Anda di halaman 1dari 29

EAEC / HIV

Agustinus Darminto (611910088)


Aulia Intan T.W (611910042)
Christina Melani B.M.M (611910096)
Desy Yeyen Setiyowati (611910050)
Galih wika Mentari (611910057)
Ika Normalita (611910058)
Rizki Arinovita (611910077)
Yuli Astutik (611910091)
ENTEROAGGREGATIVE 
ESCHERICHIA COLI (EAEC)
• Bakteri Escherichia coli merupakan spesies dengan habitat alami pada saluran pencernaan
manusia maupun hewan

• Bacteri e.coli merupakan bakteri ekstraseluler

• E. coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia.

• E. Coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap kelompok menimbulkan


penyakit melalui mekanisme yang berbeda atara lain

1. E. coli Enteropatogenik (EPEC)


2. E. coli Enterotoksigenik (ETEC)
3. E. Coli Enteroinvasif (EIEC)
4. E. coli Enterohemoragik (EHEC)
5. E. coli Enteroagregatif (EAEC)
PENGERTIAN

Enteroaggregative Escherichia coli atau EAEC

• Adalah patotipe Escherichia coli yang merupakan penyebab diare akut (durasi > 14 hari) dan kronis
baik di negara maju maupun berkembang. Mereka juga dapat menyebabkan infeksi saluran kemih.

• Bakteri ini juga menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan di negara industri.

• Bakteri ini melekat pada sel mukosa usus halus dan menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin
sehingga mukosa rusak dan mucus keluar bersama diare
PATOGENESIS EAEC

Ada 3 tahap utama :

• Adherance, kepatuhan (pengikatan permanen)


pada mukosa usus,
• Toksin, elaborasi enterotoksin dan sitotoksin, dan
• Inflamasi, induksi inflamasi mukosa

Meskipun keragaman adhesin, racun, dan protein


yang terlibat dalam patogenesis EAEC telah
dijelaskan, prevalensinya gen-faktor pengkodean
virulensi sangat bervariasi dan tidak ada satupun
yang pernah ditemukan hadir di semua strain EAEC
ADHERENCE

• Adhesi ke epitel usus difasilitasi oleh fimbriae dan


merupakan langkah pertama kolonisasi bakteri usus.
• Fimbriae tersebut berikatan dengan komponen matriks
ekstraseluler sel epitel usus.
• pola AA diperkirakan akan muncul dari pengikatan ke
permukaan sel epitel dan pengikatan ke bakteri EAEC yang
berdekatan.
• Pembentukan biofilm , menghindarkan bakteri dari sistem
kekebalan tubuh lokal dan mencegah transportasi faktor-
faktor antibakteri, termasuk antibiotic.
• Pembentukan biofilm diikuti dengan sekresi lender (mucus)
yang berlebihan.
TOXINS

• Setelah biofilm terbentuk, EAEC menghasilkan


efek sitotoksik seperti microvillus vesiculasi,
bukaan crypt yang membesar, dan peningkatan
sel epitel ekstrusi.
• Diperkirakan bahwa sekresi toksin memainkan
peranan penting dalam diare sekretori, yang
merupakan manifestasi klinis khas dari Infeksi
EAEC.
• Banyak faktor virulensi EAEC yang diduga,
seperti Pet, EAST-1 dan racun ShET1, dan Pic,
telah dikaitkan dengan efek sitotoksik ini.
INFLAMMATION

• EAEC adalah patogen inflamatory, seperti yang ditunjukkan baik


secara klinis dan studi laboratorium.
• Respons awal host terhadap infeksi EAEC tergantung pada sistem
kekebalan tubuh bawaan dan jenis strain EAEC yang
menyebabkan infeksi.
• Peradangan yang disebabkan EAEC ditunjukkan dengan
peningkatan kadar fecal interleukin-8 (IL-8), IL-1β, leukosit dan
lactoferrin, menunjukkan respon infalmasi gastrointestinal yang
substansial
• Gen CD14 mengkodekan langkah penting dalam respon inflamasi
terhadap stimulasi lipopolisakarida bakteri oleh system imun
bawaan
TAHAPAN PATOGENESIS EAEC

Secara singkat :

1. Bakteri EAEC berkumpul


2. Melekat pada epitel usus kecil dan usus besar
3. Pembentukan biofilm
4. Melepaskan toxin yang menyebabkan
kerusakan pada epitel dan meningkatkan
sekresi
5. Pembentukan biofilm tambahan
INFLAMMATORY RESPONSE

• Peradangan yang disebabkan EAEC ditunjukkan dengan peningkatan kadar fecal interleukin-8
(IL-8), IL-1β, leukosit dan lactoferrin, menunjukkan respon infalmasi gastrointestinal yang
substansial

• Gen CD14 mengkodekan langkah penting dalam respon inflamasi terhadap stimulasi
lipopolisakarida bakteri oleh system imun bawaan

• Suatu studi menemukan bahwa satu SNP di wilayah dengan peningkatan risiko diare yang
disebabkan EAEC
RESPON IMUN

• Respons imun terhadap EAEC kompleks dan melibatkan koordinasi antara


berbagai tipe sel, molekul pemberi sinyal, mikrobioma, dan diet.
• Respon imun terhadap bakteri EAEC masih belum dikarakteristikan dengan
baik.
• ekspansi CD4 + Th17 dengan memblokir PPARγ mengarah pada respons imun
yang menguntungkan dan pembersihan bakteri .
MEKANISME PERTAHANAN BAKTERI
EKSTRASELULER
Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di dalam sirkulasi, di jaringan ikat
ekstraseluler, dan di berbagai jaringan
Sel normal dalam tubuh mempunyai protein regulator yang melindungi dari kerusakan oleh komplemen,
seperti CR1, MCP dan DAF, yang menyebabkan pemecahan C3 konvertase. Beberapa bakteri tidak
mempunyai regulator tersebut, sehingga akan mengaktifkan jalur alternatif komplemen melalui stabilisasi
C3b3b konvertase pada permukaan sel bakteri. Dengan adanya kapsul bakteri akan menyebabkan aktivasi
dan stabilisasi komplemen yang buruk.
Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui aksi produk mikrobial yang
mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi komplemen. Bahkan beberapa spesies dapat
menghindari lisis dengan cara mengalihkan lokasi aktivasi komplemen melalui sekresi protein umpan
(decoy protein) atau posisi permukaan bakteri yang jauh dari membran sel.
Bakteri enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas makrofag termasuk menginduksi
apoptosis, meningkatkan produksi IL-1, mencegah fusi fagosom-lisosom dan mempengaruhi sitoskleton
aktin. Strategi berupa variasi antigenik juga dimiliki oleh beberapa bakteri, seperti variasi lipoprotein
permukaan, variasi enzim yang terlibat dalam sintesis struktur permukaan dan variasi antigenik
pili.Keadaan sistem imun yang dapat menyebabkan bakteri ekstraseluler sulit dihancurkan adalah
gangguan pada mekanisme fagositik karena defisiensi sel fagositik (neutropenia) atau kualitas respons
imun yang kurang (penyakit granulomatosa kronik)
IMUNITAS BAWAAN TERHADAP
BAKTERI EKSTRASELULER

Bakteri gram negatif yang dinding selnya mengandung peptidoglikan atau lipopolisakarida akan mengaktifkan
jalur allternatif komplemen jika dalam keadaan tidak ada antibodi. Bakteri ini akan mengekorelasikan manosa
pada permukaannya membentuk ikatan manosa-lektin dan mengaktifkan komplemen melalui jalur lektin.
Hasil akhir dari pengaktifan komplemen adalah opsonisasi dan fagositosis.
Fagositosis diperantarai oleh banyak reseptor sel fagosit diantaranya: manosa reseptor, Fc reseptor, complemen
reseptor. Reseeptor ini akan mengaktifkan fagositosis dan menstimulasi dibentuknya zat –zat mkrobisisdal. Sel
fagosit yang teraktivasi akan mengeluarkan sitokin. Sitokin ini akan menginduksi adanya manifestasi infeksi
sistemik seperti demam dan sintesis protein fase akut.
IMUNITAS DAPATAN TERHADAP
BAKTERI EKSTRASELULER

Respon antibodi akan melawan bakteri ekstraselular yang akan menempel langsung pada antigen dinding sel
atau toksin yang disekresikan oleh bakteri yang biasanya berupa polisakarida atau protein
Efek yang akan terjadi adalah opsonisasi dan fagositosis serta aktivasi komplemen melalui jalur klasik
Netralisasi toksin diperantarai oleh Ig G berafinitas tinggi dan isotipe dari Ig A, opsonisasi oleh beberapa
subkelas Ig G dan pengaktifan komplemen oleh Ig M dan sub kelas Ig G
Protein antigen dari bakteri ekstraselular juga akan mengaktifkan sel Th atau CD 4 yang akan menstimulasi
produksi sitokin dan menyebabkan inflamasi lokal dan memperkuat proses fagositosis dan aktifitas
mikrobisisda dari makrofag atau netroufil
Interferon gamma adalah sitokin sel T yang bertanggung jawab terhadap aktifasi makrofag. Sedangkan TNF
dan limfotoxin memicu inflamasi
RESPON IMUN TERHADAP BAKTERI
EKSTRASELULER

Respons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek toksin dan mengeliminasi
bakteri.
Respons imun alamiah terutama melalui fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan.
Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif
tanpa adanya antibodi.
Hasil aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan kompleks
membran dan respons inflamasi akibat pengumpulan serta aktivasi leukosit.
Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin
seperti TNF, IL-1, IL-6 dan IL-8.
Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti
dengan migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah
akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri. Sitokin juga merangsang demam dan
sintesis protein fase akut.
RESPON IMUN TERHADAP BAKTERI
EKSTRASELULER
PERAN ANTIBODI PADA INFEKSI
BAKTERI EKSTRASELULER
TERIMA KASIH
HUMAN IMMUNODEFICIENCY
VIRUS (HIV)
HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS
(HIV)

• Virus HIV termasuk dalam famili Retroviridae dan genus Lentivirus


• menginfeksi sel dan sistem imun
• berakibat pada kerusakan progresif dari sistem kekebalan tubuh sehingga terjadi defisiensi
kekebalan tubuh
• Infeksi yang terkait dengan HIV dikenal sebagai infeksi oportunistik, karena mereka
mengambil keuntungan dari sistem kekebalan tubuh yang lemah
STRUKTUR HIV

• RNA = Berfungsi sebagai pengendali sel


• Protein GP120 = Berfungsi sebagai trmpat perlekatan
• Protein GP41 = Berfungsi sebagai pelapis sel
• Protein P24-P25 = Berfungsi sebagai pelapis inti
• Core ( Inti ) = Sebagai pusat pengaturan dan metabolisme
• Berbentuk hampir bulat
• Kapsul viral terdiri dari lemak lapis ganda dengan
banyak tonjolan-tonjolan protein mirip duri.
• Tonjolan-tonjolan itu adalah glikoprotein 120 (gp120)
yang menyelubungi bagian eksternal duri dan
glikoprotein 41(gp41) yang merupakan bagian
transmembran.
• Terdapat juga p17 yang merupakan protein matriks
yang mengelilingi segmen bagian dalam membran virus
• p24 adalah suatu protein kapsid yang mengelilingi inti.
Di dalam p24 terdapat dua untai RNA identik dan
molekul preformed
• reverse transcriptase, integrase dan protease
SIKLUS HIDUP HIV
PATOGENESI
S
• Virus HIV dapat di tranmisi melalui beberapa cara:
• Parenteral;contoh penggunaan obat intravena
• Anal ; hubungan sex melalui anal
• Hubungan seks melalui mukosa vagina/ mukosa refrikal
• Ketika Hiv berhasil melewati barier mukosa maka selanjutnya menyerang
Tsel CD4 memory.
• Ketika HIV berhasil membuat Tsel CD4 memory rusak, maka selanjutnya
HIV akan ditangani oleh sel dendritik. Ada 2 macam sel dendritik :
• Dendritik sel miloid (tidak bisa terinfeksi oleh HIV) sehingga tidak terjadi
fusi antara dendritik sel miloid dengan HIV.
• Dendritik cel plasmositoid yang mana mengekspresikan CD4 dan co-
reseptor CXCR4 dan CCR5.
• Dendritik Sel membawa virus HIV ke limfo nodus, virus lalu menginfeksi sel
T CD4 dan disini terjadi replikasi virus yang terus menerus yang akan
menyebabkan viremia dan penyebaran virus di dalam tubuh.
• Viremia memicu respon imun terutama respon imun oleh sel B, yang akan
menghasilkan antibodi, anti GP41 dalam beberapa hari dan anti GP120
dalam beberapa minggu.
• HIV memiliki mekanisme perrtahanan diri yang mencegah antibodi dari sel B
untuk menempel pada epitopnya.
• selanjutnya HIV spesifik sitotoksik T sel berperan untuk membunuh atau
mematikan sel yang sudah terinfeksi.
• Selama fase akut replikasi paling banyak terjadi pada GALT (
Gerard associated limfoid tissue) yang mana terdapat 20% CD4 dan 80% CD4
tersebut dihancurkan oleh sel sitotoksik.
• Selama transisi dari akut ke kronis, replikasi HIV berkurang tapi tidak
sepenuhnya disupresi oleh sistem imun adaptif dan sepanjang fase infeksi,
kehilangan CD4 terus berlanjut.
• Selama fase laten jika terjadi infeksi oleh mikroba lain yang memicu
terjadinya pengaktifan pengeluaran sitotoksin pro inflamatory maka terjadi
pengaktifan CD4 lagi.
• Hal ini meningkatkan Kembali replikasi HIV sehingga meningkatkan
destruksi sel limfoid tersebut. Ini menyebabkan penurunan jumlah CD4 T sel
yang sangat besar dan dapat memicu AIDS (CD4 < 200 sel / mm2).
RESPON IMUN

Cell Mediated Immune Response

• Terdeteksi saat awal (5 hari) setelah awal infeksi


• Biasanya mendahului respon imun humoral
• Melibatkan peningkatan jumlah sel CD 8 (CTL) dalam minggu pertama infeksi
• Melibatkan sel CD4 T Helper
• Pembentukan CD4 T Helper sejalan dengan penurunan viremia
• Menghasilkan β chemokine yang berkaitan dengan CCR5 yang menyebabkan replikasi HIV
• Gagal melindungi pasien dari progresifitas infeksi
• Terbentuk anti HIV CTL
• Membunuh sel terinfeksi secara langsung
• Mempunyai efek tambahan melalui sekresi interferon-y, αTNF, IL12, β chemokine, CTL, IL16
• Menghambat gag, pol, env juga menghambatNef, Rev, Tat
RESPON IMUN

Respon Imun Humoral

• Terbentuk beberapa minggu setelah awalinfeksi


•  Mencapai puncak dalam 3 bln setelah awalinfeksi
•  Mengurangi level dari virus yg beredar baiksecara langsung (netralisasi
virus)& tidaklangsung (pembentukan kompleks imun)
•  Tidak mencegah replikasi virus
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai