Anda di halaman 1dari 59

Anemia Hemolitik

Ary Yanuar S
1410211141
Definisi
• Anemia hemolitik adalahberkurangnya kadar
hemoglobin dari nilai normal akibat kerusakan
sel eritrosit yang lebih cepat dari kemampuan
sumsum tulang untuk menggantikannya.
Etiologi

• Pada prinsipnya anemia hemolitik dapat


terjadi karena :
1. Defek molekular : hemoglobinopati atau
enzimopati,
2. Abnormalitas struktur dan fungsi membran-
membran,
3. Faktor lingkungan seperti trauma mekanik
atau autoantibodi.
Klasifikasi
• Berdasarkan etiologi :
1. Anemia Hemolitik Herediter :
– Karena defek enzim :
a. Defek jalur Embden Meyerhof (defisiensi piruvat kinase,
glukosa fosfat isomerase, atau fosfogliserat kinase)
b. Defek jalur heksosa monofosfat (defisiensi G6PD atau
glutation reduktase)
– Hemoglobinopati : talasemia, anemia sickle cell, dan tipe
lain.
– Defek membran (membranopati) : sferositosis herediter.
Klasifikasi

2. Anemia Hemolitik didapat


– Imun : idiopatik, keganasan, obat-obatan, kelainan
autoimun, infeksi, atau tranfusi.
– Mikroangiopati : Trombotik Trombositopenia
Purpura, Sindrom Uremik Hemolitik, Koagulasi
Intravaskular Diseminata, Preeklampsia,
eklampsia, hipertensi maligna, katup prostetik.
– Infeksi : malaria, babesiosis, atau clostridium
Klasifikasi

• Berdasarkan keterlibatan imunoglobulin :


1. Anemia Hemolitik Imun
– Keterlibatan antibodi IgG atau IgM
2. Anemia Hemolitik Non-imun
– Karena faktor defek molekular, abnormalitas
struktur membran, lingkungan (hipersplenisme),
kerusakan mekanik (mikroangiopati atau infeksi)
Anemia Hemolitik Autoimun
(Autoimmune Hemolytic Anemia/AIHA)
Definisi
• Anemia Hemolitik Auto Imun adalah suatu kelainan
dimana terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit
sehingga umur eritrosit memendek.
Etiologi

• Etiologi pasti dari AIHA memang belum jelas,


kemungkinan terjadi karena gangguan pada
proses pembatasan limfosit autoreaktif
residual.
Patofisiologi

• Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantai


antibodi terjadi melalui 3 mekanisme, yaitu :
1. Aktifasi sistem komplemen : klasik dan
alternatif.
2. Aktifitas selular yang menyebabkan hemolisis
ekstravaskular.
3. Kombinasi keduanya
Patofisiologi
Aktifasi Sistem
Komplemen
Jalur Klasik
Patofisiologi
Aktifasi Sistem
Komplemen Jalur
Alternatif
Patofisiologi
Aktifitas Selular yang Menyebabkan Hemolisis Ekstravaskular

RBC disentisasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan


komplemen/komponen komplemen

Tetapi tidak terjadi aktifasi komplemen lebih lanjut

RBC dihancurkan oleh sel reticuloendotelial


KLASIFIKASI AIHA

• AIHA tipe hangat idiopatik dan sekunder


1.

• AIHA tipe dingin idiopatik dan sekunder


2.

• AIHA paroksismal cold hemoglobin idiopatik dan sekunder


3.

• AIHA atipik
4.

• AIHA diinduksi obat


5.

• AIHA diinduksi aloantibodi rekasi hemolitik transfusi dan Penyakit hemolitik


6. pada bayi baru lahir
1. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat

Epidemiologi • 70% kasus AIHA merupakan tipe hangat

• Onset penyakit tersamar


Tanda dan • Ikterik, anemia berat,demam, nyeri
gejala abdomen, hepatomegali, splenomegali,
limfadenopati, urin berwarna gelap

• Hb sering dijumpai dibawah 7 g/dL


Laboratorium • Coomb direct (+)
1. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat
• Hanya sebagian kecil mengalami
penyembuhann komplit dan sebagian besar
mengalami perjalanan penyakit yang kronik
Prognosis • Survival 10 tahun  70%
dan Survival • Anemia, emboli pulmo, infark lien dan CVS
disorder bisa terjadi
• Mortalitas selama 5-10 tahun  15-25%

• Kortikosteroid  1-1,5mg/KgBB/hari
• Splenektomi  bila kortikosteroid tidak adekuat
• Imunosupresi  azathioprin dengan dosis 50-
Terapi 200mg/hari
• Terapi lain  danazol 600-800mg/hari
• Transfusi darah
2. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin

• Terjadinya hemolitik diperantarai oleh


Patofisiologi antibodi dingin, yaitu aglutinin dingin
dan antibodi donath-landstainer

• Aglutinasi pada suhu dingin.


• Hemolisis berjalan kronik.
Tanda dan • Anemia ringan : Hb 9-12 g/dl
gejala • Sering didapatkan akrosianosis dan
splenomegali

• Anemia ringan
• Sferositosis
Laboratorium • Polikromatosia
• Coomb’s test positif
2. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin Cont.

• Pasien dengan sindrom kronik akan


Prognosis memiliki survival yang baik dan
dan Survival cukup stabil.

• Menghindari udara dingin yang dapat


memicu hemolisis
• Prednison dan Splenektomi tidak banyak
Terapi membantu
• Chlorambucil 2-4 mg/hari
• Plasmafaresis untuk mengurangi antibodi
3. Paroxysmal Cold Hemoglobinuri

• Jarang dijumpai
• Hemolisis terjadi secara masih setelah terpapar suhu
Patofisiologi dingin secara berulang.
• Dahulu berhubungan dengan penyakit siphilis

Tanda dan • Hemolisis paroksismal disertai mengigil, panas,


mialgia, sakit kepala, urtikaria, dan hemoglobinuria
gejala yang berlangsung beberapa jam.

• Hemoglobinuria
• Sferositosis
Laboratorium •

Eritrofagositos
Coomb’s test positif
• Antibodi Donath-Landsteiner terdisosiasi dari RBC
3. Paroxysmal Cold Hemoglobinuri
• Pengobatan terhadap penyakit
yang mendasari akan
Prognosis memperbaiki prognosis
dan Survival • Prognosis pada kasus idiopatik
pada umumnya membaik dengan
survival yang panjang

• Menghindari faktor pencetus


• Glukokorticoid
Terapi • Splenektomi tidak ada
manfaatnya.
4. Anemia Hemolitik Imun Diinduksi Obat
Mekanisme

1. Hapten • Obat akan melapisi eritrosit


• Antibodi obat akan terbentuk dan bereaksi dengan
(adsorpsi) obat pada permukaan eritrosit
obat • Didestruksi limpa.

• Antibodi menguatkan ikatan antara obat dan sel


2. target.
Pembentukan • Setelah aktifasi komplemen, maka akan terjadi
hemolisis ekstravaskuler, hemoglobinemia, dan
kompleks hemoglobinuria.
• Obat kinin, kuinidin, sulfonamid, sulfonylurea, dan
ternary thiazide.
4. Anemia Hemolitik Imun Diinduksi Obat
Cont
Mekanisme

3. Induksi
autoantibodi • Obat memicu pembentukan autoantibodi
terhadap RBC.
yang bereaksi • Methyldopa menginduksi pembentukan
terhadap RBC autoantibodi terhadap antigen Rh pada
tanpa pemicu permukaan RBC.
obat lagi
• Hemoglobin yang mengikat oksigen akan
mengalami oksidasi dan mengalami
4. Oksidasi kerusakan karena zat oksidatif.
Hemoglobin • Tanda : methemoglobin, sulfhemoglobin,
Heinz bodies, blister cell, bites cell, dan
eccentrocytes.
4. Anemia Hemolitik Imun Diinduksi Obat
• Terdapat riwayat pemakaian obat tertentu.
• Hemolisis ringan sampai sedang pada mekanisme autoantibodi atau
Gambaran hapten.
Klinis • Hemolisis berat dan gagal ginjal pada mekanisme ternary

• anemia
• Retikulosis, MCV tinggi, Coomb’s test positif
• Leukopenia, trombositopenia, hemoglobinemia, dan hemoglobinuria
Laboratorium pada mekanisme ternary

• Menghentikan pemakaian obat


• Kortikosteroid dan transfusi darat dapat diberikan pada kondisi berat
Terapi
5. Anemia Hemolitik Aloimun Karena
Transfusi
Disebabkan ketidaksesuaiam ABO eritrosit yang
memicu kompleks imun dan rekasi hemolisis.

Gejala : sesak nafas, demam, nyeri pinggang,


menggigil, mual, muntah, dan syok.

Rekasi lambat terjadi 3-10 hari setelah tranfusi.


Anemia Hemolitik Non-Imun
Patofisiologi Anemia Hemolitik Non-Imun
1. Hemolisis Intravaskular

2. Hemolisis Ekstravas
Trauma mekanik, fiksasi komplemen, atau infeksi

Eritrosit mengalami
perubahan membran
Destruksi eritrosit di sirkulasi darah

Tidak dapat melalui sistem


retikuloendotelial sistem dan difagositosis.
Manifestasi Anemia Hemolitik Non-Imun

Diagnosis ditegakkan dari :


1. Anamnesis
– Lemah, pusing, cepat capek, dan sesak nafas.
– Kuning dan urin kecoklatan, meski jarang terjadi.
– Riwayat pemakaian obat dan terpajan zat toksin.
2. Pemeriksaan Fisik
– Icterik dan jaundice.
– Splenomegali.
– Pada anemia berat ditemukan murmur dan takikardi.
Laboratorium Anemia Hemolitik Non-Imun

• Retikulositosis merupakan indikator hemolisis.


• Morfologi eritrosit.
• Peningkatan LDH dan SGOT menjadi bukti
percepatan destruksi eritrosit.
• Peningkatan bilirubin indirect.
1. Defisiensi G6PD

Etiologi dan ●
Kelainan gen yang terletak pada kromosom X

epidemiolo ●


sehinggan terjadi defisiensi G6PD
Laki-laki sering terkena.
Wanita hanya sebagai carier dan asimptomatik

gi

Manifest ●


Obat pemicu : primakuin, pamakui, vit K, dll.
Hemolisis bersifat self limited karena destruksi pada
sel yang tua.
Hemolisis akut : penurunan Ht, peningkatan Hb dan

asi Klinis

bilirubin indirect
1. Defisiensi G6PD Cont

Diagnosi ●


Terjadi pada laki-laki.
Pada anamnesis terdapat riwayat penggunaan
obat.
Pemeriksaan aktivitas enzim dan diulang 2-3

s

bulan setelahnya.


Tidak perlu terapi khusus.

Terapi Terapi untuk infesi yang mendasari dan


menghindari obat-obat yang menjadi


pemicu.
2. Defek Jalur Embden Meyerhof

Etiologi dan ●
Defisiensi piruvat kinase (95%), glukosa fosfat
isomerase (4%).

epidemiolo ●


Diturunkan secara autosomal resesif.
Kelainan ini mengakibatkan kekurangan ATP dan ion
kalium keluar sel, serta RBC menjadi kaku.

gi

Manifest ●
Hemolisis berat pada masa kanak-kanak
dengan anemia, icterik, dan splenomegali.

Pada perempuan hamil berupa pucat.

asi Klinis ●
Anemia normositik.
2. Defek Jalur Embden Meyerhof Cont

Diagnosi ●
Pemeriksaan
s enzimatik.


Tidak butuh terapi kecuali dengan hemolisis berat
harus diberikan asam folat 1 mg/hari.

Terapi ●


Transfusi darah diberikan jika terjadi krisis hipoplastik.
Splenektomik untuk meningkatkan retikulosit di
sirkulasi.
3. Paroxysmal Nocturnal Haemoglobinuria
(PNH)

• PNH ditandai dengan :


1. Penurunan RBC (anemia)
2. Darah di dalam urin (hemoglobinuria) dan
plasma (hemoglobinemia)
• Yang terjadi setelah tidur.
• Mengakibatkan kematian.
3. Paroxysmal Nocturnal Haemoglobinuria (PNH)

Etiologi

Defisiensi enzim PIG-A
(phosphatidylinositol glycan class
A).

Diperlukan untuk sintesis protein
pengikat sel.
3. Paroxysmal Nocturnal Haemoglobinuria (PNH)
Patofisiologi.

• Defisiensi enzim ini


mengakibatkan protein yang
melindungi sel dari komplemen
menghilang.
• Sehingga memudahkan
penghancuran sel darah merah.
3. Paroxysmal Nocturnal Haemoglobinuria (PNH)

Manifestasi Klinis dan


Laboratorium

Tiga manifestasi klinis yang sering dijumpai yaitu
: anemia hemolitik, trombosis vena, dan
gangguan hematopoiesis.

Hemoglobinuria dan hemosiderinuria.

Granulositopenia dan trombositopenia
menandakan gangguan hematopoiesis.
3. Paroxysmal Nocturnal Haemoglobinuria
(PNH)
Diagnosis

• PNH dicurigai jika pasien


dengan anemia hemolitik
yang tidak diketahui
penyebabnya, leukopenia,
dan atau trombositopenia.
• Terdapat tanda hemolisis
intravaskular :
hemoglobinemia,
hemoglobinuria, dan
peningkatan LDH.
3. Paroxysmal Nocturnal Haemoglobinuria
(PNH)

• Terapi :
1. Transfusi darah merupakan terapi terbaik
karena selain meningkatkan Hb, tetapi juga
menekan produksi RBC di sumsum tulang
selama keadaan hemoglobinuria.
2. Hemodialisa disarankan untuk mencegah
peningkatan hemolisis.
3. Glukokortikoid (prednison 60mg/hari) dapat
menurunkan kecepatan hemolisis.
4. Infeksi Mikroorganisme

• Mekanisme :
1. Secara langsung : malaria, babesiosis, dan
bartonellosis.
2. Pengeluaran toksin hemolisis : Clostridium
perfingens, pembentuk antibodi, atau
otoantibodi terhadap RBC.
3. Deposit antigen mikroba atau rekasi
kompleks imun pada RBC.
4A. Malaria
Derajat anemia tidak sesuai dengan jumlah sel yang terinfeksi, tetapi
penyebabnya belum jelas.

Fragilitas pada sel yang terinfeksi atau yang tidak terinfeksi


meningkat.

Penghancuran RBC disebabkan lisisnya RBC akibat infeksi langsung.

Proses penghancuran sebagian besar terjadi di limpa.


4A. Malaria

Diagnos Menemukan parasit pada apus darah


tebal atau ditemukannya sekuens

is parasit malaria pada analisis DNA.


Dengan mengeradikasi parasit penyebab

Terapi ●


anemia.
Transfusi darah dianjurkan untuk Hb <7 g/dl.
Pemberian asam folat.
4B. Bartonellosis

• Infeksi yang disebabkan oleh Bartonella


bacilliforms yang melekat pada permukaan sel
RBC.
• RBC yang terinfeksi mengalami indentasi,
invaginasi, serta terbentuknya saluran.
• RBC yang terinfeksi dihancurkan oleh hati dan
limpa.
• Anemia hemolitik terjadi saat demam.
4B. Bartonellosis

• Diagnosis :
1. Dengan menemukan B bacilliforms pada sel
eritrosit.
2. Dengan perwarnaan giemsa didapatkan
bentuk batang berwarna merah jingga.
• Terapi : pemberian penisilin, streptomisin,
kloramfenikol, dan tetrasiklin memberikan
respon yang sangat baik.
4C. Babesiosis
• Babesia merupakan protozoa intraeritrosit yang
ditularkan melalui gigitan kutu rambut, yang
dapat menginfeksi hewan ternak atau liar.
• Pada manusia dapat ditularkan juga melalui
transfusi darah.
• Diagnosis melalui apus darah tebal dengan
pewarnaan giemsa, uji serologi dengan antibodi
Babesia, serta uji PCR.
• Terapi : klindamisin dan kuinin.
5. Anemia Sel Spur

• Jenis anemia hemolitik dengan bentuk


eritrosit yang aneh.
• Terjadi pada pasien dengan penyakit
hepatoselular terutama sirosis “Laennec”
tahap lanjut.
5. Anemia Sel Spur

• Patogenesis : Hampir 50-70% kolesterol


terdapat di permukaan membran sehingga
menurunkan kadar air dan menyebabkan
perubahan bentuk sel. Dampaknya sel RBC
tidak dapat melewati proses penyaringan di
limpa.
5. Anemia Sel Spur
• Manifestasi klinis :
1. Anemia berat.
2. Splenomegali pada pasien sirosis dengan sel spur.
3. RBC irreguler dan RBC terfragmentasi.
• Diagnosis melalui apus darah tepi berupa
gambaran akantosit dengan panjang tidak
beraturan.
5. Anemia Sel Spur

• Terapi : transfusi darah hanya memberikan


manfaat untuk sementara waktu, pemberian
obat penurun lemak tidak membuahkan hasil,
dan splenektomi hanya mencegah
perlambatan penghancuran RBC.
Proses Hemolisis
Hemolisis Intravaskular

Prosesnya :
a. Eritrosit mengalami destruksi dalam sirkulasi darah. Lalu Hb

terlepas ke dalam plasma

b. Hb di plasma akan dibersihkan oleh haptoglobin – ikatan Hb-

haptoglobin

c. Haptoglobin habis terpakai – Hb bebas berdesosiasi menjadi

dimer-αß (molekul kecil) – filtrat glomerulus


d. Di tubulus proksimal direabsorpsi oleh sel tubulus –
mengalami degradasi : protein dihancurkan, heme
diubah menjadi bilirubin dan keluar bersama urin,
Fe jadi hemosiderin
e. Hemoglobin bebas di darah juga bisa mengalami
oksidasi menjadi hemoglobin teroksidasi
(methemoglobin)
Hemolisis Ekstravaskular

Prosesnya :
a. Eritrosit dikeluarkan dari pembuluh darah oleh makrofag

sistem retikuloendotelial yang terdapat di sumsum tulang,

hati, dan limpa

b. Sel menjadi tidak viable karena eritrosit tidak berinti sehingga

metabolisme eritrosit memburuk secara perlahan dan juga

karena enzim didegradasi dan tidak diganti


c. Terjadi pemecahan heme dari eritrosit yang

membebaskan Fe ke sirkulasi melalui transferin plasma

d. Protoporfirin dipecah menjadi bilirubin. Bilirubin

bersirkulasi ke hati dan mengalami konjugasi menjadi

glukoronida yang dieskresikan ke dalam usus melalui

empedu dan diubah menjadi sterkobilinogen.


e. Sebagian diekskresikan ke dalam feses dan
sebagainya lagi di ekskresikan sebagai urine dalam
bentuk urobilinogen dan urobilin
f. Rantai globin dipecah menjadi asam amino yang
akan digunakan kembali untuk sintesis protein
umum dalam tubuh
Katabolisme Hemoglobin
• Terjadi di Makrofag Limpa
Struktur dan Fungsi Sel Darah Merah
• Bentuknya seperti cakram/ bikonkaf dan
tidak mempunyai inti
• Ukuran diameter kira-kira 7,7 unit (0,007
mm)
• Banyaknya kira–kira 5 juta dalam 1 mm3
• Warnanya kuning kemerahan, karena
didalamnya mengandung hemoglobin,
warna ini akan bertambah merah jika di
dalamnya banyak mengandung oksigen
• Fungsinya:
– Mengikat oksigen dari paru–paru untuk diedarkan
ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon
dioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan
melalui paru–paru.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai