Anda di halaman 1dari 15

KONSEP TOILET

TRAINING PADA ANAK


“Kelompok 2” Tingkat 2 Reguler A

Aisyah Salsa Nur Rahmadani Angga Budiansyah Chintia Indriyani Safitri

(P27820119002) (P27820119005) (P27820119012)

Lovita Salsabila Balkis Rachmad Yusuf Efendi

(P27820119022) (P27820119033)
Definisi
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Pada toilet trainings
selain melatih anak dalam mengontrol buang air besar dan buang air kecil juga dapat
bermanfaat dalam pendidikan seks sebab saat anak melakukan kegiatan tersebut disitu
anak akan mempelajari anatomi tubuhnya sendiri serta fungsinya. (Hidayat Alimul,2005).

Hal itulah yang akan menyebabkan orang tua tidak yakin kapan harus memulai toilet
training pada anaknya dan menuntut anaknya agar mampu untuk toilet training. Dalam
melakukan buang air besar dan buang air kecil pada anak membutuhkan persiapan baik
secara fisik,mental,psokologi,maupun kesiapan orang tua.(Amalia Fina,2010).
Pengaruh Kesiapan Dalam Pencapaian Toilet Training
Toilet training merupakan aspek penting dalam perkembangan anak pada masa usia
toddler dan dibutuhkan perhatian dari orang tua dalam berkemih dan defekasi, melatih
anak untuk buang air kecil dan buang air besar bukan pekerjaan sederhana, namun
orang tua harus tetap termotivasi untuk merangsang anaknya agar terbiasa buang air
kecil dan buang air besar sesuai waktu dan tempatnya.

Kesiapan fisik menunjukkan pada usia 18-24 bulan anak mulai mampu mengontrol
sfingter anal dan uretra serta buang air kecil dan buang air besar secara teratur, kesiapan
mental, anak akan mulai mampu mengungkapkan secara verbal maupun nonverbal,
keterampilan kognitif terus meningkat untuk menirukan perilaku yang tepat, kesiapan
psikologis, anak mulai mampu mengekspresikan keinginannya dan merasa ingin tahu
apa yang biasa dilakukan oleh orang dewasa dan kesiapan parental, orang tua
mempunyai keinginan untuk meluangkan waktu untuk mengajarkan toilet training
(Indriasari & Putri, 2018).
Tindakan Ibu yang Berkaitan dengan Toilet Training

Ibu merupakan tokoh sentral yang akan berperan sebagai pendidik pertama dan
utama dalam keluarga sehingga ibu harus menyadari untuk mengasuh anak secara
baik dan sesuai dengan tahapan perkembangan anak, dalam melakukan toilet
training, pengetahuan ibu sangat diperlukan, pengetahuan yang kurang
menyebabkan orang orang tua memiliki sikap negatif dalam melatih toilet training
seperti memarahi dan menyalahkan anak saat buang air kecil atau besar di celana,
bahkan ada orang tua yang tidak pernah memberikan toilet training pada anaknya
(Denada & Nazriati, 2015).
Cara Memulai Toilet Training

Banyak cara yang dilakukan oleh orang tua dalam melatih anak untuk buang air besar dan
buang airkecil, di antaranya:
Teknik lisan: usaha untuk melatih anak dengancara memberikan intruksi pada anak dengan kata-kata
sebelum atau sesudah buangair kecil dan buang air besar,
Teknik modeling: usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air besar dengan cara meniru
untuk buang air besaratau memberikan contoh.
DTT (Discrete Trial Training): Prinsip metode DTT menggunakan stimulus untuk memicu respon,
untuk memicu munculnya respon positif, respon positif ini berupa perilaku mengikuti instruksi,
Teknik Oral : memberikan pengetahuan dengan penyuluhan pada ibu meliputi kesiapan balita, usia
balita, dan metode yang tepat untuk pelaksanaan toilet training serta melakukan pelatihan
Metode Bazelton: dilakukan dengan cara yang relatif lembut dan dengan keyakinan bahwa anak akan
belajar pergi ke kamar mandi sendirian, pada waktu yang tepat.
Metode pelatihan eliminasi dini: menggunakan strategi pengamatan tanda-tanda eliminasi yang
berasal dari bayi.
Metode Spock: menggunakan strategi dengan tidak memaksa anak dalam melakukan toilet
training.
Hal-Hal yang Di Perhatikan Dalam Latihan
Toilet Training
Belajar menggunakan toilet tidak bisa dilakukan sampai anak mampu dan ingin.
Anak harus belajar mengenali kebutuhan tersebut, belajar menahan air besar atau
kecil sampai dia berada di toilet, dan kemudian melepaskannya. Kebanyakan anak
tidak siap baik secara fisiologis maupun psikologis untuk mencapai tahap tersebut
paling tidak pertengahan tahun kedua, sebagian besar anak, tanpa memperhatikan
waktu dimulainya usaha berlatih menggunakan toilet, mampu melakukannya
dengan benar pada usia dua setengah hingga tiga tahun, semakin awal melatihnya
bukan berarti akan lebih cepat berhasil, tetapi mengulur-ulur proses tersebut juga
akan memberi kesempatan timbulnya konflik (Rahayunigsih & Rizky, 2013).
Dampak Masalah Toilet Training
• Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya perlakuan
atau aturan yang ketat dari orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu
kepribadian. Hal ini dapat terjadi apabila orang tua sering memarahi anak pada saat
buang air kecil atau buang air besar saat bepergian karena sukar mencari toilet, dengan
demikian akan mengalami kepribadian eksprensif dimana anak cenderung ceroboh,
emosional dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Elsera, 2016).
• Toilet training yang kurang berhasil juga mempengaruhi terjadinya enuresis dan
encopresis di masa mendatang
• Kegagalan dalam mengontrol proses berkemih dapat mengakibatkan mengompol pada
anak, apabila berlangsung lama dan panjang akan mengganggu tugas perkembangan
anak, selain itu dampak jangka panjang dari tidak dilakukannya toilet training adalah
terkena Infeksi Saluran Kemih (ISK), disfungsi berkemih, sembelit, encoperis dan
penolakan untuk pergi ke toilet lebih sering (Andriyani & Viatika, 2016).
Faktor Pendukung Toilet Training
1. Peragakan cara 2. Sesuaikan ukuran toilet, 3. Gunakan kursi toilet, kursi
penggunaan toilet. dapat dilakukan dengan atau bangku toilet digunakan
Kemudian anak dibiasakan meletakkan penyangga, kursi sebagai panjatan anak
duduk di toilet dengan toilet, maupun mengganti menuju toilet yang tinggi dan
menggunakan popok saat dudukan toilet menjadi ukuran sebagai pijakan saat duduk
akan BAB dan BAK, yang sesuai dengan anak. di toilet.

4. Jaga kebersihan, , toilet 5. Jangan paksakan


harus dibersihkan terlebih pelatihan pada anak jika
dahulu dengan menggunakan anak belu siap atau masih
antikuman, selain itu anak ketakutan menghadapi
harus dibiasakan untuk toilet, hal ini akan berakibat
mencuci tangan dan berdiri pada tidak optimalnya
dengan pijakan bangku. perlatihan toilet tersebut.
Standar Operasional Prosedur (SOP) Toilet
Training Pada Anak
1. Tujuan
Prosedur
a. Pastikan Pelaksanaan
kebutuhan klien dan
Mendidik anak agar menjadi bersih karena
anak belajar tentang aspek pengendalian orang tua
fungsi tubuh dalam hal bereliminasi. untuk toilet traning

b. Persiapan klien
2. Ruang lingkup 1) Bina trust dengan anak dan
Latihan toilet training ini dilakukan pada anak keluarga
usia toddler yaitu antara 1-3 tahun dan telah 2) Jelaskan kepada klien dan
siap keluarga tentang tujuan dan
untuk dilakukan toilet training. prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
3) Pastikan anak dan orang tua siap
untuk melaksanakan toilet
training,yaitu :
a) Kesiapan fisik,yaitu : c) Kesiapan psikososial,yaitu :
• Usia telah mencapai 18-24 bulan. • Anak dapat mengekspresikan keinginan untuk
• Mampu tetap kering selama 2 jam (menahan menyenangkan orang tua
urine) • Mempunyai rasa penasaran atau rasa ingin tahu
• Dapat duduk atau jongkok ± 2 jam terhadap kebiasaan orang dewasa atau siblingnya
• Ada gerakan usus yang regular dalam buang air
• Kemampuan motoric kasar baik • Anak mampu duduk atau jongkok diatas toilet selama
(duduk,berjalan,jongkok) 5-10 menit tanpa ribut/turun
• Kemampuan motoric halus baik • Anak merasa tidak betah dengan kondisi basah atau
(membukabajuataucelana) ada benda padat dicelana dan ingin segera ganti

b) Kesiapan mental,yaitu : d) Kesiapan orang tua,yaitu :


• Mengenal rasa mungkin tiba-tiba untuk
• Mengenal dan mengakui tingkat kesiapan anak
berkemih atau defekasi
• Dapat berkomunikasi verbal maupun
untuk berkemih dan defekasi
nonverbal jika merasa ingin berkemih atau
• Ada keinginan untuk meluangkan waktu yang
defekasi diperlukan untuk latihan berkemih dan defekasi
• Kemampuan kognitif untuk meniru dengan pada anaknya
tepat tingkah laku orang dan mengikuti • Tidak ada konflik atau stress keluarga yang berarti
pengarahan (perceraian)
c. Persiapan Alat
1. Pot kecil yang bisa diduduki anak
2. Toilet atau kamar mandi
3. Pakaian atau celana yang mudah dibuka
d. Persiapan lingkungan dengan menjaga privasi klien dan ciptakan lingkungan yang aman dan
nyaman
1. Perawat cuci tangan
2. Bawa anak ke kamar mandi apabila ada tanda-tanda anak ingin BAB atau BAK,misalnya dari
ekspresi wajah anak sedang menahan BAB/BAK atau anak berbicara langsung bahwa ingin “pipis”
atau “pup”
3. Dudukkan anak di pot kecil atau langsung ditoilet untuk anak yang lebih besar dengan cara
menapakkan kaki anak dengan kuat pada lantai sehingga dapat membantunya untuk mengejan.
4. Dampingi anak selama berada ditoilet
5. Setelah ± 5-10 menit,tanyakan pada anak apakah ia dapat BAB/BAK atau tidak
6. Apabila setelah 5-10 menit anak masih belum bisa untuk BAB/BAK,hentikan latihan dan bersihkan
daerah kemaluan anak dengan air lalu keringkan kemudian pakaikan kembali celana dalamnya.
Bawa anak keluar dari toilet
7. Berikan motivasi pada anak agar tetap semangat dan tidak bosan untuk melakukan latihan
8. Lakukan kembali latihan ini setiap 2 jam atau apabila ada tanda-tanda anak ingin BAB/BAK dengan
membawa anak ke toilet
9. Berikan reinforcement positif (pujian) apabila anak dapat melakukan latihan dengan benar
10. Ajarkan orang tua untuk melakukan latihan dengan benar sesuai petunjuk
11. Karena lamanya latihan ini tidak dapat ditentukan,berikan motivasi kepada orang tua / pengasuh
untuk sabar,telaten dan konsisten sampai anak berhasil melakukan dengan benar
Checklist Penilaian Keterampilan
No Kegiatan Nilai
1 2 3 4
I. PERSIAPAN ALAT        

1. Pot kecil yang bisa diduduki anak        

2. Toilet atau kamar mandi        

3. Pakaian atau celana yang mudah        


dibuka

II. PERSIAPAN PASIEN        

1. Menjelaskan prosedur pada pasien        


III. LANGKAH-LANGKAH        
1. Perawat cuci tangan        
2. Bawa anak ke kamar mandi apabila ada tanda-tanda anak ingin BAB atau BAK,misalnya dari        
ekspresi wajah anak sedang menahan BAB/BAK atau anak berbicara langsung bahwa ingin
“pipis” atau “pup”
3. Dudukkan anak di pot kecil atau langsung ditoilet untuk anak yang lebih besar dengan cara        
menapakkan kaki anak dengan kuat pada lantai sehingga dapat membantunya untuk
mengejan.
4 Dampingi anak selama berada ditoilet        
5 Setelah ± 5-10 menit,tanyakan pada anak apakah ia dapat BAB/BAK atau tidak        

6 Apabila setelah 5-10 menit anak masih belum bisa untuk BAB/BAK,hentikan latihan dan        
bersihkan daerah kemaluan anak dengan air lalu keringkan kemudian pakaikan kembali
celana dalamnya. Bawa anak keluar dari toilet

7 Berikan motivasi pada anak agar tetap semangat dan tidak bosan untuk melakukan latihan        

8 Lakukan kembali latihan ini setiap 2 jam atau apabila ada tanda-tanda anak ingin BAB/BAK        
dengan membawa anak ke toilet
9 Berikan reinforcement positif (pujian) apabila anak dapat melakukan latihan dengan benar        

10 Ajarkan orang tua untuk melakukan latihan dengan benar sesuai petunjuk        

11 Karena lamanya latihan ini tidak dapat ditentukan,berikan motivasi kepada orang tua /        
pengasuh untuk sabar,telaten dan konsisten sampai anak berhasil melakukan dengan benar
TERIMA KASIH

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,


including icons by Flaticon, and infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai