Anda di halaman 1dari 54

Pancasila Sebagai Sistem

Filsafat dan Sistem Etika


Pert. Ke 4
Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan
bahan renungan yang menggugah
kesadaran para pendiri negara untuk
menemukan nilai-nilai filosofis yang menjadi
identitas bangsa Indonesia, termasuk
Soekarno ketika menggagas ide
Philosophische Grondslag.

Mengapa Pancasila
merupakan sistem filsafat?

Philosophische
Grondslag

Weltanschauung
Philosophische Grondslag
Pancasila sebagai dasar filsafat negara (Philosophische
Grondslag) nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam
sila-sila Pancasila mendasari seluruh peraturan
hukum yang berlaku di Indonesia. Artinya, nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakayatan, dan
keadilan harus mendadari seluruh peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Weltanschauung
Pancasila sebagai Weltanschauung artinya nilai-nilai
Pancasila itu merupakan sesuatu yang telah ada dan
berkembang didalam masyarakat Indonesia yang kemudian
disepakati sebagai dasar filsafat negara. Weltanschauung
merupakan sebuah pandangan dunia (world-view).
Pengertian filsafat oleh J.A Leighton dikutip The Liang Gie “A
complete philosophy includes a world-view or a reasoned
conception of the whole cosmos, and a life-view or doctrine
of the values, meanings, and purposes of human life”. Ajaran
tentang nilai, makna, dan tujuan hidup manusia yang
terpatri dalam Weltanschauung itu menyebar dalam
berbagai pemikiran dan kebudayaan bangsa Indonesia
Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai


sila-sila dalam Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik

Agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi ioperasional dalam


bidang-bidang yang menyangkut hidup bernegara

Agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam


kehidupan berbangsa dan bernegara

Agar
Agar dapat
dapat menjadi
menjadi kerangka
kerangka evaluasi
evaluasi terhadap
terhadap segala
segala kegiatan
kegiatan yang
yang bersangkut
bersangkut paut
paut dengan
dengan
kehidupan
kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat, dan memberikan persepektif pemecahan terhadap
berbangsa, bernegara, bermasyarakat, dan memberikan persepektif pemecahan terhadap
permasalahan
permasalahan nasional
nasional
Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani
“philein “ yang berarti cinta dan
“sophia“ yang berarti kebijaksanaan.
Philosophy (Inggris)
Falsafah (Arab)
Philosophie (jerman)
filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan
kebijaksanaan, atau mencintai
kebenaran/pengetahuan.
Cinta dalam hal ini mempunyai arti yang seluas-
luasnya, dapat diartikan:
 sebagai keinginan yang menggebu dan sungguh-
sungguh terhadap sesuatu, sedangkan kebijaksanaan
dapat diartikan sebagai kebenaran yang sejati.
Filsafat diartikan sebagai keinginan yang sungguh-
sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati
Orang yang berfisafat adalah orang berfikir dan orang
yang memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa
Orang yang berfilsafat adalah Orang yang
memikirkan sesuatu sampai ke hakikat yang terdalam
Istilah philosophos pertama kali digunakanan oleh
Pythagoras.
Ketika Pythagoras ditanya, apakah engkau seorang yang
bijaksana? Pythagoras menjawab, ‘saya hanyalah
philosophos, yakni orang yang mencintai
pengetahuan’.
timbulnya keinginan manusia untuk berfilsafat adalah :
Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran
merupakan asal dari filsafat. Rasa heran itu akan mendorong
untuk menyelidiki dan mempelajari.
Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia
yang akan menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna
untuk menemukan titik pangkal yang kemudian tidak disangsikan
lagi.
Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia
menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila
dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Kemudian muncul
kesadaran akan keterbatasan bahwa diluar yang terbatas pasti ada
sesuatu yang tdak terbatas.
Filsafat dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
1.Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian.
Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep,
pemikiran-pemikiran dari para filsuf pada zaman dahulu
yang lazimnya merupakan suatu aliran atau sistem filsafat
tertentu, misalnya rasionalisme, materialisme,
pragmatisme dan lain sebagainya.
Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh
manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Jadi
manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari
persoalan yang bersumber pada akal manusia.
2. Filsafat Sebagai Suatu Proses :
Yaitu bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses
pemecahan suatu permasalahan dengan
menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang
sesuai dengan objeknya.
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti
produk, sebagai pandangan hidup, dan dalam arti
praktis ini berarti Filsafat Pancasila mempunyai
fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan
dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
kehidupan sehari-hari, dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia.
Filsafat Pancasila
Pengertian filsafat Pancasila secara umum:
 adalah hasil berfikir atau pemikiran yang sedalam-
dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap
dipercaya dan diyakini sebagai kenyataan norma2 dan
nilai2 yang benar adil dan bijaksana dan paling sesuai
dengan kehidupan dan kepribadian bangsa Indonesia
Menurut Ruslan Abdulgani, bahwa Pancasila
merupakan filsafat negara yang lahir sebagai
collectieve Ideologie (cita-cita bersama) dari seluruh
bangsa Indonesia.

Noor Bakry menjelaskan bahwa Pancasila sebagai sistem


filsafat merupakan hasil perenungan yang mendalam dari
para tokoh kenegaraan Indonesia. Hasil perenungan
tersebut merupakan suatu sistem filsafat karena telah
memenuhi ciri-ciri berpikir kefilsafatan
Sebagai sistem filsafat, Pancasila memiliki
karakteristik sistem filsafat tersendiri yang berbeda
dengan filsafat lainnya, yaitu antara lain :
 Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang
bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Dengan pengertian
lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila
lainnya terpisah-pisah, maka itu bukan Pancasila.
 Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh

itu dapat digambarkan sebagai berikut :


 1

5
gambar di atas menunjukkan bahwa :
Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2, 3, 4, 5
Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari
dan menjiwai sila 3, 4, 5
Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari
dan menjiwai sila 4, 5
Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, 3 dan
mendasari dan menjiwai sila 5
Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, 3, 4
 
Prinsip-prinsip Filsafat Pancasila
Pancasila ditinjau dari kausal Aristoteles dapat dijelaskan
sebagai berikut :
 Kausa Materialis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan
materi/bahan, dalam hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial
budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri.
 Kausa Formalis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan

bentuknya, Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD ’45


memenuhi syarat formal (kebenaran formal)
 Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam

menyusun dan merumuskan Pancasila menjadi dasar negara


Indonesia merdeka.
 Kausa Finalis, maksudnya berhubungan dengan tujuannya, tujuan

diusulkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.


Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi :

Tuhan, yaitu sebagai kausa prima


Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri
Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja
sama dan gotong royong
Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri
dan orang lain yang menjadi haknya.
1. Landasan Ontologis Pancasila
 Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang
meyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada,
keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya
dengan metafisika.
 Masalah ontologis antara lain: Apakah hakikat sesuatu
itu? Apakah realitas yang ada tampak ini suatu realitas
sebagai wujudnya, yaitu benda? Apakah ada suatu
rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang tampak
pada makhluk hidup? Dan seterusnya.
 Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada
(eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam
semesta (kosmologi), metafisika.

20
 Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat
dasar dari sila-sila Pancasila.
 Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah
merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, malainkan
memiliki satu kesatuan dasar ontologis.
 Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia,
yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau
monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar
antropologis. Subyek pendukung pokok dari sila-sila
Pancasila adalah manusia.

21
 Dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhanan Yang Maha
Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan
social pada hakikatnya adalah manusia.

22
Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-
sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang
mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan
jiwa, jasmani dan rohani.
Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan
menjiwai sila-sila Pancasila lainnya. (lihat
Notonagoro, 1975: 53).
 Hubungan kesesuaian antara negara dan landasan sila-sila
Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat:
 Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan,
manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.
 Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat
dan adil adalah sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat.

24
2. Landasan Epistemologis Pancasila
 Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal,
syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.
 Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan
syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu
pengetahuan.
 Epistemologi adalah ilmu tentang ilmu atau teori
terjadinya ilmu atau science of science.
 Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang
mendasar dalam epistemologi, yaitu:
1. Tentang sumber pengetahuan manusia;
2. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
3. Tentang watak pengetahuan manusia.

25
 Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat
dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat
Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.
 Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga
merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah
menjadi suatu belief system, sistem cita-cita, menjadi suatu
ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur
rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem
pengetahuan.
 Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat
dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Maka, dasar
epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan
konsep dasarnya tentang hakikat manusia.

26
 Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan pada
hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan
susunan pengetahuan Pancasila.
 Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah
dipahami bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa
Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut merupakan kausa
materialis Pancasila.
 Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan, maka Pancasila memiliki susunan yang
bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila
Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu.
Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis
dan berbentuk piramidal.

27
Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam
susunan Pancasila, di mana sila pertama Pancasila
mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya, sila
kedua didasari sila pertama dan mendasari serta
menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga
didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta
mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima, sila
keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan
ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelima, sila
kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga
dan keempat

28
 Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:
1. Isi arti Pancasila yang umum universal, yaitu hakikat sila-sila
Pancasila yang merupakan inti sari Pancasila sehingga
merupakan pangkal tolak dalam pelaksanaan dalam bidang
kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi
praksis dalam berbagai bidang kehidupan konkrit.
2. Isi arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila
sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia
terutama dalam tertib hukum Indonesia.
3. Isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit, yaitu isi
arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang
kehidupan sehingga memiliki sifat khhusus konkrit serta
dinamis (lihat Notonagoro, 1975: 36-40)

29
 Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis,
yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur pokok susunan
kodrat yang terdiri atas raga dan jiwa. Hakikat raga manusia
memiliki unsur fisis anorganis, vegetatif, dan animal. Hakikat
jiwa memiliki unsur akal, rasa, kehendak yang merupakan
potensi sebagai sumber daya cipta manusia yang melahirkan
pengetahuan yang benar, berdasarkan pemikiran memoris,
reseptif, kritis dan kreatif. Selain itu, potensi atau daya tersebut
mampu meresapkan pengetahuan dan menstranformasikan
pengetahuan dalam demontrasi, imajinasi, asosiasi, analogi,
refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham.
 Dasar-dasar rasional logis Pancasila menyangkut kualitas
maupun kuantitasnya, juga menyangkut isi arti Pancasila
tersebut.

30
 Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan
kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada
intuisi.
 Manusia pada hakikatnya kedudukan dan kodratnya
adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka
sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi
Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat
mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tinggi.
 Dengan demikian kebenaran dan pengetahuan manusia
merupapakan suatu sintesa yang harmonis antara
potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan
kehendak manusia untuk mendapatkankebenaran yang
tinggi.

31
 Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka
epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus
terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
 Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila
mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan
pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan
pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas
religius dalamupaya untuk mendapatkan suatu tingkatan
pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.

32
3. Landasan Aksiologis Pancasila
 Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu
kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu
kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita
membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
 Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya
nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori.
 Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan,
disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat
nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
 Nilai (value dalam Inggris) berasal dari kata Latin valere yang
artinya kuat, baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk
pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan
sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness).
Nilai itu sesuatu yang berguna. Nilai juga mengandung
harapan akan sesuatu yang diinginkan.

33
 Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada
pada suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary
of sosiology an related science). Nilai itu suatu sifat atau
kualitas yang melekat pada suatu obyek.
 Max Scheler mengemukakan nilai ada empat tingkatan,
yaitu:
1) Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat nilai yang
mengenakkan dan nilai yang tidak mengenakkan, yang
menyebabkan orang senang atau menderita.
2) Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang
penting dalam kehidupan, seperti kesejahteraan, keadilan,
kesegaran.
3) Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan
(geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan
jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini misalnya,
keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai
dalam filsafat.
4) Nilai-nilai kerokhanian: dalam tingkat ini terdapat moralitas nilai
yang suci dan tidak suci. Nilai semacam ini terutama terdiri dari
nilai-nilai pribadi. (Driyarkara, 1978)

34
 Walter G. Everet menggolongkan nilai delapan kelompok:
1) Nilai-nilai ekonomis: ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi
semua benda yang dapat dibeli.
2) Nilai-nilai kejasmanian: membantu pada kesehatan, efisiensi dan
keindahan dari kehidupan badan.
3) Nilai-nilai hiburan: nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang
dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan.
4) Nilai-nilai sosial: berasal mula dari pelbagai bentuk perserikatan
manusia.
5) Nilai-nilai watak: keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial
yang diinginkan.
6) Nilai-nilai estetis: nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni.
7) Nilai-nilai intelektual: nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran
kebenaran.
8) Nilai-nilai keagamaan

35
 Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam,, yaitu:
1) Nilai material, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia.
2) Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
dapat melaksanakana kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
rohani yang dapat dibedakan menjadi empat macam:
a) Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta)
manusia.
b) Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur
perasaan (aesthetis, rasa) manusia.
c) Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsur
kehendak (will, karsa) manusia.
d) Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan
mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau
keyakinan manusia.

36
 Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan
nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
 Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang
bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu
dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai
kerakyatan, dan nilai keadilan.
 Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial
dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam
peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
 Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan
dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai
dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam
masyarakat.

37
 Nila-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai
moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai
intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas
kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
 Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung
nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila)
 Pengakuan, penerimaan dan pernghargaan atas nilai-nilai
Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku, dan
perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat
khas sebagai Manusia Indonesia

38
Pancasila sebagai Etika
Politik
Secara bahasa, etika berasal dari Yunani “Ethos”
yang artinya tempat tinggal yang biasa,
kebiasaan/adat,watak
Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang
segala sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan
Pada umumnya etika dimengerti sebagai
pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang
dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia
Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Ethes” yang berarti
kesediaan jiwa akan kesusilaan, atau dapat diartikan
kumpulan peraturan tentang kesusilaan
Dengan kata lain, etika politik merupakan prinsip moral
tentang baik-buruk dalam tindakan atau perilaku dalam
berpolitik. Etika politik juga dapat diartikan sebagai tata
susila (kesusilaan), tata sopan santun (kesopanan) dalam
pergaulan politik
Dalam praktiknya, etika politik menuntut agar segala klaim
atas hak untuk menata masyarakat
dipertanggungjawabkan pada prinsip-prinsip moral dasar.
Untuk itu, etika politik berusaha membantu masyarakat
untuk mengejawantahkan ideologi negara yang luhur ke
dalam realitas politik yang nyata.
Etika selalu terkait dengan masalah nilai,
sehingga perbincangan tentang etika, pada
umumnya membicarakan tentang masalah nilai
(baik atau buruk
Nilai sebagai standar fundamental diterapkan
seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain
sehingga suatu perbuatan dapat dikategorikan etis
atau tidak
Nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari
sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia
baik lahir maupun batin. Bagi manusia nilai dijadikan
sebagai landasan, alasan atau motivasi dalam bersikap
dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak
Nilai berkaitan dengan cita-cita, keinginan dan
harapan, dan segala sesuatu pertimbangan internal
(batiniah) manusia
Nilai Abstak dan subyektif
Wujud yang lebih konkret dan objektif dari nilai
ini adalah norma/kaedah. Norma dijadikan
sebagai pedoman manusia dalam bertingkah laku
 Ada 4 macam norma dalam hidup bermasyarkat
Norma agama

Norma kesusilaan

Norma kesopanan

Norma hukum

 
Aliran Etika
Aliran deontologi
Tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan
tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban, etika
ini tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut
baik atau buruk
Kebaikan menurut aliran ini adalah ketika seseorang
melaksanakan apa sudah menjadi kewajibannya
Tokohnya adalah Immanuel Kant
2.Aliran teleologi
Baik buruk suatu tindakan dilihat dari berdasarkan tujuan atau akibat
dari perbuatan itu
Ada dua golongan etika teleologi
a.Egoisme etis: memandang bahwa tindakan yang baik adalah
tindakan yang berakibat baik pada pelakunya. Secara moral setiap
orang dibenarkan mengejar kebahagiaan untuk dirinya dan dianggap
buruk atau salah apabila membiarkan dirinya sengsara dan dirugikan
 b.Utilitarianisme, menilai bahwa baik buruknya suatu
perbuatan tergantung akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan
dikatakan baik apabila mendatangkan kemanfaatan yang besar dan
memberika kemanfaatan bagi sebanyak mungkin orang
3.Etika keutamaan
 Etika ini mengutamakan pada pengembangan
karakter moral pada diri setiap orang. Orang tidak
hanya melakukan tindakan baik tetapi juga menjadi
orang baik

4 Etika Pancasila
Adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan
buruk pada nilai-nilai pancasila.
Etika politik Pancasila ialah perilaku atau perbuatan
politik yang sesuai dengan Kemanusiaan yang adil
dan beradab, yang bersila ketiga, bersila keempat,
bersila kelima, dan bersila kesatu.
Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang
dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara di Indonesia
Terdapat 5 Nilai yang terkandung dalam Etika
Pancasila :
1. spritual
2. Humanis
3. Solidaritas
4. Menghargai orang laim
5. Peduli
Urgensi etika Pancasila
Permasalah yang dihadapi bangsa Indonesia :
 Korupsi
 Terorisme
 Pelanggaran HAM
 Kesenjangan sosial
 Ketidakadilan hukum
 Kurangnya kesadaran membayar pajak
Solusi nya :
Penerapan Etika Pancasila sebagai tuntunan dalam
kehidupan bermasyarakat , berbangsa, dan bernegara
Urgensi etika Pancasila
Sumber moral dan inspirasi bagi penentu sikap,
tindakan, dan keputusan yang diambil setiap
warga negara.
memberi guidance bagi setiap warga negara
sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata
pergaulan baik lokal, nasional, regional, maupun
internasional
menjadi dasar analisis bagi berbagai kebijakan
yang dibuat oleh penyelenggara negara
Filter untuk menyaring pluralitas
Pancasila sebagai sistem etika adalah cabang
filsafat yang dijabarkan dari sila- sila Pancasila
untuk mengatur perilaku kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di
Indonesia.
Pentingnya pancasila sebagai sistem etika adalah
untuk menjadi rambu normatif dalam mengatur
perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara di Indonesia.
Mengapa Pancasila sebagai etika
Yang terjadi ditengah masyarakat:
Dekadensi Moral
Korupsi yang merajalela
Kurangnya kontribusi dalam pembangunan
Pelanggaran hak-hak asasi manusia
Kerusakan Lingkungan
Etika Politik
Etika politik adalah:
filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan
manusia, atau cabang filsafat yang membahasa
prinsip-prinsip moralitas politik.
Etika politik adalah cabang filsafat yang membahasa
prinsip-prinsip moralitas politik.

Anda mungkin juga menyukai