2. Ginjal memegang peran penting dalam regulasi tekanan darah melalui pengaturan Natrium dan keseimbangan air.
Konsentrasi Na+ di cairan tubulus proksimal dideteksi di makula densa yaiu di bagian apparatus juxtaglomerulus.
3. Ginjal berperan pada pengaturan asam basa dengan pengeluaran asam dan mengatur penyimpanan cairan tubuh.
Ginjal merupakan satu-satunya organ yang dapat mengeluarkan beberapa jenis asam dari tubuh seperti asam sulfat
dan asam fosfat yang dihasilkan oleh metabolisme protein.
4. Ginjal memproduksi hormon eritropoetin, yang merangsang produksi sel darah merah oleh hematopoetik di
sumsum tulang. Ginjal biasanya memperhitungkan hampir semua eritropoietin yang disekresikan ke dalam
sirkulasi. Pada orang dengan penyakit ginjal kronis atau yang telah menjalani hemodialisis, anemia berat dapat
berkembang akibat produksi eritropoietin yang menurun.
PEMBENTUKAN URIN
1. Filtrasi glomerulus
Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas protein tersaring melalui kapiler glomerulus ke dalam
kapsul Bowman. Dalam keadaan normal, 20% plasma yang masuk ke glomerulus tersaring. Secara rerata, 125 ml
filtrat glomerulus terbentuk secara kolektif dari seluruh glomerulus setiap menit.
2. Reabsorbsi tubulus
Sewaktu filtrat mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler
peritubulus. Perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut
reabsorbsi tubulus. Bahan-bahan yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi dibawa oleh kapiler
peritubular ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk diresirkulasi.
3. Sekresi tubulus
Merupakan pemindahan selektif bahan-bahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini merupakan
rute kedua bagi masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari darah sedangkan yang pertama adalah melalui filtrasi
glomerulus. Hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam kapsul
bowman, 80% sisanya mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus.
URETER
•Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan
urine dari pielum (pelvis) ginjal kedalam buli-buli.
•Panjangnya kurang lebih 25-30 cm dan diameternya 3-4 mm.
•Dindingnya terdiri atas :
-Mukosa yang dilapisi oleh sel transisional
-Otot polos sirkuler
-Otot polos longitudinal
•Tiga tempat penyempitan pada uretra :
-Pelvi ureter juntion
-Tempat pada saat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis
-Pada saat ureter masuk ke buli-buli
•Persarafan
Ureter mendapatkan persarafan otonomik, simpatik dan parasimpatik.
BULI-BULI
Buli-buli/vasika urinaria adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot
detrusor yang saling beranyaman.
-Paling dalam otot longitudinal
- Ditengah merupakan otot sirkuler
- Paling luar otot longitudinal
•Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi.
•buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan
mengakifkan pusat miksi di medula spinalis segmen sakral 2-4 > kontraksi
otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi sfingter uretra
sehingga terjadilah proses miksi.
•Buli-buli mempunyai kapasitas maksimal yang volumenya pada orang
dewasa lebih kurang 300-450 ml
URETHRA
• Uretra merupakan saluran keluar dari urin yang diekskresikan oleh tubuh
melalui ginjal, ureter, vesica urinaria. Pada pria, organ ini berfungsi juga
dalam menyalurkan cairan mani.
• Pada pria ureter dilengkapi dengan sfingter uretra interna yg terdiri atas otot
polos yg dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh,
sfingter ini membuka.
• Sedangkan sfingter uretra eksterna terdiri atas otot polos bergaris yg dipersarafi
oleh sistem somatik.
• Pada wanita terdapat tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonus otot levator
ani yg berfungsi mempertahankan agar urine tetap berada di dalam buli-buli
pada saat perasaan ingin miksi.
• Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm sedang kan pria 23-25 cm
ANATOMI PROSTAT
Kelenjar prostat merupakan kelenjar fibromuskuler (serabut otot
polos yang bercampur serat kolagen dan elastik) diselubungi oleh
kapsula prostatika (jaringan fibrosa berisi pembuluh darah dan saraf).
• Testis berjumlah 2 dengan bentuk ovoid, pipih dengan ketebalan ± 2,5 cm,
berwarna putih, terletak di dalam cavum skroti. Testis terletak di ekstra
abdominal atau di luar perut testis berada pada kantung scrotum kanan dan
kiri pada umumnya testis sebelah kiri letaknya lebih rendah dibandingkan
sebelah kanan. Ukuran testis rata – rata 4 x 3 x 2,5 cm, dengan berat ±
32gram
• Testis dibungkus oleh tunika vaginalis pars parietalis, tunika vaginalis pars
visceralis, tunika albuginea dan tunika vaskulosa. Testis memiliki lobulus
yang dipisahkan oleh septum testis yang dibentuk dari penebalan tunika
albuginea. Setiap lobus pada testis terdiri dari tubulus seminiferus dan
interstitial testis.
• Testis utamanya dipasok oleh arteri testicularis yang merupakan cabang dari aorta abdominalis.
Cabang-cabang arteri testikularis ber-anasotomose dengan arteri dari duktus deferens. Drainase
vena dari testis dan epididimis dimulai dari plexus pampiniformis yang kemudian akan
membentuk vena testikularis
FISIOLOGI TESTIS
• Testis memiliki fungsi ganda, yaitu untuk memproduksi hormon yaitu androgen, testosteron dan
dihidrotestosteron, dan untuk memproduksi spermatozoa. Sekitar 80% dari massa testis terdiri
dari tubulus seminiferus. Proses pembentukan spermatozoa disebut spermatogenesis.
Spermatozoa dibentuk dari sel germinal 10 primitif di sepanjang dinding tubulus seminiferus
• Di dalam tubulus seminiferus juga terdapat sel Sertoli yang memiliki fungsi membantu sel
germinal dalam memelihara suasana agar sel tersebut dapat berkembang dan menjadi dewasa,
mengirimkan sinyal untuk memulai spermatogenesis dan mempertahankan perkembangan
spermatid, mengatur fungsi kelenjar pituitari sekaligus mengontrol spermatogenesis
EPIDIDIMIS
• Merupakan organ vital yang terdiri dari tiga buah korpora berbentuk silindris ;
• kavernosa yang saling berpasangan dan dibungkus oleh jaringan fibroelastis tunika albuginea, Sebelah
proksimal terpisah menjadi krura penis yang di bungkus oleh otot ishio kavernosus yang kemudian
menempel pada rami osis ischii
• Corpus spongiosum yang berada di sebelah ventral dari cavernosa dan membungkus uretra mulai dari
diafragma urogenitalis sampai uretra eksterna
• Sebelah proksimal korpus spingiosum berakhir pada sebelah distal sebagai gland penis
• Setiap korpus yang terbungkus oleh tunika albuginea terdapat jaringan jaringan erektil yang berupa
jaringan kovernus ( berrongga ) seperti spon, di lapisi sinusoid atau rongga lakuna yg dilapisi oleh
endotelium dan otot polos kovernosus
• Dan mampu menampung darah cukup banyak sehingga menyebabkan ketegangan pada batang penis.
2 fase • Fase Pengisian
utama • Fase Pengosongan
berkemih
• Sympathetic : Filling /storage
Sistem • Parasympathetic : voiding /
emptying
Saraf • Somatic : external sphincter
FASE PENGISIAN
Otak
Obstruksi Uretra
STRIKTUR HIPERPLASIA
URETRA PROSTAT
BATU OBSTRUKSI
CA PROSTAT
URETRA URETRA
Neurogenic Bladder
Definisi
Disfungsi kandung kemih akibat kerusakan sistem saraf yang terlibat dalam pengendalian berkemih.
bisa berupa kandung kemih tidak mampu berkontraksi dengan baik (underactive bladder) maupun kandung
kemih terlalu aktif dan melakukan pengosongan kandung kemih berdasar refleks yang tak terkendali
(overactive bladder).
Etiologi
• penyakit infeksius yang akut seperti mielitis transversal,
• kelainan serebral (stroke, tumor otak, penyakit Parkinson, multiple sklerosis, demensia),
• alkoholisme kronis,
• penyakit kolagen seperti SLE
• keracunan logam berat
• herpes zoster
• gangguan metabolik
• penyakit atau trauma pada medulla spinalis
• penyakit vaskuler
MANIFESTASI KLINIS
• infeksi saluran kemih,
• batu ginjal,
• inkontinensia urin,
• volume urine kecil selama berkemih,
• frekuensi dan urgensi kemih,
• dribbling urin yang merupakan suatu keadaan dimana urin menetes pada akhir
miksi,
• hilangnya sensasi kandung kemih penuh.
Neurogenic Bladder
DIAGNOSIS
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
Mengetahui bagaimana pola • Pemeriksaan laboratorium yaitu
• Pemeriksaan rektal dan genitalia
buang air kecilnya atau ada tidak • Pemeriksaan dinding perut untuk dengan memeriksa urin ataupun darah.
gangguan saat berkemih serta mengecek ada tidaknya pembesaran • Pemeriksaan urodinamika yaitu
pada bladder ataupun kelainan lainnya
mengetahui adanya faktor-faktor • Pemeriksaan neurologis untuk Cystometrography, Postvoid residual
resiko. menentukan kelainan neurologis yang urine, Uroflometri, Elektromielografi.
menjadi dasar terjadinya neurologic
• Pemeriksaan sistoskopi
bladder. Uji neurologis harus
mencakup status mental, refleks, • Pemeriksaan imaging X-ray
kekuatan motorik dan sensibilitas
• USG
(termasuk dermatomal sakral)
• CT-Scan
• MRI.
Neurogenic Bladder
PENATALAKSANAAN
• Terapi non farmakologis : Bladder training
• Terapi farmakologis
Anti kolinergik : Hiosiamin ( Levbid) 0.125 mg, Dicyclomine hydrochloride (Bentyl) 10-20 mg
Anti spasmodic : Oksibutinin (ditropanXL) 5-15 mg, Tolterodin(detrol) 2 mg
Obat Betanekol klorida (urecholine) : Betanekol klorida 10-50 mg 3-4 kali dalam sehari
• Operatif : membuat jalan lain untuk mengeluarkan urin, memasang alat untuk menstimulasi otot kandung kemih
Neurogenic Bladder
BENIGN PROSTATIC
HYPERPLASIA (BPH)
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), atau disebut
Benign Prostatic Hypertrophy merupakan diagnosis histopatologis
ditandai adanya proliferasi sel stroma dan sel epitel dari prostat.
BPH
37
ETIOLOGI Belum diketahui secara pasti
40
DIAGNOSIS
Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan berbagai pemeriksaan awal
dan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan awal berupa anamnesis dan pemeriksaan
fisik sedangkan pemeriksaan tambahan yangg bisa dilakukan diantaranya
pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan uroflowmetri.
41
43
TATALAKSANA
1. Watchful waiting (tidak memerlukan medikamentosa hanya edukasi dan perubahan gaya hidup, biasanya untuk BPH yang
gejalanya ringan/tidak mengganggu)
2. Medications :
a. alpha blockers : tamsulosin, terazosin, alfuzosin,doxazosin
b. ARI: (finasteride, dutasteride)
3. Minimally invasive treatments (thermotherapy)
c. Laser (e.g., non-contact, contact, interstitial types)
d. Microwave (e.g., TUMT)
e. Other thermotherapies (e.g., Prostiva™ RF therapy [previously known as TUNA])
4. Surgical treatments
f. Transurethral resection of the prostate (TURP)
g. Holmium laser enucleation of the prostate (HoLEP)
h. Prostatectomy
i. Transurethral incision of the prostate (TUIP)
j. Transurethral ultrasound-guided laser incision of the prostate (TULIP)
KARSINOMA
PROSTAT
DEFINISI
Kanker Prostat
Penyakit kanker yang menyerang
kelenjar prostat dengan sel-sel prostat,
tumbuh secara abnormal dan tidak
terkendali, sehingga mendesak dan merusak
jaringan sekitarnya yang merupakan
keganasan terbanyak diantara sistem
urogenitalia pada pria.
46
PATOFISIOLOGI
• Diduga adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut, hal ini akan mengganggu proses diferensiasi dan proliferasi sel. Difereniasi sel yang
terganggu ini menyebabkan sel kanker, penyebab lain yaitu adanya faktor pertumbuhan yang
stroma yang berlebihan serta meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel-
sel yang mati sehingga menyebabkan terjadinya perubahan materi genetik. Perubahan proliferasi
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
sehingga terjadi Ca Prostat.
• Tahapan patogenesis kanker adalah :
Kelenjar prostat normal PIN (prostate intraepithelial neoplasia) karsinoma prostat karsinoma prostat
stadium lanjut karsinoma prostat metastasis HRPC (hormone refractory prostate cancer).
• Jenis histopatologis karsinoma prostat sebagian besar adalah adeno-karsinoma yang berasal dari sel asinar prostat
dan bermula dari volume yang kecil kemudian membesar hingga menyebar. Kurang lebih 75% terdapat pada
zona perifer prostat dan 15-20% terdapat pada zona sentral dan zona transisional.
GAMBARAN KLINIS
• Pada kanker prostat stadium dini, sering kali tidak menunjukan gejala atau tanda klinis. Tanda itu
biasanya muncul setelah kanker berada pada stadium yang lanjut.
• Kurang lebih 10% pasien yang datang berobat ke dokter mengeluh adanya gangguan saluran
kemih berupa kesulitan miksi, nyeri kencing atau hematuria yang menandakan bahwa kanker
telan menekan uretra.
• Pemeriksaan utama dalam menegakkan Kanker prostat adalah anamnesis perjalanan penyakit,
pemeriksaan colok dubur, PSA serum serta ultrasonografi transrektal/ transabdominal.
• Diagnosis pasti didapatkan dari hasil biopsi prostat atau spesimen operasi berupa adeno-karsinoma.
Selain itu pemeriksaan histopatologis akan menentukan derajat dan penyebaran tumor.
PENATALAKSANAAN
Stadium Alternatif terapi
T1-T2 (A-B) • Radikal prostatektomi
• Observasi (pasien tua )
53
STRIKTUR
URETRA
Striktur Uretra
Penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan kontraksi.
• Infeksi yang paling sering menimbulkan striktur uretra adalah infeksi oleh kuman gonokokus,
yang sempat menginfeksi uretra sebelumnya.
55
• Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur urethra dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:
1. Ringan, jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen urethra.
2. Sedang, jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen urethra.
3. Berat, jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen urethra. Pada penyempitan
derajat berat, kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal
dengan spongiofibrosis.
56
ANAMNESA
Diawali dengan sulit kencing atau pasien harus mengejan untuk memulai kencing namun
urine hanya keluar sedikit-sedikit.
Gejala-gejala lain : adanya disuria, frekuensi kencing meningkat, hematuria, dan perasaan
sangat ingin kencing yang terasa sakit. Jika curiga penyebabnya adalah infeksi, perlu
ditanyakan adanya tanda-tanda radang seperti demam atau keluar nanah.
57
PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi :
Perhatikan meatus uretra eksterna, adanya pembengkakan atau fistel di sekitar penis,
skrotum, perineum, dan suprapubik.
Palpasi :
Apakah teraba jaringan parut sepanjang uretra anterior pada ventral penis, jika ada fistel
kita pijat muaranya untuk mengeluarkan nanah di dalamnya. Pemeriksaan colok dubur
berguna untuk menyingkir diagnosis lain seperti pembesaran prostat.
58
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Uroflometri
• Uretroskopi
• Urinalisis
• DL
59
Beberapa pilihan terapi untuk striktur uretra :
• Dilatasi uretra
• Uretrotomi interna
• Uretrotomi eksterna
60
PHIMOSIS
Fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) ke
proksimal sampai ke korona glandis.
• Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi
alamiah antara prepusium dengan glans penis.
• Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, dan debris yang
dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul di dalam
prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis.
• Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat prepusium terdilatasi
perlahan-lahan sehingga prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke
proksimal. Pada saat usia 3 tahun, 90% prepusium sudah dapat diretraksi.
62
ETIOLOGI GEJALA KLINIS
• Fimosis fisiologis terjadi pada bayi laki- • Fimosis fisiologis hanya melibatkan non-retraksi kulup.
laki yang baru lahir, dimana preputium Mungkin ada beberapa bentukan gelembung saat buang
melekat pada glans penis dan akan air kecil. Tetapi rasa sakit, disuria, dan infeksi lokal atau
terpisah dari waktu ke waktu. urin tidak terlihat.
• Fimosis patologis terjadi karena • Dalam phimosis patologis, biasanya ada rasa sakit, kulit
kebersihan yang buruk dan adanya iritasi, infeksi lokal, perdarahan, disuria, hematuria,
Infeksi (balanithis, postitis, episode infeksi saluran kemih yang sering, nyeri
balanitisxerosisobliterans) preputial, ereksi dan hubungan seksual yang terasa
menyakitkan, dan aliran urin yang lemah. Kadang-
kadang, terlihat adanya enuresis atau retensi urin.
DIAGNOSIS
• Diagnosis phimosis terutama ditegakkan pada gejala klinis dan tidak ada tes laboratorium atau
studi pencitraan yang diperlukan.
TINDAKAN
• Fimosis yang disertai balanitis xerotika obliterans dapat dicoba diberikan salep deksametasone
0,1% yang dioleskan 3 atau 4 kali. Diharapkan setelah pemberian selama 6 minggu, prepusium
dapat diretraksi spontan.
• Fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada saat
miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan
sirkumsisi. Tentunya pada balanitis atau postitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum
sirkumsisi.
64
BATU URETRA
BATU URETRA
• Batu kecil dapat keluar spontan asal tidak ada kelaianan/penyempitan uretra
• Batu pada MUE dapat d ambil dengan forcep setelah terlebih dahulu di lakukan pelebaran uretra
(meatotomi)
• Batu kecil di uretra anterior dapat dikeluarkan dengan lubrikasi terlebih dahulu dengan memasukan jelly
+ lidocain 2% intrauretra lalu diharapkan batu akan keluar spontan
• Batu yang cukupbesar dan berada di uretra posterior di dorong dulu ke buli kemudian lithotripsi
• Jika batu besar dan menempel di uretra: uretrolithotomi (dihancurkan dengan pemecahan batu
transuretra)
RETENSI URINE
PATOFISIOLOGI RETENSI URIN
• Retensi akut bisa diendapkan atau spontan, sedangkan retensi kronis bisa berupa tekanan rendah
atau tekanan tinggi.
• Retensi urin umumnya hasil dari obstruksi anatomi dari benign prostatic hyperplasia (BPH),
karsinoma prostat, striktur uretra; penyebab iatrogenik seperti terapi injeksi bulking agents dari
Intrinsic Sphincter Deficiency (ISD); dan juga penyebab psikogenik.
• Peningkatan resistensi outlet yang terlihat pada pasien dengan bladder outlet obstruction (BOO)
adalah mekanisme retensi urin yang paling umum.
• Pada awalnya ada gejala obstruktif ringan, namun, pasien mungkin sering tidak melihat
perubahan signifikan dalam pola berkemih, terutama dengan apa yang disebut retensi tekanan
tinggi.
• Peningkatan resistensi outlet dapat menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi,
trabeculation, sacculations, dan diverticulation.
• Peningkatan tekanan residu berkepanjangan yang meningkat pada akhirnya menyebabkan
disfungsi kandung kemih dan dapat bermanifestasi sebagai ketidakstabilan detrusor dengan
penurunan penyesuaian dan kompromi fungsi penyimpanan yang memperburuk gejala lower
urinary tract symptoms (LUTS).
• Kandung kemih yang disfungsional seperti itu dapat tiba-tiba mengalami dekompensasi,
memuncak pada AUR, atau secara diam-diam dengan distensi kandung kemih yang progresif,
menghasilkan retensi kronis.
• Retensi kronis dapat berupa tekanan tinggi (≥30 cm H2O) atau tekanan rendah.
• Kandung kemih menjadi tidak sensitif, hipokontraktil, memungkinkan distensi di luar
kapasitasnya yang dapat muncul sebagai inkontinensia overflow atau enuresis nokturnal.
GEJALA KLINIS
Retensi Urin Akut Retensi Urin Kronis
• Frekuensi kencing (delapan kali atau lebih banyak
• Ketidakmampuan untuk buang air kecil dalam sehari)
• Kebutuhan yang mendesak untuk buang air kecil • Kesulitan memulai aliran urin
• Aliran urin yang lemah atau terganggu
• Rasa sakit atau tidak nyaman di bagian bawah perut
• Kebutuhan mendesak untuk buang air kecil dengan
• Perut kembung bagian bawah sedikit keberhasilan ketika mencoba untuk buang air
kecil.
• Merasakan kebutuhan untuk buang air kecil setelah
menyelesaikan buang air kecil.
DIAGNOSIS
• Tidak bisa kencing atau kencing menetes/sedikit-sedikit
• Proses kencing berlangsung lebih lama
• Rasa tidak puas pada akhir kencing
• BAK terputus, lalu keluar lagi
• Setelah BAK ada yang masih menetes
ANAMNESIS • Nocturia
• Frekuensi lebih sering
• Nyeri dan benjolan/massa pada perut bagian bawah
• Riwayat trauma: "straddle", perut bagian bawah/panggul, ruas tulang
belakang.
• Pada kasus kronis, keluhan uremia
Inspeksi:
• Penderita gelisah
• Benjolan/massa perut bagian bawah (buli penuh/kosong)
FISIK • Bila ditekan menimbulkan perasaan nyeri pada pangkal penis atau
menimbulkan perasaan ingin kencing yang sangat mengganggu.
• Terdapat bunyi redup pada perkusi.
1. DL
PEMERIKSAAN 2. Foto polos abdomen dan genitalia
PENUNJANG 3. Uretrografi
4. Ultrasonografi
PENATALAKSANAAN
Kateterisasi
PROGNOSIS
Prognosis pada penderita dengan retensi urin akut akan bonam jika
retensi urin ditangani secara cepat.
KESIMPULAN
Retensi urin merupakan ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin yang
terkumpul di dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui.
Retensi urin memberikan gejala gangguan berkemih, termasuk diantaranya kesulitan
buang air kecil; pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus; ada rasa tidak puas, dan
keinginan untuk mengedan atau memberikan tekanan pada suprapubik saat berkemih.
Penanganan retensi urin dengan mengevakuasi urin dari kandung kemih. Urin dapat
dikeluarkan dengan cara kateterisasi atau sistostomi buli-buli bila fasilitas/sarana untuk sistostomi
baik trokar maupun terbuka tersedia.
TERIMA KASIH