Anda di halaman 1dari 15

Interstitial

Semua sel dan jaringan tubuh mausia terendam dalam cairan yang komposisinya
mirip dengan air laut, yang mencerminkan awal evolusi manusia. Agar fungsi sel berlangsung
normal komposisi cairan harus relatif konstan. Komposisi cairan tersebut terdiri dari air dan
zat terlarut baik yang termasuk elektrolit ataupun yang non elektrolit dimana keduanya saling
berhubungan dan saling menyeimbangkan. Cairan dalam tubuh manusia terbagi manjadi
cairan intraselular dan ekstraselular, dan cairan ekstraselular dibagi menjadi cairan interstisial
dan intravaskular. Kira-kira seperenam dari total volume tubuh terdiri dari ruang antar sel-sel,
yang secara kolektif disebut interstitium. Cairan didalam ruang tersebut adalah cairan
interstitial. Semua pembagian ini pada prinsipnya saling menyeimbangkan. Jika tubuh
melewati batas kompensasinya maka diperlukan sejumlah besar cairan intravena untuk
mengkoreksi kekurangan cairan. Jika kompensasi ini tidak terjadi atau tidak adanya
penanganan yang adekuat maka akan berdampak perfusi ke jaringan akan terganggu bahkan
akan mengakibatkan kematian jaringan. Normalnya sebagian kecil cairan interstisial dalam
bentuk cairan bebas. Sebagian besar air interstisial secara kimia berhubungan dengan
proteoglikan ekstraselular membentuk gel. Pada umumnya tekanan cairan interstisial adalah
negatif ( kira-kira -5 mmHg). Bila terjadi peningkatan volume cairan interstisial maka
tekanan interstisial juga akan meningkat dan kadang-kadang menjadi positif. Pada saat hal ini
terjadi, cairan bebas dalam gel akan meningkat secara cepat dan secara klinis akan
menimbulkan edema. Hanya sebagian kecil dari plasma protein yang dapat melewati celah
kapiler, oleh karena itu kadar protein dalam cairan interstisial relatif rendah (2 g/Dl). Protein
yang memasuki ruang interstisial akan dikembalikan kedalam sistim vaskular melalui sistim
limfatik.
Cairan tubuh dan zat terlarut didalamnya berada dalam mobilitas yang konstan.
Pertama cairan akan dibawa melalui pembuluh darah, dimana mereka bagian dari IVF.
Kemudian secara cepat cairan dari IVF akan saling bertukar dengan ISF melalui membran
kapiler yang semipermeabel dan akhirnya ISF akan bertukar dengan ICF melalui membran
sel yang permeable selektif. Difusi adalah gerakan acak dari molekul yang disebakan energi
kinetik yang dimilikinya dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar pertukaran cairan
dan zat terlarutnya antara kompartemen satu dengan yang lain. Kecepatan difusi suatu zat
melewati sebuah membran tergantung pada (1) permeabilitas zat terhadap membran, (2)
perbedaan konsentrasi antar dua sisi, (3) perbedaan tekanan antara masing-masing sisi karena
tekanan akan memberikan energi kinetik yang lebih besar, dan (4) potensial listrik yang
menyeberangi membran akan memberi muatan pada zat tersebut. Difusi antara cairan
interstisial dan cairan intraselular dapat terjadi melalui beberapa mekanisme: (1)secara
langsung melewati lapisan lemak bilayer pada membran sel, (2) melewati protein chanel
dalam membran, (3) melalui ikatan dengan protein carier yang reversible yang dapat
melewati membran (difusi yang difasilitasi). Molekul-molekul yang larut seperti oksigen,
CO2, air, dan lemak akan menembus membran sel secara langsung. Kation-kation seperti
Na+, K+, dan Ca2+ sangat sedikit sekali yang dapat menembus membran oleh karena tegangan
potensial transmembran sel ( dengan bagian luar yang positif) yang diciptakan oleh pompa
Na+, K+. Dengan demikian kation-kation ini dapat berdifusi hanya melalui chanel protein
yang spesifik. Pada akhirnya ion-ion ini akan berpindah dan saling menetralkan. Misalnya
jika diluar sel terjadi muatan positif yang terlalu besar maka tubuh akan mengkompensasinya
dengan mengeluarkan muatan negatif dari intraselular begitu juga sebaliknya. Glukosa dan
asam amino berdifusi dengan bantuan ikatan membran-protein karier.

Respons imun terhadap bakteri ekstraselular

Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa mekanisme yaitu:

1. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di tempat infeksi.


Sebagai contoh misalnya kokus piogenik yang sering menimbulkan infeksi supuratif
yang hebat.

2. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik. Toksin dapat berupa
endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin yang merupakan komponen dinding bakteri
adalah suatu lipopolisakarida yang merupakan stimulator produksi sitokin yang kuat,
suatu ajuvan serta aktifator poliklonal sel limfosit B. Sebagian besar eksotoksin
mempunyai efek sitotoksik dengan mekanisme yang belum jelas benar. Sebagai
contoh toksin difteri menghambat sintesis protein secara enzimatik serta menghambat
faktor elongasi-2 yang diperlukan untuk sintesis semua peptida. Toksin kolera
merangsang sintesis AMP siklik (cAMP) oleh sel epitel usus yang menyebabkan
sekresi aktif klorida, kehilangan cairan serta diare yang hebat. Toksin tetanus
merupakan suatu neurotoksin yang terikat motor endplate pada neuromuscular
junction yang menyebabkan kontraksi otot persisten yang sangat fatal bila mengenai
otot pernapasan. Toksin Clostridium dapat menyebabkan nekrosis jaringan yang dapat
menghasilkan gas gangren. Respon imun terhadap bakteri ekstraselular ditujukan
untuk eliminasi bakteri serta netralisasi efek toksin

Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Ekstraselular


Respon imun alamiah terhadap bakteri ekstraselular terutama melalui mekanisme
fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Resistensi bakteri
terhadap fagositosis dan penghancuran dalam makrofag menunjukkan virulensi
bakteri. Aktivasi komplemen tanpa adanya antibodi juga memegang peranan penting
dalam eliminasi bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS) dalam dinding bakteri
gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi.
Salah satu hasil aktivasi komplemen ini yaitu C3b mempunyai efek opsonisasi bakteri
serta meningkatkan fagositosis. Selain itu terjadi lisis bakteri melalui membrane
attack complex (MAC) serta beberapa hasil sampingan aktivasi komplemen dapat
menimbulkan respon inflamasi melalui pengumpulan serta aktivasi leukosit.
Endotoksin yang merupakan LPS merangsang produksi sitokin oleh makrofag serta
sel lain seperti endotel vaskular. Beberapa jenis sitokin tersebut antara lain tumour
necrosis factor (TNF), IL-1, IL-6 serta beberapa sitokin inflamasi dengan berat
molekul rendah yang termasuk golongan IL-8. Fungsi fisiologis yang utama dari
sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah merangsang inflamasi non-spesifik serta
meningkatkan aktivasi limfosit spesifik oleh antigen bakteri. Sitokin akan
menginduksi adhesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi
yang diikuti migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi.
Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme
pertahanan untuk eliminasi bakteri tersebut. Sitokin juga merangsang demam dan
sintesis protein fase akut. Banyak fungsi sitokin yang sama yaitu sebagai co-
stimulator sel limfosit T dan B yang menghasilkan mekanisme amplifikasi untuk
imunitas spesifik. Sitokin dalam jumlah besar atau produknya yang tidak terkontrol
dapat membahayakan tubuh serta berperan dalam menifestasi klinik infeksi bakteri
ekstraselular. Yang paling berat adalah gejala klinis oleh infeksi bakteri gram negatif
yang menyebabkan disseminated intravascular coagulation (DIC) yang progresif
serta shock septik atau shock endotoksin. Sitokin TNF adalah mediator yang paling
berperan pada shock endotoksin ini.
Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Ekstraselular
Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respon kekebalan spesifik
terhadap bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan komponen yang paling
imunogenik dari dinding sel atau kapsul mikroorganisme serta merupakan antigen
yang thymus independent. Antigen ini dapat langsung merangsang sel limfosit B yang
menghasilkan imunoglobin (Ig)M spesifik yang kuat. Selain itu produksi IgG juga
dirangsang yang mungkin melalui mekanisme perangsangan isotype switching rantai
berat oleh sitokin. Respon sel limfosit T yang utama terhadap bakteri ekstraselular
melalui sel TCD4 yang berhubungan dengan molekul MHC kelas II yang
mekanismenya telah dijelaskan sebelumnya. Sel TCD4 berfungsi sebagai sel
penolong untuk merangsang pembentukan antibodi, aktivasi fungsi fagosit dan
mikrobisid makrofag. Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG dan IgM
serta antigen permukaan bakteri, yaitu:
1. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan mengikat
reseptor Fc pada monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi IgG dan IgM
mengaktivasi komplemen jalur klasik yang menghasilkan C3b dan iC3b yang
mengikat reseptor komplemen spesifik tipe 1 dan tipe 3 dan selanjutnya terjadi
peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi C3 sangat rentan terhadap infeksi
piogenik yang hebat.

2. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah penempelan
terhadap sel target serta meningkatkan fagositosis untuk eliminasi toksin
tersebut.

3. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan mikrobisid MAC
serta pelepasan mediator inflamasi akut.

Respons Imun terhadap Bakteri Ekstraselular


Sejumlah bakteri dan semua virus serta jamur dapat lolos dan mengadakan replikasi di
dalam sel pejamu. Yang paling patogen di antaranya adalah yang resisten terhadap
degradasi dalam makrofag.
Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Ekstraseluler
Mekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap mikroorganisme ekstraselular
adalah fagositosis. Akan tetapi bakteri patogen intraselular relatif resisten terhadap
degradasi dalam sel fagosit mononuklear. Oleh karena itu mekanisme kekebalan
alamiah ini tidak efektif dalam mencegah penyebaran infeksi sehingga sering menjadi
kronik dan eksaserbasi yang sulit diberantas.
Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Ekstraseluler
Respon imun spesifik terhadap bakteri ekstraselular terutama diperankan oleh cell
mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel limfosit T
tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi bakteri diperani oleh makrofag yang
diaktivasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T terutama interferon- (IFN-).
Respon imun ini analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Antigen protein
intraselular merupakan stimulus kuat sel limfosit T. Beberapa dinding sel bakteri
mengaktivasi makrofag secara langsung sehingga mempunyai fungsi sebagai ajuvan.
Misalnya muramil dipeptida pada dinding sel mikrobakteria. Telah disebutkan
sebelumnya bahwa fungsi sel limfosit T pada CMI adalah produksi sitokin terutama
IFN-. Sitokin IFN- ini akan mengaktivasi makrofag termasuk makrofag yang
terinfeksi untuk membunuh bakteri. Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga
menimbulkan stimulasi antigen yang kronik. Keadaan ini akan menimbulkan
pengumpulan lokal makrofag yang teraktivasi yang membentuk granuloma sekeliling
mikroorganisme untuk mencegah penyebarannya.
Reaksi inflamasi seperti ini berhubungan dengan nekrosis jaringan serta
fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi yang berat. Jadi kerusakan
jaringan ini disebabkan terutama oleh respon imun terhadap infeksi oleh beberapa
bakteri intraselular. Contoh yang jelas dalam hal ini adalah infeksi mikobakterium.
Mikobakterium tidak memproduksi toksin atau enzim yang secara langsung merusak
jaringan yang terinfeksi. Paparan pertama terhadap Mycobacterium tuberculosis akan
merangsang inflamasi selular lokal dan bakteri mengadakan proliferasi dalam sel
fagosit. Sebagian ada yang mati dan sebagian ada yang tinggal dormant. Pada saat
yang sama, pada individu yang terinfeksi terbentuk imunitas sel T yang spesifik.
Setelah terbentuk imunitas, reaksi granulomatosa dapat terjadi pada lokasi bakteri
persisten atau pada paparan bakteri berikutnya. Jadi imunitas perlindungan dan reaksi
hipersensitif yang menyebabkan kerusakan jaringan adalah manifestasi dalam respon
imun spesifik yang sama.
Netralisasi toksin
Infeksi bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin yang
akan menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan
menghasilkan sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan memacu
terjadinya reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi, aktivasi
sistem koagulasi, gagal organ multipel dan berakhir dengan kematian. Antibodi yang
mengandung reseptor sitokin dan antagonisnya, berperan dalam menghilangkan
sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah sitokin berikatan pada sel target.
Antibodi yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul
antifagositik dan eksotoksin lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi
antibodi terhadap bakteri terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui kombinasi
antibodi di dekat lokasi biologi aktif infeksi yaitu secara langsung menghambat reaksi
toksin dengan sel target. Kedua, melalui kombinasi antibodi yang terletak jauh dari
lokasi biologi aktif infeksi yaitu dengan mengubah konformasi alosterik toksin agar
tidak dapat bereaksi dengan sel target. Dengan ikatan kompleks bersama antibodi,
toksin tidak dapat berdifusi sehingga rawan terhadap fagositosis, terutama bila ukuran
kompleks membesar karena deposisi komplemen pada permukaan bakteri akan
semakin bertambah.

Opsonisasi
Opsonisasi adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin, yang
berfungsi untuk memudahkan fagositosis. Opsonisasi ada dua yaitu opsonisasi yang
tidak tergantung antibodi dan yang ditingkatkan oleh antibodi. Pada opsonisasi yang
tidak tergantung antibodi, protein pengikat manose dapat terikat pada manose terminal
pada permukaan bakteri, dan akan mengaktifkan C1r dan C1s serta berikatan dengan
C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen pada jalur klasik yang dapat
berperan sebagai opsonin dan memperantarai fagositosis. Lipopolisakarida (LPS)
merupakan endotoksin yang penting pada bakteri Gram negatif. Sel ini dapat dikenal
oleh tiga kelas molekul reseptor. Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh
antibodi adalah bakteri yang resisten terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel
PMN dan makrofag bila telah diopsonisasi oleh antibodi. Dalam opsonisasi terdapat
sinergisme antara antibodi dan komplemen yang diperantarai oleh reseptor yang
mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada permukaan fagosit, sehingga
meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi dari komplemen berasal dari
molekul IgG yang dapat mengikat banyak molekul C3b, sehingga meningkatkan
jumlah hubungan ke makrofag (bonus effect of multivalency). Meskipun IgM tidak
terikat secara spesifik pada makrofag, namun merangsang adesi melalui pengikatan
komplemen.
Antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum
dapat masuk ke dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel.
Aktivasi komplemen melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga
menghasilkan anfilaktoksin C3a dan C5a yang berujung pada transudasi luas dari
komponen serum, termasuk antibodi yang lebih banyak, dan juga faktor kemotaktik
terhadap neutrofil untuk membantu fagositosis.
Sel PMN merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba
di lokasi infeksi lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal
kemotaktik yang dikeluarkan oleh bakteri, sel PMN lain, komplemen atau makrofag
lain, yang lebih dahulu tiba di tempat infeksi. Sel PMN sangat peka terhadap semua
faktor kemotaktik. Sel PMN yang telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan
melakukan adesi pada dinding sel bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi.
Kemampuan adesi PMN pada permukaan sel bakteri akan bertambah kuat karena
sinyal yang terbentuk pada proses adesi ini akan merangsang ekspresi Fc dan
komplemen pada permukaan sel. Sel PMN juga akan melakukan proses diapedesis
agar dapat menjangkau bakteri yang telah menginfeksi.
Proses penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan
pseudopodia yang berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi bakteri, sehingga
bakteri akan terperangkap di dalamnya, selanjutnya partikel granular di dalam
fagosom akan mengeluarkan berbagai enzim dan protein untuk merusak dan
menghancurkan bakteri tersebut.
Mekanisme pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi
maupun nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat itu.
Oksidasi dapat berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi
dengan mieloperoksidase terjadi melalui ikatan H2O2 dengan Fe yang terdapat pada
mieloperoksidase. Proses ini menghasilkan komplek enzim-subtrat dengan daya
oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap bakteri, yaitu asam hipoklorat (HOCl).
Proses oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H2O2 dengan
superoksida dan radikal hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses nonoksidasi
berlangsung dengan perantaraan berbagai protein dalam fagosom yaitu flavoprotein,
sitokrom-b, laktoferin, lisozim, kaptensin G dan difensin. Pada proses pemusnahan
bakteri, pH dalam sel fagosit dapat menjadi alkalis. Hal ini terjadi karena protein yang
bermuatan positif dalam pH yang alkalis bersifat sangat toksik dan dapat merusak
lapisan lemak dinding bakteri Gram negatif. Selain itu, bakteri juga dapat terbunuh
pada saat pH dalam fagosom menjadi asam karena aktivitas lisozim. Melalui proses
ini PMN memproduksi antibakteri yang dapat berperan sebagai antibiotika alami
(natural antibiotics).

Sistem imun sekretori


Permukaan mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen
dan nonspesifik. Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang
diproduksi oleh neutrofil, makrofag dan epitel mukosa. Peptida ini akan menyebabkan
lisis bakteri melalui disrupsi pada permukaan membran. Imunitas spesifik diperantarai
oleh IgA sekretori dan IgM, dengan dominasi IgA1 pada usus bagian awal dan IgA2
pada usus besar. Antibodi IgA mempunyai fungsi proteksi dengan cara melapisi
(coating) virus dan bakteri dan mencegah adesi pada sel epitel di membran mukosa.
Reseptor Fc dari kelas Ig mempunyai afinitas tinggi terhadap neutrofil dan makrofag
dalam proses fagositosis. Apabila agen infeksi berhasil melewati barier IgA, maka lini
pertahanan berikutnya adalah IgE.
Adanya kontak antigen dengan IgE akan menyebabkan pelepasan mediator
yang menarik agen respons imun dan menghasilkan reaksi inflamasi akut. Adanya
peningkatan permeabilitas vaskular yang disebabkan oleh histamin akan
menyebabkan transudasi IgG dan komplemen, sedangkan faktor kemotaktik terhadap
neutrofil dan eosinofil akan menarik sel efektor yang diperlukan untuk mengatasi
organisme penyebab infeksi yang telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan
kompleks antibodi-komplemen pada makrofag akan menghasilkan faktor yang
memperkuat permeabilitas vaskular dan proses kemotaktik. Apabila organisme yang
diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit, maka fagosit dapat mengatasi organisme
tersebut melalui mekanisme ekstraseluler, yaitu Antibody-Dependent Cellular
Cytotoxicity (ADCC).
Contoh penyakit
Genus Mycobacterium merupakan kelompok bakteri gram positif, berbentuk
batang, berukuran lebih kecil dibandingkan bakteri lainnya. Genus ini mempunyai
karakteristik unik karena dinding selnya kaya akan lipid dan lapisan tebal
peptidoglikan yang mengandung arabinogalaktan, lipoarabinomanan dan asam
mikolat. Asam mikolat tidak biasa dijumpai pada bakteri lain dan hanya dijumpai
pada dinding sel Mycobacterium dan Corynebacterium. M. tuberculosis dibedakan
dari sebagian besar bakteri lainnya karena bersifat patogen dan dapat berkembang
biak dalam sel fagosit hewan dan manusia. Pertumbuhan M. tuberculosis relatif
lambat dibandingkan bakteri lainnya M. tuberculosis tidak menghasilkan endotoksin
maupun eksotoksin. Bagian selubung M. Tuberculosis mempunyai sifat pertahanan
khusus terhadap proses mikobakterisidal sel hospes. M. tuberculosis juga mempunyai
sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman ini cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.
Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman selama beberapa tahun. Dinding sel
kuman ini kaya akan lipid yang berfungsi melindungi mikobakteri dari proses
fagolisosom, hal ini dapat menerangkan mengapa mikobakteri dapat hidup pada
makrofag normal yang tidak teraktivasi. Bentuk koloni dan bentuk M. tuberculosis
dapat dilihat pada Gambar

Gambar 1. (a) Bentuk koloni M tuberculosis, (b) Bentuk bakteri M.


tuberculosis
Sumber: Ryan KJ; Ray CG (2004)
Tahapan Invasi Micobacterium Tuberculosis
Organ tubuh yang paling banyak diserang tuberculosis adalah paru. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya kenaikan limfosit alveolar, netrofil pada sel bronkoalveolar
dan HLA-D pada pasien tuberkulosis paru. Patogenesis tuberkulosis dimulai dari masuknya
kuman sampai timbulnya berbagai gejala klinis yang digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Bagan Invasi Bakteri sampai terjadi Infeksi


