Anda di halaman 1dari 8

Politik Luar Negeri

Indonesia masa Soekarno


Alviona Valendra-XII IPA 3-02
Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin di Indonesia berlangsung dari tahun 1959-1965.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin
didominasi oleh hasrat dan cita-cita besar Soekarno.

Dalam buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004 (2005) karya M.C


Ricklefs, Demokrasi Terpimpin didominasi oleh kepribadian Soekarno,
walaupun dalam pelaksanaannya dijalankan bersama dengan pemimpin-
pemimpin angkatan bersenjata.

Soekarno tidak menyukai stabilitas, ketertiban, dan hal-hal prediktif yang


merupakan tujuan dari penguasa pra-kolonial. Soekarno menginginkan sebuah
revolusi yang berkesinambungan dan mobilisasi massa.
Politik Luar Negri Indoesia masa Soekarno
Politik luar negeri Indonesia yang diterapkan pada masa Demokrasi Terpimpin
adalah politik bebas–aktif.

Kebijakan politik luar negeri Indonesia didasarkan pada Manipol USDEK yang
merupakan akronim dari Manifesto Politik UUD 1945, Sosialisme Indonesia,
Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia.

Penerapan politik bebas–aktif pada masa Demokrasi Terpimpin bersifat


revolusioner dan radikal. Dalam jurnal Politik Luar Negeri Indonesia pada masa
Demokrasi Terpimpin (2018) karya Sandi Dwi dan Corry Liana, karakteristik dari
politik luar negeri Indonesia adalah kekuatan dan ketegasan.

Diplomasi yang diajukan oleh Indonesia harus direalisasikan dan bersifat tuntutan
yang berfokus pada ketercapaian kepentingan nasional.
Sifat Politik Luar Negeri
Bebas-Aktif
Sifat politik luar negeri bebas-aktif Indonesia yang
revolusioner dan ofensif dapat kita lihat melalui
kebijakan pemerintah Indonesia dalam konflik
internasional, sebagai berikut :
Pengembalian Irian Barat

Pada awalnya, Indonesia mengupayakan jalan diplomasi melalui tuntutan terhadap Belanda
untuk mengembalikan kawasan Irian Barat ke Indonesia.

Upaya diplomasi tersebut mengalami kegagalan, sehingga Soekarno memutuskan untuk


melakukan perang terbuka dengan Belanda.

Kebijakan Soekarno dalam penyelesaian masalah Irian Barat menunjukkan ketegasan politik
luar negeri Indonesia untuk memperjuangkan kedaulatan NKRI secara utuh.
Politik New Emerging Forces
(NEFOS)

Gagasan politik NEFOS disampaikan oleh Soekarno pada KTT Non-Blok tahun 1961. Penyampaian
gagasan NEFOS merupakan realisasi dari pidato Soekarno ‘’Membangun Dunia Kembali’’ yang bertujuan untuk
melakukan konfrontasi penuh melawan kolonialisme dan imperialisme.

Dalam pidatonya, Soekarno menyatakan bahwa permasalahan internasional merupakan dampak dari
pertentangan antara kekuatan lama (OLDEFOS) dan kekuatan baru yang berisi negara progresif (NEFOS).

Soekarno mengajak negara-negara yang tergabung dalam Gerakan Non-Blok untuk bersama-sama
melawan dominasi OLDEFOS di dunia Internasional. Ajakan tersebut mendapatkan penolakan dengan alasan
menyalahi prinsip dasar yang telah disepakati dalam pembuatan GNB.
Konfrontasi Indonesia dan Malaysia

Indonesia menerapkan politik luar negeri yang konfrontatif terkait konflik dengan Malaysia.
Soekarno menganggap bahwa pendirian federasi Malaysia oleh Inggris merupakan bentuk
imperialisme baru (neo-imperialism) di kawasan Asia Tenggara serta mengganggu ketertiban
wilayah Indonesia.

Untuk melawan neo-imperialism, Soekarno memutuskan untuk keluar dari PBB dan
melakukan operasi dwikora terhadap Malaysia.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai