Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Penilaian korban dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan agar penolong
mengetahui kondisi korban. Penilaian korban menggunakan PRINSIP Do No Further Harm.
Penilaian korban meliputi dua pemeriksaan : Pemeriksaan Primer dan Pemeriksaan Sekunder.
Pemeriksaan Primer meliputi : SRSABC
Pemeriksaan Sekunder meliputi : a. Pemeriksaan Subjektif SAMPLE
b. Pemeriksaan Objektif Head to Toe & Vital Sign
A. PEMERIKSAAN PRIMER
Digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam jiwa korban.
Pemeriksaan Primer meliputi :
S Safety
R Response
S Shout for help
A Airway
B Breathing
C Circulation/Chest Compression
Berdasarkan data dari AHA, didapatkan kasus yang memerlukan CPR yang paling sering terjadi
adalah SCA (Sudden Cardiac Arrest) bahkan melebihi kasus Asfiksia, trauma, dll. Dan 40% dari kasus
SCA disebabkan oleh Ventricular Fibrillation, sehingga pertolongan korban dengan CPR diutamakan
untuk penanganan SCA.
Sangat penting untuk mengenali gejala dan tanda dari serangan jantung sehingga inisiasi penanganan
menjadi lebih cepat dan korban lebih mungkin tertolong. Ingat PRINSIP : Time Saving Is Life Saving.
Gejala dan tanda serangan jantung :
- Kesadaran menurun
-
Chest pain
Breathing difficulty
Mual muntah
SAFETY
Keamanan merupakan hal utama dalam melaksanakan rumus pada penanganan Pre-hospital yaitu
DO NO FURTHER HARM (Jangan membuat cedera lebih lanjut) baik untuk diri sendiri, lingkungan,
maupun korban.
Urutan prioritas keamanan saat melakukan pertolongan :
1. Keamanan diri sendiri, lebih diutamakan
2. Keamanan lingkungan/sekitar
3. Keamanan korban. Betapapun ironisnya, prioritas terakhir baru terletak pada korban. Why?
Karena korban sudah cedera dari awal.
Bila ingin menolong korban, sebaiknya perkenalkan diri dulu pada korban (untuk korban
sadar) dan lingkungan sekitar.
Apakah kita membutuhkan persetujuan korban? Ada 2 kemungkinan :
1) Korban Sadar
Bila korban dalam keadaan sadar, sebaiknya selalu memberitahukan korban/meminta izin tentang
apa yang akan dilakukan (expressed content). Apabila penderita menolak, jangan dipaksakan.
2) Korban Tidak Sadar
Bila korban tidak sadar, maka dianggap apa yang akan kita lakukan mendapat persetujuan
penderita (implied consent).
Sebenarnya ada keadaan lain, yakni bila korban dalam keadaan kurang sadar (misal saat kita
tanya jawaban korban mengacau) maka dianggap korban dalam keadaan tidak sadar.
Bila korbannya anak-anak, mintalah izin kepada orang tuanya. Bila orang tuanya tidak ada,
anggaplah ini implied consent.
RESPONSE
1) Respon Panggil (Shout)
Mulailah dengan mengajak korban berbicara.
Apabila korban nampaknya pingsan, penolong dapat memanggilnya Pak, pak, gimana kondisi
bapak?
Respon panggil ini biasanya dilakukan bersamaan dengan respon sentuh.
2) Respon Sentuh/Goyang (Shake)
Lakukan dengan menepuk-nepuk tangannya, pipinya (jika keadaan mengijinkan), atau
menggoyang-goyang pundaknya.
NOTE :
Jika ada respon dari korban, lakukan secondary assessment untuk memeriksa apakah korban
memerlukan bantuan lebih lanjut. Jika perlu bantuan lebih lanjut, maka posisikan korban pada recovery
position dan segera panggil bantuan / 118. Jika korban tidak memerlukan bantuan lebih lanjut, reassess
(periksa kembali) kondisi korban (napas dan kondisi umum) secara periodik.
Jika tidak ada respon dari korban, segera lanjutkan ke Shout For Help dan seterusnya (ABC).
SHOUT FOR HELP ACTIVATE EMERGENCY MEDICAL SYSTEM
Jika korban berada pada kondisi unresponsive / tidak memberi respon, segera hubungi 118/ambulans/
bantuan yang lain.
AIRWAY
a. Menilai Airway Pada Korban Sadar
Jika korban sadar dapat berbicara dengan suara jelas tanpa ada suara tambahan (snoring, gurgling,
crowling, wheezing) saat menarik nafas (untuk sementara dapat dianggap) airway baik.
Jika korban mengeluarkan suara tambahan (snoring, gurgling, crowling, wheezing) ada sumbatan.
Jika posisi korban tidak memungkinkan untuk mengadakan evaluasi airway, maka korban harus
direposisi. Reposisi korban yang tidak mengalami cedera spinal dapat dilakukan dengan cara :
1. Luruskan kaki korban dan luruskan lengan korban yang dekat dengan penolong ke samping
kepala korban
2. Letakkan salah satu tangan penolong untuk menyokong leher dan kepala bagian belakang korban,
dan tangan yang lain berada di bawah ketiak, dari lengan di sisi jauh penolong
3. Miringkan korban sebagai suatu kesatuan unit
4. Baringkan korban pada punggungnya dan reposisi lengan yang terekstensi
b. Perbaikan Airway
Jika airway korban mengalami masalah, penolong dapat melakukan perbaikan airway dengan cara :
1) Buka jalan nafas
2) Hilangkan sumbatan
.. Buka Jalan Nafas ..
Untuk membuka jalan nafas yang maksimal, kita sebagai lay rescuer dapat menggunakan Maneuver
Head-tilt, Chin-lift. Teknik ini dapat digunakan pada korban yang sadar maupun yang tidak sadar.
Caranya :
Letakkan salah satu tangan penolang pada dahi korban, dengan ujung jari-jari tangan yang lain
diletakkan pada dagu korban. Ujung jari digunakan untuk mendorong dagu korban ke belakang dan
menyokong rahang bawah.
REMEMBER : Hati-hati dalam melakukan prosedur ini jika ditemukan adanya tanda-tanda dicurigai
korban mengalami cedera cervical : !!!!
1. Adanya hematom pada bagian-baginan tubuh yang berada di atas clavicula
2. Keluarnya cairan atau darah dari hidung dan telinga
3. Menurunnya kesadaran
4. Adanya krepitasi pada spinal
5. Jatuh dari ketinggian di atas 2x tinggi badan
6. Multiple trauma
.. Hilangkan Sumbatan / FBAO (Foreign Body Airway Obstruction)..
Ini hanya bisa dilakukan bila sumbatan atau obstruksi (bisa berupa material padat atau cair) pada
mulut korban Visible dan Removable. Jika tidak, tidak usah dipaksakan karena dapat mencederai
penolong sendiri dan dapat memperparah kondisi korban (obstruksi malah terdorong masuk).
Untuk menghilangkan sumbatan benda asing dapat dilakukan dengan :
Finger sweep (sapuan jari) dengan Teknik Tongue Jaw Lift
Seorang korban yang tidak sadar dapat dibuka mulut dan jalan napasnya dengan Teknik Tongue
Jaw Lift.
Cara :
Teknik ini mengharuskan penolong untuk memegang lidah dan rahang bawah menggunakan jarijari serta mengangkatnya (ibu jari memegang lidah, jari yang lain memegang rahang bawah),
untuk memindahkan lidah jauh dari faring bagian belakang. Gerakan ini juga menggerakkan lidah
menjauh dari benda-benda asing yang mungkin menyumbat tenggorokan bagian belakang. Hal ini
akan melonggarkan obstruksi jalan nafas.
Bagaimanapun juga pertahankan korban untuk menengadah, dan masukkan jari telunjuk dari
tangan yang bebas ke rongga mulut korban, lalu gerakkan jari ini dalam mulut dari dinding
sebelah dalam pipi sampai pangkal lidah. Gunakan tangan sebagai suatu kait. Halau benda-benda
asing yang ada, pindahkan ke mulut sehingga dapat dibuang. Pada beberapapa kasus, mungkin
diperlukan penggunaan jari telunjuk untuk mendorong objek asing dari tenggorokan korban
dengan maksud menghalau dan mengangkat objek tersebut. Prosedur ini harus dilakukan dengan
hati-hati, jangan mendorong terlalu jauh tenggorokan korban.
NOTE : Korban sadar mempunyai reflek muntah. Muntahan dapat teraspirasi ke dalam paru. Jika
korban sadar dan objek yang mengganggu terlihat, penolong dapat menggunakan Teknik
Finger Swab.
Hati-hatilah jangan sampai muntah dan mendorong objek jauh ke dalam jalan nafas
korban. Waspadalah untuk menghindari gigitan korban. !!!
Teknik Crossed Finger
Bisa dilakukan untuk korban tak sadar.
Cara :
Gunakan salah satu tangan penolong untuk menstabilkan kening korban. Ibu jari tangan yang lain
disilangkandengan telunjuk, tempatkan ibu jari di bibir bawah dan telunjuk pada gigi atas.
Crossing dibuka, maka mulut korban akan terbuka, dan tahan rahang bawah agar tidak menutup.
Setelah itu lepaskan tangan yang ada di kening dan gunakan telunjuknya seperti prosedur tongue
jaw lift.
PERHATIAN : Jangan menunda chest compression dengan membuang banyak waktu hanya untuk
membuang obstruksi / FBAO. !!!
BREATHING
Cara Memeriksa Pernapasan Korban
Tempatkan sisi kepala penolong dekat dengan kepala korban :
LOOK (Lihat)
Pergerakan naik turun dada yang berhubungan dengan pernapasan.
LISTEN (Dengar)
Aliran udara dari mulut dan hidung korban.
FEEL (Rasakan)
Hembusan udara yang dikeluarkan korban melalui mulut dan hidungnya dengan pipi penolong.
Lakukan pemeriksaan pernapasan korban selama 5-10 detik.
Tanda-tanda dan gejala tidak cukupnya pernapasan (abnormal breathing) :
- Pengembangan dada tidak ada, minimal tidak sama kanan-kiri
-
Tidak ada udara yang dirasakan atau didengar pada mulut atau hidung
Pernapasannya berbunyi
Tambahan :
Kesalahan dalam melekatkan mulut penolong ke mulut korban, misal pendorongan terlalu keras
Kegagalan mempertahankan jalan nafas karena tidak adekuatnya posisi head tilt chin lift
Mulut korban kurang terbuka lebar untuk mendapatkan ventilasi yang cukup
Udara yang mengisi perut mengurangi volume paru-paru dengan menekan diafragma ke atas
Regurgitasi atau vomiting yang dapat menambah obstruksi jalan nafas atau aspirasi karena
muntahan masuk ke paru korban. Bila hal ini terjadi, paru akan rusak dan akan timbul lethal
pneumonia.
Hindari penggunaan kekuatan penuh dan terlalu cepat dalam memberikan ventilasi dan batasi
volume ventilasi yang diberikan
Coba reposisi kepala korban untuk menyediakan jalan nafas yang lebih baik
Waspada akan terjadinya muntah dan miringkan korban bila hal ini terjadi. Ingat lindungi
kepala dan lehernya
Jangan menggerakkan kepala korban kecuali jika korban tanpa cedera spinal. !!!
CONTROL BLEEDING
Hanya perdarahan hebat yang diutamakan selama pemeriksaan primer. Ingatlah bahwa
korban mungkin mengalami cedera spinal dan cedera lain yang serius. Luka yang berdarah tidak selalu
berbahaya seperti yang pertama kali terlihat. Jadi pastikan tindakan ditujukan untuk perdarahan yang
memerlukan pertolongan segera.
Setelah melakukan pemeriksaan primer, pastikan jalan nafas korban terbuka, pernafasan
cukup/adekuat, dan perdarahan hebat dapat dikontrol. Kemudian lanjutkan pada pemeriksaan selanjutnya.
B. PEMERIKSAAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder adalah pemeriksaan dari ujung kepala hingga ujung kaki, mulai dari
pemeriksaan kepala korban, leher, badan, dan seterusnya, keadaan yang berbeda (abnormal) serta mencari
ketidakwajaran seperti bengkak, perubahan warna, dan kelebaman yang mungkin menjadi petunjuk luka
yang tidak terlihat.
Pemeriksaan sekunder dilakukan untuk menemukan masalah-masalah yang tidak mengharuskan
untuk dilakukan perawatan segera agar selamat tetapi mungkin mengancam jiwa bila tidak dilakukan.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. Pemeriksaan Subjektif
2. Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan SUBJEKTIF
Pemeriksaan subjektif mencakup tanya jawab baik kepada korban jiak memungkinkan atau
kepada orang-orang di sekitarnya. Tanya jawab disini tidak seperti anamnesa dokter kepada pasiennya
untuk pemeriksaan fisik yang lengkap. Selama tanya jawab, jiaka keadaan memungkinkan maka korban
diperlakukan sebagai sumber informasi. Orang lain yang mengetahui proses kejadian juga merupakan
sumber informasi, meskipun begitu tetap lakukan tanya jawab dengan korban untuk menggabungkan
informasi yang diperoleh dari orang-orang tersebut.
Urutan pemeriksaan subjektif :
Posisikan diri dekat korban
Kenalkan diri dan yakinkan korban (apabila korban sadar) atau orang sekitar
Kenali umur dan panggilan hormat korban
1. Cek tulang leher (cervical) untuk perubahan bentuk dan point tenderness
Prosedur : Dengan telapak tangan terbuka pegang kedua sisi leher korban dengan tangan penolong
lalu geser ujung-ujung jari ke arah midline (garis tengah) dari tulang cervical. Cek leher belakang
dari bahu sampai dasar tengkorak. Lakukan tekanan jari dengan hati-hati, respon kesakitan yang
timbul pada area penekanan merupakan point tenderness.
Jika ada tanda-tanda kemungkinan cedera spinal langsung lakukan imobilisasi dari kepala sampai
leher.
2. Inspeksi leher depan untuk indikasi adanya cedera dan pernapasan leher
Prosedur : Leher depan haruslah terbuka. Lihat tanda-tanda adanya cedera, apakah laring atau
trakea menunjukkan penyimpangan dari garis tengah leher (memar atau ada perubahan bentuk).
Jika ada, korban mungkin mengalami obstruksi jalan nafas, cedera cervical, kerusakan trachea, atau
cedera thorax yang serius.
Kemungkinan yang ditemukan : Irisan-irisan, memar, diskolorisasi, deformitas atau tanda-tanda
kelainan jalan nafas mungkin terlihat. Memar atau perubahan bentuk langsung di atas trakea
mungkin mengindikasikan adanya obstruksi jalan nafas.
3. Inspeksi Kepala
Prosedur : Berhati-hatilah sehingga tidak menggerakkan kepala korban, yang dapat memperburuk
kemungkinan cedera spinal. Berlututlah di atas kepala korban, lalu rabalah kulit kepala
menggunakan jari-jari dengan lembut untuk inspeksi, lalu cek jari-jari tersebut apakah ada darah.
Jika korban berbaring, cek bagian yang tersembunyi dari kepala dengan meletakkan jarijari pada leher belakang, lalu gerakkan ke puncak kepala.
Jika kita yakin dengan adanya cedera spinal atau cedera leher, tunda prosedur ini sampai
kepala dan leher diimobilisasi. !!!
Kemungkinan yang ditemukan : Darah, luka tusuk, bengkak, deformitas, dan indikasi lain dari
cedera.
4. Periksa dasar tengkorak dan wajah untuk perubahan bentuk serta depresi
Periksa apakah ada fraktur atau luka-luka pada daerah tersebut
18. Periksa cedera untuk ekstrimitas atas dan cek distal pulsusnya
Periksa korban dari clavicula sampai dengan ujung jari. Perhatikan tanda-tanda cedera. Cek
Point Tenderness pada daerah dengan kecurigaan fraktur.
Pastikan adanya distal pulsus pada tiap lengan bawah dan bandingkan. Jangan menghitung
rata-rata denyutnya. Adanya pulsus mengindikasikan adanya sirkulasi. Tidak adanya denyut
dicurigai adanya suatu arteri mayor telah dihambat atau diblok oleh bekuan darah. Paling sering hal
ini disebabkan oleh fraktur tulang pada tungkai atas.
Denyut nadi
Cepat, teratur, kuat
Cepat teratur dan lemah
Kemungkinan kasus
kerja/olahraga, ketakutan, hipertensi, dan tahap awal dari kehilangan darah
tanda-tanda shock, sering terjadi pada tahap lanjut kehilangan darah
Lambat
2. RESPIRASI
Rata-rata respirasi adalah jumlah napas korban dalam satu menit. Rata-rata respirasi ini
dikelompokkan menjadi normal, cepat dan lambat. Sedangkan karakter respirasi meliputi: irama,
kedalaman, suara, dan kemudahan bernafas.
Penghitungan respirasi dilakukan selama 30 detik kemudian hasilnya dikalikan 2 untuk
mendapat rata-rata respirasi permenitnya. Sambil menghitung perhatikan karakter respirasi.
Berikut ini disajikan tabel mengenai variasi nilai normal respirasi per menit pada berbagai usia :
Rata-rata respirasi per menit, saat istirahat :
Dewasa
12-20
25-48
5-12 tahun
20-24
3. TEKANAN DARAH
Keadaan dimana tekanan sistolik jatuh di bawah 90 mmHg biasanya dipertimbangkan
sebagai hipotensi. Sedangkan hipertensi adalah keadaan dimana tekanan melebihi 140/90.
Jika korban tekanan darahnya turun dengan cepat, korban tersebut dapat berkembang
menjadi syok. Pada orang dewasa sistolik yang berada di atas 180 dan di bawah 90 mmHg datau
diastolik berada di atas 104 atau di bawah 60 mmHg adalah keadaan yang serius.
4. SUHU KULIT
Suhu kulit bukanlah vital sign yang sesungguhnya tetapi di lapangan hal ini akan sangat
berguna untuk menemukan abnormalitas temperatur.
Prosedur :
Untuk menentukan kondisi dan temperatur kulit, penolong meletakkan punggung tangannya di
kening korban. Rasakan kulitnya, dingin, hangat, panas atau normal. Pada saat yang bersamaan
perhatikan kulitnya apakah kering, lembab, atau basah.
Beberapa problem korban ditunjukkan dengan perubahan kondisi dan temperatur kulit. Sebagai
contoh jika badan korban hangat tetapi lengan kirinya terasa dingin, maka hal seperti itu dapat
langsung mengarahkan ke problem sirkulasi.
Sementara menentukan suhu relatif kulit, penolong juga harus memperhatikan kondisi dan warna
kulit.
Hubungan suhu kulit dengan kondisi medik :
Suhu Kulit
Kemungkinan Sebab
Dingin, lembab
Dingin, basah
Dingin, kering
Panas, kering
Panas, basah
demam tinggi
RECOVERY POSITION
The recovery position is used for unresponsive adult victims who have normal
breathing (Class IIb) and effective circulation.
This position is designed to maintain a patent airway and reduce the risk
of airway obstruction and aspiration.
The victim is placed on his or her side with the lower arm in front of the body.
There are several variations of the recovery position, each with its own advantages.
No single position is perfect for all victims. The position should be stable, near
a true lateral position, with the head dependent and no pressure on the
chest to impair breathing. Although healthy volunteers report compression of
vessels and nerves in the dependent limb when the lower arm is placed in front the
ease of turning the victim into this position may outweigh the risk. Studies in normal
volunteers show that extension of the lower arm above the head and rolling the
head onto the arm, while bending both legs, may be feasible for victims with known
or suspected spinal injury (LOE 7; Class IIb). (American Heart Association, 2005).
DITOR : Untuk recovery position, teman-teman bisa baca di PDF yang terlampir.
Pahami juga PDF ERC tentang alur Adult Basic Life Support. Di Pdf itu sangat
jelas step-stepnya, ada gambarnya. Actually, bahan Adult Basic Life Support
sumbernya dari situ.
Referensi :
Panacea, Buku Panduan Pelatihan Basic Life Support, 2008, Yogyakarta
European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation, 2005, dari
www.elsevier.com/locate/resuscitation
American Heart Association, 2005