Tutor B1
260110160054 - Khoirina N.s
B1
260110160058 - Irsarina Rahma
•NSAID merupakan senyawa turunan dari asam asetat, asam propionat, pirazol, dan zat kimia lainnya.
1. Enzim COX 1 terdapat di platelet, endotelium vaskular, epitelium gastrointestinal, otak, tulang
belakang, dan ginjal. Enzim ini berfungsi untuk meregulasi fungsi trombosit, proteksi
mukosa gastrointestinal, dan proteksi terhadap fungsi ginjal jika mengalami gangguan
perfusi.
2. Enzim COX 2 diaktivasi oleh beberapa sitokin dan menginduksi kaskade inflamasi. Enzim ini
banyak ditemukan di plak aterosklerotik, makula densa, dan interstisial medula ginjal. Enzim
ini berperan dalam persepsi nyeri serta metabolisme air dan garam. (Zahra dan Carolia, 2017).
Mekanisme Gagal Ginjal karena NSAID (2/2)
- Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor merupakan obat antihipertensi yang juga
memiliki pengaruh terhadap hemodinamik ginjal yang dapat mengurangi tekanan hidrolik
glomerulus (Nosrati, et.al, 1997).
- ACE inhibitor dapat menurunkan hipertensi glomerular dan proteinuria dengan memodifikasi
tekanan kapiler dan glomerular permselectivity (Yi, et.al, 2006).
TERAPI FARMAKOLOGI
1. Indometasin menurunkan produksi urin karena menyebabkan vasokontriksi aferen arteriol (Ruilope,
1986). NSAID menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa (Medscape, 2014).
- Penatalaksanaan Oliguria
- Penatalaksanaan Hipertensi
Dilakukan dialisis dan dilanjutkan dengan penggunaan obat anti hipertensi golongan diuretik.
- Mengurangi pendarahan GI
Digunakan Ranitidin.
Guideline
Pengobatan
Hipertensi
Lebih cepat dari 6 hingga 8 jam setelah dosis sebelumnya sampai efek diuretik yang diinginkan
telah diperoleh.
Dosis pemeliharaan: Berikan dosis yang memberikan efek diuretik yang diinginkan sekali atau
dua kali sehari (mis., Pukul 8 pagi dan 2 siang).
Dosis maksimum: 600 mg / hari pada pasien dengan keadaan edematosa yang parah secara
klinis
Insulin
Aktivitas utama insulin adalah regulasi metabolisme glukosa. Insulin mempromosikan
pengambilan glukosa dan asam amino ke jaringan otot dan adiposa, dan jaringan lain kecuali otak dan
hati. juga memiliki peran anabolik dalam merangsang glikogen, asam lemak, dan sintesis protein
(Arifin, 2012).
Intermediate acting insulin
Efek samping : udema sementara, rekasi lokal dan hipertropi lemak pada daerah injeksi,
kelebihan dosis menyebabkan hipoglikemia
(Pionas, 2015)
Pioglitazone
Indikasi: diabetes mellitus tipe 2
Peringatan: retensi cairan, gagal jantung, peningkatan berat badan, udem, pantau fungsi hati, hentikan jika terjadi ikterus, pantau nilai
hemoglobin dan hematokrit, hipoglikemia, fraktur pada penggunaan jangka panjang, wanita hamil dan menyusui.
Interaksi:
hipoglikemia dapat terjadi dengan pemberian bersamaan sulfonilurea, penghambat CYP2C8 (seperti gemfibrozil) dapat meningkatkan
kadar pioglitazon dalam darah, dan penginduksi CYP2C8 (seperti rifampisin) dapat menurunkan kadar pioglitazon dalam darah.
Kontraindikasi:
hipersensitivitas, gagal jantung atau memiliki riwayat gagal jantung, kerusakan hati, ketoasidosis diabetik, kanker kandung kemih atau
riwayat kanker kandung kemih, penggunaan bersama insulin.
Efek Samping: Gangguan saluran cerna, peningkatan BB, edema, anemia, sakit kepala, gangguan penglihatan, dll.
(PIONAS, 2015)
Ranitidin
Ranitidin digunakan untuk mengurangi terjadinya pendarahan GI akibat gagal ginjal akut.
Indikasi : tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis, dispepsia episodik kronis, tukak akibat AINS,
tukak duodenum karena H.pylori, sindrom Zollinger-Ellison, kondisi lain dimana pengurangan asam lambung
akan bermanfaat.
Efek samping : diare dan gangguan saluran cerna lainnya, pengaruh terhadap pemeriksaan fungsi hati (jarang,
kerusakan hati), sakit kepala, pusing, ruam dan rasa letih.
Dosis : Injeksi intravena lambat: 50 mg diencerkan sampai 20 mL dan diberikan selama tidak kurang dari 2
menit; dapat diulang setiap 6-8 jam.
(Pionas, 2015)
TERAPI NONFARMAKOLOGI
•Pembatasan asupan protein dan kalium. Asupan karbohidrat tinggi akan mencegah
metabolisme protein dan mengurangi pembentukan zat-zat sisa bernitrogen (Corwin,
2000).
•Jika ekskresi cairan meningkat, maka naikan asupan cairan yang optimal sebanyak 2
liter/hari (Mueller, 2005).
Brady dan Brenner, 2005.
Monitoring Pasien
Adrian,Steven Johanes., dan Tommy. 2019. Hipertensi Esensial: Diagnosis dan Tatalaksana Terbaru pada Dewasa. CDK-274/ vol. 46 no. 3
Brown,et al. 2003. Evaluation of the effects of inhibition of angiotensin converting enzyme with enalapril with induced chronic
renal insuffiency.Am J Vet.
Kenward, R., dan Tan, C.K, 2003, Penggunaan Obat Pada Gangguan Ginjal, dalam Aslam Farmasi Klinis: Menuju Pengobatan
Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien 2003, 140-153, PT. Elex Media KomputindoGramedia, Jakarta.
Medsafe. 2013. NSAIDs and Acute Kidney Injury. Prescriber Update Vol 34(2):14–15. Tersedia online di
http://medsafe.govt.nz/profs/PUArticles/June2013NSAIDS.htm.
Nash K, Hafeez A, Hou S: 2002; Hospital-acquired renal insufficiency. American Journal of Kidney Diseases 39:930-936.
Nosrati SM, Khwaja S, El-Shawawi M, Massry SG. 1997. Effect of angiotensin converting enzyme inhibition by perindopril on
proteinuria of primary renal disease. Am J Nephrol. 17:511-7
Pionas 2015. Harty,John. 2014. Prevention and Management of Acute Kidney Injury. Ulster Med J. 2014 Sep; 83(3): 149–157.
PIONAS. 2015. Humulin N. Tersedia Online di http://pionas.pom.go.id/obat/humulin-n . [Diakses pada tanggal 14 Mei 2019]
PIONAS. 2015. Pioglitazon. Tersedia Online di http://pionas.pom.go.id/monografi/pioglitazon . [Diakses Pada Tanggal 14 Mei 2019]
Pionas. 2015. Ranitidin. Diakses di http://pionas.pom.go.id/monografi/ranitidin [tanggal 12 Mei 2019 pukul 21.37 WIB]
Ruilope, M et al. 1986. Effects of Long-term Treatment withIndomethacin on Renal Function. Journal of The American Heart
Association 8 (8) 1986 : 677-684.
Sinto, R. dan Nainngolan, G. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis dan Tata Laksana. 2010. Maj Kedokt Indon. Vol 60 (2).
Yi Z, Li Z, Wu XC, He QN, Dang XQ, He XJ. 2006. Effect of fosinopril in children with steroid-resistant idiopathic
nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol.;21:967-72.
Zahra, A. P. dan Carolia, N. 2017. Obat Anti-inflamasi Non-steroid (OAINS): Gastroprotektif vs Kardiotoksik. Majority. Vol. 6 (3) : 153 –
158.