Anda di halaman 1dari 17

MANUSIA DAN MOTIVASI

KELOMPOK 1
MENJADI OTENTIK

 Manusia yang mampu menyelaraskan kehidupan batin dengan penampilan lahiriah. Keselarasan hidup lahiriah
dan hidup batiniah menjadi tanda keseriusan hidup untuk berjuang dan bergulat sungguhsungguh dengan
eksistensinya. Orang yang bahagia dan bebas. Lebih dalam lagi, menjadikan kedua hal tersebut menjadi tujuan
hidup mereka. Bahagia dan bebas di sini salah satunya adalah suatu kondisi di mana seseorang mampu sungguh-
sungguh merasakan dengan penuh kesadaran setiap hal yang mereka lakukan kedamaian. Mampu merasa enjoy
dengan menjadi diri sendiri, serta tanpa terpengaruh oleh tekanan dari luar diri mereka. Intinya tetap otentisitas
adalah menjadi dirinya sendiri secara sungguh-sungguh, menemukan apa yang sering disebut sebagai jatidiri.
MANUSIA DAN MOTIVASI

Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berinteraksi dengan sesama. Manusia sebagai makhluk sosial


tidak dapat hidup sendiri, tapi sangat membutuhkan peran orang lain. Karena kita hidup di dunia ini saling
membutuhkan satu dengan yang lainnya.
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai
tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini diantaranya adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
 DINAMIKA MOTIVASI

Untuk memahami dinamika motivasi dan perilaku manusia, seorang ilmuwan memiliki tugas untuk mengajukan teori
yang mampu memberi penjelasan rasional dan ilmiah terhadap dua kategori itu. Tujuannya adalah supaya orang
semakin memperoleh pengetahuan sistematis tentang diri dan dunianya, sekaligus untuk mendorong penelitian lebih
jauh. Pada titik ini peran teori di dalam mengamati fakta sangatlah penting. Menurut Laming teori, walaupun masih
merupakan pernyataan yang belum teruji secara metodis, dapat membantu orang untuk mengaitkan berbagai kejadian
faktual yang terjadi, sehingga bisa dipahami secara sistemati
TIGA KERANGKA TEORI MENURUT LAMING

1. Yang pertama adalah apa yang disebutnya sebagai perilaku semi mekanis dari manusia. Manusia memiliki aspek
instingtif yang bersifat mekanis di dalam dirinya. Aspek instingtif ini seringkali mempengaruhi perilaku manusia, dan
bisa dipelajari melalui pendidikan, ataupun melalui pengaruh kultural secara rutin. Akan tetapi, perilaku manusia
tidak sepenuhnya mekanis. Kita menyebut perilaku orang mekanis, karena kita terbiasa dengannya. Namun jika
dipikirkan lebih jauh, tidak ada perilaku yang sungguh mekanis, dan sama sekali terlepas dari kesadaran pelakunya.
“Perilaku kita sendiri”, demikian Laming, “tidak merasa mekanis sama sekali”. Orang menyadari, bahwa mereka
berbuat sesuatu, sehingga mereka menolak untuk disebut sebagai orang yang mekanis. Karena jika mekanis, maka
manusia memiliki status yang kurang lebih sama seperti benda-benda.
2. Pandangan kedua berangkat dari kelemahan pandangan pertama. Laming menyebutnya sebagai teori tentang sudut
pandang personal dan sudut pandang kamera (personal and camera view). Ia memberikan contoh tentang
pertandingan sepak bola. David Beckham adalah seorang pemain bola yang terbiasa melakukan tentang sudut di
pertandingan. Dalam satu pertandingan, ia bisa melakukannya lebih dari lima kali. Bagi para penonton, itu adalah hal
yang biasa dan mudah ditebak. Namun bagi Beckham, tendangan itu sama sekali tidak bersifat mekanis. Ia harus
memilih, kemana ia harus menendang bola, dan kepada siapa ia harus mengumpannya.
Menurut Laming dalam hal ini, Beckham adalah “sekaligus pada waktu yang sama mesin biologis kompleks yang
berkemampuan tinggi yang menendang bola dan juga pengamat dari tindakan itu – sebuah mesin yang mengamati
dirinya sendiri.”[7] Jika manusia adalah mesin yang bisa mengamati dirinya sendiri, seperti yang diajukan oleh
Laming, maka ia lebih kompleks daripada mesin biasa, karena mesin biasa tidak menyadari dirinya sendiri adalah
mesin. Mesin tidak menyadari bahwa dirinya bersifat mekanis. Mesin juga tidak bisa menggunakan dirinya sendiri.
Harus ada orang yang menggunakannya, seperti orang yang menggunakan telepon untuk berkomunikasi, orang yang
melihat jam untuk mengetahui waktu, dan sebagainya.
3. Pandangan ketiga adalah apa yang disebut Laming sebagai teori pengaruh sosial. Perilaku dan motivasi manusia
sangatlah dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat ia lahir dan berkembang. Lingkungan sosial yang satu
membentuk individu yang berbeda dengan lingkungan sosial lainnya. Tidak hanya perilaku, konsep-konsep pun
tertanam pada konteks sosial. Konteks sosial yang berbeda memberikan arti yang berbeda pula pada konsep-konsep
yang digunakan. Misalnya konsep keluarga. Di Jakarta, konsep keluarga mengacu pada keluarga inti, yakni ayah, ibu,
dan anak. Sementara di beberapa tempat di Papua, konsep keluarga mengacu pada klan, yakni keluarga besar yang
memiliki satu nama. Konsep keluarga dimaknai berbeda di konteks sosial yang berbeda.
 Tiga kerangka teori di atas, yakni teori perilaku semi-mekanis manusia, teori tentang cara pandang kamera dan
personal, serta teori tentang pengaruh sosial, dapat membantu kita memahami mengapa orang melakukan apa
yang mereka lakukan. “Apa yang orang lakukan”, demikian tulis Laming, “adalah mengekspresikan pola bawaan
dari perilaku yang diperoleh secara kultural dengan cara menyesuaikan diri dengan tuntutan dan konvensi yang
ada di masyarakat di mana mereka hidup.
MENURUT BEBERAPA AHLI

1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)


 Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia
mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu
(1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat
(2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan
intelektual; 
(3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs)
(4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status;
dan 
(5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan
potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
 2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)

            Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang
menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray
sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan
sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau
ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi
kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan
dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
 Di dalam melakukan penelitian dan pengamatan mendalam terhadap perilaku manusia, setidaknya ada dua sudut
pandang yang perlu diperhatikan. Yang pertama adalah pengamatan perilaku kita sendiri melalui sudut pandang
pertama, yakni sudut pandang kita sendiri. Yang kedua adalah pengamatan terhadap perilaku kita sendiri, tetapi
dengan menggunakan sudut pandang orang kedua, yakni sudut pandang orang lain. Yang pertama disebut Laming
sebagai sudut pandang personal. Dan yang kedua disebutnya sebagai sudut pandang kamera
 Dari sudut pandang personal, orang memiliki kebebasan. Mereka memiliki pergulatan emosional, perasaan, dan
kecemasan-kecemasan. Ciri-ciri itulah yang membuat manusia menjadi manusiawi. Di sisi lain, jika dilihat dari
sudut pandang kamera, perilaku manusia tampak mekanis. Ia diberi rangsangan, dan kemudian memberikan
respons yang kurang lebih tetap terhadap rangsangan tersebut. “Pertanyaan tentang perilaku manusia ditandai oleh
kehendak bebas atau sepenuhnya ditentukan”, demikian tulis Laming, “bukanlah bagian dari perilaku, tetapi dari
titik tolak dari mana perilaku tersebut diamati”. Jika kedua sudut pandang ini tidak dibedakan, maka yang terjadi
adalah kebuntuan intelektual (intellectual impasse), di mana suatu tindakan tampak melulu ditentukan sekaligus
bebas dalam waktu yang sama.
 Dari sudut pandang kamera, perilaku manusia tampak sepenuhnya ditentukan. Perilaku manusia seolah
berlangsung secara mekanis. Manusia dikenal juga sebagai mesin biologis. Walaupun memiliki unsur biologis,
tetapi tetap saja, manusia itu mesin. Mesin biologis itu bereaksi terhadap berbagai rangsangan yang muncul dari
luar dirinya. Laming menyebut aspek perilaku ini sebagai perilaku semi mekanis. Jika ada seorang wanita cantik
berpakaian seksi berjalan di terminal bis kota pada siang hari, maka semua pria yang duduk di terminal, baik itu
supir maupun penumpang, akan terkesima melihat wanita tersebut. Memang secara personal, masing-masing
orang yang menyaksikan wanita seksi berjalan menghayati peristiwa itu secara berbeda-beda. Namun dilihat dari
sudut pandang kamera, perilaku mereka tampak mekanis.
 Dengan demikian dari sudut pandang personal, tidak ada perilaku manusia yang mekanis. Namun dari sudut
pandang kamera, yakni sudut pandang pengamat, perilaku manusia tampak mekanis. Namun seringkali, orang
tidak menyadari dirinya sendiri adalah mesin yang mekanis. Pada saat memandang wanita cantik tadi, saya
berpikir, “Dia cantik sekali, saya ingin berkenalan dengannya”. Pada saat itu, saya tidak menyadari, bahwa kepala
saya ternyata sedang menghadap wanita itu, dan menatapnya langsung. Dari sudut pandang kamera, itu adalah
tindakan yang khas pria, yakni menatap wanita cantik yang sedang berjalan. Isi dari pikirannya memang berbeda-
beda, tetapi tindakannya serupa. Laming menyatakan dengan jelas, bahwa tidak mungkin orang bisa mengamati
perilakunya sendiri secara akurat.
KESIMPULAN

 Dunia sosial memilki kekuatan yang luar biasa, sehingga bisa memaksakan norma-normanya kepada individu.
Norma-norma ini diperpanjang oleh institusi-instusi pendidikan, penjara, dan rumah sakit jiwa yang menyatakan
inilah yang benar, dan yang lain adalah salah. Moral dan agama pun membantu di dalam pelestarian tata
sosial tersebut. Moral, agama, pendidikan, penjara, hukum, dan rumah sakit jiwa adalah elemen-elemen dunia
sosial yang memiliki fungsi kontrol kuat terhadap individu. Jika individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan
norma-norma yang terdapat di dalam institusi-institusi tersebut, maka ia bisa dipenjara, rehabiliitasi, ataupun
dimasukan ke dalam rumah sakit jiwa. Keberadaan institusi ini tidaklah melulu buruk, karena mereka menjaga
stabilitas sosial, sekaligus mewariskan nilai-nilai kultural ke generasi berikutnya. Dalam kerangka ini, motivasi
manusia, terutama yang mekanis, haruslah tunduk pada norma-norma kultural dan hukum positif yang ada.
PERTANYAAN PEMBELAJARAN MINGGU LALU

 1. Apakah mungkin seseorang menghendaki suatu yang buruk/jahat untuk dirinya sendiri? Jelaskan
narasimu!
 
 Ya itu pasti terjadi,manusia itu memiliki pikiran untuk melakukan sesuatu yang baik ataupun jahat dengan sadar
dan bisa saja secara tidak sadar. Tetapi pada suatu kejadian manusia menghendaki untuk berbuat baik untuk
dirinya sendiri dan mempercayai akan mendapatkan tabungan kebaikan untuk dirinya sendiri kelak. Lalu disisi
lain manusia tanpa sadar juga menghendaki untuk berbuat buruk untuk dirinya sendiri misalkan untuk menggapai
tujuan yang diinginkan dengan cara yang salah,atau juga bisa dengan factor ekonomi,sosial,dan lain sebagainya.
Karena itu kita sebagai manusia yang berhati nurani harus mengikuti apa kehendak dari hati nurani kita untuk
melakukan sesuatu. Sejatinya manusia itu memiliki jalan pikirannya sendiri, terkadang mereka melakukan sesuatu
tanpa disadarinya. Ada juga yang sesuai lingkungannya,terkadang pula lingkungan bisa mempengaruhi jalan
pikiran manusia,ada yang berbuat kebaikan dan ada pula yang berbuat keburukan. Tetapi jika manusia itu
memiliki pemikiran yang luas akan berpikir positif untuk melakukan sesuatu dan berpikir melakukan kebaikan
karna selagi kita melakukan.kebaikan akan ada balasannya sendiri, manusia harus saling membantu karna tidak
mungkin manusia hidup dengan individu.

Anda mungkin juga menyukai