TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gastroenteritis
2.1.1 Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada bagian
mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan muntah. Diare
ialah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau lebih
dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair
(kandungan air pada feses lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200gram
atau 200ml/24jam). Gastroenteritis akut adalah diare dengan onset mendadak
dengan frekuensi lebih dari tiga kali dalam sehari disertai dengan muntah dan
berlangsung kurang dari 14 hari.1,4,5
2.1.2 Epidemiologi
Gastroenteritis akut merupakan masalah yang banyak terjadi terutama pada
Negara berkembang dibandingkan dengan negara maju yang tingkat higenitas dan
sanitasi lebih baik. Menurut data World Health Organization (WHO) dan
UNICEF, terdapat 1,87 juta orang meninggal akibat kasus gastroenteritis setiap
tahunnya di seluruh dunia. Menurut hasil survey di Indonesia, insiden dari
gastroenteritis akut akibat infeksi mencapai 96.278 insiden dan masih menjadi
peringkat yang pertama sebagai penyakit rawat inap di Negara Indonesia,
sedangkan angka kematian pada gastroenteritis akut (Case Fatality Rate) sebesar
1,92%.1,4,5
Sementara itu, untuk provinsi Aceh sendiri mengenai prevalensi diare kasus
balita berdasarkan riwayat diagnosis tenaga kesehatan sebesar 13.81%, Untuk
Aceh Barat Daya sendiri, terkait prevalensi diare berdasarkan riwayat diagnosis
dari tenaga kesehatan sebesar 13.51%.2
2.1.3 Etiologi
Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari
World Gastroenterology Organisation, terdapat beberapa agen yang dapat
menyebabkan terjadinya gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-infeksi.
3
4
Lebih dari 90 % diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% oleh
karena sebab lain. Terdapat beberapa penyebab infeksi yang ada seperti virus,
bakteri dan parasit agen. Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering
dari gastroenteritis akut adalah virus, beberapa virus penyebabnya antara lain
yakni Human Caliciviruses (HuCVs), rotavirus dan adenovirus. Infeksi bakteri
juga menjadi penyebab kasus gastroenteritis akut bakteri yang sering menjadi
penyebabnya adalah Diarrheagenic Escherichia coli, Shigella species, Vibrio
cholera dan Salmonella. Untuk kelompok parasite terdapat beberapa penyebab
yang dapat menyebabkan gastroenteritis akut seperti Cryptosporidium parvum,
Giardia L, Entamoeba histolytica dan Cyclospora cayetanensis, meskipun
kasusnya sangatlah jarang terjadi. Dalam beberapa kasus juga dinyatakan infeksi
dari cacing seperti Stongiloide stecoralis, Angiostrongylus C., Schisotoma
Mansoni, S. Japonicum juga menyebabkan gastroenteritis akut.1,4
Untuk etiologi non infeksi yang dapat menyebabkan GEA adalah
malabsorpsi atau maldigesti karbohidrat, lemak, asam amino, protein, vitamin dan
juga mineral. Penyebab lainnya seperti imunodefiensi, terapi obat antibiotic,
antasida dan masih kemoterapi juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut.1,4,5
2.1.4 Patogenesis
Pada umumnya gastroenteritis akut 90% disebabkan oleh agen infeksi yang
berperan dalam terjadinya gastroenteritis akut terutama adalah faktor agent dan
faktor host. Faktor agent yaitu daya penetrasi yang dapat merusak dari sel
mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan
usus halus serta daya lekat kuman. Faktor host sendiri merupakan kemampuan
tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan
kondisi diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal
saluran cerna antara lain: keasaman lambung, motilitas usus, imunitas, dan
lingkungan microflora usus. Patogenesis diare karena infeksi bakteri/parasit terdiri
atas:1,4,5
1. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Diare jenis ini biasanya disebut dengan istilah yakni diare tipe sekretorik
dengan konsistensi berair dengan volume yang banyak. Bakteri yang
5
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis dari gastroenteritis akut dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1,4,5
8
1. Anamnesis
Onset, durasi, tingkat keparahan, dan frekuensi diare harus dicatat, dengan
perhatian khusus pada karakteristik feses (misalnya, berair, berdarah, berlendir,
purulen). Pasien harus dievaluasi tanda dehidrasi, termasuk kencing berkurang,
rasa haus, pusing, dan perubahan status mental. Muntah lebih sugestif penyakit
virus atau penyakit yang disebabkan ingesti racun bakteri. Gejala lebih
menunjukkan invasif bakteri diare adalah demam, tenesmus, dan feses berdarah.
Makanan dan riwayat perjalanan sangat membantu untuk mengevaluasi potensi
paparan agent. Anak-anak pada tempat penitipan, penghuni panti jompo, penyicip
makanan, dan pasien yang baru dirawat di rumah sakit berada pada risiko tinggi
penyakit diare menular. Riwayat sakit terdahulu dan penggunaan antibiotik dan
obat lain harus dicatat pada pasien dengan diare akut.1,4,5
2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai tingkat dehidrasi
pasien. Umumnya penampilan sakit, membran mukosa kering, waktu pengisian
kapiler yang tertunda, peningkatan denyut jantung dan tanda-tanda vital lain yang
abnormal seperti penurunan tekanan darah dan juga peningkatan laju nafas dapat
membantu dalam mengidentifikasi dehidrasi. Demam lebih mengarah pada diare
dengan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan perut penting untuk menilai nyeri
dan proses perut akut. Pemeriksaan rektal dapat membantu dalam menilai adanya
darah, nyeri dubur, dan konsistensi feses.1,4,5
3. Pemeriksaan Penunjang
Darah:
- Darah perifer lengkap
- Serum elektrolit: Na+, K+, Cl-
- Analisa gas darah bila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan
asam basa (pernafasan Kusmaull)
- Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus), antigen
protozoa (Giardia, E. histolytica).1,4,5
Feses:
- Feses lengkap
9
Makroskopis :
Mikroskopis : peningkatan jumlah leukosit di feses pada kasus
inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hypha pada
jamur)
- Biakan dan resistensi feses (colok dubur)
Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut karena
infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan sampai pada terapi
definitif.1,4,5
2.1.7 Tatalaksana
World Health Organization merekomendasikan lima tatalaksana utama
diare yang disebut dengan lintas penatalaksanaan diare (rehidrasi, suplement zinc,
nutrisi, antibiotik selektif, dan edukasi orangtua/pengasuh.1,4,5
1. Rehidrasi yang adekuat
Oral Rehydration Therapy (ORT)
Pemberian cairan pada kondisi tanpa adanya dehidrasi adalah dengan
metode pemberian larutan oralit dengan osmolaritas rendah. Oralit untuk pasien
diare tanpa dehidrasi diberikan sebanyak 10 ml/kgbb tiap BAB. Rehidrasi pada
pasien diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang dapat diberikan sesuai dengan
berat badan penderita. Volume oralit yang disarankan adalah sebanyak 75
ml/KgBB. Buang Air Besar (BAB) berikutnya diberikan oralit sebanyak 10
ml/KgBB. Pada bayi yang masih mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI), ASI dapat
diberikan.5,6,7
Parenteral
Selanjutnya kasus diare dengan dehidrasi berat dengan atau tanpa tanda-
tanda syok, diperlukan rehidrasi tambahan dengan cairan parenteral. Bayi dengan
usia <12 bulan diberikan ringer laktat (RL) sebanyak 30 ml/KgBB selama satu
jam, dapat diulang bila denyut nadi masih terasa lemah. Apabila denyut nadi
teraba adekuat, maka ringer laktat dilanjutkan sebanyak 70 ml/KgBB dalam lima
jam. Anak berusia >1 tahun dengan dehidrasi berat, dapat diberikan ringer laktat
(RL) sebanyak 30 ml /KgBB selama setengah sampai satu jam. Apabila nadi
10
teraba lemah maupun tidak teraba, langkah pertama dapat diulang. Apabila nadi
sudah kembali lagi kuat, dapat dilanjutkan dengan memberikan ringer laktat (RL)
sebanyak 70 ml/KgBB selama dua setengah hingga tiga jam. Penilaian dilakukan
tiap satu hingga dua jam. Apabila status rehidrasii belum dapat dicapai, jumlah
cairan intravena dapat ditingkatkan.5,6
Oralit diberikan sebanyak 5 ml/KgBB/jam apabila kondisi pasien sudah
dapat mengkonsumsi langsung. Bayi dilakukan evaluasi enam jam berikutnya,
sementara pada kelompok usia anak-anak dapat dievaluasi tiga jam berikutnya.5,6,7
2. Suplement Zinc
Suplement zinc digunakan untuk mengurangi durasi diare, menurunkan
risiko keparahan penyakit, dan mengurangi episode diare. Pengunaan
mikronutrien untuk penatalaksanaan diare akut didasarkan pada efek yang
diharapkan akan terjadi pada fungsi imun, struktur, dan fungsi saluran cerna
utamanya dalam proses perbaikan epitel dari sel seluran cerna. Secara ilmiah zinc
terbukti dapat menurunkan jumlah buang air besar (BAB) dan volume tinja serta
mengurangi risiko dehidrasi. Zinc berperan penting dalam pertumbuhan jumlah
sel dan juga imunitas. Pemberian zinc selama 10-14 hari dapat mengurangi durasi
dan keparahan diare. Selain itu, zinc dapat mencegah terjadinya diare kembali.
