Anda di halaman 1dari 19

Kelompok 7

Anggota :
1. Enersi Agrey Nelly Putri (F0G020067)
2. Sandra Maretha Novelnda(F0G020068)
3. Pipi Ulan Sari(F0G020068)

Dosen Pengampuh : Deni Maryani, S.ST, M.Keb.


KETEPATAN MENGANALISA INTAKE
DAN OUTPUT
KEBUTUHAN ELEKTROLIT DAN
CAIRAN TUBUH
Cairan dan Elektrolit
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah
satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit
melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah
larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah
zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika
berada dalam larutan.
Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke
dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung
satu dengan yang lainnya jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada
yang lainnya. Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan
intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh,
sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari
tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan
transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler,
cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan
traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan
intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
Intake Cairan dan Elektrolit Tubuh

 Intake cairan yaitu jumlah atau volume kebutuhan tubuh


manusia akan cairan perhari. Selama aktivitas dalam
temperatur yang sedang orang dewasa memerlukan kadar air
sekitar1500 ml perhari, sedangkan cairan tubuh kira-kra 2500
ml perhari sehimgga kekurangan sekitar1000 ml perhari
makanan, dan oksidasi selama proses metabolisme.
 1) Baroreseptor
Baroreseptor merupakan reseptor syaraf kecil, mendeteksi
perubahan-perubahan pada tekanan dalam pembuluh darah dan
menyampaikan informasi kepada saraf pusat. Baroreseptor
bertanggung jawab untuk memonitor volume yang bersirkulasi
dan mengatur aktivitas neural simpatis dan parasimpatis.
2) Renin
Enzim yang mengubah angiotensinogen, suatu substansi tidak aktif yang
dibentuk oleh hepar, menjadi angiotensin I dan angiotensin II. Suatu enzim yang
dilapaskan dalam kapiler paru-paru merubah angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II, dengan kemampuan vasokonstriktornya, meningkatkan tekanan
perfusi arteri dan menstimulasi rasa haus. Jika system saraf simpati distimulasi,
aldosteron dilepaskan sebagai respon terhadap adanya peningkatan dari
pelepasan rennin. Aldosteron merupakan pengaturan volume dan juga akan
dilepaskan jika kalium serum meningkat, natrium serum menurun, ACTH
meningkat.

3) ADH dan mekanisme rasa haus


  Mempunyai peran penting dalam mempertahankan konsentrasi natrium dan
masukan cairan oral. Masukan air dikendalikan oleh pusat rasa haus yang berada
di hipotalamus. Jika konsentrasi serum atau osmolalitas meningkat atau jika
volume darah menurun, neuron dalam hipotalamus distimulasi oleh dehidrasi
intraseluler, rasa haus kemudian timbul dan orang tersebut meningkatkan asupan
cairan oral.
4) Osmoreseptor
  Terletak pada permukaan hipotalamus, merasakan perubahan
dalam konsentrasi natrium. Jika tekanan osmotik meningkat,
neuron mengalami dehidrasi dan dengan cepat melepaskan impuls
ke pituitary posterior yang meningkatkan pelepasan ADH.
Pengembalian tekanan osmotik normal memberikan umpan
balik ke osmoreseptor untuk mencegah pelepaan ADH lebih
lanjut.
Output Cairan dan Elektrolit
Secara umum, terdapat empat rute pengeluaran cairan, yaitu:
a) Ginjal
Ginjal adalah regulator utama keseimbangan cairan dan elektrolit. Kira-kira
180 L plasma difilter setiap hari oleh ginjal. Dari volume ini, kira-kira 1500
ml urine diekskresikan setiap hari. Pada orang dewasa, ginjal setiap menit
menerima sekitar 125 ml plasma untuk disaring dan memproduksi urine
sekitar 60 ml 940 sampai 80 ml) dalam setiap jam atau totalnya sekitar 1,5
L dalam satu hari. Volume, komposisi, dan konsentrasi urine sangat
bervariasi dan akan tergantung pada penambahan dan kehilangan cairan.
Jumlah urine yang diproduksi ginjal dipengauhi oleh Anti Diuretic Hormon
(ADH) dan aldosteron. Hormon-hormon ini mempengaruhi ekskresi air dan
natrium serta distimulasi oleh perubahan volume darah.
Pada konsentrasi urine maksimal (1400 m Osm/kg), sedikitnya 400 ml urine
harus diproduksi untuk mengekskresi sisa metabolik setiap hari. Bayi, lansia,
dan individu dengan gangguan ginjal yang tidak dapat memekatkan urinenya
secara maksimal akan mengalami kehilangan air yang lebih besar.
Sehingga, mereka harus menghasilkan urine dalam jumlah yang sangat
besar untuk mengekskresikan kelebihan sisa metaboliknya setiap hari.
b) Kehilangan air tak kasat mata
  Kehilangan evaporatif dari kulit dan terjadi tanpa kesadaran individu.
Kehilangan cairan ini terjadi pada kecepatan 6 ml/kg/24 jam rata-rata pada orang
dewasa, tetapi dapat meningkat secara bermakna pada demam atau luka bakar.
Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, khususnya dengan berat badan kurang
dari 1 kg, cenderung mengalami kehilangan cairan takkasat mata sangat cepat
karena beberapa faktor, termasuk luas permukaan kulit yang lebih besar dan
peningkatan kandungan air kulit. Penggunaan penghangat radian akan secara
bermakna meningkatkan kehilangan cairan
takkasat mata pada bayi. Cairan takkasat mata hampir bebas elektrolit dan harus
dipertimbangkan semata-mata kehilangan air.
Kira-kira 400 ml cairan takkasat mata hilang melalui paru setiap hari.
Kehilangan cairan dapat meningkat sebagai respon terhadap adanya perubahan
frekuensi dan kedalaman pernafasan, seperti seseorang yang melakukan olah
raga berat dan orang yang mengalami demam. Alat untuk memberikan oksigen
juga dapat meningkatkan kehilangan air yang tidak dirasakan dari paru-paru
(oksigen lebih kering daripada udara di ruangan).
c) Keringat
 
Keringat merupakan cairan kasat mata yang keluar dari tubuh. Keringat ini penting
untuk menghilangkan panas tubuh, cairan ini bersifat hipotonik. Cairan ini tidak mengandung
elektrolit dalam jumlah yang bermakna. Kehilangan cairan melalui keringat sangat bervariasi
dengan tingkat aktivitas individu (misalnya banyaknya olah raga), aktivitas metabolik dan
suhu lingkungan.

d) Saluran gastrointestinal (GI Track)


 
Saluran gastrointestinal dalam kondisi normal bertanggung jawab pada 100-200 ml
kehilangan air setiap hari. Gastrointestinal memegang peranan penting dalam pengaturan
cairan, karena hampir semua cairan didapatkan di GI. Pada kondisi sakit, gastrointestinal
bisa menjadi sisi kehilangan cairan mayor, karena kira-kira 6-8 L cairan isotonik disekresikan
dan direabsorpsi keluar dari saluran gastrointestinal setiap hari. Kehilangan gastrointestinal
abnormal (misal penghisapan naso gastrik, muntah, diare) dapat menimbulkan kehilangan
cairan yang sangat besar. Komposisi sekresi GI bervariasi sesuai lokasi dalam saluran GI. Di
atas pylorus, kehilangan adalah isotonik dan kaya natrium, kalium, klorida dan hydrogen. Di
bawah pylorus, kehilangan adalah isotonik dan kaya natrium, kalium, dan bikarbonat. Diare
dari usus besar adalah hipotonik.
e) Hormon
 
Hormon utama yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit adalah ADH
dan aldosteron. Keadaan kekurangan air akan meningkatkan osmolalitas darah dan keadaan
ini akan direspon oleh kelenjar hipofisis
dengan melepaskan ADH. ADH akan menurunkan produksi urine dengan cara meningkatkan
reabsorsi air oleh tubulus ginjal. Selama periode sementara kekurangan volume cairan,
seperti yang terjadi pada muntah dan diare atau perdarahan, jumlah ADH di dalam darah
meningkat , akibatnya reabsorpsi air oleh tubulus ginjal meningkat dan air akan
dikembalikan ke dalam volume darah sirkulasi. Dengan demikian , keluaran urine akan
berkurang sebagai respon terhadap kerja hormon ADH.
Aldosteron merupakan suatu mineralokortikoid yang diproduksi oleh korteks adrenal.
Aldosteron mengatur keseimbangan natrium dan kalium dengan menyebabkan tubulus
ginjal mengekskresikan kalium dan mengabsorpsi natrium. Akibatnya air juga akan
direabsorpsi dan dikembalikan ke volume darah. Kekurangan volume cairan, misal karena
perdarahan atau kehilangan cairan pencernaan, dapat menstimuli sekresi aldosteron ke
dalam darah.
Glukokortikoid mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit. Sekresi hormon
glukokortikoid secara normal tidak menyebabkan ketidakseimbangan cairan utama, namun
kelebihan hormon di dalam sirkulasi dapat menyebabkan tubuh menahan natrium dan air
yang kita kenal sebagai sindrom Cushing.
Pengertian dan Pengaturan Elektrolit
 Elektrolit merupakan substansi yang berdisosiasi (terpisah) di dalam larutan dan
akan menghantarkan arus listrik. Elektrolit berdisosiasi menjadi ion positif dan
negatif dan diukur dengan kapasitasnya untuk saling berikatan satu sama lain
(miliekuivalen/liter/ atau mEq/L) atau dengan berat molekul dalam gram
(milimol/liter atau mol/L). Kation merupakan ion-ion yang membentuk muatan
positif dalam larutan. Kation ekstraseluler utama adalah natrium (Na+), sedangkan
kation intraseluler utama adalah kalium (K+). Sistem pompa terdapat di dinding
sel tubuh yang memompa natrium keluar dan kalium ke dalam. Anion adalah ion-
ion, yang membentuk muatan negatif dalam larutan. Anion ekstraseluler utama
adalah klorida (Cl, sedangkan anion intraseluler utama adalah ion fosfat (PO43).
 Kerja ion-ion ini mempengaruhi transmisi neurokimia dan transmisi
neuromuskuler, yang mempengaruhi fungsi otot, irama dan kontraktilitas jantung,
perasaan (mood) dan perilaku, fungsi pencernaan serta fungsi-fungsi yang
lain. Elektrolit berhubungan minimal dengan empat proses fisiologis dasar,
yaitu:
 1) Distribusi air dalam kompartemen CIS dan CES
 2) Iritabilitas neuromuskuler
 3) Keseimbangan asam-basa
 4) Pemeliharaan tekanan osmotik
Elektrolit yang Penting dalam Tubuh adalah:
1) Natrium  
Natrium mempengaruhi distribusi air tubuh lebih kuat daripada elektrolit lain. Natrium mampu
menarik air, sehinggga natrium merupakan faktor utama yang menentukan volume
ekstraseluler. Gangguan pada natrium dianggap sebagai gangguan volume ekstraseluler.
Natrium terlibat dalam mempertahankan keseimbangan air, mentransmisi impuls syaraf, dan
melakukan kontraksi otot. Air mengikuti natrium dalam dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit. Apabila ginjal menahan natrium, maka cairan juga ditahan, sebaliknya jika ginjal
mengekskresikan natrium, maka air juga akan diekskresikan.
Natrium diatur oleh asupan garam, aldosteron dan keluaran urine. Sumber utama natrium
adalah garam dapur, daging yang telah diolah, makanan ringan dan makanan kaleng. Rata-
rata masukan natrium setiap hari jauh melebihi dari kebutuhan tubuh setiap hari. Ginjal
bertanggung jawab untuk mengekskresikan kelebihan dan dapat menyimpan natrium selama
periode pembatasan natrium ekstrem. Individu yang memiliki fungsi ginjal normal akan dapat
mempertahanakan kadar natrium serum dalam batas normal melalui ekskresi natrium dala
urine. Konsentrasi natrium dipertahankan melalui pengaturan masukan dan ekskresi natrium.
Nilai laboratorium normal untuk natrium serum adalah 135 sampai 145 mEq/L. Konsentrasi
natrium yang tinggi (hipernatremia), osmolalitas serum meningkat, merangsang pusat haus
dan menyebabkan peningkatan hormon antidiuretik (ADH) oleh kelenjar hipofisis posterior.
Peningkatan natrium dapat ditemui pada kondisi hiperventilasi, cidera kepala, demam,
diabetes insipidus, penurunan sekresi ADH, dan ketidakmampuan ginjal berespon terhadap
ADH. Konsentrasi natrium yang rendah (hiponatremia), membuat ginjal mengeluarkan air.
Kondisi hiponatremia bisa
dijumpai pada kondisi adanya gangguan mekanisme sekresi ADH (misal pada cidera kepala,
stess fisiologis dan psikologis yang berat).
2) Kalium
 
Kalium adalah kation utama intraseluler. Kalium memegang peranan penting dalam metabolisme sel,
mengatur eksitabilitas (rangsangan) neuromuskuler, kontraksi otot, mempertahankan keseimbangan osmotik dan
potensial listrik membran sel dan untuk memindahkan glukosa ke dalam sel. Kalium dalam jumlah banyak terletak
dalam sel, dan dalam jumlah relatif kecil (kira-kira 2% ) terletak dalam cairan ekstraseluler. Rasio kalium dalam CES
dan CIS membantu menentukan potensial istirahat membran sel otot dan syaraf, maka perubahan pada kadar
kalium plasma dapat mempengaruhi fungsi neuromuskuler dan jantung.
Distribusi kalium antara CES dan CIS dipengaruhi oleh pH darah, masukan diet, hormon (aldosteron, insulin dan
efinefrin), dan terapi diuretik. Tubuh menambah kalium dari makanan (gandum utuh, daging, polong-polongan,
buah-buahan dan sayur mayur) dan obat-obatan. Selain itu, CES manambah kalium kapan saja ketika ada
kerusakan sel-sel (katabolisme jaringan) atau gerakan kalium ke luar sel. Biasanya gangguan kalium tidak terjadi
kecuali terdapat penurunan yang bersamaan dengan fungsi ginjal. Kalium hilang dari tubuh melalui ginjal, saluran
gastrointestinal (GI) dan kulit. Kalium dapat hilang dari CES karena perpindahan intraseluler dan anabolisme
jaringan.
Pengatur kadar kalium adalah ginjal, dengan cara mengatur jumlah kalium yang diekskresikan melalui urine.
Suatu kondisi yang menurunkan pengeluaran urine akan menurunkan pengeluaran kalium. Mekanisme pengaturan
lain adalah dengan pertukaran ion kalium dengan ion natrium di tubulus ginjal, apabila natrium dipertahankan,
kalium diekskresikan. Hormon aldosteron juga meningkatkan ekskresi kalium, jadi kondisi yang meningkatkan
kadar aldosteron (seperti pemberian kortikosteroid atau stress pasca bedah) akan meningkatkan ekskresi kalium
dalam urine. Kemampuan ginjal untuk menyimpan kalium tidak sekuat dalam menyimpan natrium, sehingga masih
ada kemungkina kalium hilang dalam urine pada kondisi kekurangan kalium. Kadar kalium normal adalah 3,5
sampai 5,3 mEq/L. Kadar kalium yang rendah (hipokalemia) bisa terjadi karena kondisi alkalosis (alkalosis
mendorong kalium masuk ke dalam sel), sedangkan kalium tinggi (hiperkalemia) terjadi pada asidosis (asidosis
mendorong kalium keluar sel).
3) Kalsium
 
Kalsium merupakan elektrolit paling banyak di dalam tubuh, terutama terdapat dalam tulang. Kalsium dijumpai dalam darah
dalam dua bentuk yaitu kalsium bebas terionisasi yang terdapat dalam sirkulasi dan kalsium yang berikatan dengan protein.
Bentuk yang berikatan ini berikatan dengan priotein plasma (albumin) dan zat-zat kompleks lainnya seperti fosfat. Kurang dari 1%
dari kalsium tubuh dikandung dalam cairan ekstraseluler, konsentrasi ini diatur oleh hormon paratiroid dan parathyroid. Berikut
adalah bentuk-bentuk kalsium yang terdapat di dalam cairan tubuh:
a) Terionisasi (4,5 mg/100 ml)
b) Tidak dapat berdifusi, yang merupakan kalsium kompleks terhadap anion protein (5 mg/100 ml)
c) Garam kalsium, seperti kalsium sitrat dan kalsium fosfat (1 mg/100ml).
 
Kadar kalsium mempunyai efek pada fungsi neuromuskuler, status jantung, dan pembentukan tulang, integritas dan struktur
membran sel, koagulasi darah dan relaksasi otot. Kalsium di dalam cairan ekstrasel diatur oleh hormon paratiroid dan kalsitonin.
Hormon parathyroid (PTH) mengontrol keseimbangan kalsium, absorpsi kalsium di gastrointestinal, dan ekskresi kalsium di ginjal.
Hormon parathyroid (PTH) dilepaskan oleh kelenjar parathyroid dalam respon terhadap kadar kalsium serum rendah. Ia
meningkatkan resorpsi tulang (gerakan kalsium dan fosfor keluar tulang) mengaktivasi vitamin D, meningkatkan absorpsi kalsium
dari saluran gastrointestinal, dan merangsang ginjal menyimpan kalsium dan mengekskresi fosfor. Kalsitonin dihasilkan oleh
kelenjar tyroid bila kadar kalsium serum meningkat, ini akan menghambat resopsi tulang. Gangguan dalam keseimbangan kalsium
akibat perubahan pada metabolisme tulang, sekresi hormon parathyroid, disfungsi ginjal, dan masukan diet berkurang.

4) Klorida
 
Klorida merupakan elektrolit utama CES. Kadar klorida dalam darah secara pasif berhubungan dengan kadar natrium,
sehingga bila natrium serum meningkat, klorida juga meningkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan atau penambahan
klorida seringkali mempengaruhi kadar natrium. Keseimbangann klorida dipertahankan melalui asupan makanan dan ekskresi
serta reabsorpsi renal. Kadar klorida yang meningkat disebabkan oleh dehidrasi, gagal ginjal, atau asidosis. Kadar klorida yang
menurun disebabkan oleh hilangnya cairan dalam saluran gastrointestinal (mual, muntah, diare, atau pengisapan lambung).
Klorida diatur melalui ginjal, jumlah yang diekskresikan berhubungan dengan asupan makanan. Seseorang yang memiliki ginjal
normal yang mengkonsumsi klorida dalam jumlah besar, akan mengekskresikan klorida yang lebih tinggi dalam urine.Nilai
laboratorium normal untuk klorida serum adalah 100-106 mEq/L.
5) Magnesium
 
Magnesium merupakan kation terbanyak kedua di dalam cairan intrasel setelah kalium. Magnesium diperoleh secara normal
dari asupan diet. Magnesium tubuh, kira-kira 50-60% terletak dalam tulang dan kira-kira 1% terletak di CES. Kira-kira seperempat
sampai sepertiga dari magnesium plasma terikat pada protein, sebagian kecil berikatan dengan substansi lain (kompleks), dan bagian
sisanya terionisasi atau bebas.
Magnesium merupakan ion utama intrasel, ia memainkan perana vital fungsi seluler normal. Secara khusus, magnesium berperan
dalam mengaktifkan enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat dan protein, dan mencetuskan pompa kalium-natrium.
Magnesium juga berperan dalam transmisi aktivasi neuromuskular, transmisi dalam sistem saraf pusat dan fungsi miokard.
Magnesium diatur oleh beberapa faktor, yaitu absorpsi gastrointestinal, vitamin D dan ekskresi ginjal. Secara normal, hanya sekitar
30-40% diet magnesium diabsorpsi. Ekskresi ginjal terhadap perubahan kadar magnesium untuk mempertahankan keseimbangan
magnesium, dipengaruhi oleh ekskresi natrium dan kalium, volume CES, serta adanya hormon parathyroid (PTH). Ekskresi menurun
dengan peningkatan PTH, penurunan ekskresi kalsium-natrium, dan kekurangan volume cairan. Nilai normal magnesium serum
adalah 1,5-2,5 mEq/L.

6) Bikarbonat
 
Bikarbonat merupakan buffer dasar kimia yang utama di dalam tubuh. Ion bikarbonat ditemukan dalam CES dan CIS.
Bikarbonat diatur oleh ginjal, apabila tubuh memerlukan lebih banyak basa, ginjal akan mereabsorpsi bikarbonat dalam jumlah yang
lebih besar dan bikarbonat tersebut akan dikembalikan ke dalam cairan ekstrasel. Bikarbonat merupakan ion penting dalam sistem
buffer asam karbonat-bikarbonat yang berperan dalam kesimbangan asam-basa.
Nilai normal bikarbonat adalah 22-26 mEq/L. Dalam darah vena, bikarbonat diukur melalui karbondioksida dan nilai bikarbonat
normal pada dewasa adalah 24-30 mEq/L.

7) Fosfat
 
Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Fosfat dan kalsium membantu mengembangkan dan
memelihara tulang dan gigi. Fosfat juga meningkatkan kerja neuromuskuler normal, berpartisipasi dalam metabolisme karbohidrat,
dan membantu pengaturan asam-basa. Fosfat secara normal diabsorpsi melalui saluran gastrointestinal. Konsentrtasi fosfat serum
diatur oleh ginjal, hormon parathyroid dan vitamin D teraktivasi. Nilai normal fosfat serum adalah 2,5-4,5 mg/100 ml.
Rumus Menghitung Tetesan Infus
1) DEWASA (MAKRO 20 TETES/MENIT)
𝑻𝒆𝒕𝒆𝒔𝒂𝒏/𝑴𝒆𝒏𝒊𝒕=𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑎𝑠𝑢𝑘𝐿𝑎𝑚𝑎 𝐼𝑛𝑓𝑢𝑠 (𝐽𝑎𝑚)𝑥 3 𝒂𝒕𝒂𝒖

2) DEWASA (MAKRO 15 TETES/MENIT)


 𝑻𝒆𝒕𝒆𝒔𝒂𝒏/𝑴𝒆𝒏𝒊𝒕=𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑎𝑠𝑢𝑘𝐿𝑎𝑚𝑎 𝐼𝑛𝑓𝑢𝑠 (𝐽𝑎𝑚)𝑥 4
ATAU 𝑻𝒆𝒕𝒆𝒔𝒂𝒏/𝑴𝒆𝒏𝒊𝒕=Σ𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑇𝑒𝑡𝑒𝑠𝑎𝑛𝐿𝑎𝑚𝑎 𝐼𝑛𝑓𝑢𝑠 (𝐽𝑎𝑚)𝑥 60 𝑀𝑒𝑛𝑖𝑡
𝒌𝒆𝒕𝒆𝒓𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏; Faktor tetesan infus bermacam-macam à Lihat Label dalam cairan, ada yang 10 tetes/menit, 15
tetes/menit, dan 20 tetes/menit.

3) ANAK
 𝑻𝒆𝒕𝒆𝒔𝒂𝒏/𝑴𝒆𝒏𝒊𝒕=𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑎𝑠𝑢𝑘𝐿𝑎𝑚𝑎 𝐼𝑛𝑓𝑢𝑠 (𝐽𝑎𝑚)

CONTOH SOAL 1:
Seorang pasien dengan berat 65 kg datang ke klinik dan membutuhkan 2.400 ml cairan RL. Berapa tetes infus
yang dibutuhkan jika kebutuhan cairan pasien mesti dicapai dalam waktu 12 jam? Pada label tertulis 15 tetes.
 Diketahui:
 Cairan = 2.400 ml (cc)
 Waktu = 12 jam
 Faktor tetesan = 15 tetes
Pertanyaan:
 Berapa Tetes per menit?
 Jawab : 𝑻𝒆𝒕𝒆𝒔𝒂𝒏/𝑴𝒆𝒏𝒊𝒕=𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑎𝑠𝑢𝑘𝐿𝑎𝑚𝑎 𝐼𝑛𝑓𝑢𝑠 (𝐽𝑎𝑚)𝑥 4
 𝑻𝒆𝒕𝒆𝒔𝒂𝒏/𝑴𝒆𝒏𝒊𝒕=2.40012 𝑥 4 à =2.40048 à = 50 tetes/menit

Contoh soal 2
 Seorangpasien datang ke RSUD dan membutuhkan 500 ml cairan RL. Berapa tetes infus yang dibutuhkan jika
kebutuhan cairan pasien mesti dicapai dalam waktu 100 menit? Pada label tertulis 20 tetes.
Diketahui:
 Cairan = 500 ml (cc)
 Waktu = 100 menit
 Faktor tetes Terumo = 20 tetes
Pertanyaan:
 Berapa Tetes per menit?
 Jawab : 𝑻𝒆𝒕𝒆𝒔𝒂𝒏/𝑴𝒆𝒏𝒊𝒕=𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑎𝑠𝑢𝑘𝐿𝑎𝑚𝑎 𝐼𝑛𝑓𝑢𝑠 (𝐽𝑎𝑚 )𝑥 3
 𝑻𝒆𝒕𝒆𝒔𝒂𝒏/𝑴𝒆𝒏𝒊𝒕=5001,66 𝑥 3 à 5004,98 à = 100 tetes/menit

a. Prosedur Pemasangan Infus  


Mempersiapkan alat:
 1) Standar infuse.
 2) Infus set.
 3) Cairan sesuai dengan kebutuhan pasien.
 4) Jarum infus/abocath atau sejenisnnya sesuai dengan ukuran.
 5) Pengalas.
 6) Tourniquet/pembendung.
 7) Kapas alkohol 70 %.
 8) Plester.
 9) Gunting.
 10) Kasa steril.
 11) Betadin.
 12) Sarung tangan.
Prosedur Kerja
1) Mencuci tangan
2) Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
3) Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukan ke dalam botol infus (cairan).
4) Isi cairan kedalam infus set dengan menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi
sebagian dan buka penutup hingga selang terisi dan keluar udarannya.
5) Letakkan pengalas.
6) Lakukan pembendungan dengan tourniquet.
7) Gunakan sarung tangan.
8) Desinfeksi daerah yang akan ditusuk.
9) Lakukan penusukkan dengan arah jarum ke atas.
10) Cek apakah sudah mengenai vena dengan ciri darah keluar melalui jarum infus/abocath..
11) Tarik jarum infus dan hubungkan dengan selang infus.
12) Buka tetesan.
13) Lakukan desinfeksi dengan betadin dan tutup dengan kasa steril.
14) Beri tanggal, jam pelaksanaan infus pada plester.
15) Rapikan alat
16) Evaluasi respon klien
17) Cuci tangan
18) Dokumentasikan tindakan dan hasil observasi yang dilakukan pada catatan keperawatan

 
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
WASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH

Anda mungkin juga menyukai