Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gastroenteritis

2.1.1 Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada bagian
mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan muntah. Diare
ialah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau lebih
dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair
(kandungan air pada feses lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200gram
atau 200ml/24jam). Gastroenteritis akut adalah diare dengan onset mendadak
dengan frekuensi lebih dari tiga kali dalam sehari disertai dengan muntah dan
berlangsung kurang dari 14 hari.1,4,5

2.1.2 Epidemiologi
Gastroenteritis akut merupakan masalah yang banyak terjadi terutama pada
Negara berkembang dibandingkan dengan negara maju yang tingkat higenitas dan
sanitasi lebih baik. Menurut data World Health Organization (WHO) dan
UNICEF, terdapat 1,87 juta orang meninggal akibat kasus gastroenteritis setiap
tahunnya di seluruh dunia. Menurut hasil survey di Indonesia, insiden dari
gastroenteritis akut akibat infeksi mencapai 96.278 insiden dan masih menjadi
peringkat yang pertama sebagai penyakit rawat inap di Negara Indonesia,
sedangkan angka kematian pada gastroenteritis akut (Case Fatality Rate) sebesar
1,92%.1,4,5
Sementara itu, untuk provinsi Aceh sendiri mengenai prevalensi diare kasus
balita berdasarkan riwayat diagnosis tenaga kesehatan sebesar 13.81%, Untuk
Aceh Barat Daya sendiri, terkait prevalensi diare berdasarkan riwayat diagnosis
dari tenaga kesehatan sebesar 13.51%.2

2.1.3 Etiologi
Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari
World Gastroenterology Organisation, terdapat beberapa agen yang dapat
menyebabkan terjadinya gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-infeksi.

3
4

Lebih dari 90 % diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% oleh
karena sebab lain. Terdapat beberapa penyebab infeksi yang ada seperti virus,
bakteri dan parasit agen. Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering
dari gastroenteritis akut adalah virus, beberapa virus penyebabnya antara lain
yakni Human Caliciviruses (HuCVs), rotavirus dan adenovirus. Infeksi bakteri
juga menjadi penyebab kasus gastroenteritis akut bakteri yang sering menjadi
penyebabnya adalah Diarrheagenic Escherichia coli, Shigella species, Vibrio
cholera dan Salmonella. Untuk kelompok parasite terdapat beberapa penyebab
yang dapat menyebabkan gastroenteritis akut seperti Cryptosporidium parvum,
Giardia L, Entamoeba histolytica dan Cyclospora cayetanensis, meskipun
kasusnya sangatlah jarang terjadi. Dalam beberapa kasus juga dinyatakan infeksi
dari cacing seperti Stongiloide stecoralis, Angiostrongylus C., Schisotoma
Mansoni, S. Japonicum juga menyebabkan gastroenteritis akut.1,4
Untuk etiologi non infeksi yang dapat menyebabkan GEA adalah
malabsorpsi atau maldigesti karbohidrat, lemak, asam amino, protein, vitamin dan
juga mineral. Penyebab lainnya seperti imunodefiensi, terapi obat antibiotic,
antasida dan masih kemoterapi juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut.1,4,5

2.1.4 Patogenesis
Pada umumnya gastroenteritis akut 90% disebabkan oleh agen infeksi yang
berperan dalam terjadinya gastroenteritis akut terutama adalah faktor agent dan
faktor host. Faktor agent yaitu daya penetrasi yang dapat merusak dari sel
mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan
usus halus serta daya lekat kuman. Faktor host sendiri merupakan kemampuan
tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan
kondisi diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal
saluran cerna antara lain: keasaman lambung, motilitas usus, imunitas, dan
lingkungan microflora usus. Patogenesis diare karena infeksi bakteri/parasit terdiri
atas:1,4,5
1. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Diare jenis ini biasanya disebut dengan istilah yakni diare tipe sekretorik
dengan konsistensi berair dengan volume yang banyak. Bakteri yang
5

memproduksi enterotoksin ini tidak merusak mukosa seperti V. cholerae Eltor,


Eterotoxicgenic E. coli (ETEC) dan C. Perfringens. V. cholerae Eltor
mengeluarkan toksin yang terkait pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah
diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid
adenin di nukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin
3’-5’-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif
anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation,
natrium dan kalium.1,4,5
2. Diare karena bakteri/parasite invasive (enterovasif)
Diare yang diakibatkan oleh bakteri enterovasif disebut diare Inflammatory.
Bakteri yang invasif antara lain yaitu; Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella,
Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh kerusakan
dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif.
Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah. Kuman salmonella yang sering
menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B, Styphimurium, S enterriditis, S
choleraesuis. Penyebab parasite yang sering yaitu E. histolitika dan G. lamblia.
Diare inflammatory ditandai dengan kerusakan dan kematian enterosit, dengan
peradangan minimal sampai berat, disertai gangguan absorbsi dan sekresi. Setelah
kolonisasi awal, kemudian terjadi perlekatan bakteri ke sel epitel dan selanjutnya
terjadi invasi bakteri kedalam sel epitel, atau pada IBD mulai terjadinya
inflamasi.1,4,5
Tahap berikutnya terjadi pelepasan dari sitokin antara lain interleukin 1 (IL-
l), TNF-a, dan juga kemokin seperti interleukin 8 (IL-8) dari epitel dan subepitel
miofibroblas. IL8 merupakan molekul kemostatik yang akan mengaktifkan sistim
fagositosis setempat dan merangsang sel-sel fagositosis lainnya ke lamina propia.
Apabila substansi kemotaktik (IL-8) dilepas oleh sel epitel ataupun
mikroorganisme lumen usus (kemotaktik peptida) dalam konsentrasi yang cukup
ke dalam lumen usus, maka neutrofil akan bergerak menembus epitel dan
membentuk abses kripta, dan melepaskan berbagai mediator radang seperti
prostaglandin, leukotrin, platelet actifating factor, dan hidrogen peroksida dari sel
fagosit akan merangsang sekresi usus oleh enterosit, dan aktifitas saraf usus.1,4,5
6

Terdapat tiga mekanisme diare inflamatori, kebanyakan disertai kerusakan


dari brush border dan beberapa kematian sel enterosit disertai ulserasi. Invasi dari
mikroorganisme atau parasit ke lumen usus secara langsung akan merusak
ataupun membunuh sel enterosit. Infeksi cacing akan mengakibatkan enteritis
inflamatori yang ringan yang disertai pelepasan antibodi IgE dan IgG untuk
melawan cacing. Selama terjadinya infeksi atau reinfeksi, maka akibat reaksi
silang reseptor antibodi IgE atau IgG di sel mast, terjadi pelepasan mediator
inflamasi yang hebat seperti histamin, adenosin, prostaglandin, dan juga lekotrin.
Mekanisme imunologi akibat pelepasan produk dari sel lekosit polimorfonuklear,
makropage epithelial, limfosit-T akan mengakibatkan kerusakan dan kematian sel-
sel enterosit. Pada keadaan-keadaan di atas sel-sel epitel, makrofag, dan subepitel
miofibroblas akan melepas kandungan metaloprotein dan akan menyerang
membrane basalis dan kandungan molekul interstitial, dengan akibat akan terjadi
pengelupasan dari sel-sel epitel dan selanjutnya terjadi remodeling matriks (isi sel
epitel) yang mengakibatkan vili-vili menjadi atropi, hiperplasi kripta-kripta pada
usus halus dan regenerasi hiperplasia yang tidak teratur di usus besar (kolon).1,4,5
Pada akhirnya terjadi kerusakan atau sel-sel imatur yang rudimenter dimana
vili-vili yang tak berkembang pada usus halus dan kolon. Sel-sel imatur ini akan
mengalami gangguan dalam fungsi absorbsi serta juga hanya mengandung sedikit
disakaridase, hidrolase peptida, berkurangnya tidak terdapat mekanisme
Nacoupled sugar atau mekanisme transport asam amino, dan berkurangnya atau
tidak terjadi sama sekali transport absorbsi NaCl. Sebaliknya sel-sel kripta dan
sel-sel baru vili yang imatur atau sel-sel yang permukaan mempertahankan
kemampuannya untuk mensekresi Cl− (mungkin juga HCO3−). Pada saat yang
sama dengan dilepaskannya mediator inflamasi dari sel inflamatori pada lamina
propia akan merangsang sekresi kripta hiperplasi dan vili-vili atau sel permukaan
yang imatur. Kerusakan immune mediated vascular mungkin menyebabkan
kebocoran protein dari kapiler. Apabila terjadi ulserasi yang berat, maka eksudasi
dari kapiler dan limfatik dapat berperan terhadap terjadinya diare.1,4,5

2.1.5 Manifestasi Klinis


7

Manifestasi klinis dari gastroenteritis akut biasanya bervariasi. dari salah


satu hasil penelitian, mual (93%), muntah (81%) atau diare (89%), dan nyeri
abdomen (76%) umumnya merupakan gejala yang paling sering dilaporkan oleh
kebanyakan pasien. Selain itu terdapat tanda-tanda dari dehidrasi sedang sampai
berat, seperti membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, ataupun
perubahan status mental, terdapat pada <10 % dari hasil pemeriksaan. Sedangkan
gatroenteritis akut oleh karena infeksi bakteri yang mengandung ataupun
memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarhhea)
dengan manifestasi mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya
ringan, disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek ataupun cair.
Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau
minurnan yang terkontaminasi.1,4,5
Diare sekretorik (watery diarhea) yang berlangsung beberapa waktu tanpa
penanggulangan medis adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan
cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan
seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah
kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menumn serta suara menjadi serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Sedangkan
kehilangan bikarbonas dan asam karbonas berkurang yang mengakibatkan
penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (pernafasan Kussmaul). Reaksi ini
adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH darah dapat
kembali lagi normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang
berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan
darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah muka pucat ujung-
ujung ektremitas dingin dan kadang sianosis karena kehilangan kalium pada diare
akut juga dapat timbul aritmia jantung.1,4,5

2.1.6 Diagnosis
Diagnosis dari gastroenteritis akut dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1,4,5
8

1. Anamnesis
Onset, durasi, tingkat keparahan, dan frekuensi diare harus dicatat, dengan
perhatian khusus pada karakteristik feses (misalnya, berair, berdarah, berlendir,
purulen). Pasien harus dievaluasi tanda dehidrasi, termasuk kencing berkurang,
rasa haus, pusing, dan perubahan status mental. Muntah lebih sugestif penyakit
virus atau penyakit yang disebabkan ingesti racun bakteri. Gejala lebih
menunjukkan invasif bakteri diare adalah demam, tenesmus, dan feses berdarah.
Makanan dan riwayat perjalanan sangat membantu untuk mengevaluasi potensi
paparan agent. Anak-anak pada tempat penitipan, penghuni panti jompo, penyicip
makanan, dan pasien yang baru dirawat di rumah sakit berada pada risiko tinggi
penyakit diare menular. Riwayat sakit terdahulu dan penggunaan antibiotik dan
obat lain harus dicatat pada pasien dengan diare akut.1,4,5

2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai tingkat dehidrasi
pasien. Umumnya penampilan sakit, membran mukosa kering, waktu pengisian
kapiler yang tertunda, peningkatan denyut jantung dan tanda-tanda vital lain yang
abnormal seperti penurunan tekanan darah dan juga peningkatan laju nafas dapat
membantu dalam mengidentifikasi dehidrasi. Demam lebih mengarah pada diare
dengan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan perut penting untuk menilai nyeri
dan proses perut akut. Pemeriksaan rektal dapat membantu dalam menilai adanya
darah, nyeri dubur, dan konsistensi feses.1,4,5
3. Pemeriksaan Penunjang
Darah:
- Darah perifer lengkap
- Serum elektrolit: Na+, K+, Cl-
- Analisa gas darah bila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan
asam basa (pernafasan Kusmaull)
- Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus), antigen
protozoa (Giardia, E. histolytica).1,4,5
Feses:
- Feses lengkap
9

 Makroskopis :
 Mikroskopis : peningkatan jumlah leukosit di feses pada kasus
inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hypha pada
jamur)
- Biakan dan resistensi feses (colok dubur)
Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut karena
infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan sampai pada terapi
definitif.1,4,5

2.1.7 Tatalaksana
World Health Organization merekomendasikan lima tatalaksana utama
diare yang disebut dengan lintas penatalaksanaan diare (rehidrasi, suplement zinc,
nutrisi, antibiotik selektif, dan edukasi orangtua/pengasuh.1,4,5
1. Rehidrasi yang adekuat
Oral Rehydration Therapy (ORT)
Pemberian cairan pada kondisi tanpa adanya dehidrasi adalah dengan
metode pemberian larutan oralit dengan osmolaritas rendah. Oralit untuk pasien
diare tanpa dehidrasi diberikan sebanyak 10 ml/kgbb tiap BAB. Rehidrasi pada
pasien diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang dapat diberikan sesuai dengan
berat badan penderita. Volume oralit yang disarankan adalah sebanyak 75
ml/KgBB. Buang Air Besar (BAB) berikutnya diberikan oralit sebanyak 10
ml/KgBB. Pada bayi yang masih mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI), ASI dapat
diberikan.5,6,7
Parenteral
Selanjutnya kasus diare dengan dehidrasi berat dengan atau tanpa tanda-
tanda syok, diperlukan rehidrasi tambahan dengan cairan parenteral. Bayi dengan
usia <12 bulan diberikan ringer laktat (RL) sebanyak 30 ml/KgBB selama satu
jam, dapat diulang bila denyut nadi masih terasa lemah. Apabila denyut nadi
teraba adekuat, maka ringer laktat dilanjutkan sebanyak 70 ml/KgBB dalam lima
jam. Anak berusia >1 tahun dengan dehidrasi berat, dapat diberikan ringer laktat
(RL) sebanyak 30 ml /KgBB selama setengah sampai satu jam. Apabila nadi
10

teraba lemah maupun tidak teraba, langkah pertama dapat diulang. Apabila nadi
sudah kembali lagi kuat, dapat dilanjutkan dengan memberikan ringer laktat (RL)
sebanyak 70 ml/KgBB selama dua setengah hingga tiga jam. Penilaian dilakukan
tiap satu hingga dua jam. Apabila status rehidrasii belum dapat dicapai, jumlah
cairan intravena dapat ditingkatkan.5,6
Oralit diberikan sebanyak 5 ml/KgBB/jam apabila kondisi pasien sudah
dapat mengkonsumsi langsung. Bayi dilakukan evaluasi enam jam berikutnya,
sementara pada kelompok usia anak-anak dapat dievaluasi tiga jam berikutnya.5,6,7

2. Suplement Zinc
Suplement zinc digunakan untuk mengurangi durasi diare, menurunkan
risiko keparahan penyakit, dan mengurangi episode diare. Pengunaan
mikronutrien untuk penatalaksanaan diare akut didasarkan pada efek yang
diharapkan akan terjadi pada fungsi imun, struktur, dan fungsi saluran cerna
utamanya dalam proses perbaikan epitel dari sel seluran cerna. Secara ilmiah zinc
terbukti dapat menurunkan jumlah buang air besar (BAB) dan volume tinja serta
mengurangi risiko dehidrasi. Zinc berperan penting dalam pertumbuhan jumlah
sel dan juga imunitas. Pemberian zinc selama 10-14 hari dapat mengurangi durasi
dan keparahan diare. Selain itu, zinc dapat mencegah terjadinya diare kembali.
Meskipun diare telah sembuh, zinc tetap dapat diberikan dengan dosis 10 mg/hari
(usia < 6 bulan) dan 20 mg /hari (usia > 6 bulan).4,5,7
3. Nutrisi Adekuat
Pemberian air susu ibu (ASI) dan juga makanan yang sama saat anak sehat
diberikan guna mencegah penurunan berat badan dan menggantikan nutrisi yang
hilang. Apabila terdapat perbaikan dari nafsu makan, dapat dikatakan bahwa anak
sedang dalam fase kesembuhan. Pasien tidak perlu untuk puasa, makanan dapat
diberikan sedikit demi sedikit namun jumlah pemerian lebih sering (>6 kali/hari)
dan rendah serat. Makanan sesuai gizi seimbang dan ataupun ASI dapat diberikan
sesegera mungkin apabila pasien sudah mengalami perbaikan. Pemberian nutrisi
ini dapat mencegah terjadinya gangguan gizi, menstimulasi perbaikan pada usus,
dan mengurangi derajat penyakit.4,5,6,7
4. Antibiotik Selektif
11

Pemberian antibiotik dilakukan terhadap kondisi-kondisi seperti:4,5,8,9


- Sumber patogen merupakan kelompok bakteria
- Diare yang berlangsung sangat lama (>10 hari) dengan kecurigaan penyebab
adalah Enteropathogenic E coli
- Apabila patogen dicurigai adalah Enteroinvasive E coli.
- Agen penyebabnya adalah Yersinia ditambah penderita memiliki tambahan
diagnosis berupa penyakit sickle cell.
- Infeksii Salmonella pada anak usia yang sangat muda, terjadi peningkatan
temperatur tubuh (>37,5 C) atau ditemukan kultur darah positif bakteri.
5. Edukasi Orangtua
Orangtua diharapkan dapat memeriksakan anak dengan diare puskesmas
atau dokter keluarga bila didapatkan gejala seperti: demam, tinja berdarah, makan
dan atau minum sedikit, terlihat sangat kehausan, intensitas dan frekuensi diare
semakin sering, dan atau belum terjadi perbaikan dalam waktu tiga hari. Orangtua
maupun pengasuh diberikan informasi mengenai cara menyiapkan oralit disertai
langkah promosi dan preventif yang sesuai dengan lintas diare.4,5,6,7
Pemberian obat-obatan seperti antiemetik, antimotilitas, dan antidiare
kurang bermanfaat dan kemungkinan dapat menyebabkan komplikasi. Bayi
dengan usia kurang dari tiga bulan, tidak dianjurkan untuk menerima obat jenis
antispasmolitik maupun antisekretorik. Obat pengeras feses anak juga dikatakan
tidak bermanfaat sehingga obat-obatan tersebut juga tidak perlu diberikan. Efek
sampingnya berupa sedasi atau anoreksia dapat menurunkan presentasi
keberhasilan terapi rehidrasi oral.5,8,9
Penanganan diare berikutnya adalah pemberian probiotik dan juga prebiotik.
Probiotik adalah organisme hidup dengan dosis yang efektif untuk menangani
diare akut pada anak. Probiotik yang dapat digunakan dalam penanganan diare
karena Rotavirus pada anak-anak adalah Lactobacillus GG, Sacharomyces
boulardii, dan Lactobacillus reuterii. Probiotik memberikan manfaat untuk
mengurangi durasi diare. Probiotik efektif untuk mengurangi durasi diare oleh
virus namun kurang efektif untuk mengurangii durasi diare yang disebabkan oleh
bakteria (Guandalini). Mekanisme probiotik sebagai tatalaksana penanganan diare
12

ialah melalui produksi substansi antimicrobial, modifikasii dan toksin, mencegah


penempelan patogen pada saluran cerna, dan menstimulasi sistem imun.5,8,9

2.2. Dehidrasi dan Terapi Cairan

Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair, dengan
frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila BAB sudah lebih
dari 3 kali sedangkan neonatus empat kali buang air besar. Pengeluaran feses
dinilai berlebih bila sudah mencapai lebih dari 200 ml/m luas permukaan badan.
Diare terjadi saat isi saluran cerna didorong melalui usus dengan cepat, dengan
sedikit waktu untuk absorbsi makanan yang dicerna, air dan elektrolit. Feses yang
dihasilkan menjadi encer biasanya hijau, dan berisi lemak yang tidak dicerna,
karbohidrat yang tidak dicerna, dan sejumlah protein yang tidak dicerna
kehilangan air dapat terjadi hingga sepuluh kali dari kecepatan normal kehilangan
air, ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi bersama kehilangan natrium,
klorida, bikarbonat dan kalium. Diare yang menyebabkan dehidrasi dapat
menyebabkan syok hipovolemik dan juga dapat mengancam jiwa pada bayi dan
anak yang masih kecil.6,10
Dehidrasi adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan
defisiensi cairan dan elektrolit. Dehidrasi dapat disebabkan karena beberapa
faktor, misalnya kekurangan cairan dan kelebihan asupan zat terlarut (misalnya
protein dan klorida atau natrium). Kelebihan dari asupan zat terlarut dapat
menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine secara berlebih serta pengeluaran
keringat yang banyak dan juga dalam waktu yang lama. Menurut pedoman
MTBS, gejala yang sering muncul pada anak dehidrasi adalah mata cekung, malas
minum, cubit kulit perut kembali lambat. Menurut Sodikin, gejala ubun-ubun
cekung, tonus otot dan turgor kulit berkurang, mukosa bibir kering. Konsistensi
feses cair, berlendir, warna feses berubah menjadi kehijau-hijauan bercampur
empedu. Pada studi kasus pasien mengalami masalah muntah pada saat diare yang
dimana terdapat pada teori Sodikin. Muntah dianggap sebagai suatu cara
perlindungan alamiah dari tubuh terhadap zat yang merangsang.6
Menurut Wong, berat badan yang turun dan kulit yang pucat ialah gejala
yang muncul saat anak diare disertai dehidrasi. Diagnosa tersebut menunjukkan
13

adanya dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja tanpa perubahan natrium
serta elektrolit. Pasien mengalami dehidrasi terlihat dari tanda-tanda dan catatan
input dan juga outputnya. Pasien mengalami dehidrasi dikarenakan usus bekerja
tidak sempurna sehingga sebagian besar air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya
dibuang bersama tinja sampai akhirnya tubuh kekurangan cairan. Cairan dan juga
elektrolit merupakan komponen tubuh yang berperan dalam memelihara fungsi
tubuh dan homeostatis. Elektrolit sendiri adalah komponen yang berada baik
dalam cairan intrasel maupun ekstrasel. Ketidakseimbangan satu atau lebih
komponen elektrolit akan terjadi mekanisme pertahanan homeostatis.6,10
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai kadar konsentrasi serum dari natrium
menjadi dehidrasi isonatremik (130-150mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling
sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar
5-10% dari kasus. Dehidrasi isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan
cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravascular
maupun ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi apabila
kehilangan cairan dengan jumlah kandungan natrium lebih banyak dari jumlah
darah (kehilangan cairan hipertonis). Sedangkan dehidrasi hipertonis
(hipernatremik), terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih
sedikit dari darah. Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang
hilang, maka dehidrasi dapat dibagi atas:6,10
1. Dehidrasi ringan (defisit 4%BB)
2. Dehidrasi sedang (defisit 8%BB)
3. Dehidrasi berat (defisit 12%BB)
14

Gambar 2.1 Derajat Dehidrasi


Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu;6,10
1. Resusitasi cairan; ditujukan untuk menggantikan kehilangan yang akut
cairan tubuh sehingga seringkali dapat menyebabkan syok. Terapi ini
ditujukan pula untuk ekspansi cepat cairan intravaskuler dan memperbaiki
perfusi jaringan.
2. Terapi rumatan; bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh
dan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh.

Gambar 2.2 Prinsip Terapi Cairan

Anda mungkin juga menyukai