Riwayat terjadinya tuberculosis dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap infeksi primer
dan pasca primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosa bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap
disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan
diri di paru-paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe akan
membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks
primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 6
minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari
negatif menjadi positif diperkirakan sekitar 6 bulan. Tahap kedua yaitu Tuberkulosis Pasca
Primer (Post Primary TB) biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi
primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi
yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura. Penderita penyakit tuberculosis dapat mengalami
komplikasi dimana komplikasi ini sering terjadi pada penderita stadium lanjut. Beberapa
komplikasinya adalah sebagai berikut :
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.
4. Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
Tubuh manusia mempunyai sistem imun yang bertujuan melindungi tubuh dari
serangan benda asing atau serangan bakteri. M. tuberculosis adalah mikroba intraseluler,
artinya kuman ini hidupnya didalam sel tubuh. Pada sistem imun seluler yang berperan aktif
adalah limphosit T atau sel T. Sel T yang reaktif terhadap M. tuberculosis menghasilkan IFN,
TNF, IL2, IL-4, IL-5 dan IL-10 sama dengan sitokin yang dihasilkan oleh sel T. Selain itu
supernatan dari Sel T yang dirangsang oleh M. tuberculosis akan meningkatkan agregasi
makrofag dan selanjutnya berperan pada pembentukan granuloma. Imunitas seluler terdiri
atas dua tipe reaksi yaitu fagositosis (oleh makrofag teraktivasi) dan sel terinfeksi (oleh
limfosit T sitolitik). Kuman yang masuk ke alveoli ditelan oleh magrofag dan sering
dihancurkan oleh makrofag alveola dan sebagian kuman akan tetap bertahan hidup di
phagosom kemudian menuju plasma sel. Penyebab sebagian kuma tidak dapat difagosit
karena Mycobacterium sp. dapat memproduksi protein penghambat lisosomal hingga
memungkinkan mereka tetap hidup dalam makrofag Secara imunologis, sel makrofag
dibedakan menjadi makrofag normal dan makrofag teraktivasi. Makrofag normal berperan
pada pembangkitan daya tahan imunologis nonspesifik, dilengkapi dengan kemampuan
bakterisidal atau bakteriostatik terbatas. Makrofag ini berperanan pada daya tahan imunologis
bawaan (innate resistance). Sedang makrofag teraktivasi mempunyai kemampuan
bakterisidal atau bakteriostatik sangat kuat yang merupakan hasil aktivasi sel T sebagai
bagian dari respons imun spesifik (acquired resistance). Sel T adalah mediator utama
pertahanan imun melawan M.tuberculosis. Secara imunofenotipik sel T terdiri dari limfosit T
helper, disebut juga clusters of differentiation 4 (CD4) karena mempunyai molekul CD4+
pada permukaannya, jumlahnya 65% dari limfosit T darah tepi. Sebagian kecil (35%) lainnya
berupa limfosit T supresor atau sitotoksik, mempunyai molekul CD8+ pada permukaannya
dan sering juga disebut CD8. Sel T helper (CD4) berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi
sel T helper 1 (Th1) dan sel Thelper 2 (Th2). Sel Th1 membuat dan membebaskan sitokin
tipe 1 meliputi IL-2, IL-12, IFN- dan tumor nekrosis faktor alfa (TNF-). Sel Th2 membuat
dan membebaskan sitokin tipe 2 antara lain IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, dan IL-10. Sitokin tipe 2
menghambat proliferasi sel Th1, sebaliknya sitokin tipe 1 menghambat produksi dan
pembebasan sitokin tipe 2. Interaksi antara pejamu dan kuman dalam setiap lesi merupakan
kelainan yang berdiri sendiri dan tidak dipengaruhi oleh lesi lainnya. Senjata pejamu dalam
interaksi tersebut adalah makrofag teraktivasi dan sel sitotoksik. Makrofag teraktivasi dapat
membunuh atau menghambat kuman yang ditelannya. Sel sitotoksik dapat secara langsung
maupun tidak langsung membunuh makrofag tidak teraktivasi yang berisi kuman M.tb yang
sedang membelah secara aktif dalam sitoplasmanya. Kematian makrofag tidak teraktivasi
menghilangkan lingkungan intraseluler (tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman TB). Di
alveolus makrofag merupakan komponen sel fagosit yang paling aktif memfagosit partikel
atau mikroorganisme. kemampuan untuk menghancurkan mikroorganisme terjadi karena sel
ini mempunyai sejumlah lisozim di dalam sitoplasma. Lisozim ini mengandung enzim
hidrolase maupun peroksidase yang merupakan enzim perusak. Selain itu makrofag juga
mempunyai reseptor terhadap komplemen. Adanya reseptor-reseptor ini meningkatkan
kemampuan sel makrofag untuk menghancurkan kuman M tuberculosis yang merupakan
benda asing yang dilapisi oleh antibodi atau komplemen. Selain bertindak sebagai sel fagosit,
makrofag juga dapat mengeluarkan beberapa bahan yang berguna untuk menarik dan
mengaktifkan neutrofil serta bekerja sama dengan limfosit dalam reaksi inflamasi. Bahan-
bahan tersebut antara lain adalah oksigen reaktif dan nitrogen oksida. Kedua gas ini akan
menghambat pertumbuhan dan membunuh kuman. Makrofag juga menghasilkan IL-12 yang
merupakan umpan balik positif dan makin memperkuat jalur tersebut. Meskipun IL-4 dan IL-
10 bisa menghambat fungsi makrofag dan sel NK namun IFN- yang banyak terdapat dalam
paru pasien TB mampu menekan fungsi sel Th2. Sistem imun seluler berperan utama dalam
pertahanan terhadap bakteri intraseluler seperti M.tuberculosis. Sel T lebih berperan pada
proses inflamasi kronis, membunuh bakteri secara intrasel, dan juga merupakan antigen-
presenting cells (APC) yang menangkap dan memproses antigen. Sel APC lainnya ialah
interdigitating dendritic cell. Saat tubuh terinfeksi kuman tuberkulosis, maka pertama-tama
leukosit polimorfonukleus (PMN) akan berusaha mengatasi infeksi tersebut. Sel PMN dapat
menelan kuman tapi tidak dapat menghancurkan selubung lemak dinding kuman tersebut,
sehingga kuman dapat terbawa ke jaringan yang lebih dalam dan mendapat perlindungan dari
serangan antibodi yang bekerja ekstraseluler. Hal ini tidak berlangsung lama karena sel PMN
akan segera mengalami lisis. Selanjutnya kuman tersebut difagositosis oleh makrofag. Sel
makrofag aktif mengalami perubahan metabolisme. Metabolisme oksidatif meningkat
sehingga mampu memproduksi zat yang dapat membunuh kuman, zat yang terpenting adalah
hidrogen peroksida (H2O2). M. tuberkulosis mempunyai dinding sel lipid tebal yang
melindunginya terhadap pengaruh luar yang merusak dan juga mengaktifkan sistim imunitas.
M. tuberkulosis yang jumlahnya banyak dalam tubuh menyebabkan penglepasan komponen
toksik kuman ke dalam jaringan. Induksi hipersensitif seluler yang kuat dan respon yang
meningkat terhadap antigen bakteri yang menimbulkan kerusakan jaringan, sehingga terjadi
penyebaran kuman lebih lanjut, akhirnya populasi sel supresor yang jumlahnya banyak akan
muncul menimbulkan anergik dan prognosis jelek. Perjalanan dan interaksi imunologis
dimulai ketika makrofag bertemu dengan kuman TB, memprosesnya lalu menyajikan antigen
kepada limfosit. Dalam keadaan normal, infeksi TB merangsang limfosit T untuk
mengaktifkan makrofag sehingga dapat lebih efektif membunuh kuman, dimana makrofag
yang telah aktif tersebut melepaskan interleukin-1 untuk merangsang limfosit T sehingga
limfosit T kemudian melepaskan interleukin-2 yang selanjutnya merangsang limfosit T lain
untuk memperbanyak diri, matang dan memberi respon yang lebih baik terhadap antigen.Sel
T yang reaktif terhadap M. tuberculosis akan menghasilkan IFN, TNF, IL-2,IL-4, IL-5 dan
IL-10 sama dengan sitokin yang dihasilkan oleh sel T Selain itu supernatan dari sel T yang
dirangsang oleh M. tuberculosis akan meningkatkan agregasi makrofag dan selanjutnya
berperan pada pembentukan granuloma. Makrofag yang teraktivasi menunjukkan
peningkatan fungsi fagosit, namun kemampuan untuk membunuh kuman TB baru timbul bila
makrofag dirangsang lebih lanjut dengan limfokin. Limfokin adalah sitokin yang diproduksi
oleh Sel limphosit Th1. Salah satu limfokin yang berperan ialah IFN-. [1,3,22]. Interferon
merupakan sekelompok sitokin yang berfungsi sebagai kurir (pembawa berita) antar sel.
Interferon gama mempunyai reseptor berbeda dan secara fungsional berbeda dengan IFN
dan selanjutnya disebut IFN tipe II. Meskipun banyak sitokin yang terlibat pada respons
terhadap TB, IFN- memainkan peran kunci dalam meningkatkan efek limfosit T terhadap
makrofag alveolar. Kuman M.tb yang bersifat intraseluler merangsang sel makrofag untuk
menghasilkan IL-12 yang berperan dalam pembentukan sel Th1 baik secara langsung maupun
tidak langsung. Pada penderita Tuberkulosis terjadi depresi dari Th1 yang ditandai dengan
rendahnya kadar interferon gama. Kultur sel mononuklear dari darah tepi penderita
Tuberkulosis paru didapatkan tingkat proliferasi sel mononuklear menurun, produksi IL-4
dan TGF- meningkat, sebaliknya produksi interferon gama menurun. Respons imun menuju
ke respons Th2 Ini berarti pada penderita Tuberkulosis terjadi penekanan pada respon Th1.
Dengan demikian diperlukan ajupan zat zat tertentu yang dapat menjadi stimulan dalam
meningkatkan reaksi sel T agar produksi IFN gama ditingkatkan untuk dapat mengaktifkan
magrofag dalam melaksanakan tugas fagositnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Abbas, A.K., Lichtman, A.H. & Pillai, S., 2010. Selular and molecular
immunology,
updated ed. 6 ed. Philadelphia. John E.Kennedy Blvd Ste 1800.
[5] Baratawidjadja , K. G. 1998. Imunologi Dasar. FKUI. Jakarta.
[6] Handayani S. 2002. Respon Imunitas Seluler pada Infeksi Tuberkulosis
Paru.
[7] I Gede, D.B.T. 2010. Mycobacterium Tuberculosis Sebagai Penyebab
Penyakit Tuberculosis. May 21, 2010 at 4:41 pm.
[10] Krell, R. 1996. Value-Added Products from Beekeeping; FAO
Agricultural Services
[11] Miller, E.A. & Ernst, J.D. 2009. Anti-TNF immunotherapy and
tuberculosis
reactivation: another mechanism revealed. Journal of Clinical
Investigation,
[13] Manalu, M.S.M, & Biran, H.S.I. 2007. Infeksi Bakteri Pada Pejamu
Immunocompromised Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi.
[15] Ryan, J.L. 1997. Bacterial Diseases, dalam: Stites DP, Terr AI and
Parsow TG.
Penyunting Medical Immunology. 9thed. London: Prentice Hall Inc. 1997.
[16] Subagyo, A., Aditama, T.Y., Sutoyo, D.K. & Partakusuma, L.G. nd.
Pemeriksaan
Interferon-Gamma Dalam Darah untuk Deteksi Infeksi Tuberkulosis
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/Jurnal_TB_Vol_3_No_2_PPTI.pdf. Diakses
tanggal
06 Mei 2012.
[18] Trieu, L., Li Jie Hui. Hanna, D.B. & Tiffany, G. H. 2010. Tuberculosis
Rates Among
HIV-Infected Persons in New York City, 2001-2005. American Journal of
Public
Health. Washington, 100(6):1031.
[20] World Health Organization. 2005. World Stop Tb Day Fact Sheet for
the Media Infeksi TB dan Penyakit TBC
http://www.wpro.who.int/media_centre/fact_sheets/fs_20050324+Stop+TB
+Day.htm.
WR/FS/STB. Diakses tanggal 29 Mei 2010.

21. https://duniahermanto.wordpress.com/2014/01/16/mekanisme-
pertahanan-tubuh/

Anda mungkin juga menyukai