Anda di halaman 1dari 21

Konsep Ecological Complex

Oleh
A. Ign. KRISTIJANTO
* Digagas oleh seorang sosiolog
lingkungan
bernama Otis Dudley Duncan
Dikembangkan untuk menjelaskan
masalah-masalah lingkungan
perkotaan yang sudah terjadi di AS
sebagai analytical framework untuk
memproyeksikan perkembangan yang
akan terjadi maupun sebagai pisau
analisis untuk menunjukkan tempat di
mana masih dapat dilakukan
intervensi untuk mencegah degradasi
lingkungan yang lebih jauh.
Dengan kata lain konsep Ecological
Complex dapat berfungsi sebagai alat untuk
kepentingan diagnosa dan prognosa, maupun
sebagai alat untuk pemecahan masalah
(problem solving tool).
Secara sederhana Duncan
menggambarkan keterkaitan antara manusia
dan lingkungan ibarat sebuah “belah ketupat”
yang mempunyai 4 (empat) komponen yang
saling mempengaruhi, yaitu :
* Population/Populasi manusia (P) atau
penduduk di suatu lingkungan tertentu
* Environment /Lingkungan(E) dalam arti
ekosistem di mana populasi manusia itu berada
* Technology/Teknologi (T) dalam arti perangkat keras
yang digunakan oleh populasi untuk memenuhi
kebutuhan mereka
* Organization/Organisasi (O) dalam arti struktur
sosial dan aturan-aturan untuk mengendalikan
teknologi yang digunakan oleh populasi manusia
yang bersangkutan
Secara simbolis cukup digunakan singkatan-
singkatan P, E, O, dan T yang dapat dirangkai
menjadi singkatan Belah Ketupat PEOT atau
Segi Empat POET yang secara skematis dapat
diujudkan sebagai berikut :
POPULASI

ORGANISASI EKOSISTEM

TEKNOLOGI
Dengan bantuan Belah Ketupat PEOT, Otis
Duncan menggambarkan pengaruh polusi
udara terhadap penyebaran penduduk di kota
metropolitan LA (Los Angeles), California pasca
PD II. Pada saat itu, LA berkembang pesat
akibat lokasinya yang strategis sehingga
dijadikan pelabuhan dan pangkalan Angkatan
Laut (AL) AS. Berarti E mempengaruhi O
(E O).

Karena penduduk kota LA berkembang


pesat dan terus menyebar atau P
mempengaruhi O
(P O),

jumlah partikel dan gas yang dilepaskan ke udara


setiap hari terus meningkat terutama
kebiasaan menggunakan mobil pribadi. Jadi
dalam hal ini T mempengaruhi E
(T E).
Akibat meningkatnya polusi udara berupa smog
(smoke + fog) di Indonesia Asbut (asap + kabut), maka
penduduk kota LA berusaha mencari tempat tinggal
yang semakin jauh dari pusat kota, atau E
mempengaruhi P (E P).
Tetapi dengan demikian polusi udara justeru
diperparah oleh para “commuter” (penduduk yang
pulang pergi bekerja ke kota) yang sebagian besar
mengendarai mobil pribadi.
Sesudah keluarnya UU Udara Bersih (Clean Air Act)
tahun 1970 yang dapat kita kategorikan sebagai
perubahan O (organisasi). Akibatnya pabrik-pabrik di
kawasan kota metropolitan itu serta kendaraan-
kendaraan bermotor dipaksa mengurangi polusi udara
secara drastis.
Kendaraan umum serta “car pool driving”
menjadi pilihan yang menarik bagi penduduk
terutama mereka yang tinggal di “suburbs” kota LA
dari pada harus berjam-jam tersangkut di lalu lintas
yang macet.
Jadi berdasarkan konsep Duncan, O juga dapat
mempengaruhiT(O T) yang pada gilirannya dapat
mempengaruhi E(O T E). Berkat pengurangan
polusi udara itu, pertambahan penduduk baru (P)
dapat terus tertampung oleh kota raya
(O T E P).
Pertanyaan :
Dapatkah pisau analisis Otis Duncan
diterapkan terhadap ekosistem yang lebih
kecil ? Misal ekosistem kampus kita UKSW.
Komparasi UKSW 25 tahun yang lalu dengan
UKSW sekarang ditelaah berdasarkan pada P,
T, E, dan O.
Ada 2 (dua) pelajaran penting yang dapat ditarik
dari Ecological Complex Duncan ini, yaitu :
*Pelajaran 1 :
Bahwa upaya-upaya penyelamatan lingkungan
tidak perlu terperangkap dalam “demographic fix”
seolah-olah pertumbuhan yang pesat adalah suatu
kutukan bagi lingkungan, sehingga selalu jumlah
penduduk yang harus dikekang. Suatu kebijakan yang
biasanya diterapkan secara diskriminatif terhadap
segmen-segmen penduduk yang miskin atau lemah
posisinya.
Jumlah penduduk yang lebih tinggi, bahkan dengan
tingkat kepadatan yang lebih tinggipun kadang-kadang
masih dapat didukung oleh suatu ekosistem apabila
cara-cara memanfaatkan alam diatur secara bijaksana.
* Pelajaran 2 :
Bahwa upaya-upaya penyelamatan lingkungan tidak
perlu terperangkap dengan fix yang lain yaitu
“technological fix” yang banyak dianut oleh teknolog
(atau ekonom yang berkedok teknolog) bahwa
pemecahan masalah lingkungan harus mengandalkan
piranti teknis yang paling canggih. Di balik retorika
lingkungan sering kali tersembunyi upaya promosi
suatu teknologi baru lengkap dengan konsultan yang
memasangnya.
Konsep Duncan ini menekankan relasi antara manusia dan
lingkungan baik secara langsung maupun melalui mediasi 2
faktor buatan manusia juga yaitu Organisasi dan Teknologi.

Justeru di sisi organisasi itulah terletak kelemahan konsep


Duncan ini, yaitu kurang menguraikan sistem organisasi yang
bagaimanakah yang paling baik untuk menjaga kestabilan
suatu ekosistem.

Suatu organisasi yang sentralistik dan otoriter, di mana


semua keputusan mengenai pemanfaatan lingkungan harus
diputuskan oleh pimpinan tertinggi yang kadang-kadang secara
geografis atau politis berada “jauh di atas” semua anggota
komunitas yang hidup dari dan di ekosistem yang
bersangkutan ?
Ataukah manejemen lingkungan yang lebih
mengandalkan suatu organisasi atau suatu jejaring
(network) sentralistis dan demokratis yang lebih
menekankan tanggung jawab setiap satuan terkecil
dari komunitas itu untuk menjaga kestabilan dan
mendorong pengayaan ekosistem itu ?
Bagaimana proyeksi keadaan lingkungan kotamadya
Salatiga dalam 5 – 10 tahun yang akan datang ?
*Aspek kuantitatif/demografis :
Populasi (P) akan terus bertambah dari
pertambahan alami (lahir minus mati)
maupun karena migrasi (yang masuk minus
yang keluar).
*Aspek kualitatif :
Apakah warga kampus dan segala pemilik,
pengelola, serta karyawan pemberi jasa bagi
warga kampus ini masih akan mendominasi
panorama sosial kota ini?
Ataukah para warga kampus akan menjadi
suatu minoritas (tanpa suatu kekhasan atau
identitas khusus) di tengah-tengah suatu
aglomerasi buruh industri, karyawan toko,
pedagang dari kaliber jamu gendong atau
asongan sampai dengan pemilik toko
supermarket dan PNS (dari berbagai eselon) yang
akan numplek di kota ini?
Ataukah para warga kampus akan menjadi
sekelompok minoritas yang akan menonjol
karena kekuatan ekonominya, atau karena
kekritisannya dan kesadaran politiknya, atau
karena kekuatan intelektualitasnya?
Perubahan P pada gilirannya akan sangat
tergantung pada ketiga faktor, yaitu O, T, dan E.
Faktor organisatoris (O) yang menentukan
perubahan atau setidak-tidaknya membatasi
pertumbuhan populasi (P) kotamadya Salatiga
adalah kebijakan Pemda Kotamadya Salatiga
dalam menentukan arah perkembangan kota.
• “ Apakah Salatiga masih tetap mau dijadikan kota
yang lebih dominan sebagai kota pelajar, ataukah
mau dikembangkan sebagai kota perdagangan,
kota pariwisata, atau suatu kombinasi yang tidak
karuan ?”
Faktor teknologi (T) yang bakal
menentukan perubahan atau setidak-tidaknya
membatasi pertumbuhan populasi (P)
kotamadya Salatiga adalah teknologi
transportasi dan teknologi bangunan yang
akan dikembangkan.
Faktor-faktor ekologis atau lingkungan (E)
yang akan menentukan perubahan atau
membatasi pertumbuhan P (populasi) adalah:
* Tanah yang masih tersedia untuk
pertumbuhan bangunan, jalan, serta saluran
pembuangan air.
* Kemampuan udara kotamadya Salatiga
untuk mendaur ulang segala polutan udara
terutama gas-gas yang dapat membuat asbut
dan dapat membuat “pulau-pulang bahang”
(“urban heat islands”) di atas kota ini.
* Banyak dan ragam vegetasi yang masih
tersisa atau yang sengaja digalakkan
penanamannya untuk membantu
membersihkan udara kota Salatiga dari
polutan-polutan seperti yang disinggung di
atas.
• Terimakasih
atas kehadiran anda
di ruang ini.

20-11-2009

Anda mungkin juga menyukai