Meskipun diare telah sembuh, zinc tetap dapat diberikan dengan dosis 10 mg/hari
(usia < 6 bulan) dan 20 mg /hari (usia > 6 bulan).4,5,7
3. Nutrisi Adekuat
Pemberian air susu ibu (ASI) dan juga makanan yang sama saat anak sehat
diberikan guna mencegah penurunan berat badan dan menggantikan nutrisi yang
hilang. Apabila terdapat perbaikan dari nafsu makan, dapat dikatakan bahwa anak
sedang dalam fase kesembuhan. Pasien tidak perlu untuk puasa, makanan dapat
diberikan sedikit demi sedikit namun jumlah pemerian lebih sering (>6 kali/hari)
dan rendah serat. Makanan sesuai gizi seimbang dan ataupun ASI dapat diberikan
sesegera mungkin apabila pasien sudah mengalami perbaikan. Pemberian nutrisi
ini dapat mencegah terjadinya gangguan gizi, menstimulasi perbaikan pada usus,
dan mengurangi derajat penyakit.4,5,6,7
4. Antibiotik Selektif
11
Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair, dengan
frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila BAB sudah lebih
dari 3 kali sedangkan neonatus empat kali buang air besar. Pengeluaran feses
dinilai berlebih bila sudah mencapai lebih dari 200 ml/m luas permukaan badan.
Diare terjadi saat isi saluran cerna didorong melalui usus dengan cepat, dengan
sedikit waktu untuk absorbsi makanan yang dicerna, air dan elektrolit. Feses yang
dihasilkan menjadi encer biasanya hijau, dan berisi lemak yang tidak dicerna,
karbohidrat yang tidak dicerna, dan sejumlah protein yang tidak dicerna
kehilangan air dapat terjadi hingga sepuluh kali dari kecepatan normal kehilangan
air, ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi bersama kehilangan natrium,
klorida, bikarbonat dan kalium. Diare yang menyebabkan dehidrasi dapat
menyebabkan syok hipovolemik dan juga dapat mengancam jiwa pada bayi dan
anak yang masih kecil.6,10
Dehidrasi adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan
defisiensi cairan dan elektrolit. Dehidrasi dapat disebabkan karena beberapa
faktor, misalnya kekurangan cairan dan kelebihan asupan zat terlarut (misalnya
protein dan klorida atau natrium). Kelebihan dari asupan zat terlarut dapat
menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine secara berlebih serta pengeluaran
keringat yang banyak dan juga dalam waktu yang lama. Menurut pedoman
MTBS, gejala yang sering muncul pada anak dehidrasi adalah mata cekung, malas
minum, cubit kulit perut kembali lambat. Menurut Sodikin, gejala ubun-ubun
cekung, tonus otot dan turgor kulit berkurang, mukosa bibir kering. Konsistensi
feses cair, berlendir, warna feses berubah menjadi kehijau-hijauan bercampur
empedu. Pada studi kasus pasien mengalami masalah muntah pada saat diare yang
dimana terdapat pada teori Sodikin. Muntah dianggap sebagai suatu cara
perlindungan alamiah dari tubuh terhadap zat yang merangsang.6
Menurut Wong, berat badan yang turun dan kulit yang pucat ialah gejala
yang muncul saat anak diare disertai dehidrasi. Diagnosa tersebut menunjukkan
13
adanya dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja tanpa perubahan natrium
serta elektrolit. Pasien mengalami dehidrasi terlihat dari tanda-tanda dan catatan
input dan juga outputnya. Pasien mengalami dehidrasi dikarenakan usus bekerja
tidak sempurna sehingga sebagian besar air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya
dibuang bersama tinja sampai akhirnya tubuh kekurangan cairan. Cairan dan juga
elektrolit merupakan komponen tubuh yang berperan dalam memelihara fungsi
tubuh dan homeostatis. Elektrolit sendiri adalah komponen yang berada baik
dalam cairan intrasel maupun ekstrasel. Ketidakseimbangan satu atau lebih
komponen elektrolit akan terjadi mekanisme pertahanan homeostatis.6,10
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai kadar konsentrasi serum dari natrium
menjadi dehidrasi isonatremik (130-150mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling
sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar
5-10% dari kasus. Dehidrasi isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan
cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravascular
maupun ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi apabila
kehilangan cairan dengan jumlah kandungan natrium lebih banyak dari jumlah
darah (kehilangan cairan hipertonis). Sedangkan dehidrasi hipertonis
(hipernatremik), terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih
sedikit dari darah. Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang
hilang, maka dehidrasi dapat dibagi atas:6,10
1. Dehidrasi ringan (defisit 4%BB)
2. Dehidrasi sedang (defisit 8%BB)
3. Dehidrasi berat (defisit 12%BB)
14