Anda di halaman 1dari 34

ARITMIA

kehilangan irama jantung, terutama


detak jantung yang tidak teratur
SUPRAVENTRICULAR ARRHYTHMIAS

supraventricular tachycardias
 atrial fibrilasi (AF)
 flutter atrium
 paroksismal takikardia supraventrikular
(PSVT)
ATRIAL FIBRILASI (AF)

 Denyut atrium sangat cepat (400-600/menit)


 Aktivasi atrium yang tidak teratur.
 kehilangan kontraksi atrium
 impuls supraventricular menembus sistem konduksi atrioventrikular
(AV) ke derajat yang bervariasi, menghasilkan aktivasi ventrikel
tidak teratur dan denyut nadi tidak teratur (120-180 denyut / menit).
ATRIAL FLUTTER

 Denyut atrium cepat (270-330 / mnt)


 Aktivasi atrium teratur.
 Respons ventrikel biasanya memiliki pola teratur dan denyut nadi
300 denyut / menit
 aritmia terjadi lebih jarang daripada AF tetapi memiliki faktor
pencetus yang serupa, konsekuensi, dan terapi obat.
BRADYARRHYTHMIAS

 denyut jantung <60 denyut / mnt


 β-Blocker, digoxin, atau nondihydropyridine calcium blockers (CCBs) dapat menyebabkan
AV block, terutama di Area nodal AV.
Gejala Klinik

 Takikardia supraventricular, mulai dari tidak ada gejala, jantung berdebar


ringan denyut nadi tidak teratur sampai parah dan bahkan mengancam jiwa,
pusing atau episode sinkop akut, gejala HF, nyeri dada anginal, tersedak atau
sensasi tekanan selama episode takikardia
 AF atau atrial flutter dapat menyebabkan stroke emboli.
 Pasien dengan bradyarrhythmias mengalami gejala yang berhubungan dengan
hipotensi, seperti pusing, sinkop, kelelahan, dan kebingungan. Jika ada
disfungsi LV, pasien mungkin mengalami gejala HF yang memburuk
DIAGNOSIS

 Elektrokardiogram (EKG) adalah landasan diagnosis untuk gangguan irama jantung.


 Auskultasi jantung mengungkapkan karakteristik denyut nadi yang tidak teratur dari AF.
PENGOBATAN
 Tujuan Pengobatan: Hasil yang diinginkan tergantung pada aritmia yang mendasarinya. Untuk
AF atau atrial flutter adalah :
 mengembalikan irama sinus,
 mencegah komplikasi tromboemboli, dan
 mencegah kekambuhan lebih lanjut.
 Penggunaan obat antiaritmia dikurangi karena ESO meningkatkan keatian
 kemajuan teknologi menggunakan terapi non obat, seperti ablasi dan implantable cardioverter-
defibrillator (ICD).
 implantable cardioverter-defibrillator (ICD)
Klasifikasi obat antiaritmia
 Obat-obatan dapat menekan sifat otomatis sel pacu jantung abnormal dengan mengurangi
kemiringan depolarisasi fase 4 dan / atau dengan menaikkan ambang batas potensi.
 Obat-obatan dapat mengubah karakteristik konduksi dari jalur reentrant lingkaran.
 Kelas Ia (Quinidine Procainamide, Disopyramide) obat memperlambat
kecepatan konduksi, memperpanjang refractoriness, dan mengurangi
otomatis sifat-sifat jaringan konduksi yang bergantung pada natrium
(normal dan berpenyakit). 1a ini efektif untuk aritmia supraventrikel dan
ventrikel.
 obat kelas Ib (Lidocaine, Mexiletine) mirip dengan kelas Ia, kelas Ib jauh
lebih efektif dalam ventrikel daripada aritmia supraventrikular.
 Obat Ic (Flecainide, Propafenone) memperlambat kecepatan konduksi
sambil membiarkan refraktilitas relative tidak berubah. Meskipun efektif
untuk aritmia ventrikel dan supraventrikular, penggunaannya untuk
aritmia ventrikel telah dibatasi oleh risiko proarrhythmia.
 kelas I penghambat saluran natrium.
 Kelas II termasuk antagonis β-adrenergik; efek dari aksi antiadrenergic.
β-Blocker paling berguna pada takikardia. Agen-agen ini juga
membantu memperlambat respons ventrikel pada takikardia atrium
(misalnya, AF) akibat efek pada simpul AV.
 Kelas III memperpanjang refraktilitas di jaringan atrium dan ventrikel
dan termasuk obat yang memiliki efek yang sama yaitu menunda
repolarisasi dengan cara memblokir saluran kalium.
 Amiodarone dan sotalol efektif pada sebagian besar supraventrikular
dan VT.
 Amiodarone, merupakan blocker saluran natrium, memiliki aksi β-
blocking non-selektif, memblokir saluran kalium, dan sedikit
aktivitas pemblokiran kalsium.
 Sotalol menghambat gerakan kalium keluar selama repolarisasi dan
juga memiliki aksi β-blocking non-selektif.
 Dronedarone, ibutilide, dan dofetilide diindikasikan hanya untuk
pengobatan aritmia supraventrikular.
 Obat-obatan Kelas IV menghambat masuknya kalsium ke dalam
sel, yang memperlambat konduksi, memanjang refractoriness, dan
mengurangi SA dan AV nodal automaticity. Saluran kalsium
antagonis efektif untuk takikardia otomatis atau reentrant yang
timbul dari atau SA atau AV node
Typical Maintenance Doses of Oral Antiarrhythmic Drugs
Intravenous Antiarrhythmic Dosing
Intravenous Antiarrhythmic Dosing
Side Effects of Antiarrhythmic Drugs
Side Effects of Antiarrhythmic Drugs
Algorithm for the treatment of AF and atrial flutter
AF

 Walaupun bukan merupakan keadaan yang mengancam jiwa secara langsung, tetapi AF
berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.
 AF merupakan faktor risiko independen yang kuat terhadap kejadian strok emboli.
Kejadian strok iskemik pada pasien AF non valvular ditemukan sebanyak 5% per tahun, 2-
1 kali lebih banyak dibandingkan pasien tanpa AF.
Klasifikasi

 AF paroksismal bila AF < dari 7 hari. Lebih kurang 50% AF paroksismal akan kembali ke
irama sinus secara spontan dalam waktu 24 jam. AF yang episode pertamanya kurang dari
48 jam juga disebut AF paroksismal.
 AF persisten bila AF menetap lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7 hari. Pada AF persisten
diperlukan kardioversi untuk mengembalikan ke irama sinus.
 AF kronik atau permanen bila AF berlangsung lebih dari 7 hari. Biasanya dengan
kardioversi pun sulit sekali untuk mengembalikan ke irama sinus (resisten).
AF

 Tujuan penatalaksanaan pasien dengan atrial fibrilasi adalah :


 penurunan risiko thromboembolik,
 mengontrol irama jantung, dan
 mengontrol laju denyut jantung
Kardioversi

 Pengembalian ke irama sinus pada AF akan mengurangi gejala,


memperbaiki hemodinamik, meningkatkan kemampuan latihan,
mencegah komplikasi tromboemboli, mencegah kardiomiopati,
mencegah remodeling elektroanatomi dan memperbaiki fungsi
atrium. Kardioversi dapat dilakukan secara elektrik atau
farmakologis
Kontrol Laju (Rate Control)

 Rate control merupakan penatalaksanaan yang penting bagi atrial fibrilasi pada saat akut
maupun kronik. Dengan
 memperbaiki fungsi mekanik,
 menurunkan respon ventrikel,
 memperbaiki pengisian ventrikel, dan
 menurunkan kebutuhan oksigen miokardial, fungsi hemodinamik dapat menjadi lebih stabil.
 beta blocker (bisoprolol, esmolol, dan propanolol) atau CCB non dihidropiridin (diltiazem,
verapamil).
 Digoxin selama ini banyak digunakan untuk mengontrol laju ventrikel selama atrial
fibrilasi. Namun, berdasarkan penelitian-penelitian saat ini dikatakan bahwa digoxin
kurang efektif dalam mengontrol laju ventrikel, khususnya pada atrial fibrilasi paroksismal
atau akut. Digoxin tidak dianjurkan sebagai terapi awal pasien atrial fibrilasi yang aktif
karena onset kerjanya 1 jam setelah administrasi dan kadar puncak baru tercapai dalam 6
jam. Beta blocker, diltiazem dan verapamil dinilai lebih superior dibandingkan dengan
digoxin dalam mengontrol laju ventrikel
Berikut adalah pilihan obat untuk rate control pada atrial fibrilasi:
 Propanolol 1 mg intravena bolus pelan dalam 1 menit, hingga 3 dosis dengan interval 2 menit
 Propranolol 10-40 mg sebanyak 3-4 kali per hari secara oral
 Bisoprolol 2,5-10 mg satu kali per hari
 Esmolol 500 mcg/kgBB intravena bolus pelan dalam 1 menit, kemudian 50-300 mcg/kgBB/menit
intravena
 Diltiazem 120-360 mg per oral satu kali diberikan saat di IGD
 Diltiazem 0,25 mg/kgBB intravena bolus pelan dalam 2 menit, kemudian 5-15 mg/jam
 Verapamil 180-480 mg per oral satu kali diberikan saat di IGD
 Verapamil 0,075 -0,15 mg/kgBB intravena bolus pelan dalam 2 menit, dapat dilanjutkan dengan
10 mg setelah 30 menit jika tidak berespon, kemudian 0,005 mg/kgBB/menit melalui infus
 Digoxin 0,25 mg intravena dapat diulangi hingga 1,5 mg dalam 24 jam
 Digoxin 0,125-0,25 mg satu kali per hari
Kontrol Irama

 Tujuan untuk mengurangi keluhan. Pilihan pertama untuk terapi ini


adalah dengan obat antiaritmia.
 Amiodarone pilihan pada atrial fibrilasi paroksismal dan persisten.
Supresi aritmia dari penggunaan amiodarone berkisar 50-80% dalam 1-
3 tahun. Namun, penggunaan amiodarone dalam jangka waktu panjang
(>5 tahun) dapat menimbulkan efek samping meskipun jarang terjadi,
yaitu adanya disfungsi tiroid.
 Dosis yang dapat digunakan adalah:
 Amiodarone 300 mg intravena dalam 1 jam, kemudian 10-50
mg/jam dalam 24 jam
 Amiodarone 100-200 mg satu kali sehari per oral [12]
Terapi Pencegahan Tromboembolisme

 antitrombotik mencegah stroke pada Px AF. Antikoagulan (antagonis vitamin K dan antikoagulan
baru) dan antiplatelet digunakan pada pasien AF. Antagonis vitamin K (warfarin atau coumadin)
merupakan antikoagulan yang paling umum digunakan untuk pencegahan stroke pasien atrial
fibrilasi. Beberapa antikoagulan baru, seperti dabigatran, rivaroxaban, dan apixaban merupakan
pilihan terapi yang dapat diberikan untuk menghambat thrombin secara langsung atau menghambat
faktor Xa.
 Berikut ini adalah pilihan obat antikoagulan yang dapat digunakan untuk mencegah
tromboembolisme :
 Warfarin 5-10 mg per hari secara intravena bolus pelan dalam 1-2 menit, kemudian dosis rumatan 3-9 mg per
hari
 Warfarin 5-10 mg per hari per oral, kemudian dosis rumatan 3-9 mg per hari
 Apixaban 5 mg dua kali sehari, atau 2,5 mg dua kali sehari jika kadar kreatinin pasien >1,5 mg/dL atau pasien
berusia > 80 tahun atau dengan berat badan < 60 kg
 Dabigatran 150 mg dua kali sehari, atau 75 mg dua kali sehari jika klirens kreatinin 15-30 mL/menit
 Rivaroxaban 20 mg per hari, atau 15 mg per hari jika klirens kreatinin 15-50 mL/menit.
Kardioversi Elektrik

 strategi kendali irama pada saat fase akut AF yang tidak stabil atau tidak respon terhadap
terapi obat-obatan. Keberhasilan dari tindakan kardioversi ini mencapai 80-96%.
Kardioversi dilakukan dengan memberikan syok elektrik yang tersinkronisasi secara
langsung ke kompleks QRS untuk mencegah fibrilasi ventrikel. Kardioversi elektrik
dengan arus bifasik lebih dipilih dibandingkan dengan arus monofasik, biasanya diberikan
dengan kekuatan 120-200 Joule.
 dilakukan dengan pasien disedasi menggunakan propofol atau midazolam. Saat melakukan
kardioversi, tekanan darah dan saturasi oksigen pasien harus terus dipantau.
 Pada pasien atrial fibrilasi yang tidak stabil, kardioversi harus segera dilakukan. Pada
pasien yang stabil, kardioversi dilaporkan cukup aman dilakukan dalam waktu < 24 jam
setelah onset atrial fibrilasi pada pasien yang belum mendapat antikoagulan.
Terapi Ablasi

 Ablasi frekuensi-radio merupakan prosedur non operatif, yang menggunakan kateter,


dilakukan pada atrium kiri. Terapi ablasi merupakan salah satu cara untuk menyembuhkan
atrial fibrilasi yang masih mengalami keluhan walaupun telah dilakukan terapi
medikamentosa optimal atau pasien yang memilih terapi ini karena menolak mengonsumsi
obat antiaritmia seumur hidup. Ablasi frekuensi-radio mempunyai keberhasilan 85% dalam
1 tahun pertama dan 52% dalam 5 tahun.
 Ablasi dan modifikasi nodus atrioventricular (NAV) dengan pemasangan pacu jantung
permanen merupakan terapi yang efektif untuk mengontrol respon ventrikel pada pasien
atrial fibrilasi. Ablasi NAV merupakan prosedur yang dilakukan pada kondisi dimana
kombinasi terapi gagal dengan obat atau ablasi atrium kiri tidak berhasil dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai