DISUSUN OLEH:
1. FEBRITA LAYSA SUSANA
P07120112060
P07120112068
3. RISKI OKTAFIAN
P07120112075
FRAKTUR ANKLE
A.
Definisi
Fraktur (patah tulang) pada ujung distal fibula dan tibia merupakan istilah
Epidemiologi
Insidens sering terjadi pada :
1.
2.
Fraktur
pada
anak-anak
pada
umunya
melibatkan
lempeng
pertumbuhan.
3.
4.
C.
Angka kejadian fraktur ini lebih tinggi pada kelompok dewasa muda.
Etiologi
1.
2.
D.
1.
2.
Klasifikasi
Lauge-Hansen (1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya
Weber type A
Fraktur fibula dibawah tibiofibular syndesmosis yang disebabkan
adduksi atau abduksi. Medial maleolus dapat fraktur atau deltoid
ligamen robek.
2.
Weber type B
Fraktur oblique dari fibula yang menuju ke garis syndesmosis.
Disebabkan cedera dengan pedis external rotasi syndesmosisnya intak
tapi biasanya struktur dibagikan medial ruptur juga.
3.
Weber type C
Fibulanya patah diatas syndesmosis disebut C1 bila 1/3 distal dan C2
bila lebih tinggi lagi. Disebabkan abduksi saja atau kombinasi abduksi
dan external rotasi. Syndsmosis & membrana interosseus robek juga.
E.
Patofisiologi
Penyelidikan-penyelidikan mekanisme trauma pada sendi talocrural ini
telah dilakukan sejak lama sekali. Tapi baru setelah tahun 1942 oleh penemuanpenemuan berdasarkan penyelidikan eksperimentil pada preparat-preparat
anatomik, Lauge Hansen dari Denmark berhasil melakukan pembagian dari
jenis-jenis trauma serta berdasarkan pembagian ini hampir semua fraktur serta
trauma dapat dibagi dalam 5 dasar mekanismenya.
1.
Trauma supinasi/Eversi
Dalam jenis ini termasuk lebih dari 60% dari fraktur sekitar sendi
talocrural.
2.
Trauma Pronasi/Eversi
Tidak begitu sering, hanya kurang lebih 7 -- 8% fraktur sekitar sendi
talocrural.
3.
Trauma Supinasi/Adduksi
Antara 9 -- 15% dari fraktur sendir talocrural termasuk golongan ini.
4.
Trauma Pronasi/Abduksi
Sekitar 6 -- 17% fraktur sendi talocrural.
5.
Trauma Pronasi/Dorsifleksi
Sangat jarang terjadi tapi perlu disebutkan.
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi
dalam beberapa macam trauma:
1.
Trauma abduksi
Tauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis
yang bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulsi
atau robekan pada ligamen bagian medial.
2.
Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang
bersifat oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma
adduksi juga bisa hanya menyebabkan strain atau robekan pada
ligamen lateral, tergantung dari beratnya trauma.
3.
4.
F.
Manifestasi Klinis
Pada fraktur pergelangan kaki penderita akan mengeluh sakit sekali dan
Sering juga
G.
Komplikasi
1.
Vaskuler
Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi
gangguan pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan
reposisi secepatnya.
2.
Malunion
Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang
tidak akurat yang akan menimbulkan osteoarthritis.
3.
Osteoartritis
4.
Algodistrofi
Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri,
terdapat pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki.
Dapat terjadi perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.
5.
H.
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik perlu dilakukan bilamana dicurigai adanya patah
tulang atau disangka adanya suatu robekan ligamen. Biasanya pemotretan dari
dua sudut, anteroposterior dan lateral sudah akan memberikan jawaban adanya
hal-hal tersebut. Pandangan oblique tidak banyak dapat menambah keterangan
lain. Untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik mengenai permukaan sendi
talocrural, suatu pandangan anteroposterior dengan kaki dalam inversi dapat
dilakukan. Suatu stress X-ray dapat dibuat untuk melihat berapa luas robekan
dari ligamen, hal ini terutama berguna untuk ligamenta lateral. Diastasis sendi
(syndesmosis) tibiofibular distal penting sekali untuk dikenali. Tapi tidak ada
suatu cara khusus untuk melihat luasnya diastasis ini. Suatu fraktur fibula diatas
permukaan sendi talocrural (dapat sampai setinggi 1/3 proksimal fibula) secara
tersendiri (tanpa fraktur tibia pada ketinggian yang sama), selalu harus
diperhatikan akan kemungkinan adanya suatu diastasis. Diastasis juga jelas bila
ada subluksasi talus menjauhi malleolus medialis. Tapi bila tidak terdapat
subluksasi ini, belum berarti tidak adanya suatu diastasis.
I.
2.
Imobilisasi fraktur
Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
3.
4.
Langkah Umum
a.
b.
c.
Fraktur fibula yang terisolasi atau fraktur malleolus media yang tak
bergeser harus dipasangi casting below-the-knee.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
5.
Aktivitas
a.
Pergelangan
kaki
harus
diangkat
untuk
mengurangi
pembengkakan.
b.
6.
Perawatan
Penggosokan pada splint atau cast sebaiknya tidak dilakukan.
7.
Terapi Fisik
ROM pada sendi MTP dan, kemudian, pada pergelangan kaki dan
pertengahan kaki penting dilakukan untuk mencegah kontraktur dan
mengurangi parut jaringan lunak.
8.
Medikamentosa
a.
b.
Operasi
Selain persoalan yang terdapat mengenai tindakan operatip pada
fraktur yang tidak stabil ada beberapa trauma pada sendi talocrural
yang memang merupakan indikasi untuk tindakan operatip, seperti :
1)
2)
3)
Fraktur
Posterior
marginal
(VOLKMAN
Striangle)
daritibia,
Follow Up
a.
b.
c.
10. Disposisi
11. Rujukan
Fraktur tidak stabil atau yang bergeser harus segera dirujuk ke dokter
spesialis ortopedi.
J.
Prognosis
Pada umumnya fraktur pergelangan kaki dapat sembuh tanpa komplikasi
2.
3.
4.
Sindrom kompartemen.
5.
6.
7.
8.
9.
peningkatan
jumlah
pasien
yang
mengalami
nyeri
K.
Pemeriksaan Fisik
1.
Pengkajian primer
a.
Airway
Breathing
Circulation
2.
Pengkajian sekunder
a.
Aktivitas/istiraha
Sirkulasi
c.
Neurosensori
Kesemutan,
deformitas,
krepitasi,
Kenyamanan
kram otot
e.
Keamanan
:Laserasi
kulit,
perdarahan.
perubahan
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Anamnesa
a.
Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b.
Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan
menerangkan
seberapa
jauh
rasa
sakit
mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
5) Time:
berapa
lama
nyeri
berlangsung,
kapan,
apakah
d.
petunjuk
berapa
lama
tulang
tersebut
akan
kronik
dan
juga
diabetes
menghambat
proses
penyembuhan tulang
e.
f.
Riwayat Psikososial
Merupakan
respons
emosi
klien
terhadap
penyakit
yang
g.
obat
steroid
yang
dapat
mengganggu
terhadap
menentukan
pola
penyebab
nutrisi
masalah
klien
bisa
membantu
muskuloskeletal
dan
pada
lansia. Selain
itu
juga
obesitas
juga
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien
perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji
adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya
fraktur dibanding pekerjaan yang lain
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan
kecacatan
akibat
frakturnya,
rasa
cemas,
rasa
Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah
yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1)
Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a)
b)
erytema,
suhu
sekitar
daerah
trauma
ada
gangguan
yaitu
simetris,
tidak
ada
(4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(5) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan)
(6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
(7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
(9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(10) Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
(11) Jantung
(a)
Inspeksi
Palpasi
(c)
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
2)
Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(1) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
(2) Cape au lait spot (birth mark).
(3) Fistulae.
(4) Warna
kemerahan
atau
kebiruan
(livide)
atau
hyperpigmentasi.
(5) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal
yang tidak biasa (abnormal).
(6) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary
refill time Normal > 3 detik
(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,
nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c)
Setelah
melakukan
pemeriksaan
feel,
kemudian
diteruskan
dengan
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Pemeriksaan Radiologi
Sebagai
penunjang,
pemeriksaan
yang
penting
adalah
pencitraan
2)
4)
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1)
Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
2)
paksa.
4)
Computed
Tomografi-Scanning:
menggambarkan
potongan
secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b.
Pemeriksaan Laboratorium
1)
tulang.
2)
(LDH-5),
Pemeriksaan lain-lain
1)
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
fraktur.
4)
tulang.
6)
pengetahuan
tentang
kondisi,
prognosis
dan
kebutuhan
RENCANA KEPERAWATAN
NO
DX
1
DIANGOSA
KEPERAWATAN DAN
KOLABORASI
Nyeri akut b/d spasme otot,
gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas,
luka
operasi.
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
NOC
NIC
v Pain Level,
Pain Management
v Pain control,
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
v Comfort level
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Kriteria Hasil :
kualitas dan faktor presipitasi
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu
2. Observasi
reaksi
nonverbal
dari
penyebab
nyeri,
mampu
ketidaknyamanan
menggunakan
tehnik
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
nonfarmakologi untuk mengurangi
mengetahui pengalaman nyeri pasien
nyeri, mencari bantuan)
4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
5. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
dengan menggunakan manajemen
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
nyeri
lampau
3. Mampu mengenali nyeri (skala,
6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
intensitas, frekuensi dan tanda
menemukan dukungan
nyeri)
7. Kurangi faktor presipitasi nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman setelah
8. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
nyeri berkurang
9. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
5. Tanda vital dalam rentang normal
10. Tingkatkan istirahat
11. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
12. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri
NOC :
NIC :
v Respiratory Status : Gas exchange
Airway Management
v Respiratory Status : ventilation
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
v Vital Sign Status
jaw thrust bila perlu
Kriteria Hasil :
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
1. Mendemonstrasikan peningkatan
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
ventilasi dan oksigenasi yang
jalan nafas buatan
adekuat
4. Pasang mayo bila perlu
2. Memelihara kebersihan paru paru
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dan bebas dari tanda tanda
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
distress pernafasan
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
3. Mendemonstrasikan batuk efektif
tambahan
dan suara nafas yang bersih, tidak
8. Lakukan suction pada mayo
ada sianosis dan dyspneu (mampu
9. Berika bronkodilator bial perlu
mengeluarkan sputum, mampu
10. Barikan pelembab udara
bernafas dengan mudah, tidak ada
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
pursed lips)
keseimbangan.
4. Tanda tanda vital dalam rentang
12. Monitor respirasi dan status O2
normal
Respiratory Monitoring
1. Monitor rata rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
5. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
6. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
NOC :
v Joint Movement : Active
v Mobility Level
v Self care : ADLs
v Transfer performance
Kriteria Hasil :
1. Klien meningkat dalam aktivitas
fisik
2. Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas
3. Memverbalisasikan
perasaan
dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat
Bantu untuk mobilisasi (walker)
7. Tentukan
kebutuhan
suction
dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
8. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
Latihan Kekuatan
Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk
melakukan program latihan secara rutin
Latihan untuk ambulasi
1. Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang
aman kepada klien dan keluarga.
2. Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi
roda, dan walker
3. Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri
dalam batasan yang aman.
Latihan mobilisasi dengan kursi roda
1. Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara
pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
2. Dorong
klien
melakukan
latihan
untuk
memperkuat anggota tubuh
3. Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur
posisi secara mandiri dan menjaga keseimbangan
selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
1. Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram & cedera.
NOC :
NIC : Pressure Management
v Tissue Integrity : Skin and Mucous
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
Membranes
yang longgar
Kriteria Hasil :
2. Hindari kerutan padaa tempat tidur
1. Integritas kulit yang baik bisa
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
dipertahankan
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
2. Melaporkan adanya gangguan
jam sekali
sensasi atau nyeri pada daerah
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
kulit yang mengalami gangguan
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
3. Menunjukkan pemahaman dalam
yang tertekan
proses
perbaikan
kulit
dan
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
mencegah
terjadinya
sedera
8. Monitor status nutrisi pasien
berulang
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air
4. Mampumelindungi
kulit
dan
hangat
mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami
Risiko
infeksi
b/d NOC :
NIC :
ketidakadekuatan
v Immune Status
Infection Control (Kontrol infeksi)
pertahanan
primer v Risk control
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
(kerusakan kulit, taruma
2. Pertahankan teknik isolasi
jaringan lunak, prosedur Kriteria Hasil :
3. Batasi pengunjung bila perlu
invasif/traksi tulang)
1. Klien bebas dari tanda dan gejala
4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
infeksi
tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
2. Menunjukkan kemampuan untuk
meninggalkan pasien
mencegah timbulnya infeksi
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
3. Jumlah leukosit dalam batas
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
normal
tindakan kperawtan
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan
lingkungan
aseptik
selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
Kurang
pengetahuan
tentang kondisi, prognosis
dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau
salah interpretasi terhadap
informasi,
keterbatasan
kognitif,
kurang
akurat/lengkapnya
informasi yang ada
NOC :
NIC :
v Kowlwdge : disease process
Teaching : disease Process
v Kowledge : health Behavior
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
Kriteria Hasil :
pasien tentang proses penyakit yang spesifik
v Pasien dan keluarga menyatakan
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
pemahaman tentang penyakit, kondisi,
bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
prognosis dan program pengobatan
dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
v Pasien
dan
keluarga
mampu
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
melaksanakan prosedur yang dijelaskan
pada penyakit, dengan cara yang tepat
secara benar
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
v Pasien
dan
keluarga
mampu
tepat
menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara
perawat/tim kesehatan lainnya
yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau
di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.