Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN ANAK II

RETINOBLASTOMA

DISUSUN :
REGINA KAKAUHE (19142010189)
MEISYANA MANOI (19142010247)
REGINA SAMBENAUNG ( 19142010176)
DERLIN WENDA (1814201189 )

Mata Kuliah : KEPERAWATAN ANAK II


Dosen : Ns.Julita Legi, S.Kep.,M.Kep
Definisi
• Retinoblastoma adalah kanker mata intraokular primer yang berasal dari sel
retina primitif. Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular primer yang
paling banyak ditemukan pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Retinoblastoma nonherediter memiliki angka kejadian 60% dari seluruh kasus
retinoblastoma. Pada retinoblastoma nonherediter terjadi mutasi somatik pada
kedua alel gen RB1 sel retina primitif. Retinoblastoma nonherediter biasanya
bersifat unilateral dan berbentuk tumor solid local.
Etiologi
Faktor risiko retinoblastoma antara lain:
• Riwayat retinoblastoma herediter (umumnya bilateral) di anggota keluarga lain meningkatkan
risiko retinoblastoma herediter
• Riwayat paparan radiasi dan paparan terhadap bahan cat pada ibu sebelum dan selama
kehamilan dapat meningkatkan risiko retinoblastoma nonherediter
• Pekerjaan ayah yang terpapar bahan kimia seperti pestisida, bahan cat, dan logam tertentu
meningkatkan risiko anak retinoblastoma nonherediter Beberapa faktor risiko lain yang diduga
berkaitan dengan retinoblastoma adalah usia orang tua yang lebih tua saat melakukan konsepsi
dan infeksi menular seksual selama kehamilan.
Patofisiologi
• Patofisiologi retinoblastoma nonherediter atau sporadik diawali
dengan mutasi somatik pada kedua alel RB1 di lengan panjang
kromosom 13q14 sel retina primitif atau sel prekursor multipoten,
paling sering terjadi pada prekursor fotoreseptor kerucut. Mutasi
dapat terjadi karena kesalahan acak saat proses pengopian DNA
sewaktu pembelahan sel. Mutasi kedua alel RB1 tersebut
menyebabkan hilangnya fungsi supresor tumor protein retinoblastoma
(pRB) sehingga terjadi pembelahan sel yang tidak terkendali dan
perubahan genomik yang tidak stabil membentuk retinoblastoma.
Manifestasi Klinis
• Gejala klinis subjektif pada pasien retinoblastoma sukar karena anak tidak memberikan
keluhan. Tapi kita harus waspada terhadap kemungkinan retinoblastoma. Ledih dari 75% anak-
anakdengan retinoblastoma yang pertama kali dicatat mempunyai “pupil putih” yang mana
dokter menyebutnya “Leukokoria” yang seolah bersinar bila kena cahaya seperti mata kucing
“Amaurotic cat’s eye”, atau strabismus, atau kemerahan dan nyeri pada mata (biasanya
disebabkan glaukoma).
• perbedaan warnapada iris (heterochromia), berair, penonjolan kedepan pada mata (proptosis),
katarak, dan pergerakan mata abnormal (nistagmus).
• Gejala klinis utama yang ditemukan pada pasien retinoblastoma adalah leukokoria (refleks
retina berwarna putih).
Pemeriksaan penunjang
• Ultrasonografi dan tomografi komputer dilakukan terutama untuk
pasien dengan metastase ke luar misalnya dengan gejala proptosis
bola mata.
• erektroretino-gram (ERG), berguna untuk menilai kerusakan luas
pada retina
• Elektro-Okulogram (EOG)
• Visual evoked respons (VER) berguna untuk mengetahui adanya
perbedaan rangsangan yang sampai ke korteks sehingga dapat di
ketahui adanya gangguan rangsangan atau penglihatan pada
seseorang.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK RETINOBLASTOMA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK RETINOBLASTOMA :


1. Pengkajian
Biodata Identitas Klien : Nama, Umur , Agama, Jenis Kelamin ,
Alamat & Tanggal Masuk Rumah sakit.  Keluhan Utama 
Riwayat Kesehatan.
Diagnosa Keperawatan
• Dx I : Resiko Cedera
Intervensi : Manajemen Keselamatan Lingkungan Definisi :
Mengidentifikasi dan mengelola lingkungan fisik untuk
meningkatkan Keselamatan
Tindakan Observasi :
 Identifikasi kebutuhan keselamatan ( Mis.Kondisi fisik , fungsi
kognitif dan riwayat perilaku )
 Monitor perubahan status Keselamatn Lingkungan
Terapeutik :
• Hilangkan bahaya Keselamatan Lingkungan (Mis.fisik, biologi,dan kimia ),Jika memungkinkan
• Modifikasi lingkungan untuk untuk memainkan bahaya dan risiko
• Sediakan alat bantu keamanan lingkungan ( Mis.commode chair dan pegangan tangan )
• Gunakan perangkat pelindung (Mis. Pengekangan fisik , rel samping , pintu terkunci , pagar)
• Hubungi pihak wewenang sesuai masalah Komunitas (Mis. Puskesmas, polisi,damkar)
• Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
• Lakukan program skrining bahaya lingkungan (Mis. Timbale )
Edukasi :
• Ajarkan Individu, Keluarga dan Kelompok resiko tinggi bahaya Lingkungan
Dx II : Ansietas
Intervensi : Reduksi Ansietas
Definisi : Meminimalkan Kondisi Individu dan pengalaman subyektif terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat
antisipasi bahaya yang memnungkinkan individu melakukan tindakan untuk menhadapi ancaman.
Tindakan
• Observasi :
 Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (Mis.Kondisi,waktu,stressor)
 Identifikasi Kemampuan mengambil Keputusan
 Monitor tanda-tanda Ansietas (Verbal dan Nonverbal)
• Terapeutik :
 Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan Kepercayaan
 Temani pasien untuk mengurangi Kecemasan , Jika Memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat Ansietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu Kecemasan
 Diskusikan Perencanaan Realistis tentang Peristiwa yang akan dating
• Edukasi :
• Jelaskan Prosedur , termasuk sensasi yang mungkin dialami
• Informasikan secara factual mengenai diagnosis , Pengobatan dan Prognosis
• Anjurkan Keluarga untuk tetap bersama pasien
• Anjurkan Melakukan kegiatan yang tidak Kompetitif , Sesuai Kebutuhan
• Latih kegiatan Penglihan untuk mengurangi ketegangan
• Latih Penggunaan mekanisme Pertahanan diri yang tepat
• Latih teknik relaksasi
• Kolaborasi :
• Kolaborasi Pemberian obat Antiansietas , Jika Perlu
Dx III : Nyeri Akut
Intervensi : Manajemen Nyeri
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan beritensitas ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan
• Observasi :
 Identifikasi lokasi , karakteristik , durasi , frekuensi , kualitas , intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri nonverbal
 Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di berikan
 Monitor Efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri ( Mis.TENS, Hipnosis, akupresur, terapi music ,
biofeedback , terapi pijat , aromaterapi , teknik imajinasi terbimbing , kompres hangat/dingin , terapi bermain.)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (Mis. Suhu ruangan , pencahayaan, Kebisingan )
 Fasilitas istirahat dan tidur
 Petimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
• Edukasi :
 Jelaskan penyebab , periode dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan Nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa Nyeri
• Kolaborasi :
 Kolaborasi Pemberian Analgetik , Jika Perlu

Anda mungkin juga menyukai