Anda di halaman 1dari 49

RA

Rheumatid
Arthitis

Kelompok C.2 2016

Farmasi UNPAD
Anatomi fisiologi
Rheumatoid arthritis

Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun


sistemik (Symmons, 2006). RA merupakan salah satu kelainan multisistem yang
etiologinya belum diketahui secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi
sinovitis (Helmick, 2008). Penyakit ini merupakan peradangan sistemik yang paling
umum ditandai dengan keterlibatan sendi yang simetris (Dipiro, 2008). Penyakit RA
ini merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi yang
berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis)
SISTEM IMUN
Sistem imun berfungsi untuk mencegah atau menangani terjadinya infeks.
Sel imun berasal dari sumsum tulang belakang.
Pada sumsum tulang belakang terdapat stem sel yang akan menjadi prekursor
untuk innate imune cells seperti neutrofil, eosinophil, basophil, mast cell,
monocytes, sel dendritik, dan makrofag.
(NIAID, 2017)
Rheumatoid arthritis adalah ketika sistem kekebalan tubuh seseorang
menyerang lapisan kapsul sendi. Lapisannya, juga dikenal sebagai
membran sinovial, menjadi meradang dan bengkak. Hal ini berpotensi
merusak tulang rawan dan tulang dalam sendi.
Patofisiologi
PATOFISIOLOGI

1. Gejala

– Nyeri sendi, nyeri tekan, bengkak atau kaku selama enam minggu atau lebih,
– Kekakuan pagi selama 30 menit atau lebih,
– Lebih dari satu sendi terpengaruh,
– Sendi kecil (pergelangan tangan, sendi tangan dan kaki tertentu) terpengaruh,
– Sendi yang sama di kedua sisi tubuh terpengaruh,
– Seiring dengan rasa sakit, banyak orang mengalami kelelahan, kehilangan nafsu makan
dan demam ringan. (Arthritis Foundation, 2017)
2. Faktor Resiko

– Jenis Kelamin. Wanita lebih mungkin dibandingkan pria untuk mengembangkan rheumatoid
arthritis.
– Usia. Rheumatoid arthritis dapat terjadi pada usia berapapun, tapi paling sering dimulai antara
usia 40 dan 60.
– Sejarah Keluarga. Jika anggota keluarga Anda menderita rheumatoid arthritis, Anda mungkin
memiliki peningkatan risiko penyakit ini.
– Merokok. Merokok meningkatkan risiko Anda terkena rheumatoid arthritis, terutama jika Anda
memiliki predisposisi genetik untuk mengembangkan penyakit ini. Merokok juga tampaknya
terkait dengan tingkat keparahan penyakit yang lebih besar.
– Kegemukan. Orang yang kelebihan berat badan atau obesitas tampaknya berisiko tinggi terkena
rheumatoid arthritis, terutama pada wanita yang didiagnosis menderita penyakit saat berusia 55
atau lebih muda. (Mayo Clinic, 2017)
– Faktor Genetik. Etiologi dari AR tidak diketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks
antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian AR,
dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60 %. Hubungan gen HLA-DRB1 dengan
kejadian AR telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga berhubungan
dengan AR seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode aktivator reseptor nuclear
factor kappaB (NF-κB). Gen ini berperan penting dalam resorpsi tulang pada AR. Faktor genetik
juga berperanan penting dalam terapi AR karena aktivitas enzim seperti
methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine methyltransferase untuk metabolisme
methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik. Pada kembar monosigot
mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada orang kulit
putih dengan AR yang mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4mempunyai angka kesesuaian
sebesar 80%.
(Mayo Clinic, 2017)
3. Penyebaran
– Dipercayai bahwa sel T adalah pencetus dalam proses pathogenesis rheumatoid arthritis. Adanya
interaksi antara sel T dan dendritic sel pada kelenjar limfe akan mengaktifasi lebih jauh sel T dan
menyebabkan peningkatan populasi sel T dan kemudian akan mengaktifkan sel B. Sel T kemudian
bermigrasi menuju jaringan synovial, lebih lanjut lagi peningkatan sel T dan aktifasi sel B akan
menghasilkan antibody seperti rheumatoid factor dan anticyclic citrullinated peptide (CCP) antibody.

– Aktifasi sel T menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-
1, interleukin-6 dan TNF-α. Produksi interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-α (TNF-α) oleh
monosit merupakan proses sentral dalam peradangan. Dalam kenyataannya, IL-1 bertanggung jawan
dalam menstimulasi pelepasan prostaglandin E 2(PGE2), sedangkan TNF-α merupakan kunci dalam
proses pengaktifan matriks proteinase. Jaringan synovial yang terprolifikasi setelah diaktifkan
selanjutnya akan menginvasi struktur tulang rawan dan tulang dan kemudian bersifat sebagai tumor
invasive local. Sitokin seperti IL-6,terinduksi oleh IL-1 dan TNF- α, sedangkan IL -1 sendiri berperan
dalam fitur-fitur sistemik antara lain demam, nyeri otot, dan penurunan berat badan.
– Pada rheumatoid arthritis terjadi penumpukan dari IL-1 pada permukaan dinding sendi synovial.
Karena potensinya sebagai mediator kerusakan sendi, IL-1 menjadi bagian dalam terjadinya
rheumatoid arthritis. IL-1 adalah sitokin yang memiliki aktifitasi imunologis dan pro-inflamasi dan
memiliki kemampuan untuk menginduksi dirinya secara otomatis.

– Didapatkan kenyataan bahwa tingkat aktifitas penyakit dalam rheumatoid arthritis dan
kerusakan sendi yang progresif berhubungan dengan kadar IL-1 dalam plasma dan cairan snovial.
IL-1 menstimulasi PGE2 dan nitiric oxide dan matrix metalloprotease dimana kemudian
mengkibatkan degradasi sendi.
Uji klinis
1. Pemeriksaan cairan synovial
a. Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan
peningkatan jumlah sel darah putih.
b. Leukosit 5.000 – 50.000/mm3 menggambarkan adanya proses inflamasi yang
didominasi oleh sel neutrophil (65%). Rata-rata jumlah leukosit dalam darah
manusia normal adalah 5000-9000/mm3,
2. Pemeriksaan kadar sero-imunologi
a. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis rheumatoid terutama
bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis,
hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
b. Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid dini
c. Rheumatoid faktor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan berbanding terbalik
dengan cairan sinovium.
d. Dewasa : penyakit inflamasi kronik 1/20 – 1/80 positif
untuk rheumatoid arhtritis positif ; >1/80 positif
Pemeriksaan Klinis

3. Laju Endap Darah


– Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) yang juga disebut laju
sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang
belum membeku, dengan satuan mm/jam
– LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses
inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit
kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan).
– Jika nilai LED meningkat, maka uji laboratorium lain harus dilakukan untuk
mengidentifikasi masalah klinis yangmuncul.
– Metode yang digunakan untuk pemeriksaan LED ada dua, yaitu metode Wintrobe dan Westergreen
Nilai Rujukan
1. Metode Westergreen :
o Pria : 0 - 15 mm/jam
o Wanita : 0 - 20 mm/jam

2. Metode Wintrobe :
o Pria : 0 - 9 mm/jam
o Wanita 0 - 15 mm/jam

– Peningkatan kadar : artiritis reumatoid, demam rematik, MCI akut, kanker


(lambung, kolon, payudara, hati, ginjal), penyakit Hodgkin, mieloma multipel, limfosarkoma, endokarditis bakterial, gout, hepatitis, sirosis hati, inflamasi
panggul akut, sifilis, tuberkulosis, glomerulonefritis, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (eritroblastosis fetalis), SLE, kehamilan
(trimester kedua dan ketiga), menstruasi, keberadan kolesterol, fibrinogen, globulin, peningkatan suhu. Pengaruh obat : Dextran, metildopa (Aldomet),
metilsergid (Sansert), penisilamin (Cuprimine), prokainamid (Pronestyl), teofilin, kontrasepsi oral, vitamin A.
4. Protein C-Reaktif
– Protein C-reactif (C-reactive protein, CRP) dibuat oleh hati dan dikeluarkan ke dalam aliran darah. CRP
beredar dalam darah selama 6-10 jam setelah proses inflamasi akut dan destruksi jaringan. Kadarnya
memuncak dalam 48-72 jam.
– Protein C-reactif (C-reactive protein, CRP) dibuat oleh hati dan dikeluarkan ke dalam aliran darah. CRP
beredar dalam darah selama 6-10 jam setelah proses inflamasi akut dan destruksi jaringan. Kadarnya
memuncak dalam 48-72 jam.
– Beberapa keadaan dimana CRP dapat dijumpai meningkat adalah radang sendi ( rheumatoid arthritis),
demam rematik, kanker payudara, radang usus, penyakit radang panggung ( pelvic inflammatory
disease, PID), penyakit Hodgkin, SLE, dan infeksi bakterial.
– Nilai rujukan normal CRP dengan metode sandwich imunometri adalah < 5 mg/L. Nilai rujukan ini tentu
akan berbeda di setiap laboratorium tergantung reagen dan metode yang digunakan
MCV

– MCV
  (Mean Corpuscular Volume) atau VER adalah volume rata-rata eritrosit
yang dinyatakan dengan satuan femtoliter

– MCV = x10

– Normal : 82-92 fl
MCH

– MCH
  (Mean Cospular Haemoglobin) adalah jumlah haemoglobin per-eritrosit
yang dinyatakan dalam satuan pikogram

– MCH = x10

– Normal : 27-31 pg
Farmakoterapi
Terapi Farmakologi

– First Line :
Methotrexate
PO : 2,5-7,5 mg seminggu sekali
Hydroxychloroquine
Dewasa: 400-600 mg (310-465 mg base) PO daily for 4-12 weeks; maintenance: 200-400 mg (155-310
mg base) PO daily. Maksimal 6,5 mg/kg/hari atau 400 mg/hari.
With prolonged therapy, obtain CBCs periodically
– Second Line :
Azitioprin
1,5-2,5 mg / kg bb / hari dalam dosis terbagi
Methotrexate

– Farmakokinetik:
– Penyerapan: Diserap dengan cepat dari saluran GI pada dosis rendah, dosis yang lebih tinggi kurang
terserap dengan baik. Cepat dan benar-benar diserap setelah dosis IM. Konsentrasi plasma puncak
setelah 1-2 jam (oral), 30-60 menit (IM).
– Distribusi: Jaringan dan cairan ekstraselular; melintasi sawar darah dan plasenta; masuk ke air susu ibu
Sejumlah kecil air liur dan ASI. 50% terikat pada protein plasma. Terikat sebagai konjugat poligutamat,
obat terikat dapat tetap berada di dalam tubuh selama beberapa mth, terutama di hati.
– Metabolisme: Sebagian oleh flora usus. Tidak menjalani metabolisme yang signifikan pada terapi dosis
rendah; Metabolit 7-hidroksi dideteksi pada dosis tinggi.
– Ekskresi: Terutama melalui urine; jumlah kecil di empedu, kotoran. Beberapa bukti resirkulasi
enterohepatik. Variasi interindividual ada, pasien dengan clearance tertunda berada pada peningkatan
risiko toksisitas.
Azitioprin

– Deskripsi: Azathioprine adalah turunan imidazolil dari mercaptopurine yang menghambat sintesis RNA dan DNA,
dan antagonis sintesis purin. Ini mengganggu metabolisme seluler dengan menghambat fungsi dan pembentukan
koenzim; mungkin juga menghambat mitosis.
– Farmakokinetik:
– Penyerapan: Diserap dengan baik dari saluran pencernaan. Waktu untuk konsentrasi plasma puncak: 1-2 jam
(oral).
– Distribusi: Memasuki air susu ibu (konsentrasi rendah). Pengikatan protein plasma: Kira-kira 30%.
– Metabolisme: Secara hepatik dimetabolisme menjadi 6-mercaptopurine melalui pengurangan glutathione S-
transferase (GST); selanjutnya dimetabolisme di saluran hati dan saluran pencernaan melalui 3 jalur utama:
Hypoxanthine guanine phosphoribosyltransferase (ke metabolit aktif: nukleotida 6-thioguanine), xanthine oxidase
(ke metabolit tidak aktif: asam 6-thiouric), dan thiopurine methyltransferase (ke metabolit tidak aktif: 6
-methylmercaptopurine).
– Ekskresi: Via urine (terutama sebagai metabolit). Penghapusan waktu paruh: Sekitar 2 jam.
Terapi Non Farmakologi

– Istirahat, terapi okupasi, terapi fisik, penggunaan alat bantu, penurunan berat
badan, dan operasi merupakan terapi non farmakologi pada pasien RA. Istirahat
dapat mengurangi stres pada radang sendi, mencegah kerusakan sendi, dan
membantu dalam pengentasan rasa sakit. Namun, terlalu banyak istirahat dan
imobilitas dapat menyebabkan penurunan rentang gerak, dan atrofi otot serta
kontraktur. Terapi okupasi dan fisik diperlukan untuk meningkatkan atau
mempertahankan mobilitas. Penurunan berat badan membantu untuk
meringankan stres pada radang sendi. Tenosynovectomy, perbaikan tendon,
dan penggantian sendi adalah pilihan bedah untuk pasien RA (Dipiro et al.,
2005).
PIO
Methotrexate

– Cara penggunaan: Oral

– Dosis: Dewasa: 7,5 mg seminggu sekali disesuaikan dengan respon. Tidak lebih dari 20 mg / minggu.

– Indikasi: Methotrexate diindikasikan untuk orang dewasa dengan rheumatoid arthritis berat yang
parah atau anak-anak dengan radang sendi rontokatoide poltikik poliklinik aktif

– Kontraindikasi: Gangguan ginjal atau hati yang parah, penekanan sumsum tulang belakang yang ada
sebelumnya pada pasien dengan psoriasis atau rheumatoid arthritis, penyakit hati alkoholik, AIDS,
diskrasia darah yang sudah ada sebelumnya, kehamilan (pada pasien dengan psoriasis atau
rheumatoid arthritis), menyusui
Methotrexate

Interaksi:
Methotrexate bila di minum bersamaan dengan Aceclofenac akan meningkatkan Konsentrasi serum Metotreksat
Methotrexate bila di minum bersamaan dengan Acetyldigitoxin dapat menurunkan aktivitas kardiotoksik
Metotreksat.
Methotrexate bila di minum bersamaan dengan Acitretin dapat meningkatkan aktivitas hepatotoksik
Metotreksat.

Efek Samping:
Efek samping gastrointestinal ringan, elevasi transaminase ringan dan stomatitis sering terjadi namun efek
reversibel setelah pengurangan dosis atau penghentian pengobatan. Efek samping yang serius meliputi
sitopenia, hepatotoksisitas dan pneumonitis interstisial, dan dalam kasus seperti itu MTX harus ditarik. Efek
samping utama menurut tingkat kejadian ditunjukkan dalam Kotak
Hydroxychloroquine

– Indikasi
Untuk perawatan radang sendi, penyakit outoimun, dan dapat digunakan untuk mengobati
malaria.
– Dosis
Dewasa: 400-600 mg (310-465 mg base) PO daily for 4-12 weeks; maintenance: 200-400 mg (155-
310 mg base) PO daily. Maksimal 6,5 mg/kg/hari atau 400 mg/hari.
With prolonged therapy, obtain CBCs periodically.
– Efek samping
Gangguan ginjal, gangguan hati.
– Penggunaan
Sebaiknya diminum bersama dengan makanan
Hydroxychloroquine

– Kontraindikasi
Gangguan ginjal, gangguan penglihatan (untuk anak-anak)
– Reaksi obat yang merugikan
Kerontokan rambut, fotosensitivitas, hepatitis, anemia, sakit kepala, tremor, sindrom Steve-Johnson,
dan yang lainnya
– Interaksi obat
Diminum bersamaan dengan kaolin dapat mengurangi absorpsi obat.
Diminum bersamaan dengan cimetidine menaikkan serum obat.
Hindari digoxin dan alkohol
Dan yang lainnya
– Penyimpanan
dibawah suhu 30oC
Azatioprin

– Indikasi
Mengurangi gejala Rheumatoid artritis yaitu nyeri dan pembengkakan pada sendi
sendi.
– Dosis
untuk penggunaan awal yaitu 1 mg/kg bb/ hari. Penggunaan setelahnya yaitu 1,5
sampai 2,5 mg/kg bb/ hari
– Penggunaan
Diminum dengan atau tanpa makan. Jika diminum dengan tanpa makan dan
menimbulkan gangguan pencernaan, maka diminum dengan makan. Didak
dianjurkan pemberian dengan vaksin, karena dapat menurunkan kekebalan tubuh
dan pemberian vaksin tidak efektif
Tidak boleh digunakan untuk wanita yang sedang hamil atau diduga hamil.
Kategori untuk ibu hamil adalah kategori D
– Efek samping
dapat mengakibatkan urine dan fases berdarah, mual muntah, pendarahan, diare.

– Kontraindikasi
Tidak boleh diminum bersamaan dengan obat golongan alkylating (misalnya
chlorambucii, cyclophosphamide
– Reaksi obat yang merugikan
Anemia, pendaharan pada pencernaan, stevens-Johnson syndrome, keruakan hati
dan ginjal.
Ibuprofen

Cara penggunaan: Oral

Dosis: 400-800 mg, tiga sampai empat kali sehari. Maksimal 3,2 gram per hari

Indikasi: Untuk pengobatan simtomatik rheumatoid arthritis, rheumatoid arthritis remaja

dan osteoarthritis. Dapat digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai sedang dan

untuk penanganan dismenore. Bisa digunakan untuk mengurangi demam. Telah digunakan

dengan beberapa keberhasilan untuk mengobati ankylosing spondylitis, gout dan psoriatic

arthritis. Dapat mengurangi rasa sakit, demam dan pembengkakan perikarditis. Bisa
Ibuprofen

Kontraindikasi:
Hipersensitivitas Pengobatan nyeri perioperatif dalam setting operasi CABG. Pasien yang menderita
asma, urtikaria atau reaksi alergi lainnya diendapkan oleh aspirin atau NSAID lainnya. Aktif atau riwayat
tukak lambung; riwayat perdarahan GI Neonatus dengan penyakit jantung kongenital, tersangka
necrotising enterocolitis, dan gangguan fungsi ginjal. Trimester ketiga kehamilan, dan menyusui.

Interaksi:
Ibuprofen dengan Acebutolol dapat menurunkan aktivitas antihipertensi Acebutolol.
Ibuprofen dengan Aceclofenac dapat meningkatkan risiko atau tingkat keparahan efek samping
ibuprofen.
buprofen dengan Acenocoumarol dapat meningkatkan aktivitas antikoagulan Acenocoumarol.
Ibuprofen dengan asetilsalisilat dapat meningkatkan risiko atau tingkat keparahan efek samping
ibuprofen.
Ibuprofen

Efek samping:
– Sakit perut, sedikit mulas, mual, muntah.
– Kembung, gas, diare, sembelit.
– Pusing, sakit kepala, gugup.
– Gatal ringan atau ruam kulit.
– Telinga berdenging.
MONITORING
Methotrexate

Hydroxychloroquine

(Dipiro, 2015)
Albumin

Albumin adalah protein plasma paling penting kuantitatif yang disintesis oleh hati
dan berguna sebagai indicator fungsi hati. Half life dari albumin dalam serum aalah
20 hari, maka kadar albumin tidak dapat dijadikan sebagai indicator utama dalam
diagnosa penyakit hati, karena albumin bisa dipengaruhi oleh nutrisi,
keseimbangan hormone dan tekanan osmotic
kadar normal albumin 3.5 - 4.5 gr/dl, jika kadar albumin setelah dilakukan
pengecekan 3 gr/dl atau kurang dari itu, maka dapat dicurigai terdapat penyakit
kronis pada hati pasien karena kurangnya sintesis albumin oleh hati (Thapa, 2007).
CBC

– Dalam kondisi normal, jumlah sel darah putih adalah antara 4.000 dan 11.000. Jumlah sel
darah putih yang tinggi bisa berarti ada pembengkakan (pembengkakan), yang bisa
disebabkan oleh rheumatoid arthritis (RA). Namun, infeksi, stres, dan olahraga sementara
akan meningkatkan jumlah sel darah putih juga.

– CBC juga mengukur hemoglobin, komponen sel darah merah yang mengandung zat besi dan
membawa oksigen. Hematokrit adalah persen dari total volume darah yang terbentuk dari
sel darah merah. Nilai hematokrit normal adalah 39 sampai 51% untuk laki-laki, dan 36
sampai 46% untuk wanita. Hematokrit yang lebih rendah dapat disebabkan oleh sejumlah
faktor atau kondisi, termasuk RA.
(CCF, 2017)
(CCF, 2017)
AST dan Albumin

AST

(Thapa, 2007)
Albumin
AST

AST atau Aspartate Aminotransferase diproduksi dihati. Kadar normalnya rendah,


namun pada keadaan abnormal, AST dalam darah meningkat. Biasanya
peningkatan bisa dijadikan dalam diagnose penyakit hati (WebMD, 2017).
Kadar normal AST dilaporkan adalah 10-40 u/L (Siamak, 2017).
Daftar Pustaka

Arthritis Foundation. 2017. Rheumatoid Arthritis Symptoms. Available at


http://www.arthritis.org/about-arthritis/types/rheumatoid-arthritis/symptoms.php [Accessed 03
November 2017]
DrugBank. 2017. Ibuprofen. Tersedia online di https://www.drugbank.ca/drugs/DB01050 [Diakses pada
tanggal 04 Desember 2017].
DrugBank. 2017. Methotrexate. Tersedia online di https://www.drugbank.ca/drugs/DB00563 [Diakses pada
tanggal 04 Desember 2017].
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media
Mayo Clinic. 2017. Rheumatoid Arthritis. Available at
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/rheumatoid-arthritis/symptoms-causes/syc-2035364
8
[Accessed 03 November 2017]
Gandasoebrata,R.2013.Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : EGC
Symmons, Deborah., Mathers, Colin., Pfleger Bruce. 2006. The Global Burden of
Rheumatoid Arthritis In The Year 2000. Diakses melalui :
www.who.int/healthinfo/statistics/bod_rheumatoidarthritis p pada 04 Desember
2017.
Helmick, et al.2008. Estimates of the prevalence of arthritis and other rheumatic
conditions in the United States. Part I. Di akses melalui :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18163481 04 Desember 2017.
NIAID. 2017. Overview of The Immune System. Available at
https://www.niaid.nih.gov/research/immune-system-overview. [diakses 4 Desember
2017]
Thapa, B. B. & Anuj W., 2007. Liver Function Test and Their Interpretation. tersedia
online pada http://medind.nic.in/icb/t07/i7/icbt07i7p663.pdf. [diakses pada tanggal 4
desember 2017]
The Cleveland Clinic Foundation. 2017. Arthritis & Blood Tests. Tersedia online di
https://my.clevelandclinic.org/health/articles/arthritis-and-blood-tests. Diakses pada
tanggal 4 November 2017.
https://www.webmd.com/a-to-z-guides/aspartate_aminotransferse-test#1
WebMD. 2017. What is an Aspartate Aminotransferase (AST) Test? Available at
https://www.webmd.com/a-to-z-guides/aspartate_aminotransferse-test#1 [accessed
at 04/12/2017]

Anda mungkin juga menyukai