1. BANTUAN HIDUP DASAR KASUS HENTI JANTUNG 1.1 Kejadian Henti Jantung Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa, baik gangguan jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah dan jantung (circulation), luka diseluruh tubuh yang beresiko menjadi kecacatan (disability), dan bahaya kedinginan akibat efek dari keadaan yang mengancam nyawa tersebut (exposure). Kejadian henti jantung mendadak sering ditemui, ketika henti jantung kadang akan diikuti dengan hentinya paru-paru menyuplai oksigen ke otak. Ketika otak tidak mendapat oksigen selama 6-8 menit maka akan mengalami kematian sel otak. Jika sel otak mengalami kematian, maka tidak bisa diperbaiki lagi dan dapat menyebabkan kematian mendadak. Kecepatan dalam memberikan pertolongan korban harus diutamakan. Berikut persentase keberhasilan dalam pemberian bantuan: Keterlambatan 1 menit: Kemungkinan berhasil 98% Keterlambatan 4 menit: Kemungkinan berhasil 50% Keterlambatan 10 menit: Kemungkinan berhasil 1%, Dapat disimpulkan, semakin cepat penolong memberikan penyelamatan maka semakin tinggi peluan nyawa korban terselamatkan.
1.2 Chain of Survival (Rantai Penyelamatan)
Gambar 1.1 Chain of Survival Basic Life Support 1. Segera mengenali tanda-tanda henti jantung dan memanggil bantuan Ketika menemukan korban dengan henti jantung, penolong harus segera mengenali tanda-tanda henti jantung. Namun sebelum mendekati penderita, hal yang harus dilakukan penolong adalah meyakini bahwa lingkungan sekitar penderita aman dan tempatkan penderita pada tempat yang keras dan datar dengan posisi telentang, kemudian cek respon korban dengan cara menepuk bahu korban dan coba katakan,Apakah anda baik-baik saja?. Jika korban berespon maka penderita akan menjawab, bergerak, atau mengerang. Jika korban tidak merespon, segera panggil bantuan. Cara melaporkan pada layanan ambulans yang baik akan dibahas pada bab terakhir. 2. Lakukan pijat jantung Sambil menunggu bantuan datang, segera cek nadi selama 10 detik (untuk penolong awam tidak perlu meraba nadi). Jika nadi tidak teraba, segera lakukan pijat jantung. Lakukan pijat jantung sesuai prosedur hingga bantuan lanjut datang, atau korban bergerak yang menandakan adanya sirkulasi spontan. Periksa nadi. Apabila nadi teraba, berikan napas buatan tiap 5-6 detik sampai terlihat pengembangan dada, dan cek nadi kembali tiap 2 menit. Namun apabila nadi tidak teraba, lakukan pijat jantung kembali. Pijat jantung dilakukan 30:2 dengan napas bantuan, yaitu diberikan 2 kali napas bantuan tiap 30 kali pijat jantung 3. Segera lakukan defibrilasi Apabila AED/defibrilator sudah datang, pasang segera di dada untuk menganalisis irama dan akan menentukan apakah korban perlu dilakukan kejut jantung atau tidak. Apabila ternyata iramanya tidak memerlukan dilakukan kejut jantung, maka lakukan pijat jantung kembali hingga bantuan datang ataupun ada respon dari korban.
4. Berikan bantuan hidup lanjut yang efektif 5. Perawatan pasca henti jantung yang terintegrasi Untuk poin 4 dan 5 akan dikerjakan oleh paramedik profesional yang membantu penolong.
1.3 Algoritme BHD AHA 2010
1.4 Teknik Pijat Jantung Tindakan pijat jantung dilakukan ketika tidak dirasakannya denyut nadi saat meraba nadi leher. Tindakan ini sangat membantu korban yang mengalami henti jantung mendadak, untuk kembali mendapatkan detak jantung kembali. Pijat atau kompresi jantung yakni memberikan pijatan atau tekanan pada jantung, dimaksudkan untuk membantu jantung mengalirkan darah serta oksigen ke seluruh tubuh, khususnya otak. Tidak respons Tidak bernapas atau bernapas tidak normal Panggil bantuan (SPGDT) Jika terdapat alat AED bisa dipasang Cek nadi selama <10 detik
Mulai pijat jantung 30 kali dan 2 kali napas bantuan
Cara pijat jantung: 1. Kecepatan pijatan 100x/menit 2. Kedalaman pijatan 5 cm 3. Berikan kesempatan pada korban untuk mengembang kembali (jangan tergesa- gesa) 4. Usahakan jangan melakukan hal lain yang mengganggu pijatan 5. Hindari napas bantuan yang berlebih
1. Beri 1 kali napas tiap 5-6 detik 2. Cek kembali nadi tiap 2 menit Nadi teraba Bantuan / Paramedis datang
Gambar 1.2. Posisi Pijat Jantung Untuk menghasilkan pijatan yang efektif, penolong harus memperhatikan pedoman- pedoman berikut: a. Tempat pijatan yakni pada bagian setengah bawah tulang dada (sternum) b. Jari-jari saling mengunci c. Tumpuan tekanan ada pada pangkal telapak tangan d. Kecepatan pijatan yakni 100x per menit e. Kedalaman pijatan sekitar 5 cm f. Irama pijatan harus tetap, tidak boleh ada waktu jeda, waktu pijatan dan melepasnya sama cepatnya g. Dalam satu siklus, setelah 30 kali pijatan diikuti dengan 2 kali napas buatan Pemberian BHD pijat jantung dapat dihentikan apabila: a) Korban ada tanda-tanda hidup (misal: nafas normal, ada reflek batuk) b) Setelah 30 menit korban tidak ada tanda-tanda respon, atau terdapat tanda-tanda kematian (misal ada lebam mayat) c) Penolong merasa kelelahan d) Tim paramedis telah datang dilokasi kejadian e) Lingkungan sekitar tidak kondusif (misal ada bencana/ bahaya) 1.5 Posisi Pemulihan (Recovery Position) Apabila setelah dilakukan kompresi dan bantuan nafas dan terdapat respon dari korban, diperlukan evaluasi tindakan. Evaluasi dilakukan dengan cara mengecek tanda-tanda ada tidaknya nafas dan ada tidaknya denyut nadi korban. Jika korban mengalami tanda-tanda ada nafas dan denyut nadi teraba namun korban belum sadar, maka atur korban pada posisi pemulihan. Posisi pemulihan ini dilakukan untuk menjaga jalan napas dan antisipasi bila korban muntah tidak terjadi tersedak. Waspadah terhadap kemungkinan pasien mengalamai henti napas kembali, jika terjadi segera terlentangkan pasien dan lakukan bantuan napas kembali.
Gambar 1.3. Posisi Pemulihan (Recovery Position) 1.6 Penanganan Korban Tersedak Tersedak adalah masuknya benda asing kedalam saluran pernapasan. Benda asing dapat berupa benda tajam maupun tumpul atau makanan yang tersangkut pada saluran napas karena tertelan secara sengaja atau tidak sengaja. Faktor Penyebab dari tersedak adalah: 1) Dewasa Kebiasaan makan dan minum terburu-buru serta cara penyediaan makanan yang kurang tepat Pemilik gigi palsu yang kehilangan sensasi rasa dari langit-langit mulut 2) Bayi dan anak-anak Reflek menelan masih belum sempurna Rongga pernapasan belum membesar secara optimal
Tanda-Tanda Tersedak: 1) Dewasa dan anak-anak Korban batuk-batuk, mengeluarkan suara aneh, mencengkeram tenggorokan dengan kedua tangan, mata melotot, wajah tampak pucat biru keabu-abuan, tidak bisa bernapas, hilang kesadaran atau kejang-kejang. 2) Bayi Kulit atau bibir membiru, tidak mampu menelan, tidak bias menangis, bersuara, atau bicara, sulit bernapas, kehilangan kesadaran Penanganan korban tersedak: 1) Dewasa (1) Teriak meminta pertolongan (2) Pastikan telebih dahulu korban itu tersedak, Tanya apakah baik-baik saja. Jika bias menjawab berarti tidak ada masalah dengan tenggorokannya. Bila tidak bias menjawab, segera berikan pertolongan (3) Jangan memberikan minum apapun, karena cairan yang masuk tersebut bias menghambat udara (4) Berikan pertolongan dengan Maneuver Helmich, yaitu : 1. Berdiri di belakang orang yang tersedak. Lingkarkan kedua tangan penolong di pinggang korban. Bungkukkan atau condongkan korban sedikit ke depan. 2. Kaitkan tangan satu dengan yang lain, kepalkan salah satu tangan penolong dan letakkan di bagian atas pusar korban 3. Genggam erat kepalan itu dengan tangan lain dan tekan kuat-kuat ke arah perut dengan cepat ke atas, seolah-olah ingin mengangkatnya dari lantai. 4. Ulangi tindakan ini sampai makanan atau sumbatan lainnya keluar. (5) Jika korban tidak sadar : 1. Tidurkan korban di tempat yang datar, periksa mulut korban 2. Angkat dagu dan tarik lidah ke depan. Lihat di pangkal lidah apakah ada benda asing yang menyumbat, coba ambil benda tersebut dengan jari telunjuk dari samping ke depan jika benda asing tersebut terlihat. Jangan sekali-kali mencoba mengambil benda asing jika benda tersebut tidak terlihat karena benda tersebut akan masuk lebih dalam lagi. 3. Lihat, raba, dan rasakan apakah korban sudah bisa bernapas, pastikan telinga penolong ke arah mulut korban, dan mata penolong melihat dada korban, jika ada pergerakan dada, maka korban sudah bias bernapas. 2) Bayi (1) Teriak meminta pertolongan (2) Telungkupkan anak atau kepalanya menghadap ke bawah. Letakkan di lengan dengan posisi kepala lebih rendah dari tubuhnya (3) Sangga bagian dada anak dengan tangan, lau tepuk punggungnya secara perlahan, caranya yaitu gunakan dua jari untuk menepuk-nepuk bagian tulang dada sebanyak lima kali. Hentikan bila bayi menangis dan mengeluarkan bemda yang ditelan (4) Jika jalan napas tetap tersumbat, balik posisi bayi menjadi telentang menghadap penolong, posisikan kepala bayi tetap lebih rendah dari badannya. Gunakan jari tengah dan jari manis tangan kanan penolong untuk menekan perut tengah di bawah tulang rusuk dengan keras sebanyak lima kali, ulangi sampai benda keluar atau jalan napas longgar. (5) Jika bayi belum bernapas, bersihkan mulut bayi menggunakan jari tangan, letakkan bayi diatas meja, dorong dagu bayi keatas, buka mulutnya dan berikan napas buatan. Berikan napas buatan dari mulut penolong ke hidung dan mulut bayi sebanyak dua kali hembusan, hembuskan sekeras mungkin sampai dada mengembang. (6) Jika dada tidak dapat mengembang, lanjutkan pemberian napas buatan dari mulut penolong ke hidung dan mulut bayi sebanyak dua kali kemudian tekan dada bayi menggunakan jari tangan, ulangi langkah ini sampai bayi bernapas atau penolong datang 3) Jika yang tersedak diri sendiri (1) Jika masih bisa bicara, maka berteriaklah minta tolong (2) Jika tidak bisa bicara, cari cara untuk menarik perhatian orang lain agar mau menolong (3) Sambil menunggu pertolongan, buat kepalan kedua tangan di depan perut, letakkan di atas pusar dengan siku mengarah dari luar ke dalam, tekan perut keras-keras kearah atas/ tulang dada. Lakukan hal ini berulang-ulang sampai napas lega (4) Jika dengan cara tersebut tidak memungkinkan ada alternatif lain, cari kursi yang mempunyai sandaran, atau benda lain yang mempunyai pinggir keras, letakkan sandaran kursi itu di perut di bagian atas pusar, dorong tubuh berkali- kali sampai pernapasan lega. (5) Jika benda yang menyumbat terlihat, ambil dengan jari tangan. Jika benda tersebut tidak terlihat, jangan lakukan karena benda tersebut akan terdorong lebih masuk lagi Jika telah berhasil membebaskan jalan napas, cari pertolongan ke dokter terdekat atau fasilitas instalasi gawat darurat di rumah sakit terdekat untuk diberikan perawatan lebih lanjut.
Gambar 1.4 Teknik Back Blow dan Hemlich Maneuver 2. BANTUAN HIDUP DASAR KASUS CIDERA 2.1 Pengenalan Kasus Cidera Trauma atau cedera merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami cedera oleh salah satu sebab. Penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa trauma dapat menyebabkan : 1. Angka kematian yang tinggi. 2. Hilangnya waktu kerja yang banyak sehingga biaya perawatan yang besar. 3. Kecacatan sementara dan permanen. Di Indonesia jumlah kecelakaan lalu lintas meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data Kantor Kepolisian Republik Indonesia (1992-2009) tahun 2009 jumlah kecelakaan 62.960 kasus dengan rincian: Meninggal dunia 19.979 orang Luka berat 23.469 orang Luka ringan 62.936 orang Penyebab kematian dari kasus kecelakaan, selain dari karena memang tubuh korban sudah hancur, bisa juga karena penanganan korban yang tidak tepat. Penanganan kasus yang seringkali tidak tepat yakni ketika menolong korban kecelakaan dengan cedera kepala atau cedera tulang belakang. Kematian sebagai akibat dari cedera kepala yang dari tahun ke tahun semakin bertambah, pertambahan angka kematian ini antara lain karena jumlah penderita cedera kepala yang bertambah dan penanganan yang kurang tepat. 2.2 Cidera Anggota Gerak A. Fraktur / Patah Tulang Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya jaringan tulang, baik secara tertutup, maupun terbuka yang disebabkan oleh cidera seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian. Penyebab patah tulang dapat dibagi menjadi tiga, yaitu 1. Cidera traumatik Patah tulang yang disebabkan beberapa hal meliputi a. Cidera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. b. Cidera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur. c. Patah tulang yang disebabkan tarikan keras yang mendadak dari otot yang. 2. Patah tulang karena penyakit Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma kecil dapat mengakibatkan patah tulang. Contohnya, tumor tulang, infeksi pada tulang dan rakhitis. 3. Secara spontan Disebabkan oleh tekanan tulang yang terus-menerus misalnya pada penyakit polio dan seseorang yang bertugas dikemiliteran. Jenis patah tulang di bagi menjadi dua, yaitu 1. Patah tulang tertutup Fraktur atau patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana kulit tidak ditembus oleh patahan/fragmen tulang sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar.
Gambar 2.1 Patah Tulang Tertutup 2. Patah tulang terbuka Patah tulang dimana tulang menembus kulit sehingga terhubung dengan lingkungan luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak.
Gambar 2.2 Patah Tulang Terbuka Tanda dan gejala patah tulang secara umum yakni: Korban merasa atau mendengar bunyi patahan tulang Bagian yang terluka terasa sakit sekali, terutama saat disentuh atau digerakkan Sulit menggerakkan bagian yang terluka Gerakan bagian tubuh yang terluka tidak normal atau tidak seperti biasanya Terlihat bengkak Ada rasa sensasi tidak enak pada ujung tulang tubuh yang terluka Terlihat ada perubahan bentuk Ukuran atau panjang tulang berbeda dengan pasangan tubuh lainnya Bagian tubuh yang luka terlihat membiru Penanganan yang dapat dilakukan pada kasus patah tulang adalah: 1. Cek respon korban, apakah korban sadar atau tidak sadar dengan memanggil. 2. Buka jalan napas, lakukan napas buatan jika diperlukan 3. Segera minta tolong sekitar untuk memanggil ambulans 4. Tenangkan korban 5. Jika terjadi perdarahan tekan pada area perdarahan dengan menggunakan pembalut (kain) yang bersih. 6. Bila korban tak sadarkan diri, anggap ia mengalami luka di bagian kepala, leher atau tulang belakang. 7. Jika penolong melihat adanya tulang yang menonjol keluar dari kulit, tutupi dengan kain bersih, tidak diperbolehkan untuk mengembalikan tulang yang terlihat keluar. Segera dilakukan pembidaian 8. Jangan mengangkat korban yang terluka di bagian kepala, leher atau tulang belakang tanpa memakai tandu atau dengan sistem transportasi yang benar. Untuk teknik bebat dan bidai akan dibahas pada sub bab berikutnya, pada materi mengenai bebat bidai. B. Dislokasi Sendi Dislokasi sendi terjadi ketika tulang bergeser dari posisinya pada sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi) Dislokasi sendi biasanya terjadi setelah trauma berat, yang mengganggu kemampuan ligament menahan tulang di tempatnya. Penyebab dislokasi sendi adalah 1. Cidera olahraga Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley dan lain-lain. 2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi. 3. Terjatuh
Gambar 2.3 Dislokasi Sendi Penanganan kasus dislokasi: 1. Cek respon korban, apakah korban sadar atau tidak sadar dengan memanggil. 2. Buka jalan napas, lakukan napas buatan jika diperlukan 3. Segera minta tolong sekitar untuk memanggil ambulans 4. Tenangkan korban 5. Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah melakukan reduksi ringan dengan cara menarik persendian yang bersangkutan pada sumbu memanjang. Tindakan reposisi ini dapat dilakukan di tempat kejadian, misalnya dislokasi siku, dislokasi bahu dan dislokasi jari. 6. Jangan memaksa melakukan reposisi jika penderita mengalami rasa nyeri yang hebat, disamping tindakan tersebut tidak nyaman terhadap korban, dapat menyebabkan syok, bahkan dapat menimbulkan fraktur.
Gambar 2.4 Teknik Reposisi pada Dislokasi Sendi Bahu C. Strain dan Sprain 1. Strain (Kram Otot) Strain adalah cidera yang disebabkan oleh terpuntirnya atau tertariknya suatu otot atau tendon, biasanya terjadi ketika otot atau tendon teregang melebihi batas normalnya. Strain dapat mencakup robekan jaringan. Inflamasi terjadi pada cidera otot atau tendon yang menyebabkan nyeri dan pembengkakan jaringan. Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan yang berlebihan, peregangan berlebihan, atau stress yang berlebihan, serta terdapat robekan mikroskopik tidak komplet dengan perdarahan ke dalam jaringan. Strain adalah luka pada beberapa ligament yang saling berhubungan dan tetap pada tempatnya. Mengenai otot atau tendon yang disebabkan oleh kelebihan pemanasan. Penyebab strain adalah pergerakan yang terlalu cepat atau tidak disengaja serta meliputi pukulan, tendangan, trauma 2. Sprain (terkilir) Sprain adalah cedera pada jaringan lunak di sekeliling suatu sendi, dan menyebabkan perubahan warna, pembengkakan dan nyeri. Terjadi peregangan atau robekan pada ligamentum atau struktur kapsul sendi. Sprain adalah trauma pada sendi, biasanya berkaitan dengan cedera ligament. Pada sprain yang berat, ligament dapat putus.
Gambar 2.6 Tanda Sprain atau Terkilir (Bengkak)
Gambar 2.7 Sprain atau Terkilir pada Pergelangan Kaki Penanganan yang dilakukan pada cedera tendon dan ligament adalah dengan diistirahatkan dan diberi pertolongan dengan metode RICE. Rest : diistirahatkan pada bagian yang cedera. Ice : didinginkan selama 15 menit sampai 30 menit. Compression : dibalut tekan pada bagian yang cedera dengan bahan yang elastic, balut tekan diberikan apabila terjadi pendarahan atau pembengkakan. Elevatation : ditinggikan atau dinaikan pada bagian yang cedera. Untuk ice dapat digunakan kompres es, kapas dingin atau meletakan bagian yang cedera di bawah aliran dingin. Dapat pula digunakan buah atau sayur dingin yang telah dibungkus dengan selembar kain. Cara mendinginkan: 1. Meletakan padding dingin Rendam selembar handuk ke dalam air dingin. Peras pelan-pelan dan letakan hati-hati di atas bagian yang cedera. Rendam ulang tiap 3-5menit agar padding tetap dingin. Lakukan pendinginan ini selama kurang lebih 20 menit. 2. Meletakan kompres es Isikan potongan es batu kecil-kecil atau yang telah diremukan ke dalam kantong plastik. Selanjutnya ikat dan bungkus dengan selembar kain atau pembalut. Pegang dan pertahankan kompres es tersebut menutup dibagian yang cedera. Lakukan dalam 10-15menit. Ulangi bila masih diperlukan.
Gambar 2.8 Penanganan Strain dan Sprain 2.3 Bebat Bidai A. Pembebatan Pembebatan yakni Penutupan suatu bagian tubuh yang cedera dengan bahan tertentu dan dengan tujuan: 1. Menahan : a. Penutup luka b. Bidai c. Bagian tubuh yang cidera dari gerakan dan gesekan d. Rambut kepala tetap di tempat 2. Memberikan tekanan untuk menghentikan perdarahan. 3. Melindungi bagian tubuh yang cidera 4. Memberikan support bagian tubuh yang cidera Prinsi dari pembebatan yakni: 1. Pembebatan jangan terlalu erat, juga jangan terlalu kendor 2. Ujung jari dibiarkan terbuka untuk melihat peredaran darah 3. Periksa PMS (pulsasi, sensorik, motorik) sebelum dan sesudah pemasangan bebat serta periksa setiap 10 menit sekali agar tidak terjadi gangguan sirkulasi lebih lanjut berupa: a. kulit pucat,dingin dan timbul rasa tebal b. rasa nyeri di bagian dalam c. jari-jari tangan/kaki tidak mampu digerakkan 4. Bila ada keluhan (bengkak, kulit berwarna biru, kesemutan atau cekot-cekot) akibat balutan terlalu erat maka longgarkan balutan tapi tetap rapat. Bahan pembebatan ada dua, yakni mitela dan balutan pita. Mitella 1. Cara pemakaian a. Dilebarkan biasa b. Dilipat (Cravat) 2. Digunakan untuk: a. Pembalut biasa b. Penahan atau penyangga bidai 3. Teknik pembebatan/pembalutan a. Untuk kepala membungkus kepala/penahan rambut b. Fascia Nodosa Untuk fiksasi (mengurangi gerakan) cedera tulang/sendi pada wajah. Untuk pembalut mata/telinga/perdarahan temporal Tidak Untuk Pasien Dengan Penurunan Kesadaran!!! c. Ransel Verband Untuk cedera tulang klavikula d. Arm Sling Untuk menyangga lengan e. Untuk membalut telapak tangan dan kaki. Pembalut Pita 1. Macamnya a. Pembalut kasa gulung b. Pembalut elastik (elastic bandage) 2. Teknik pembalutannya a. Fascia Nodosa Untuk kepala b. Dolabra Currens (balutan biasa berulang) Untuk luka yang luas penampangnya sama dan tidak tidak lebih dari 10cm c. Dolabra Reversa (balutan pucuk rebung) Untuk luka yang luas penampangnya berbeda dan luka lebih dari 10cm. d. Balut silang (spica/figure of eight) Untuk persendian B. Pembidaian Bidai adalah alat penunjang berupa sepotong tongkat, bilah papan yang tidak mudah bengkok atau patah. Bila dipergunakan akan berfungsi untuk mempertahankan, menjamin tidak mudah bergerak sehingga kondisi patah tulang tidak makin parah. Tujuan dari pembidaian yakni: 1. Imobilisasi (mengurangi gerakan bagian tubuh yang patah. 2. Mengurangi nyeri 3. Mencegah kerusakan jaringan tubuh, pembuluh darah dan syaraf disekitar tulang yang patah. 4. Mempercepat penyembuhan Prinsip pembidaian: 1. Panjang bidai melampaui 2 sendi yang membatasi bagian yang mengalami patah tulang. 2. Harus mampu mempertahankan 2 kedudukan dua sendi yang patah. 3. Tidak boleh terlalu kencang dan ketat. 4. Tidak boleh terlalu renggang 5. Usahakan dilapisi dengan bahan yang empuk agar tidak sakit. 6. Peringatan a. Pada saat pemasangan bidai, nyeri dapat menyebabkan SYOK b. Pemasangan bidai yang kurang hati-hati dapat memperparah patah tulang Teknik Bebat Bidai 1) Mitela a. Fascia Nodosa
Gambar 2.9 Teknik Fascia Nodosa b. Fraktur klavikula dengan T Splin atau cara lain dengan Ransel Verband
Gambar 2.10 Teknik T Splint c. Arm Sling
Gambar 2.11 Teknik Arm Sling c. Untuk membalut telapak tangan dan kaki.
Gambar 2.12 Teknik Balutan Tangan dan Kaki 2) Pembalut Pita a. Balut 8 dan 9 untuk pergelangan
Dolobra
1. Pembidaian
2.4 Cedera Tulang Belakang dan Cedera Kepala Cedera tulang belakang adalah cedera yang terjadi pada tulang belakang akibat trauma kecelakaan seperti saat berkendara dan olahraga. Cedera tulang belakang merupakan suatu kasus cedera yang paling sering dijumpai dan sering mengakibatkan kematian. Penanganan awal yang tepat pada seseorang dengan cedera tulang belakang, akan menentukan keberhasilan dari proses penyembuhan. Kesalahanan penanganan awal pada penderita trauma tulang belakang akan menyebabkan hal yang fatal pada proses penyembuhan, bahkan dapat mengakibatkan korban meninggal hanya dalam beberapa menit. Tulang belakang tersusun atas beberapa ruas mulai dari leher hingga di bawah pinggang. Cedera pada setiap ruas dapat mengakibatkan kelumpuhan di bagian-bagian tubuh tertentu. Dari sekian ruas tulang belakang, bagian yang paling sering terkena cedera dan memiliki dampak yang fatal yakni bagian servikal. Bagian ini sangat penting karena jika terjadi kerusakan dapat melumpuhkan sistem pernapasan sehingga korban dapat meninggal mendadak. Oleh karenanya, penolong diharuskan menolong dengan cara yang cepat dan tepat Seseorang dapat dicurigai mengalami cedera atau trauma tulang belakang, jika mengalami hal seperti dibawah ini. 1. Tabrakan dengan kecepatan yang tinggi. 2. Mengalami penurunan kesadaran 3. Terdapat baanyak cedera atau trauma (multi trauma) 4. Gangguan saraf (neurologis) 5. Nyeri pada tulang belakang. 6. Terdapat luka pada bagian belakang. Perhatian khusus jika ada luka di bagian dada ke atas, tulang belakang harus benar-benar dijaga agar tidak bergerak Cedera tulang belakang dapat disebabkan karena : 1. Fraktur atau patah tulang 2. Dislokasi atau pergeseran posisi tulang. 3. Faktur dislokasi atau patah tulang yang disertai dengan pergeseran tulang. 4. Luka tembus atau luka tusuk. Efek yang dapat ditimbulkan dari trauma tulang belakang adalah : 1. Hilangnya fungsi motoris (penderita tidak dapat menggerakkan anggota tubuh) 2. Hilangnya atau perubahan fungsi sensoris (penderita tidak dapat merasakan sensasi perabaan atau lumpuh) 3. Gangguan produksi urine atau air seni. Penanganan pada pasien cedera tulang belakang 1. Perhatikan jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi penderita 2. Imobilisasi, dengan menggunakan collar (penyangga), atau secara manual (mempertahankan posisi leher penderita dengan kedua tangan) 3. Log roll bila akan memindahkan penderita. Log roll merupakan cara untuk memindahkan penderita dimana penderita bergerak sebagai satu unit. Tujuan log roll adalah untuk meminimalkan gerakan pada tulang belakang sehingga mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan. Teknik ini dilakukan minimal oleh empat orang. 4. Pertahankan imobilisasi sampai terbukti tidak ada cedera. 5. Segera panggil bantuan dan konsultasi dengan ahli medis. Tekhnik Log Roll dan Imobilisasi Pada Penderita Cedera Tulang Belakang. Cedera kepala adalah suatu cedera yang terjadi pada struktur kepala sehingga menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsi dati otak. Trauma kepala ini desebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar. Benturan tersebut dapat mengurangi atau mengubah kesadaran seseorang dan dapat menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Jenis cedera pada kepala dibedakan menjadi berikut : 1. Fraktur atau patah tulang daerah kepala. 2. Luka memar, terjadi ketika terdapat kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya. 3. Luka robek atau koyak, biasanya terjadi karena benda tumpul atau runcing. 4. Abrasi, yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya berada di permukaan kulit kepala. Luka ini dapat mengenai sebagian atau seluruh kulit kepala 5. Avulasi, yaitu luka yang terjadi akibat kulit dan jaringan di bawah kulut terkelupas. Tanda yang muncul jika seseorang mengalami cedera atau trauma kepala adalah : 1. Warna biru di belakang telinga. 2. Pendarahan yang keluar melalui telinga. 3. Pendarahan yang keluar melalui hidung 4. Warna hitam pada area mata. 2.5 Ambulasi Korban Kecelakaan Ambulasi yakni suatu proses usaha memindahkan dari satu tempat ke tempat lain tanpa ataupun mempergunakan bantuan alat. Tergantung situasi dan kondisi lapangan. Prinsip dalam pemindahan korban 1. Pemindahan korban dilakukan apabila diperlukan betul dan tidak membahayakan penolong. 2. Terangkan secara jelas pada korban apa yang akan dilakukan agar korban bisa bekerjasama. 3. Libatkan penolong lain. Yakinkan penolong lain mengerti apa yang akan dikerjakan. 4. Pertolongan pemindahan korban dibawah satu komando agar dapat dikerjakan bersamaan. 5. Pakailah cara mengangkat korban dengan tehnik yang benar agar tidak membuat cedera punggung penolong. Teknik ambulasi 1. Oleh satu penolong: dipapah, diseret, ditimang, digendong di punggung. 2. Oleh dua penolong dapat dilakukan dengan cara; 1) Dua tangan menyangga paha korban dan dua tangan yang lain menyangga punggung korban. 2) Satu penolong mengangkat korban dari arah punggung korban sedangkan penolong yang lain menyangga tungkai korban. 3) Oleh tiga atau empat penolong dapat dilakukan dengan cara korban diangkat bersama-sama dengan kondisi korban terbaring. KONDISI KORBAN SATU PENOLONG DUA PENOLONG Sadar mampu berjalan Cara Human Cruth/bersandar Cara Human Cruth/bersandar Sadar tidak mampu berjalan Cara Pick a back (digendong di punggung) atau Cradle (dibopong), pada kasus berat cara drag/diseret Cara two-handed seat atau Fore-and-aft carry Tidak sadar Cara cradle atau drag Cara fore-and-aft carry Penolong 1 orang 1. Human Crutch/bersandar 1) Berdiri disamping korban disisi yang cidera atau yang lemah, rangkulkan satu lengan pasien pada leher penolong dan peganglah tangan korban atau pergelangannya 2) Rangkulkan tangan penolong yang lain dari arah belakang menggait pinggang korban 3) Bergeraklah pelan-pelan maju 4) Selanjutnya selundupkan kedua tongkat masing-masing di kiri dan kanan tepi kanvas yang sudah dilipat dan dijahit 5) Angkat dan angkut korban hati-hati
2. Cara Drag (diseret) 1) Jongkoklah dibelakang korban 2) Susupkan kedua lengan penolong di bawah ketiak kiri dan kanan korban, gapai dan pegang kedua pergelangan tangan korban, bila korban pakai jaket buka semua kancingnya. (Tidak Boleh Dilakukan Pada Korban Cidera Pundak, Kepala Dan Leher)
3. Cara Cradle (dibopong) 1) Jongkoklah dibelakang korban letakkan satu lengan penolong merangkul dibawah punggung korban sedikit diatas pinggang. 2) Letakkan tangan yang lain dibawah paha korban tepat dilipatan lutut. Berdirilah pelan-pelan dan bersamaan mengangkat korban.
4. Cara Pick A Back (Ngaplok di Punggung) 1) Jongkoklah didepan korban dengan punggung menghadap korban . Anjurkan korban meletakkan kedua tangannya merangkul diatas pundak penolong. 2) Gapai dan peganglah paha korban, pelan-pelan angkat keatas menempel pada punggung penolong
Penolong 2 Orang 1. The Two Handed Seat (ditandu dengan kedua penolong) 1) Kedua penolong jongkok dan saling berhadapan disamping kiri dan kanan korban, lengan kanan penolong kiri dan lengan kiri penolong kanan menyilang dibelakang punggung korban, menggapai dan menarik ikat pinggang korban. 2) Kedua tangan penolong yang menerobos dibawah lutut korban saling bergandengan dan mengait dengan cara saling memegang pergelangan tangan 3) Makin mendekatlah para penolong. Tahan dan atur punggung penolong tegap 4) Angkatlah korban perlahan-lahan bergerak keatas
2. Teknik The Fore and Aft Carry 1) Dudukkan pasien. Kedua lengan menyilang di dada. Rangkul dengan menyusupkan lengan penolong dibawah ketiak korban 2) Pegang pergelangan tangan kiri pasien oleh tangan kanan penolong. Dan tangan kanan penolong ke tangan kiri korban 3) Penolong yang lain jongkok disamping korban setinggi lutut dan mencoba mengangkat kedua paha korban 4) Bekerjalah secara koordinatif
Dengan bantuan alat 1. Bisa dilakukan oleh dua/empat orang dengan menggunakan alat bantu: 1) Dengan menggunakan kursi kayu
2) Dengan menggunakan tandu/usungan Cara Penolong 4 Orang (Memakai Tandu/ Stretcher). Peraturan umum membawa korban dengan usungan kepala korban diarah belakang, kecuali keadaan tertentu seperti korban kedinginan yang amat sangat, kerusakan tungkai berat, menuruni tangga/ bukit, korban stroke, trauma kepala, letak kepala harus lebih tinggi dari letak kaki. (1) Setiap pengangkat siap di keempat sudut, Apabila hanya ada 3 penolong dua penolong berada di bagian kepala (2) Masing-masing pengangkat jongkok dan menggapai masing-masing pegangan dengan kokoh (3) Dibawah komando salah satu pengangkat di bagian kepala, keempat mengangkat bersamaan (4) Selanjutnya komando berikutnya pengangkat bergerak maju perlahan-lahan (5) Untuk menurunkan usungan, keempat pengangkat berhenti bersamaan dan perlahan-lahan menurunkan usungan
3) Dengan menggunakan kursi beroda atau tandu beroda
Teknik Log Roll Log roll adalah cara memindahkan atau memiringkan korban dengan prinsip kesegarisan. Log roll digunakan terutama untuk memindahkan pasien dengan kecurigaan patah tulang leher, dengan harapan tidak memperparah cedera yang dialami. Kita harus mencurigai korban mengalami patah tulang leher apabila didaptkan tanda-tanda sebagai berikut 1. Adanya lebam diatas bahu 2. Trauma yang menyebabkan korban tidak sadar 3. Trauma di berbagai bagian 4. Trauma dengan kecepatan tinggi 5. Adanya kelumpuhan Log roll dilakukan dengan 4 orang penolong, dimana 1 orang bertanggung jawab pada bagian jalan napas dan pernapasan sekaligus menjadi pemimpin (berada diatas kepala). Tiga orang lainnya berada disamping korban dengan tangan saling bersilangan sehingga apabila satu orang bergerak maka yang lain akan bergerak juga. Semua tindakan harus dengan aba-aba orang pertama sehingga korban dalam posisi kesegarisan. Langkah-langkah log roll sebagai berikut 1. Bagi posisi dimana 1 orang berada diatas kepala pasien dan ketiganya disamping pasien.
2. Pada bagian kepala adalah hal terpenting yaitu menjaga pada posisi kesegarisan agar kepala tidak bergerak ke kanan atau ke kiri, apabila tersedia collar brace/penyangga leher pasang kepada korban.
3. Pertahankan kesegarisan kepala dan leher penderita sewaktu orang kedua memegang penderita pada daerah bahu dan pergelangan tangan. Orang ke tiga memasukkan tangan dan memegang panggul penderita dengan satu tangan dan dengan tangan yang lain memegang plester yang mengikat ke dua pergelangan kaki.
4. Dengan komando dari penolong yang mempertahankan kepala dan leher, dilakukan log roll sebagai satu unit ke arah ke dua penolong yang berada pada sisi penderita. Kemudian periksa apakah ada cedera pada bagian belakang korban sesuai instruksi pemimpin.
2.6 Penanganan korban kecelakaan 1. Pastikan aman penolong, situasi dan korban 2. Panggil bantuan. 3. Cek kesadaran korban dengan memanggil, menggerakkan pundak dan memberikan respon nyeri. 4. Cek pernapasan, Jika ia tidak sadar, buka jalan napasnya terlebuh dulu lalu lihat, dengar, dan rasakan apakah korban bernapas dengan normal 5. Perhatikan apakah ada cedera atau trauma, jika ada cedera atau jejas diatas bahu atau bagian kepala lakukan fiksasi servikal sampai bantuan datang agar kepala korban tidak bergerak dan pastikan tubuh dan kepala segaris. 6. Apabila ada perdarahan segera bebat dengan kain dan tekan. 7. Kirim korban ke rumah sakit. 2.7 Penanganan Korbann Luka Bakar Penanganan korban kebakaran secara umum yakni: 1. Minta pertolongan 2. Amankan penolong, situasi dan korban. 3. Hentikan proses luka bakarnya. Alirkan air pada bagian yang terkena. Bila ada bahan kimia alirkan air terus menerus sekurang-kurangnya selama 10 menit 4. Buka pakaian dan perhiasan 5. Cek kesadaran, pernapasan, dan nadi. 6. Tutup luka bakar dengan penutup luka dan pembalut longgar, jangan memecahkan gelembungnya. Bila yang terbakar adalah jari-jari maka balut masing- masing jari tersendiri 7. Upayakan penderita senyaman mungkin 8. Jangan dilakukan mengoleskan mentega, kecap, pasta gigi. 2.8 Penanganan Korban Tersengat Listrik Berikut adalah penanganan utama ketika mengetahui korban tersengat listrik 1. Minta pertolongan (berteriak). 2. Matikan listrik (putuskan hubungan/kontak). 3. Amankan penderita dari bahaya fisik yang langsung. 4. Cek jalan napas, pernapasan, nadi apabila ada gangguan segera lancarkan pernapasan. 5. Segera bawa ke rumah sakit. 2.9 Pelaporan Ketika penolong mendapati sebuah kejadian gawat darurat yang tidak bisa diatasi sendiri, hendaknya penolong meminta bantuan tenaga kesehatan di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan yang lebih memadai. Sebelum menghubungi pusat layanan ambulans, harus diperhatikan faktor-faktor yaitu: Jarak rumah sakit yang akan dituju Tenaga terampil yang akan mendampingi korban Kemampuan rumah sakit yang menangani korban Ketika menghubungi layanan ambulans, penolong diharapkan dapat memberikan informasi yang detail tentang kondisi korban, antara lain: Alamat dan waktu kejadian Usia dan jumlah korban Kejadian yang dialami Kesan awal korban (napas, perdarahan, patah tulang, dll) Pertolongan pertama yang sudah dilakukan Nama penolong dan nomor telepon yang bisa dihubungi
Daftar Pustaka Wikihow.com Pusponegoro, et al, 2012. Buku Panduan Basic Trauma and Basic Cardiac Life Support. Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118 Jakarta Wirjoatmo et all, 2013. GELS (Generel Emergency Life Support). RSUD Dr Soetomo