Anda di halaman 1dari 18

KEMANDIRIAN PANGAN

MALINDA GHANIYYA
MEDY RONALDY

SISTEM AGRIBISNIS ISLAM - 17 Oktober 2020


UU NO.18/2012 TENTANG PANGAN
 “kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi,
merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan”.

 UU Pangan bukan hanya berbicara tentang ketahanan pangan, namun juga memperjelas
dan memperkuat pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan kedaulatan pangan
(food soveregnity) dengan kemandirian pangan (food resilience) serta keamanan pangan
(food safety).
KEDAULATAN
PANGAN Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan
(FOOD kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan
SOVEREGNITY) hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi
  sumber daya lokal”.

Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah


KEAMANAN
Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat
PANGAN
(FOOD mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak

SAFETY) bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk
dikonsumsi”.
KEMANDIRIAN PANGAN (food
resilience)
• “Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara
dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang
beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat
menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang
cukup sampai di tingkat perseorangan dengan
memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia,
sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara
bermartabat”. (Soekartawi 2008; Kivirist 2009)
Setelah lebih dari 60 tahun merdeka, Indonesia belum berhasil mencukupi kebutuhan pangan dari produksi
sendiri. Swasembada beras hanya dapat dicapai pada tahun 1984 dan 2008. Di luar tahuntahun tersebut,
pemenuhan kebutuhan pangan sebagian masih bergantung pada impor.

Sebagian besar kebutuhan bahan pangan utama (beras, jagung, dan kedelai) di Indonesia dihasilkan oleh
petani dengan usaha skala kecil (<0,5 Ha), yang disebut petani gurem.

Indonesia merupakan negara agraris dengan penguasaan lahan tersempit di dunia, dengan land-man ratio 362
m2 /kapita pada tahun 2003 dan 354 m2 / kapita pada tahun 2008 (Adnyana 2005; SPI 2010). Jumlah petani
gurem yang makin banyak mencerminkan makin banyaknya petani yang terperangkap dalam kemiskinan
Komponen dalam Mewujudkan
Kemandirian Pangan
Ketersediaan yang
cukup
Stabilitas Dengan lima komponen tersebut, kemandirian
pangan menciptakan daya tahan yang tinggi
terhadap perkembangan dan gejolak ekonomi
Mutu/keamanan dunia (Darajati 2008; Soekartawi 2008)
Keterjangkauan
pangan

Tidak bergantung
pihak luar
• Berdasarkan hasil survei, pola panen padi di Indonesia pada periode Januari sampai dengan Desember
2019 relatif sama dengan pola panen tahun 2018. Puncak panen padi terjadi pada bulan Maret, sementara
luas panen terendah terjadi pada bulan Desember. Total luas panen padi pada 2019 seluas 10,68 juta
hektar dengan luas panen tertinggi terjadi pada Maret, yaitu sebesar 1,72 juta hektar. Jika dibandingkan
dengan total luas panen padi pada 2018, luas panen padi pada 2019 mengalami penurunan sebesar 700,05
ribu hektar (6,15 persen).

• Total produksi padi di Indonesia pada 2019 sekitar 54,60 juta ton GKG, atau mengalami penurunan
sebanyak 4,60 juta ton (7,76 persen) dibandingkan tahun 2018.
Total konsumsi Nasional (ton)
Total (ton)
40000000

35000000
33470000
31310000
30000000 29178940
28692107 29133513
27337358 27962872
25000000

20000000

15000000

10000000

5000000

0
2011 2012 2014 2015 2017 2018 2019
Buletin konsumsi Kementan 2019
Pemanfaatan Lahan Bekas EX-PTP
• Kegiatan operasional pertambangan yang berjalan relatif besar dimulai pertengahan 1970- an. Sebelum
tahun 1970, kegiatan penambangan juga telah dilakukan, namun masih dalam skala yang relatif kecil.
Sampai dengan tahun 2009, dari total lahan yang telah diberi izin eksploitasi yaitu 2.205.348 ha, lahan
yang telah dibuka untuk areal tambang dan infrastrukur hanya 135.000 ha, dengan luas total yang telah
direklamasi 33.767,58 ha
• Lahan yang dibuka untuk pertambangan tidak terlalu luas, sehingga setelah 30 tahun, areal yang rusak
relatif menjadi sempit yaitu sekitar 0,07% dibandingkan dengan seluruh daratan Indonesia (Soelarso,
2008).
• Namun, perlu diingat penambangan terkonsentrasi pada wilayah tertentu, maka dampaknya terhadap
wilayah yang bersangkutan cukup dominan. Sebagai contoh, aktivitas penambangan timah di Provinsi
Bangka-Belitung, sangat mempengaruhi lingkungan dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Hasil
evaluasi yang dilakukan Puslittanah (1987)
• Reklamasi lahan eks tambang sebenarnya merupakan kewajiban perusahaan penambang, sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Namun pelaksanaanya berjalan sangat lambat
• Kegiatan reklamasi tanah bekas tambang mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir. Yaitu dari
seluas 6.597 hektar tahun 2014 meningkat menjadi seluas 6.950 hektar tahun 2018. Pada tahun 2019 ini
Reklamasi tanah bekas tambang mencapai lebih dari 7.000 hektar
Tahun
                                                                                                                                     Pertumbuhan
2014 2015 2016 2017
2018 1)
2018 thdp 2017
No. Provinsi
(%)

1 Aceh
2 Sumatera Utara
376.137
717.318
461.060
781.769
429.486
885.576
470.351
988.068
463.485
1.062.048
-1,46
7,49
Luas Panen Padi Menurut
3 Sumatera Barat

4 Riau
503.198

106.037
507.545

107.546
491.876

99.430
538.277

92.684
534.017

94.829
-0,79

2,31 Provinsi, tahun 2014 - 2018


5 Jambi 145.990 122.214 165.207 170.092 172.854 1,62

6 Sumatera Selatan 810.900 872.737 1.014.351 999.972 1.005.203 0,52

7 Bengkulu 147.572 128.833 148.277 165.342 153.629 -7,08

8 Lampung 648.731 707.266 796.768 839.750 902.338 7,45

9 Kepulauan Bangka Belitung 9.943 11.848 15.530 16.080 14.645 -8,92

10Kepulauan Riau 385 263 186 197 199 1,02 •Sumber : Badan Pusat Statistik
11DKI Jakarta 1.400 1.137 1.002 787 787 -0,03

12Jawa Barat 1.979.799 1.857.612 2.073.203 2.089.291 2.120.947 1,52 Keterangan : 1) Angka Ramalan I (Hasil
13Jawa Tengah

14DI Yogyakarta
1.800.908

158.903
1.875.793

155.838
1.953.593

158.132
2.010.465

158.818
1.954.476

154.045
-2,78

-3,00
Rakor di Solo tanggal 25-27 Juli 2018)
15Jawa Timur 2.072.630 2.152.070 2.278.460 2.285.232 2.256.403 -1,26

16Banten 386.398 386.676 416.452 428.628 445.847 4,02

17Bali 142.697 137.385 139.529 141.491 139.810 -1,19

18Nusa Tenggara Barat 433.712 467.503 450.662 471.728 471.882 0,03

19Nusa Tenggara Timur 246.750 266.242 259.270 307.988 332.626 8,00

20Kalimantan Barat 452.242 433.944 496.358 507.698 608.645 19,88

21Kalimantan Tengah 242.488 254.670 266.974 244.969 241.529 -1,40

22Kalimantan Selatan 498.133 511.213 547.449 569.993 582.701 2,23

23Kalimantan Timur 100.262 99.209 80.344 94.394 95.769 1,46

24Kalimantan Utara*) 32.072 41.115 30.601 23.983 23.618 -1,52

25Sulawesi Utara 130.428 137.438 135.623 161.861 201.685 24,60

26Sulawesi Tengah 219.613 209.057 228.346 243.070 251.697 3,55

27Sulawesi Selatan 1.040.024 1.044.030 1.129.122 1.188.910 1.162.754 -2,20

28Sulawesi Tenggara 140.408 140.380 173.118 171.398 171.130 -0,16

29Gorontalo 62.690 59.668 66.199 77.209 77.503 0,38

30Sulawesi Barat 94.351 93.470 121.421 140.841 168.549 19,67

31Maluku 21.623 21.141 21.490 25.736 31.365 21,87

32Maluku Utara 21.192 21.438 25.264 27.478 30.097 9,53

33Papua Barat 6.880 7.174 6.370 6.701 6.687 -0,22

34Papua 45.493 41.354 50.500 52.536 60.713 15,57

Indonesia 13.797.307 14.116.638 15.156.166 15.712.015 15.994.512 1,80

Anda mungkin juga menyukai