Anda di halaman 1dari 77

PERSEDIAAN

1. SANDI BUANA YUDHA (17)


2. SHALMA OKTAVIANTI A.S. (18)
3. SHEILLA DEVY ICHTIARTI (19)
PENGERTIAN PERSEDIAAN

PSAK 14 (Revisi 2007) mendefinisikan persediaan sebagai aset yang :


 Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa
 Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut
 Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam
proses produksi atau pemberian jasa
PERUSAHAAN JASA
Biaya Jasa yang belum diakui pendapatannya

KLASIFIKASI PERUSAHAAN DAGANG


Persediaan barang dagangan

PERSEDIAAN
PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Persediaan bahan baku, Persediaan barang dalam proses,
Persediaan Barang Jadi
SISTEM PERIODIK

SISTEM PERPETUAL

METODE PENCATATAN
SISTEM SISTEM
PERIODIK PERPETUAL
adalah sistem pengelolaan Sedangkan sistem perpetual
persediaan, dimana arus adalah metode pengelolaan
keluar masuknya barang persediaan, di mana arus
tidak dicatat secara rinci masuk dan arus keluar
sehingga untuk mengetahui persediaan dicatat secara
nlai persediaan pada suatu rinci. Dalam metode ini
saat tertentu. Harus setiap jenis persediaan
melakukan perhitungan dibuatkan kartu stok yang
barang secara fisik (stock mencatat secara rinci keluar
opname) di gudang. masuknya barang di gudang
beserta harganya.
PERBEDAAN PENCATATAN
UNTUK AKTIVITAS PEMBELIAN

KETERANGAN SISTEM FISIK SISTEM PERPECTUAL

Pembelian Persediaan
Pembelian Kredit
Utang Dagang Utang Dagang

Pembayaran Biaya Biaya Angkut Persediaan


Angkut Pembelian Kas Kas

Utang Dagang Utang Dagang


Retur Pembelian Kredit
Retur Pembelian Persediaan
Utang Dagang Utang Dagang
Saat Pembayaran Dalam
Potongan Pembelian Persediaan
Waktu Diskon
Kas Kas
PERBEDAAN PENCATATAN
UNTUK AKTIVITAS PENJUALAN

KETERANGAN SISTEM FISIK SISTEM PERPECTUAL


Kas / Piutang Dagang
Transaksi Penjualan Kas / Piutang dagang Penjualan
Barang Dagangan Penjualan Beban Pokok Penjualan
Persediaan

Retur Penjualan
Retur Penjualan Piutang Dagang
Retur Penjualan Kredit
Piutang Dagang Persediaan
Beban Pokok Penjualan

Penerimaan Kas dari Kas Kas


Piutang dan Potongan Potongan Penjualan Potongan Penjualan
Penjualan Tunai Piutang Dagang Piutang Dagang
Barang Fisik yang Masuk ke
dalam Persediaan
Cakupan Barang dalam Persediaan

Klasifikasi dari barang dalam persediaan mencakup :


1. Barang yang ada pada suatu entitas dan merupakan miliknya
2. Barang yang ada pada suatu entitas tapi bukan miliknya
3. Barang milik suatu entitas tapi tidak ada di entitas tersebut
Barang Dalam Proses
Dalam proses pembelian barang, dapat saja terjadi di mana barang masih berada pada posisi transit belum diterima oleh
pembeli tetapi sudah dikirim oleh penjual pada akhir periode fiskal. Pada dasarnya suatu barang diakui sebagai persediaan
oleh suatu entitas yang memiliki tanggung jawab finansial ini dapat diindikasikan dari istilah pengiriman (shipping term)
yang biasanya diistilahkan sebagai free on board (FOB).

FOB Destination, maka biaya transportasi akan FOB Shipping Point, maka biaya transportasi
dibayar oleh penjual dan hak kepemilikan tidak akan dibayar oleh pembeli dan hak kepemilikan
beralih hingga pembeli menerima barang beralih ketika barang dikirimkan, sehingga
tersebut, sehingga pengakuan persediaan tetap pengakuan persediaan berada pada pembeli
berada pada penjual selama periode transit. ketika periode transit.
Images & Contents CAKUPAN BARANG DALAM PROSES

PENJUALAN KONSINYASI ATAU TITIPAN PERJANJIAN PENJUALAN KHUSUS

Ketika transaksi penjualan dilakukan dan hak


Pada kerja sama penjualan konsinyasi ini
kepemilikan telah beralih, maka seharusnya risiko dan
pemilik barang (consignor) mengirimkan barang manfaat dari kepemilikan juga beralih dari penjual
kepada penjual (consignee), di mana penjual kepada pembeli. Namun demikian, dapat terjadi
setuju untuk menerima barang tanpa ada dimana penjual masih memegang risiko dan manfaat

kewajiban apa pun, kecuali perawatan dan dari kepemilikan atas barang tersebut. Dalam kondisi
tersebut maka penjual masih harus mengakui
penjagaan terhadap kehilangan dan kerusakan,
kepemilikannya atas barang tersebut dan tidak terjadi
hingga barang tersebut terjual kepada pihak lain.
pengurangan atas persediaan penjual.
BIAYA YANG DIMASUKKAN DALAM PERSEDIAAN

1. Biaya Produk, berkaitan dengan penyiapan barang ke lokasi bisnis pembeli dan mengubah barang
tersebut menjadi dalam kondisi yang dapat dijual, misalnya biaya angkut.
2. Biaya Pabrikasi, merupakan biaya yang timbul untuk memproduksi bahan baku menjadi barang jadi
atau barang dalam produksi. Biaya ini meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang
diproduksi, termasuk juga alokasi sistematis biaya overhead pabrik yang bersifat tetap ataupun variabel.
3. Biaya Lainnya, adalah biaya yang timbul agar persediaan tersebut berada dalam kondisi dan lokasi saat
ini. Misalnya biaya desain dan biaya praproduksi yang ditujukan untuk konsumen yang spesifik.
PERLAKUAN ATAS POTONGAN PEMBELIAN

Column
Style
1) Pemakaian akun Diskon Pembelian (Purchase Discount) dalam metode persediaan periodik
menunjukkan bahwa perusahaan melaporkan pembelian dan utang usaha pada jumlah kotor. Jika
perusahaan menggunakan metode kotor, maka diskon pembelian dilaporkan sebagai pengurang dari
akun pembelian di laporan Laba-Rugi.
2) Pendekatan yang lain adalah metode bersih, yaitu meode yang mencatat pembelian dan utang usaha
pada jumlah bersih setelah diskon tunai. Dalam pendekatan ini, kegagalan untuk mengambil diskon
pembelian selama periode diskon, dicatat dalam akun Diskon Pembelian yang Hilang.
Metode Kotor Metode Bersih
Biaya pembelian Rp 10.000 syarat 2/10 net 30
Pembelian Rp 10.000   Pembelian Rp 10.000  
Utang Usaha   Rp 10.000 Utang Usaha Rp 10.000

Faktur sebesar Rp 4.000 dibayar dalam periode diskon


Utang Usaha Rp 4.000   Utang Usaha Rp 3.920  
Diskon Pmbelian Rp 80 Kas Rp 3.920
Kas Rp 3.920

Faktur sebesar Rp 6.000 dibayar setelah periode diskon


Utang Usaha Rp 6.000   Utang Usaha Rp 5.880  
Kas Rp 6.000 Diskon Pembelian yang Rp 120  
Hilang  
Kas Rp 6.000
Your Picture Here

SISTEM PERIODIK

 Metode Identifikasi Khusus


(Specific Identification)
 Masuk pertama keluar pertama
 Masuk Terakhir Keluar
Pertama
 Rata-Rata Tertimbang
PENILAIAN
SISTEM PERPETUAL PERSEDIAAN :
 Masuk pertama keluar pertama
(MPKP/FIFO)
 Masuk Terakhir Keluar Pertama
(MTKP/LIFO)
 Rata-Rata Bergerak (Moving
Average)
Masalah
Penilaian
Tambahan
NILAI TERENDAH
ANTARA BIAYA DAN
HARGA PASAR

17
NILAI REALISASI
BERSIH
Didefinisikan sebagai estimasi harga jual
dalam keadaan bisnis normal dikurangi
dengan estimasi biaya penyelesaian dan
penjualan yang dapat diprediksi secara
layak.

Jumlah tersebut dikurangkan dengan


marjin laba normal untuk mendapatkan
nilai realisasi bersih dikurangi marjin
laba normal (net realizable value less a
normal profit margin).
CONTOH :
Christian Grey Corp. memiliki persediaan barang yang belum jadi dengan nilai jual Rp

1.000.000, estimasi biaya penyelesaian Rp 300.000, dan marjin laba normal 10% dari penjualan.

Persediaan, nilai jual Rp 1.000.000


Dikurangi : Estimasi biaya penyelesaian dan penjualan Rp 300.000
Nilai Realisasi Bersih (NRV) Rp 700.000
Dikurangi : Penyisihan untuk marjin laba normal Rp 100.000
(10% dari penjualan = 10% × Rp 1.000.000)  
Nilai Realisasi Bersih dikurangi marjin laba normal Rp 600.000

ALPINE SKI HOUSE


Aturan umum dari “ nilai terendah antara biaya dan harga pasar” adalah ; persediaan di nilai pada nilai
terendah antara biaya dan harga pasar, dengan harga pasar di batasi hingga jumlah yang tidak melebihi
nilai realisasi bersih atau lebih rendah dari nilai realisasi bersih dikuragi margin laba normal.

Batas
Batas Atas,
Atas, yaitu
yaitu batas
batas paling
paling atas
atas yang
yang boleh
boleh digunakan
digunakan untuk
untuk menentukan
menentukan harga
harga pasar.
pasar.
Jumlah
Jumlah ini
ini dihitung
dihitung dari
dari taksiran
taksiran harga
harga jual
jual umum
umum dikurangi
dikurangi taksiran
taksiran biaya
biaya untuk
untuk mempersiapkan
mempersiapkan dan
dan
menjual.
menjual.

Batas
Batas Atas
Atas == Harga
Harga Jual
Jual –– Biaya-Biaya
Biaya-Biaya

Batas
Batas Bawah,
Bawah, yaitu
yaitu batas
batas paling
paling bawah
bawah yang
yang boleh
boleh digunakan
digunakan untuk
untuk menentukan
menentukan harga
harga pasar.
pasar.
Jumlah
Jumlah ini
ini dihitung
dihitung dari
dari batas
batas atas
atas dikurangi
dikurangi margin
margin laba
laba normal
normal

Batas
Batas Bawah
Bawah == Batas
Batas atas
atas –– Marjin
Marjin Laba
Laba Normal
Normal

* Harga pasar ditentukan dari nilai tengah dari batas atas, batas bawah, dan Biaya pengganti 20
CONTOH

Berikut informasi data berhubungan dengan persediaan Inul’ss Food Inc. :

Nilai Realisasi Bersih


Biaya Nilai Realisasi Bersih Nilai Pasar Yang
Makanan Dikurangi Marjin Laba
Pengganti (Batas Atas) Ditetapkan
Normal (Batas Bawah)

Bayam Rp 88.000 Rp 120.000 Rp 104.000 Rp 104.000


Wortel Rp 90.000 Rp 100.000 Rp 70.000 Rp 90.000
Buncis Rp 45.000 Rp 40.000 Rp 27.500 Rp 40.000
Kacang Polong Rp 36.000 Rp 72.000 Rp 48.000 Rp 48.000
Sayur Campuran Rp 105.000 Rp 92.000 Rp 80.000 Rp 92.000
Maka penentuan nilai persediaan akhir Inul’ss Food Inc. yakni sebagai berikut :

Nilai Realisasi
Nilai Realisasi Bersih Dikurangi
Harga pokok Nilai Pasar Yang Nilai Persediaan
Makanan Biaya Pengganti Bersih Marjin Laba
(cost) Ditetapkan Akhir
(Batas Atas) Normal
(Batas Bawah)

Bayam Rp 80.000 Rp 88.000 Rp 120.000 Rp 104.000 Rp 104.000 Rp 80.000


Wortel Rp 100.000 Rp 90.000 Rp 100.000 Rp 70.000 Rp 90.000 Rp 90.000
Buncis Rp 50.000 Rp 45.000 Rp 40.000 Rp 27.500 Rp 40.000 Rp 40.000
Kacang Polong Rp 90.000 Rp 36.000 Rp 72.000 Rp 48.000 Rp 48.000 Rp 48.000
Sayuran Rp 95.000 Rp 105.000 Rp 92.000 Rp 80.000 Rp 92.000 Rp 92.000
Rp 415.000 Rp 350.000
Karena Harga Pokok lebih besar dari harga pasar maka perlu dibuat jurnal penyesuaian untuk

mencatat persediaan senilai harga pasar (metode kerugian penurunan harga persediaan)

Tanggal Akun & Keterangan Ref Debit Kredit

Kerugian Penurunan Nilai Persediaan Rp 65.000

Cadangan Penurunan Nilai


Rp 65.000
Persediaan

(Mencatat Penyesuaian Penurunan Nilai


Persediaan)
Pencatatan Harga Pasar Bukan Biaya
1. Metode Pertama, yang di sebut sebagai metode langsung (direct method). Biaya
digunakan dengan harga pasar (yang lebih rendah) ketika menilai persediaan.
Akibatnya tidak ada kerugian yang di laporkan dalam laporan laba-rugi. Karena
kerugian ini sudah di masukan dalam harga pokok penjualan.
2. Metode kedua, Yang di sebut sebagai metode tidak langsung (indirect method)
atau metode penyisihan (allowance method), tidak mengubah angka biaya,
tetapi membentuk akun kontra-aktiva yang terpisah dan akun kerugian untuk
mencatat penghapusan.
Insert image

Contoh :

Persediaan Pada Biaya Pada Harga Pasar

Awal Periode Rp 65.000 Rp 65.000


Akhir Periode Rp 82.000 Rp 70.000
Insert image

Jawab :
Persediaan Akhir Dicatat pada Biaya dan Dikurangkan ke Harga Pasar (Metode
Persediaan Akhir Dicatat pada Harga Pasar (Metode Langsung)
Tidak Langsung atau Penyisihan)

Untuk menutup persediaan awal :          


Beban Pokok Penjualan  Rp 65.000   Beban Pokok Penjualan  Rp 65.000  
(ikhtisar Laba-Rugi)   (ikhtisar Laba-Rugi)  
Persediaan  Rp 65.000 Persediaan  Rp 65.000

Untuk mencatat persediaan akhir :          


Persediaan  Rp 70.000    Persediaan  Rp 82.000  
Harga Pokok Penjualan (Ikhtisar  Rp 70.000 Harga Pokok Penjualan (ikhtisar Laba-  
Laba-Rugi) Rugi)  Rp 82.000

Untuk menurunkan nilai    


Rp 12.000
persediaan ke harga pasar : Kerugian Penurunan Nilai Persediaan
 
Cadangan Penurunan Nilai Persediaan Rp 12.000
Tidak ada ayat jurnal
Insert image

Jika perusahaan menggunakan sistem persediaan perpetual, jurnalnya sebagai


berikut :

Akuntansi Untuk Pengurangan Persediaan ke Pasar


Sistem Persediaan Perpetual

(Tidak ada ayat jurnal penutup persediaan yang diperlukan menurut metode perpetual, hanya pengurangan ke pasar yang dicatat)

Metode Langsung Metode Tak Langsung (Penyisihan)

Untuk mengurangi persediaan dari harga pokok ke harga  


pasar

   
 
Rp 12.000 Kerugian Penurunan Nilai Persediaan Rp 12.000
Beban Pokok Penjualan  

Persediaan Rp 12.000 Rp 12.000


Cadangan Penurunan Nilai Persediaan
Insert image

Perbedaan pelaporan dalam laporan Laba-Rugi :


Metode Langsung
Pendapatan dari Penjualan   Rp 200.000
Beban Pokok Penjualan    
Persediaan, 1 Jan Rp 65.000  
Pembelian Rp 125.000  
Barang tersedia Rp 190.000  
Persediaan, 31 Des (pada harga pasar yang lebih rendah dari harga pokok) Rp 70.000  
Beban Pokok Penjualan  Rp 120.000
Laba Kotor dari Penjualan Rp 80.000

Metode Tak Langsung (Penyisihan)


Pendapatan dari Penjualan   Rp 200.000
Beban Pokok Penjualan    
Persediaan, 1 Jan Rp 65.000  
Pembelian Rp 125.000  
Barang tersedia Rp 190.000  
Persediaan, 31 Des (pada harga pokok) Rp 82.000  Rp 108.000
Beban Pokok Penjualan   Rp 92.000
Laba Kotor dari Penjualan Rp 12.000
Kerugian akibat penurunan harga pasar persediaan Rp 80.000
DASAR PENILAIAN
Penilaian Menurut Realisasi Bersih

Secara umum, persediaan dicatat pada biayanya atau menurut aturan LCOM. Namun, banyak pihak percaya bahwa
harga pasar harus selalu didefinisikan sebagai nilai realisasi bersih (NRV), bukan biaya pengganti.

Argumen ini didasarkan pada fakta bahwa NRV adalah jumlah yang akan diperoleh dari persediaan di masa depan.
Alasan pemakaian metode penilaian ini adalah bahwa kadang-kadang angka biaya terlalu sulit dihitung.
Penilaian dengan Nilai Penjualan Relatif

Contoh :
Santuy Developers membeli tanah seharga Rp 1.000.000 yang dapat dibagi menjadi 400
petak. Petak-petak ini memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda, tetapi secara kasar dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelas, A, B, dan C.
Kelas A terjual 77 petak, Kelas B
Petak Jumlah Petak Harga Jual Per Petak
terjual 80 petak, dan kelas C 100
A 100 Rp 10.000
petak
B 100 Rp 6.000
C 200 Rp 4.500
LOKASI HARGA POKOK
Biaya Yang
Jumlah Harga Jual Per Harga Jual Biaya Per
Petak Harga Jual Total Total Biaya Dialokasikan ke
Petak Petak Relatif Petak
Petak

A 100 Rp 10.000 Rp 1.000.000 100/250 Rp 1.000.000 Rp 400.000 Rp 4.000


B 100 Rp 6.000 Rp 600.000 60/250 Rp 1.000.000 Rp 240.000 Rp 2.400
C 200 Rp 4.500 Rp 900.000 90/250 Rp 1.000.000 Rp 360.000 Rp 1.800

      Rp 2.500.000     Rp 1.000.000  
Biaya petak yang terjual dan laba kotor dapat dihitung dengan menggunakan jumlah yang
terdapat dalam kolom “Biaya Per Petak” sebagai berikut:

PENENTUAN HARGA POKOK


Jumlah Petak Yang Biaya Petak Yang
Petak Biaya Per Petak Penjualan Laba Kotor
Terjual Terjual
A 77 Rp 4.000 Rp 308.000 Rp 770.000 Rp 462.000
B 80 Rp 2.400 Rp 192.000 Rp 480.000 Rp 288.000
C 100 Rp 1.800 Rp 180.000 Rp 450.000 Rp 270.000
  Rp 680.000 Rp 1.700.000 Rp 1.020.000

Penjualan : Jumlah Petak Yang Terjual x Harga Jual Per Petak


Karena itu, persediaan akhir Rp 320.000 (Rp 1.000.000 – Rp 680.000).

Jumlah persediaan ini dapat juga dihitung dengan cara lain. Rasio biaya
terhadap harga jual untuk semua petak adalah Rp 1.000.000 dibagi dengan
Rp 2.500.000, atau 40%.

Dengan kata lain, jika total harga jual dari petak-petak yang terjual adalah Rp
1.700.000, maka biaya dari petak-petak ini adalah 40% dari Rp 1.700.000 atau
Rp 680.000. Jadi, persediaan petak yang masih ada di tangan adalah Rp
1.000.000 – Rp 680.000, atau Rp 320.000.
Penilaian dengan Biaya Standar

Dalam suatu pabrik (perusahaan manufaktur) yang memakai sistem biaya standar, persediaan barang
dinilai dengan biaya standar yaitu biaya yang seharusnya terjadi. Biaya standar ditentukan di muka,
sebelum proses produksi dimulai untuk bahan baku, upah tenaga kerja langsung, dan biaya produksi
tidak langsung (BOP). Karena persediaan barang dinilai dengan harga standar, maka dalam harga pokok
penjualan tidak termasuk kerugian yang timbul karena pemborosan.

Biaya standar yang ditetapkan akan terus digunakan apabila tidak ada perubahan harga maupun
produksi. Apabila ada perubahan maka biaya standar harus direvisi dan diselesaikan dengan keadaan
baru.
Your Picture Here

Contoh :
PT Asyique bergerak di bidang pembuatan paving block. Perusahaan tersebut mengadakan analisis melalui
percobaan dan penelitian untuk mengetahui biaya pembuatan satu unit produk paving block tersebut yang
akan dijadikan standar dalam suatu periode.

Berikut data hasil analisis :


1. Biaya Bahan Baku
Jumlah standar bahan baku = 4 kg
Harga standar bahan baku (per kg) = Rp5.000
Maka biaya bahan baku tiap unitnya adalah = 4 kg x Rp5.000
= Rp20.000
Your Picture Here

2. Biaya Tenaga Kerja


Jam tenaga kerja standar = 2 jam
Tarif upah standar = Rp7.500/jam
Maka biaya tenaga kerja standar tiap unitnya adalah = 2 jam x Rp7.500
= Rp15.000
3. Biaya Overhead Pabrik (BOP)
Tarif BOP ditetapkan atas dasar pemakaian jam kerja langsung pada kapasitas 1.000 jam dengan
anggaran sebagai berikut:
BOP Tetap = Rp2.000.000
BOP Variabel = Rp3.000.000
Jumlah = Rp5.000.000
Your Picture Here

Dari anggaran di atas maka tarif BOP per jam tenaga kerja adalah sebagai berikit :
BOP Tetap = Rp2.000.000 : 1.000 = Rp2.000
BOP Variabel = Rp3.000.000 : 1.000 = Rp3.000
Tarif BOP Total per Jam = Rp5.000

Karena jam standar tiap unit produk sebanyak 2 jam tenaga kerja maka BOP Standar tiap unitnya adalah
sebagai berikut :
BOP Tetap 2 jam x Rp2.000 = Rp4.000
BOP Variabel 2 jam x Rp3.000 = Rp6.000
Jumlah BOP Standar/unit = Rp10.000
Dari perhitungan-perhitungan di atas maka dapat dihitung harga pokok standar tiap unit produk
adalah sebagai berikut :

Biaya Bahan Baku 4 kg x Rp5.000 = Rp20.000


Biaya Tenaga Kerja 2 jam x Rp7.500 = Rp15.000
BOP Tetap 2 jam x Rp2.000 = Rp 4.000
BOP Variabel 2 jam x Rp3.000 = Rp 6.000
Harga Pokok Standar Tiap Unit Rp45.000
Penilaian dengan Biaya Variable (Direct Costing)

Dalam metode ini harga pokok produksi dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan hanya dibebani
dengan biaya produksi variabel yaitu bahan baku, upah langsung dan biaya produksi tidak langsung
variabel. Biaya produksi tidak langsung yang tetap akan dibebankan sebagai biaya dalam periode yang
bersangkutan.
Metode ini berguna bagi pimpinan perusahaan untuk merencanakan dan mengawasi biaya-

BIAYA VARIABEL
biayanya. Agar metode ini dapat digunakan, rekening-rekening biaya harus dipisahkan menjadi biaya
variabel dan tetap. Karena yang dimasukkan dalam perhitungan harga pokok produksi hanya biaya-
biaya yang variabel, metode ini tidak diterima sebagai prinsip akuntansi yang lazim. Oleh karena itu
jika digunakan metode biaya variabel maka pada akhir periode harus diadakan penyesuaian terhadap
persediaan dan harga pokok penjualan.
Contoh
Diketahui pada tahun 2012, PT Asyiaaap Bersama memproduksi sebanyak 1.000 unit produk A. Berikut data
produksi untuk memproduksi produk A pada PT Sejahtera Bersama:
Biaya Bahan Baku Rp200/unit
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp150/unit
Biaya Overhead Variabel Rp400/unit
Biaya Overhead Tetap Rp100.000
Biaya Pemasaran Variabel Rp300/unit
Biaya Pemasaran Tetap Rp150.000
Biaya Adm. & Umum Tetap Rp200.000
Produk A dijual dengan harga Rp2.000/unit. Dan produk A terjual 1.000 unit. Hitunglah Harga Pokok Produksi
menggunakan metode biaya variabel!
Penyelesaian :

Biaya Bahan Baku


(Rp200 x 1.000) Rp200.000
Biaya Tenaga Kerja Langsung
(Rp150 x 1.000) Rp150.000
Biaya Overhead Variabel
(Rp400 x 1.000) Rp400.000

Harga Pokok Produksi Rp750.000


NILAI KONTRAK

Pada perusahaan kontraktor, satu perjanjian kontrak kadang-kadang baru


selesai dikerjakan lebih dari satu periode akuntansi. Karena itu, pada setiap
akhir periode harus ditaksir dan dinilai persediaan kontrak dalam progress.

Ada dua metode untuk mencatat persediaan kontrak dalam progress dan
mengakui penghasilan kontrak jangka panjang, yaitu :

1. Metode Persentase Penyelesaian


2. Metode Kontrak Selesai
METODE
PRESENTASE PENYELESAIAN

Pada Metode Persentase Penyelesaian pengakuan penghasilan dan penilaian persediaan kontrak dalam progress dilakukan
sebagai berikut :

a) Penghasilan diakui berdasarkan taksiran persentase penyelesaian kali harga kontrak total. Laba merupakan selisih lebih
pengakuan penghasilan di atas biaya total pada periode yang bersangkutan
b) Penilaian persediaan kontrak dalam progress diakui sebesar biaya yang telah dikeluarkan ditambah laba kotor yang
diakui
c) Persentase penyelesaian dapat dihitung dari perbandingan biaya atau taksiran penyelesaian fisik
METODE KONTRAK SELESAI
Metode ini belum mengakui laba/rugi sebelum kontrak selesai. Persediaan kontrak dalam progress diakui

sebasar biaya yang telah dibebankan.


Contoh :
PT. Bar Bar mengerjakan sebuah dam dalam waktu 3 tahun dengan harga kontrak Rp100.000.000. Data biaya
dan penagihan piutang adalah sebagai berikut :

Taksiran Biaya untuk Pembayaran


Tahun Biaya Dibebankan Termin Difakturkan
Menyelesaikan Termin

I Rp20.000.000 Rp60.000.000 Rp25.000.000 Rp18.000.000

II Rp39.500.000 Rp25.500.000 Rp45.000.000 Rp40.000.000

III Rp30.500.000   Rp30.000.000 Rp42.000.000

  Rp90.000.000   Rp100.000.000  
Transaksi Jurnal Metode Persentase Penyelesaian Metode Kontrak Selesai
Tahun I  

Kontrak dalam Progres


Pengeluaran Biaya Rp20.000.000 Rp20.000.000
Persediaan bahan,kas,dll Rp20.000.000  Rp20.000.000

Piutang    
Pengajuan Termin Rp25.000.000 Rp.25.000.000
Tagihan difakturkan Rp.25.000.000 Rp25.000.000

Pembayaran Kas  
Rp18.000.000 Rp18.000.000
Termin Piutang Rp18.000.000 Rp18.000.000
 

Pengakuan Laba Kontrak dalam progress Rp5.000.000  


Tidak ada jurnal
(Jurnal penutup) Laba Kontrak   Rp5.000.000

Nilai Persediaan kontrak dalam progress tahun I Rp. 25.000.000 Rp. 20.000.000
Laba diakui pada tahun I Rp. 5.000.000 Tidak ada jurnal
KETERANGAN :
Biaya sampai dengan tahun akhir = Rp 20.000.000
Biaya taksir untuk penyelesaian = Rp 60.000.000
Total Biaya Taksir = Rp 80.000.000

PENGHASILAN DIAKUI :

Rp 20.000.000
X Rp 100.000.000
Rp 80.000.000 = Rp 25.000.000

LABA DIAKUI TAHUN 1 : Rp 25.000.000 – Rp 20.000.000 = Rp 5.000.000


Transaksi Jurnal Metode Persentase Penyelesaian Metode Kontrak Selesai

Tahun II  

Kontrak dalam Progres Rp39.500.000 Rp39.500.000


Pengeluaran Biaya Persediaan Rp39.500.000 Rp39.500.000
bahan,kas,dll

Piutang Rp. 45.000.000 Rp45.000.000  


Pengajuan Termin
Tagihan difakturkan Rp45.000.000 Rp45.000.000

Kas Rp40.000.000 Rp40.000.000  


Pembayaran Termin
Piutang Rp40.000.000   Rp40.000.000

Pengakuan Laba Kontrak dalam progress Rp5.500.000  


Tidak ada jurnal
(Jurnal penutup) Laba Kontrak   Rp5.500.000
 
Nilai Persediaan kontrak dalam progress tahun II Rp. 70.000.000 Rp. 59.500.000
Laba diakui pada tahun II Rp. 10.500.000 Tidak ada jurnal
Keterangan :

*) Biaya sampai dengan tahun akhir : Rp. 20.000.000 + Rp 39.500.000 = Rp 59.500.000

Biaya ditaksir untuk penyelesaian = Rp 25.500.000

Total biaya ditaksir = Rp 85.000.000

Penghasilan diakui tahun II=

(Rp59.500.000 / Rp85.000.000 x Rp. 100.000.000) = Rp 70.000.000

Biaya sampai dengan tahun II = Rp (59.500.000)

Laba sampai dengan tahun ke II = Rp 10.500.000

Laba diakui tahun I = Rp (5.000.000)

Laba diakui tahun ke II = Rp 5.500.000


Transaksi Jurnal Metode Persentase Penyelesaian Metode Kontrak Selesai

Tahun III

Pengeluaran Kontrak dalam Progres Rp30.500.000 Rp30.500.000


Biaya
Persediaan bahan,kas,dll
Rp30.500.000 Rp30.500.000

Pengajuan Piutang Rp30.000.000 Rp30.000.000


Termin
Tagihan difakturkan Rp30.000.000 Rp30.000.000
Pembayaran Kas Rp42.000.000 Rp42.000.000
Termin
Piutang Rp42.000.000 Rp42.000.000
Rugi kontrak Rp500.000
Tidak ada jurnal
Kontrak dalam progress Rp500.000
Pengakuan Tagihan difakturkan Rp100.000.000
Laba (Jurnal Rp90.000.000
Kontrak dalam progress
penutup)
Laba kontrak Rp10.000.000

Nilai Persediaan kontrak dalam progress tahun III Rp70.000.000 Rp59.500.000


Laba diakui pada tahun III Rp10.500.000 Tidak ada jurnal
Keterangan :
Biaya sampai dengan tahun akhir
= 20.000.000 + Rp 39.500.000 + Rp. 30.500.000 = Rp 90.000.000
Biaya ditaksir untuk penyelesaian = Rp. 0
Total biaya ditaksir = Rp 90.000.000

Penghasilan diakui tahun III


= Rp 100.000.000 - Rp 25.000.000 - Rp. 45.000.000 = Rp 30.000.000
Pengakuan penghasilan sampai tahun ke III = Rp 100.000.000
Biaya sampai dengan tahun III = Rp (90.000.000)
Laba sampai dengan tahun ke III = Rp 10.000.000
Laba diakuit ahun I dan II = Rp (10.500.000)
Rugi diakui tahun ke III = Rp (500.000)
Metode Harga Pokok
Taksiran
METODE HARGA POKOK TAKSIRAN

Metode taksiran kadang-kadang diperlukan untuk penentuan harga pokok persediaan, dengan beberapa
alasan sebagai berikut:
Perusahaan menghendaki penyusunan laporan keuangan jangka pendek dengan segera. Jika persediaaan
dicatat dengan menggunakan metode phisik, perhitungan jumlah phisik persediaan akan memakan
waktu yang relatif lama. Oleh karena itu, harga pokok persediaan ditaksir jumlahnya dengan
menggunakan metode taksiran.

Dalam hal terjadi kebakaran, pencurian atau bencana alam yang mengakibatkan kerusakan atau atau
musnahnya persediaan yang ada di gudang perusahaan, metode taksiran ini dapat dipergunakan untuk
menetukan harga pokok persediaan yang masih tersisa dan jumlah kerugian akibat dari rusak atau
hilangnya persediaan.
Metode Harga Pokok Taksiran

Ada dua metode yang sering dipergunakan untuk menentukan harga pokok persediaan
dengan metode taksiran, yaitu:

LABA KOTOR

ECERAN
METODE ECERAN

Retail Inventory Method


Retailer yang memiliki jenis persediaan tertentu bisa memakai metode identifikasi khusus
untuk menilai persediaannya, contohnya seperti mobil, piano dll. Tetapi jika retailer bervolume
tinggi yang memiliki banyak jenis persediaan yang berbeda akan sulit untuk menentukan biaya
setiap penjualan, mencatat kode biaya pada kartu, mengubah kode untuk mencerminkan
penurunan nilai barang dagang, mengalaokasikan biaya seperti transportasi dan sebagainya.
Images & Contents
Alternatif yang bisa dilakukan adalah menyusun persediaan menurut harga eceran. Dalam sebagian
besar perusahaan eceran, terdapat pola yang dapat diamati antara biaya dengan harga. Karena itu, harga
eceran dapat dikonversikan menjadi biaya dengan suatu rumus.
 
Metode persediaan eceran (retail inventory method) mensyaratkan bahwa pencatatan dilakukan atas :

 Total biaya dan nilai eceran dari barang yang dibeli


 Total biaya dan nilai eceran barang yang tersedia untuk dijual
 Penjualan periode berjalan
 Monster Inc

Contoh :  
(PERIODE BERJALAN)

Biaya Harga Eceran


Persediaan Awal Rp 14.000.000 Rp 20.000.000
Sebagai contoh Ilustrasi
Pembelian Rp 63.000.000 Rp 90.000.000
Monster Inc
Barang tersedia untuk dijual Rp 77.000.000 Rp 110.000.000
menggunakan metode
Dikurangi : penjualan Rp 85.000.000
persediaan eceran : Persediaan Akhir pada Harga Eceran Rp 25.000.000

Persentase biaya terhadap harga eceran :


(Rp 77.000 / Rp 110.000) x 100% = 70 %
Persediaan Akhir pada biaya :
(70% x Rp 25.000.000) = Rp 17.500.000
 
Fungsi Metode Harga Eceran

1) Metode ini biasanya dipakai untuk mengestimasi kerugian akibat


kebakaran, banjir, atau bencana lainnya.
2) Perangkat pengendalian (control device) karena setiap penyimpangan dari
hasil fisik pada akhir tahun harus dijelaskan.
3) Untuk mempercepat perhitungan fisik persediaan pada akhir tahun
Konsep Metode Harga Eceran
1. Harga jual seringkali di-markup atau di-markdown.
2. Bagi retailer istilah markup berarti tambahan atas harga ritel/eceran awal.
3. Pembatalan markup adalah penurunan harga barang dagang yang sebelumnya telah di markup di atas harga
ritel/eceran awal.
4. Markdown yaitu penurunan harga jual awal
5. Pembatalan markdown terjadi apabila markdown kemudian di offset oleh kenaikan harga barang yang
sebelumnya telah di mark down.
6. Baik pembatalan markup maupun pembatalan markdown tidak bisa melampaui markup atau markdown
awal
Perusahaan eceran atau retailer menggunakan konsep markup dan markdown dalam melakukan
penilaian persediaan yang layak pada akhir periode akuntansi.
Penyelesaian :

Presentase biaya terhadap harga ritel X 100% = 53,9%


=

Perhitungan nilai persediaan akhir


= Persediaan Akhir pada Harga Eceran x Presentase Biaya
= Rp 13.000 x 53,9 %
= Rp 7.007,00
Penyelesaian :

Presentase biaya terhadap harga ritel = X 100% = 54,7%

Perhitungan nilai persediaan akhir


= Persediaan Akhir pada Harga Eceran x Rasio Biaya
= Rp 12.500 x 54,7 %
= Rp 6.837,50
1)
1) Metode
Metode persediaan
persediaan eceran/ritel
eceran/ritel konvensional
konvensional hanya
hanya menggunakan
menggunakan
asumsi
asumsi A.
A. Metode
Metode ini
ini dirancang
dirancang untuk
untuk memperkirakan
memperkirakan nilai
nilai terendah
terendah
antara
antara biaya
biaya rata-rata
rata-rata dan
dan harga
harga pasar.
pasar. Kita
Kita akan
akan menyebut
menyebut
pendekatan
pendekatan ini
ini sebagai
sebagai pendekatan
pendekatan LCM
LCM atau
atau metode
metode persediaan
persediaan
eceran
eceran konvensional
konvensional
2)
2) Jika
Jika markdown
markdown dilibatkan
dilibatkan dalam
dalam perhitungan
perhitungan rasio
rasio biaya-terhadap-
biaya-terhadap-
harga-ritel
harga-ritel (asumsi
(asumsi B),
B), maka
maka kita
kita akan
akan menyebut
menyebut pendekatan
pendekatan ini
ini
dengan
dengan metode
metode biaya
biaya
POS – POS KHUSUS YANG BERHUBUNGAN

1) Biaya Pengangkutan diperlakukan sebagai bagian dari biaya pembelian


2) Retur Pembelian biasanya dipandang sebagai pengurangan baik pada biaya maupun harga ritel
3) Diskon pembelian dan pengurangan harga biasanya dipandang sebagai pengurang biaya pembelian
4) Retur penjualan dan pengurangan harga dipandang sebagai penyesuaian terhadap penjualan kotor
5) Diskon Penjualan tidak diakui apabila penjualan dicatat sebagai penjualan kotor
6) Transfer-masuk dari departemen lain, misalnya, harus dilaporkan dengan cara yang sama seperti pada
pembelian dari perusahaan lain
7) Kekurangan normal harus mengurangi kolom ‘harga-eceran’ karena barang-barang ini tidak lagi
tersedia untuk dijual
8) Kekurangan abnormal harus dikurangkan dari kolom ‘biaya’ dan kolom ‘harga eceran’ serta dilaporkan
sebagai jumlah persediaan khusus atau sebagai kerugian
9) Diskon untuk karyawan harus dikurangkan dari kolom harga eceran dengan cara yang sama seperti
dalam penjualan
Contoh Metode Persediaan Eceran Konvensional-Pos pos Khusus

Presentase biaya terhadap harga ritel = X 100% = 43,9%


METODE LABA KOTOR

Metode Laba Kotor ( Gross Profit Method ) didasarkan pada 3 asumsi :

1. Persediaan awal ditambah pembelian sama dengan total barang yang perhitungkan
2. Barang yang belum dijual berada ditangan
3. Jika penjualan dikurangi biaya, dikurangkan dari julah persediaan awal ditambah pembelian
maka hasilnya adalah persediaan akhir.
CONTOH

Sebagai ilustrasi, Cetus Corp memiliki persediaan awal sebesar Rp. 60.000 dan pembelian Rp
200.000, keduanya bebasis biaya. Penjualan menurut harga jual berjumlah Rp 280.000. laba
kotor atas harga jual adalah 30%. Metode laba kotor diaplikasikan sebagai berkut :
PERHITUNGAN PRESENTASE LABA KOTOR

Penentuan nilai persedian dengan metode laba kotor dilakukan dengan mengalikan taksiran persediaan
pada harga jual dan presentase tertentu yang merupakan tingkat laba kotor. Metode laba kotor
digunakan untuk :
1. Menguji kewajaran perhitungan persediaan, yang biasanya dilakukan oleh akuntan pemeriksa
2. Menentukan taksiran kerugian atas persediaan karena kebakaran atau kebanjiran
Your Picture Here

Tingkat
Tingkat laba
laba kotor
kotor dapat
dapat ditentukan
ditentukan melalui
melalui ::
1.
1. Tingkat
Tingkat laba
laba kotor
kotor sekian
sekian persen
persen dari
dari Penjualan
Penjualan

Penjualan = 100%
Laba Kotor = x% dari 100 % = x%

Harga Pokok Penjualan = 100% - x %


2.
2. Tingkat
Tingkat laba
laba kotor
kotor sekian
sekian persen
persen dari
dari Harga
Harga Pokok
Pokok Penjualan
Penjualan
 

Harga Pokok Penjualan = 100%


Laba Kotor = x% dari 100 % = x%

Penjualan = 100% + x %
 
Insert image

Dari catatan pembukuan PT. MANTUL diperoleh informasi yang berhubungan dengan persediaan
sebagai berikut:

Persediaan barang awal (1 Januari 2018) Rp 300.000

Pembelian neto Rp1.200.000

Penjualan neto Rp 900.000

Hitunglah persediaan akhir dengan tingkat laba kotor sebesar 25% dari penjualan dan tingkat laba
kotor 40% dari harga pokok penjualan !
Insert image

a) Laba kotor sebesar 25% dari penjualan :


Penjualan = 100%
Laba Kotor = (25%)
Harga Pokok Penjualan = 75%

Persediaan barang akhir periode dihitung sebagai berikut :


Persediaan awal Rp 300.000
Pembelian neto Rp 1.200.000
Barang Tersedia untuk Dijual Rp 1.500.000
Penjualan (Rp 900.000)
Laba Kotor (25% x Rp900.000) Rp 225.000
Taksiran Harga Pokok Penjualan (Rp 675.000)
Taksiran Nilai Persediaan Akhir Rp 825.000
 
METODE LIFO INDEX

Metode LIFO Index atau “LIFO Nilai Rupiah” digunakan untuk mengurangi pengaruh adanya
nilai uang yang semakin lama semakin rendah karena inflasi.

Metode ini menganggap bahwa persediaan suatu saat merupakan penjumlahan dari persediaan
dari tahun lalu dan tahun sekarang. Karena itu, dalam penilaian dengan metode LIFO Index
bagi persediaan yang dinggap berasal dari tahun lalu (tahun dasar) nilai persediaannya
ditentukan dengan mengalikan nilai persediaan pada tahun dasar dan indeks harga yang
berlaku untuk periode yang bersangkutan.
Metode LIFO sudah tidak diperbolehkan dalam IFRS(2011)
Contoh :
PT Lalaland mempunyai data sebagai berikut :

Persediaan 31 Desember
Tanggal Indeks Harga
pada harga akhir

31 Desember 1981 Rp5.000.000 100%

31 Desember 1982 Rp6.050.000 110%

31 Desember 1983 Rp6.562.500 125%

31 Desember 1984 Rp8.400.000 140%


Kelebihan
(Kekurangan) dari
Tahun Nilai persediaan x Indeks harga Nilai persediaan LIFO Index
jumlah
sebelumnya
1981 -   Rp5.000.000

1982 Rp500.000 Rp5.000.000 + Rp5.550.000


(Rp500.000 x 110%)

1983 Rp300.000 Rp5.550.000 – Rp5.175.000


(Rp300.000 x 125%)

1984 Rp825.000 Rp5.175.000 + Rp6.330.000


(Rp825.000 x 140%)
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai