Anda di halaman 1dari 18

Bantuan

Hidup
Dasar
3 reguler B
Disusun oleh :
1. Emma Bieka Ainun (P1337420318068)
2. Candra Tiara Devi (P1337420318068)
3. Luklu’us Shofa (P1337420318068)
4. Krissiana (P1337420318068)
5. Anggi Febrianti (P1337420318068)
6. Viani Widi Alvi (P1337420318068)
7. Samego willyartos (P1337420318068)
8. Dwi Nur Anisa (P1337420318068)
 
3 REGULER B
Bantuan Hidup Dasar

Bantuan hidup dasar atau Basic Life Support adalah dasar untuk
menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung. Aspek dasar BLS meliputi
penanganan langsung terhadap sudden cardiac arrest (SCA) dan sistem tanggap
darurat, cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP)
dini, dan defibrilasi cepat dengan (AED) automated external defibrillator (Berg, et
al 2010)  

Bantuan hidup dasar atau Basic Life Support merupakan sekumpulan


intervensi yang bertujuan untuk mengembalikan dan mempertahankan fungsi vital
organ pada korban henti jantung dan henti nafas. Intervensi ini terdiri dari
pemberian kompresi dada dan bantuan nafas (Hardisman, 2014). Menurut Krisanty
(2009) bantuan hidup dasar adalah memberikan bantuan eksternal terhadap
sirkulasi dan ventilasi pada pasien henti jantung atau henti nafas melalui RJP/ CPR.
 
Menurut AHA Guidelines tahun 2015, tindakan BHD ini dapat
disingkatteknik  
ABC pada prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) yaitu:  
a. A (Airway), yaitu menjaga jalan nafas tetap terbuka  
b. B (Breathing), yaitu ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat  
c. C (Circulation), yaitu mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi
jantung paru.

Tujuan utama dari bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan


oksigenasi darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan
mendistribusikan darah-oksigenasi ke jaringan tubuh.
Adapun menurut (AHA, 2015) antara lain:
a. Mengurangi tingkat morbiditas dan kematian dengan mengurangi
penderitaan.
b. Mencegah penyakit lebih lanjut atau cedera
c. Mendorong pemulihan
Indikasi Bantuan Hidup Dasar

1. Henti Jantung (Cardiac Arrest)


Henti jantung adalah berhentinya sirkulasi peredaran darah karena kegagalan jantung
untuk melakukan kontraksi secara efektif, keadaan tersebut bias disebabkan oleh penyakit
primer dari jantung atau penyakit sekunder non jantung. (Mansjoer & Sudoyo 2010).
Disebabkan oleh faktor intrinsik atau ekstrinsik.
2. Faktor intrinsik berupa penyakit kardiovaskular seperti asistol, fibrilasi ventrikel dan
disosiasi elektromekanik.
3. faktor ekstrinsik adalah kekurangan oksigen akut (henti nafas sentral/perifer, sumbatan
jalan nafas dan inhalasi asap), kelebihan dosis obat (digitas, kuinidin, antidepresan
trisiklik, propoksifen, adrenalin dan isoprenalin), gangguan asam basa/elektrolit
(hipo/hiperkalemia, hipo/hipermagnesia, hiperkalsemia dan asidosis), kecelakaan
(syok listrik, tenggelam dan cedera kilat petir), refleks vagal, anestesi dan pembedahan
(Mansjoer & Sudoyo 2010).
Henti jantung ditandai oleh :
Denyut nadi besar tidak teraba (a. karotis, a. femoralis, a. radialas), disertai
kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping,
apnu), dilatasi pupil tidak bereaksi dengan rangsang cahaya dan pasien dalam keadaan
tidak sadar (Latief & Kartini 2009).

2. Henti Napas (Respiratory Arrest)


Henti napas adalah berhentinya pernafasaan spontan disebabkan karena
gangguan jalan nafas persial maupun total atau karena gangguan dipusat pernafasaan.
Tanda dan gejala henti napas berupa hiperkarbia yaitu penurunan kesadaran,
hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (Mansjoer & Sudoyo
2010).
Henti nafas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal,
misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas, obstruksi
jalan napas oleh benda asing, tersengat listrik, tersambar petir, serangan infark jantung,
radang epiglottis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lain (Latief & Kartini 2009).

3. Tidak sadarkan diri


Rantai keselamatan dan Langkah-Langkah Basic Life Support

1. Langkah-langkah Basic Life Support pada korban dewasa


 Identifikasi korban henti jantung dan Aktivasi SPGDT Segera
Melakukan 3A (Aman)
penolong pada korban yaitu :
a. Memasikan keamanaan anda, lingkungan, penderita
b. Memastikan kesadaran korban
c. Meminta pertolongan

 Resusitusi Jantung Paru (RJP)


RJP terdiri dari penekanan dada dan bantuan napas dengan perbandingan
30:2 berarti 30 kali penekanan dada kemudian dilanjutkan dengan
memberikan 2 kali bantuan napas. Bantuan napas diberikan jika penolong
yakin melakukannya.
Penekanan dada yang dilakukan dengan prinsip sebagai berikut :

1. Penolong memberikan penekanan dada dengan kedalamaan minimal 5cm (prinsip tekan kuat)
2. Dengan waktu minimal 100-120 kali permenit (prinsip tekan cepat).
3. Penolong juga harus memberikan waktu bagi dada korban untuk mengembang kembali untuk
memungkinkan darah terisi terlebih dahulu pada jantung (prinsip mengembang sempurna).
4. Penolong juga harus meminimalisasi interupsi saat melakukan penekanan (prinsip interupsi
minimal). Bantuan nafas diberikan setelah membuka jalan napas korban dengan teknik
mengadahkan kepala dan mengangkat dagu (head tilt-chin lift).Setelah itu cuping hidung
korban dijepit menggunakan ibu jari dan telunjuk agar tertutup kemudian diberikan napas
buatan sebanyak dua kali, masing-masing sekitar 1 detik, buang napas seperti biasa melalui
mulut. Bantuan napas diberikan dari muLut atau menggunakan pelindung wajah yang
diletakkan diwajah korban. Lihat dada korban saat memberikan napas buatan, apakah dadanya
mengembang, kemudian tunggu hingga kembali turun memberikan
5. napas buatan berikutnya. Memberikan napas buatan RJP dilakukan bergantian setiap 2 menit (5
siklus RJP) dengan penolong lain. Penolong melakukan penekanan dada sampai alat kejut
jantung otomatis (AED) dating dan siap untuk digunakan atau bantuan dari tenaga kesehatan
telah datang.
 Melakukan kejut jantung dengan alat kejut jantung otomatis (AED)
Alat kejut jantung otomatis (AED) merupakan alat yang dapat memberikan kejutan listrik pada
korban.
Prinsip melakukan kejut jantung dengan alat kejut jantung otomatis (AED) yaitu sebagai berikut :
1. pasang terlebih dahulu bantalan (pad) alat kejut jantung otomatis pada dada korban sesuai
instruksi yang ada pada alat, setelah dinyalakan ikuti instruksi dari alat tersebut yaitu jangan
menyentuh korban kaena alat kejut jantung otomatis akan menganalisis irama jantung korban.
2. Penekanan pada dada segera setelah alat memberikan kejutan listrik pada korban. Hal ini
dilakukan untuk mengembalikan kelistrikan jantung seperti semula.
3. Memasang bantalan (pad) pada dada korban sesuai petujuk
4. Meminta orang-orang disekitar agar tidak menyentuh korban jika akan melakukan kejut jantung
5. Posisi pemulihan dilakukan jika korban sudah bernapas dengan normal. korban dimiringkan agar
tidak ada tekanan pada dada korban yang bisa menggangu pernapasan. Rekomindasi posisi
pemulihan adalah meletakan tangan kanan korban keatas, tekuk kaki kiri korban, kemudian tarik
korban sehingga korban miring kearah lengan dibawah kepala korban.
6. Melakukan Bantuan Hidup Lanjut yang efektif
7. Melakukan resusitasi setelah henti jantung secara terintegrasi
CARA KERJA / PROSEDUR PELAKSANAAN BHD

1. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran Kualitatif dan Kuantitatif


1. a. Tingkat kesadaran kualitatif
Compos mentis Baik/sempurna
Apatis Perhatian berkurang
Delirium Gaduh, gelisah, kacau, disorientasi dan
meronta
Samnolen Mudah tertidur walaupun sedang diajak bicara
Sopor (stupor) Dengan rangsangan kuat masih memberi
respon gerakann, jawaban verbal tidak baik
Semi koma (koma Hanya tinggal reflek ornea
ringan)
Koma Tidak memberikan respon sama sekali

b. Tingkat kesadaran kuantitatif (Glasgow Coma Scale)


Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3
yaitu E1V1M1.
2. Pemeriksaan Nadi
Pemeriksaan denyut nadi pada orang dewasa dapat dilakukan dengan
merasakan arteri karotis. Lama pemeriksaan tidak boleh lebih dari 10 detik,
jika penolong secara definitif tidak dapat merasakan pulsasi dalam periode
tersebut, kompresi harus segera dilakukan. Cek nadi dilakukan secara
simultan bersamaan dengan penilaian napas pasien.
Jika pernapasan tidak normal atau tidak bernapas tetapi dijumpai denyut
nadi, berikan bantuan napas setiap 5-6 detik. Nadi pasien diperiksa setiap 2
menit.
 
3. Kepatenan jalan nafas dengan look listen feel

Pada saat menemukan orang dewasa yang tidak sadar,


setelah memastikan lingkungan aman, tindakan pertama adalah
memastikan adanya respons, hal tersebut dapat dilakukan dengan
menepuk atau menggoncang korban dengan hati-hati
pada bahunya dan bertanya dengan keras. Pada saat bersamaan penolong
melihat apakah pasien tidak bernapas atau bernapas tidak normal (gasping).
Apabila pasien tidak merespons dan tidak bernapas atau
bernapas tidak normal, harus dianggap bahwa pasien mengalami henti jantung.
 
4. Pemeriksaan Pernafasan
Jika pasien tidak menunjukkan respons dan tidak
bernapas atau bernapas tidak normal gasping) maka perintahkan orang lain
untuk mengaktifkan sistem emergensi dan mengambil AED jika tersedia.
Informasikan secara jelas lokasi kejadian, kondisi, jumlah
korban, nomor telepon yang dapat dihubungi, dan jenis kegawatannya.
Bila pasien bernapas normal, atau bergerak
terhadap respons, usahakan mempertahankan posisi seperti saat ditemukan
atau posisikan dalam posisi recovery, panggil bantuan, sambil memantau tanda-
tanda vital korban secara terus-menerus sampai
bantuan datang.
5. RJP

AHA (2015) menjelaskan bahwa kompresi dada (RJP) dapat dilakukan


apabila syaratnya terpenuhi yaitu : tidak adanya nadi pada korban.
Efektifitas kompresi dada maksimal dilakukan jika posisi pasien dan
penolong harus tepat. Pasien ditempatkan pada permukaan yang datar
dan keras, serta dengan posisi supinasi (terlentang). Kedua lutut
penolong berada disamping dada korban. Letakkan 2 jari tangan di atas
prosessus xiphoideus (PX)/ di antara kedua putting susu Letakkan kedua
telapak tangan dengan cara saling menumpuk, satu pangkal telapak
tangan diletakkan ditengah tulang sternum dan telapak tangan yang
satunya diletakkan di atas telapak tangan yang pertama dengan jari-jari
saling mengunci.Pemberian kompresi pada masyarakat awam dengan
tenaga kesehatan dan masyarakat awam terlatih berbeda. Masyarakat
awam hanya melakukan kompresi dada dengan sistem “push hard and
push fast”atau tekan yang kuat dan cepat(American Heart Association,
2015)
Tenaga kesehatan harus melakukan resusitasi jantung paru dengan
kombinasi dari kompresi dada dan bantuan terhadap pernapasan korban.
Tenaga kesehatan harus menyediakan “high quality CPR” atau resusitasi
yang berkualitas tinggi dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Kedalaman kompresi dada adalah 2 inci atau 5 cm


b. Recoil atau pengembalian dinding dada sempurna
c. Meminimalkan enterupsi dalam pemberian kompresi dada
d. Rasio pemberian kompresi dada dengan bantuan napas adalah 30:2
e. Kecepatan kompresi dada minimal 100-120 x/menit
6. Membuka jalan nafasa dengan alat (OPA) dan tanpa alat (Head tilt chin lift dan Jaw trust maneuver
Tujuan primer bantuan napas adalah untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan tujuan sekunder untuk
membuang CO2. Setelah melakukan kompresi dada, buka jalan napas korban dengan head tilt – chin lift baik pada korban
trauma ataupun nontrauma. Bila terdapat kecurigaan atau bukti cedera spinal, gunakan jaw thrust tanpa mengekstensi kepala
saat membuka jalan napas.
Penolong memberikan bantuan pernapasan sekitar 1 detik (inspiratory time), dengan volume yang cukup untuk
membuat dada mengembang, hindari pemberian bantuan napas yang cepat dan berlebihan karena dapat menimbulkan distensi
lambung beserta komplikasinya seperti regurgitasi dan aspirasi. Lebih penting lagi, ventilasi berlebihan juga dapat
menyebabkan naiknya tekanan intratorakal, mengurangi venous return, dan menurunkan cardiac output.
7. Mengeluarkan benda asing

8. Menghentikan perdarahan (positioning dan tourniquet)


TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai