksi lokal3,5.

c) Pengobatan operatif
 Amputasi
Indikasi pelaksanaan amputasi adalah:
- Mengancam kelangsungan hidup penderita misalnya pada luka
remuk (crush injury), sepsis yang berat (misalnya gangren),
adanya tumor-tumor ganas.
- Kematian jaringan baik akibat diabetes melitus, penyakit
vaskuler, setelah suatu trauma, kombusio atau nekrosis akibat
dingin.
- Anggota gerak tidak berfungsi sama sekali (merupakan gangguan
atau benda asingsaja), sensibilitas anggota gerak hilang sama
sekali, adanya nyeri hebat, malformasi hebat atau osteomilitis
yang disertai dengan kerusakan hebat5.

 Eksostektomi
Ini adalah operasi pengeluaran tonjolan tulang/tulang rawan misalnya
pada osteoma tulang frontal atau osteokondroma5.

 Osteotomi
Osteotomi merupakan tindakan yang bertujuan mengoreksi deformitas
pada tulang, misalnya osteotomi tibial akibat malunion pada tibia
(akibat angulasi atau akibat rotasi) atau pada kubitus varus sendi siku
setelah suatu fraktur suprakondiler humeri pada anak. Osteotomi juga
untuk mengurangi rasa nyeri pada osteoartritis di suatu sendi. Pada
osteoartritis akibat genu varus misalnya, untuk mengurangi nyeri
terutama pada kompartemen medial sendi lutut dilakukan osteotomi
tinggi tibia5.

 Osteosintesis
Osteosintesis adalah operasi tulang untuk menyambung dua bagian
tulang atau lebih dengan menggunakan alat-alat fiksasi dalam seperti
plate, screw, nail plate, wire/k-wire. Teknik osteosintesis yang terkenal
adalah metode AO-ASIF (Association for the Study of Internal
Fixation) yang mengadakan kursus secara teratur di Davos,
Swistzerland. Prinsip dasar metode ini adalah fiksasi rigid dan
mobilisasi dini pada anggota gerak5.

 Bone grafting (tandur alih tulang)


Dikenal tiga sumber jaringan tulang yang dapat dipakai dalam bone
graft yaitu :

- Autograft
Disebut autograft bila sumber tulang berasal dari penderita
sendiri (dari kristal iliaka, kosta, femur distal, tibia proksimal
atau fibula). Daerah sumber disebut daerah donor sedangkan
daerah penerima disebut resipien.

- Allograft (homograft)
Disebut allograft bila sumber tulang berasal dari orang lain yang
biasanya disimpan dalam bank tulang, misalnya setelah operasi
sendi panggul atau operasi-operasi tulang yang besar. Selain itu,
allograft juga bisa dari tulang mayat.

- Xenograft (heterograft)
Disebut heterograft bila sumber tulang bukan berasal dari tulang
manusia, tetapi dari spesies yang lain.2
T
O
JK
TE
KT
S
ETED
E
R
U
K
E
RK
V
R
K
UR

NA
L
A
E
S
A
ES
S
AN
S
K
A
T
L
IR
K
KL
T
S
T
E
S
RS
TB
O
RSR

TE
IU
OI
EPI
AMD
M'

Y
N
L
HIK
SG
K
S
KSI
K
A U
KT
A
K
U
K
TUT
T
E
M
L
/AEL
E
LASA

RSL
I
L
SIKS
A
TL
O
A
ET
TI

T
KT
WT
NBA

E
AOAS
ABT
NLR
LI
U
AWT

A
C
A
RS

R
LC
BT
AKH
UA
HE
C'
SLA
R
TS
S
A K
R
P
I
E
NEA
OE

LCK
NX
EUEL
T

DTY

A-

N
LS
S

UI

ST
O
PR
N

E
2.7 Jenis Traksi

Traksi mempunyai peran penting dalam menangani kasus-kasus Ilmu Bedah


Tulang. Traksi merupakan salah satu pengobatan konservatif yang mudah
dilakukan oleh setiap dokter dan bermanfaat dalam mereduksi suatu fraktur atau
kelainan-kelainan lain seperti spasme otot. Traksi yang dipakai memakai
pemberat dengan berat badan penderita sebagai counter traksi3.
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan dari traksi adalah untuk
menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki
deformitas dan mmpercepat penyembuhan3.

Dikenal dua jenis pemasangan traksi, yaitu:

Traksi Kulit
Traksi kulit menggunakan plester lebar yang direkatkan pada kulit dan diperkuat
dengan verban elastis. Berat maksimum yang dapat diberikan adalah 5 kg yang
merupakan batas toleransi kulit. Traksi kulit digunakan untuk periode yang
pendek dan lebih sering untuk manajemen temporer fraktur femur dan dislokasi
serta untuk mengurangi spasme otot dan nyeri sebelum pembedahan5.

Traksi kulit dapat untuk terapi definitif maupun sementara atau sebagian
pertolongan pertama. Tenaga traksi dilanjutkan pada tulang lewat fasia
superficial, fasia dalam (deep) dan / serta intermuskular. Tenaga traksi berlebih
dapat menimbulkan laserasi kulit. Berat maksimum sebaiknya tidak melebih 5
Kg, tergantung dari besar atau kecilnya penderita dan dari usia penderita.
Bilamana digunakan beban maksimal sebaiknya hanya 1 minggu. Bilamana
kurang dari beban tersebut, dan kulit penderita diperiksa 2 kali minggu, traksi
kulit dapat digunakan dengan aman selama 4-6 minggu. Indikasi traksi kulit
antara lain : 3,5
 Terapi pilihan pada fraktur femur dan beberapa fraktur suprakondiler
humeri anak-anak.
 Pada reduksi tertutup dimana manipulasi dan mobilisasi tidak dapat
dilakukan.
 Pengobatan sementara pada fraktur sampai menunggu terapi definitif.
 Fraktur yang sangat bengkak dan tidak stabil misalnya pada fraktur
suprakondiler humeri pada anak-anak.
 Untuk traksi pada spasme otot atau pada kontraktur sendi5.

Kontraindikasi traksi kulit, yaitu :


 Jika terdapat abrasi kulit
 Laserasi pada kulit
 Gangguan sirkulasi seperti varises atau impending gangrene.
 Dermatitis
 Beban yang dibutuhkan lebih besar dari maksimal beban traksi kulit5.

Komplikasi traksi kulit, yaitu :


- Timbul reaksi alergi pada traksi kulit berperekat
- Abrasi, ekskoriasi atau infeksi kulit5.

Traksi kulit pada ekstremitas atas5

Dunlop’s skin traction


Penderita telentang, bahu abduksi dan sedikit fleksi, siku dalam fleksi.
Modifikasi : dengan countertraction pada humerus. Traksi Dunlop dapat
dilakukan pada fraktur suprakondiler humerus yang disertai pembengkakan
selama beberapa hari sampai pembengkakan mereda. Setelah pembengkakan
mereda dapat dilajutkan dengan reposisi tertutup. Kerugian :
 tidak dapat dilakukan bila mana terdapa luka-luka pada lengan.
 bilamana ada gangguan vaskuler  sirkulasi  bahaya

Gambar 8.
skin
Dunlop’s
traction
Traksi kulit ekstremitas bawah

Traksi Kulit Buck’s Extension


Traksi Buck adalah traksi kulit seimbang dengan menggunakan dorongan pada
satu tempat terhadap ekstremitas bawah melalui perluasan kulit. Traksi Buck
digunakan sebagai pengukuran jangka pendek dengan tahanan traksi yang
dibutuhkan untuk imobilisasi fraktur panggul sebelum pembedahan dan
mengurangi spasme otot. Hal ini juga bisa digunakan untuk dislokasi panggul,
kontraktur panggul dan lutut, dan nyeri pinggang bawah bilateral3,5.

Pasien diposisikan dalam posisi supine dengan kaki lurus pada posisi alami,
dimana melalaikan abduksi. Pembungkus kemudian diaplikasikan dan tahanan
traksi digunakan segaris dengan panjang aksis kaki melalui tali yang diikat di
kaki dari perluasan melewati katrol pada akhir tempat tidur yang dihubungkan
dengan pemberat. Katrol tidak mempunyai efek pada tahanan fraksi tetapi
bertindak untuk merubah arah dorongan untuk bekerja dengan
gravitasi.Kontertraksi dicapai dengan mengelevasikan kaki dari tempat tidur pada
ketinggian tertentu untuk mencegah pasien terjatuh dari tempat tidur6.

Untuk mengoptimalisasi kenyamanan pasien adalah hal yang penting untuk


mempunyai keseimbangan antara tahanan traksi dengan tahanan kontertraksi.
Jika tempat tidur butuh untuk dielevasikan terlalu tinggi untuk mencegah pasien
terdorong dari tempat tidur maka pemberat dapat terlalu berat dan perlu untuk
ditinjau ulang6.

Tujuan utama penggunaan adalah untuk mengurangi spasme otot-otot disekitar


lutut atau panggul. Jangan gunakan traksi ini untuk kelainan kelainan pada tulang
panggul. Kuasai sebagian rotasi untuk meletakkan tungkai diatas bantal dan
dengan penggunaan kantong-kantong pasir pada sisi lateral dan medial
(seperlunya)5.

Management nyeri merupakan bagian penting dalam perawatan. Nyeri dapat


dinilai dengan menggunakan skala 1-10 dan pasien harus diberi analgetik
sebelum nyeri menjadi lebih parah. Beri pendidikan kesehatan untuk mencegah
ketakutan. Sama dengan pasien yang imobilisasi ada tingginya resiko untuk
konstipasi tidak hanya menghasilkan imobilitas tetapi juga kombinasinya dengan
pemberian analgetik.
Pada dislokasi panggul tipe anterior, traksi kulit menurut cara ekstensi Buck
sampai beberapa hari setelah dilakukan reposisi. Setelah itu dilanjutkan dengan
pemasangan spika panggul selama 4-6 minggu3,6. Bahaya Traksi Kulit :
 Distal oedema
 Kerusakan vaskular
 Peroneal nerve palsy
 Nekrosis kulit melalui tulang-tulang prominen

Gambar 9.
Traksi Kulit
Buck’s Extension

Traksi Hamilton- Russell2


 Dapat digunakan untuk patah tulang panjang atau femur, terutama
untuk anak-anak dengan berat badan dari sekitar 20-30 kg dan
patokan lain adalah usia
 Dapat digunakan dengan pemasangan traksi kulit atau dalam
keadaan tertentu dengan pin lewat tibia distal
 Gunakan juga sling di bawah paha pada distal bagian posterior
untuk mencegah penekanan terhadap fosa poplitea
Gambar 10. Traksi Hamilton- Russell

Traksi Gallows
Traksi ini digunakan pada bayi dan anak-anak dengan fraktur femur. Adapun
Indikasi Traksi Gallow’s adalah:
 Berat anak-anak harus kurang dari 12 kg
 Fraktur femur
 Kulit harus intak
 Kedua dari femur yang fraktur dan yang baik ditempatkan5,6

Dalam traksi kulit dan bayi ditahan dari sudut yang istimewa. Compromise
vascular merupakan bahaya terbesar. Periksa sirkulasi dua kali sehari. Pantatnya
harus diangkat jangan mengenai tempat tidur. Secara umum traksi dilakukan
dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan
disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu
panjang tulang yang patah5,6.

Gambar 11. Traksi Gallows


Traksi Skeletal 5,6
Traksi pada tulang biasanya menggunakan kawat Kirschner (K-wire) atau batang
dari steinmann pada lokasi-lokasi tertentu, yaitu:
 Proksimal tibia
 Kondilus femur
 Olekranon
 Kalkaneus (jarang dilakukan karena komplikasinya)
 Traksi pada tengkorak
 Trokanter mayor
 Bagian distal dari metakarpal

Traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera dan sendi panjang
untuk mempertahankan traksi. Traksi ini menunjukkan tahanan dorongan yang
diaplikasikan langsung ke skeleton melalui pin, wire yang telah dimasukkan
kedalam tulang. Untuk melakukan ini berat yang besar dapat digunakan. Traksi
skeletal digunakan untuk fraktur yang tidak stabil, untuk mengontrol rotasi
dimana berat lebih besar dari 25 kg dibutuhkan dan fraktur membutuhkan traksi
jangka panjang.

Pada traksi tulang, pin metal atau kawat diletakkan melalui tulang. Hal ini berarti
tenaga traksi diaplikasikan langsung ke tulang. Traksi tulang jarang digunakan
pada penanganan fraktur bagian tubuh atas namun sering digunakan dalam
penanganan fraktur bagian tubuh bawah. Komplikasi serius pada traksi tulang
adalah osteomyelitis.

Kulit hanya bisa dapat menahan sekitar 5 kg traksi pada orang dewasa. Jika lebih
dari ini tahanan yang dibutuhkan untuk mendapatkan dalam menjaga reduksi,
traksi tulang mungkin diperlukan. Hindari traksi tulang pada anak-anak- plate
pertumbuhan dapat dengan mudah hancur dengan pin tulang.

Setiap tahanan diperlukan tahanan yang berlawanan. Jika traksi mendorong


tungkai kedistal pasien akan meluncur turun melalui katrol, dan traksi tidak akan
menjadi efektif. Berikan tahanan yang berlawanan dengan meninggikan kaki dari
kasur pada blok tertentu. Dengan merubah tempat tidur pada arah berlainan
tendensi untuk meluncur akan ditahan. Pada traksi servikal sisi depan dari tempat
tidur harus ditinggikan, dan dengan traksi Dunlop sisi tempat tidur dekat dengan
luka membutuhkan elevasi. Indikasi penggunaan traksi tulang:
 Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg
 Traksi pada anak-anak yang lebih besar
 Pada fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik, atau kominutif
 Fraktur-fraktur daerah sendi
 Fraktur terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana fiksasi eksterna
tidak dapat dilakukan
 Dipergunakan sebagai traksi langsung pada traksi yang sangat berat,
misalnya dislokasi panggul yang lama sebagai persiapan terapi definitif.

Komplikasi Traksi Skeletal:


 Infeksi
Terkenal dengan nama Pin Tract Infection. Dimana
cara-cara
pemasangan dan perawatan harus betul-betul dikuasai dan bila timbul
sequester sebaiknya pin wire dicabut.
 Distraksi.
Harus waspada dengan mengukur / membandingkan panjang tungkai
karena bahayanya (delayed union, non union).
 Paralisa Syaraf
Hati-hati bila menggunakan beban berat serta harus adanya observasi
seksama.
 Patahnya pin/kawat
Gunakan busur yang baik. Kegunaan diliputi pin dalam gips (kesatuan
Charnley).
 Dekubitus
 Kongesti
paru
 Konstipas
i
 Anoreksia
 Trombosi
s vena
profunda

Traksi skeletal
ekstremitas atas2
Overbody atau
lateral skeletal
traction
(overhead).
Gambar 12. Traksi skeletal ekstremitas atas

Traksi skeletal dengan pin lewat olekranon, siku 90 derajat, bahu dalam
fleksi tanpa abduksi. Untuk mencegah tangan dan pergelangan terlalu
pegal – pakai bidai gips. Bisa dengan menggunakan Shoulder Spica Cast.

Traksi skeletal ekstremitas bawah14


Indikasi umum untuk traksi skeletal pada ekstremitas bawah yaitu:
 Fraktur vertical tidak stabil pada cincin pelvis ketika fiksasi eksternal
tidak dapat menjaga stabilitas vertical, dan ketika fiksasi internal pada
bagian posterior dari cincin pelvis tidak memungkinkan.
 Fraktur pada asetabulum dengan perpindahan minimal ketika fiksasi
interna tidak diindikasikan, fraktur berpotensi tidak stabil, dan pasien
merupakan calon baik untuk terapi traksi.
 Fraktur tidak stabil pada asetabulum ketika salah satu dari tulang atau
kondisi jaringan lunak atau factor sistemik kontraindikasi fiksasi interna.
 Fraktur panggul (basilar neck, intertrokanter atau subtrokanter) ketika
jaringan lunak lokal atau kondisi tulang atau kondisi
sistemik kontraindikasi operasi
 Fraktur pada batang dan area suprakondilar femur dimana internal atau
eksternal fiksasi merupakan kontraindikasi.
 Fraktur kominutif pada tibia ketika traksi merupakan kebutuhan untuk
menjaga kesegarisan (alignment) dan memudahkan gerakan dini, dan
ketika internal atau eksternal fiksasi tidak mungkin dikerjakan
 Fraktur pada batang tibia dan fibula ketika keterlambatan dalam terapi
inisial atau pemendekan yang tidak dapat diterima dengan koreksi
pembalut gips.
 Fraktur kominutif pada distal tibia dan fibula dan sendi pergelangan kaki,
dimana gerakan dini pada sendi pergelangan kaki diinginkan dan internal
atau eksternal traksi merupakan kontraindikasi.

Gambar 13. Skeletal traksi

Kesatuan Traksi Charnley14


i. Berguna untuk penggunaan traksi pada tungkai bawah, dan sangat
dianjurkan penggunaanya.
ii. Dengan menggunakan pin atau wire pada proksimal tibia dan kemudian
pin atau wire diliputi oleh gips atau tungkai pendek
iii Kegunaan:
1 Kaki dan pergelangan kaki dapat dipertahankan
dalam posisi
fungsional
2 Karena tungkai dalam gips tidak ada tekanan
pada otot betis atau
nervus peroneus.
3 Gerakan pada pin atau wire sedikit sekali
Gambar 14. Kesatuan Traksi Charnley

Traksi Skeletal Balanced- Suspension14


i. Melakukan traksi langsung pada tibia atau femur melalui pin atau wire
ii. Tungkai diletakan pada suatu Thomas Spint dengan atau tanpa suatu
Pearson Attachment
iii. Pearson Attachment memungkinkan pergerakkan pada sendi lutut, sehingga
berguna untuk mencegah kekakuan sendi lutut

Gambar 15. Traksi Skeletal Balanced- Suspension

iv Dengan menggunakan katrol-katrol pada Thomas Spint, keseluruhan


tungkai dapat mengambang bebas, dengan traksi pada tempat patah tetap
berjalan.

Traksi Skeletal Terpaku (Fixed Skeletal Traction)14


Digunakan untuk patah tulang femur sambil menunggu tindakan terapi
tetap, berupa fiksasi interna atau untuk pengangkutan ke rumah sakit
rujukan yang letaknya agak jauh.
Gunakan :
1 Bilamana karena kedudukan buruk, diperlukan anastesi umum
atau regional.
2 Kesatuan traksi Charnley

Gambar 16. Traksi Skeletal Terpaku

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitive, prinsip


pengobatan fraktur ada empat (4R), yaitu:5,6

 Recognition
Prinsip pertama adalah diagnosis dan menilai keadaan fraktur, dilakukan
dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal
pengobatan Perlu diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan
teknik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi
selama dan sesudah pengobatan.

 Reduction
Reduksi fraktur apabila perlu. Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk
mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intra-artikuler
diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi
normal dan mencegah komplikasi serta kekauan, deformitas, serta perubahan
osteoarthritis dikemudian hari. Posisi yang baik adalah alignment yang
sempurna dan aposisi yang sempurna. Fraktur seperti fraktu klavikula, iga,
dan fraktur impaksi humerus tidak memerlukan reduksu. Angulasi <5% pada
tulang panjang anggota gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai
10% pada humerus dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%
dan over-riding tidak melebihi 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi
tidak dapt diterima dimanapun lokalisasi fraktur.

 Retention
Imobilisasi fraktur
 Rehabilitation
Mengembalikan
aktifitas
fungsional
semaksimal
mungkin

8. Penyembuhan
fraktur

Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang, sehingga


dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan beban secara lebih
awal. Tujuan ini tercakup dalam tiga keputusan yang sederhana : reduksi,
mempertahankan dan lakukan latihan12.

Menurut (Carter, 2003) jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak di sekitarnya
juga rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup
berat dan bekuan darah akan terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan darah akan
membentuk jaringan granulasi didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang
primitif (osteogenik) dan berdiferensiasi menjadi krodoblas dan osteoblas.
Krodoblas akan mensekresi posfat, yang merangsang deposisi kalsium.
Terbentuk lapisan tebal (kalus) disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal
dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen tulang dan menyatu.
Penyatuan dari kedua fragmen terus berlanjut sehingga terbentuk trebekula oleh
osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur12.

9. Prognosis

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak


seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa
jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum
pada penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami
kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai smapai terjadi
konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang
secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga
merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.2

Anda mungkin juga menyukai