Anda di halaman 1dari 7

MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI YANG UMUM TERJADI

DAN UPAYA UNTUK MENGATASINYA

Dosen Pengampuh :
Asmariyah, S.ST., M.Keb

Disusun oleh :
Kelompok 7
Tingkat 2b

❖ Ceni Pratiwi (F0G020073)


❖ Tria Utami (F0G020053)
❖ Tri Anita Febbri Wulandari (F0G020071)

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
TAHUN AJARAN 2021/2022
A. PENGERTIAN KESEHATAN REPRODUKSI

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik,mental,dan sosial secara


utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu yang berkaitan
dengan system reproduksi, fungsi dan prosesnya (WHO).

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sempurna fisik, mental dan kesejahteraan


social dan tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang
berkaitan dengan system reproduksi dan fungsi serta proses (ICPD, 1994).

Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan
sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta
proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta
dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan
material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, spiritual yang memiliki
hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan antara keluarga
dengan masyarakat dan lingkungan (BKKBN,1996).

Kesehatan reproduksi adalah kemampuan seseorang untuk dapat memanfaatkan alat


reproduksi dengan mengukur kesuburannya dapat menjalani kehamilannya dan
persalinan serta aman mendapatkan bayi tanpa resiko apapun (Well Health Mother Baby)
dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal (IBG. Manuaba, 1998).
Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik,
mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi
yang pemikiran kesehatan reproduksi bukannya kondisi yang bebas dari penyakit
melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan
memuaskan sebelum dan sesudah menikah (Depkes RI, 2000).

B. TUJUAN KESEHATAN REPRODUKSI

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Kesehatan Reproduksi yang menjamin


setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang bermutu, aman
dan dapat dipertanggung jawabkan, dimana peraturan ini juga menjamin kesehatan
perempuan dalam usia reproduksi sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat,
berkualitas yang nantinya berdampak pada penurunan Angka Kematian Ibu. Didalam
memberikan pelayanan Kesehatan Reproduksi ada dua tujuan yang akan dicapai, yaitu
tujuan utama dan tujuan khusus.
1. Tujuan Utama
Memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada perempuan
termasuk kehidupan seksual dan hak-hak reproduksi perempuan sehingga dapat
meningkatkan kemandirian perempuan dalam mengatur fungsi dan proses reproduksinya
yang pada akhirnya dapat membawa pada peningkatan kualitas kehidupannya.

2. Tujuan Khusus
a.Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi
reproduksinya.
b. Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan kapan
hamil, jumlah dan jarak kehamilan.
c. Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari perilaku
seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan dan
anakanaknya.

Dukungan yang menunjang wanita untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan
proses reproduksi, berupa pengadaan informasi dan pelayanan yang dapat memenuhi
kebutuhan untuk mencapai kesehatan reproduksi secara optimal.

Tujuan diatas ditunjang oleh undang-undang kesehatan No. 23/1992, bab II pasal 3
menyatakan: “Penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat”, dalam Bab III Pasal 4 “Setiap orang
menpunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

C. SASARAN KESEHATAN REPRODUKSI

Terdapat dua sasaran Kesehatan Reproduksi yang akan dijangkau dalam memberikan
pelayanan, yaitu sasaran utama dan sasaran antara.

1. Sasaran Utama.
Laki-laki dan perempuan usia subur, remaja putra dan putri yang belum
menikah. Kelompok resiko: pekerja seks, masyarakat yang termasuk keluarga
prasejahtera.

Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja

a. Seksualitas.
b. Beresiko/menderita HIV/AIDS.
c. Beresiko dan pengguna NAPZA.
2. Sasaran Antara
Petugas kesehatan : Dokter Ahli, Dokter Umum, Bidan, Perawat, Pemberi
Layanan Berbasis Masyarakat.
a. Kader Kesehatan, Dukun.
b. Tokoh Masyarakat.
c. Tokoh Agama.
d. LSM.

D. HASIL OBSERVASI MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI YANG


SERING TERJADI.
1. Masalah gender
a. Pengertian gender
Gender dianggap melawan kodrat dan menentang lingkungan sekeliling, dan
menentang kehendak Ilahi. Hal ini menyebabkan seakan-akan gender menciptakan
dikotomi antara laki-laki dan perempuan, dan dipandang seakan-
akan gender adalah perlawanan perempuan terhadap laki-laki.
Gender tercipta melalui proses sosial budaya yang panjang pada suatu masyarakat
dan dapat berbeda dari suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Sosialisasi gender telah dimulai dari bayi dan terus-menerus diperkuat selama
masa hidup seseorang.
Gender bukanlah perbedaan jenis kelamin melainkan perbedaan fungsi dan
peran sosial yang dibentuk oleh masyarakat sekitar terhadap perempuan dan laki-
laki yang melahirkan pembagian Peran dan Fungsi sosial yang berbeda.
Pembagian peran dan fungsi sosial tersebut berdasarkan apa yang dianggap pantas
dan tidak pantas dilakukan oleh perempuan dan laki-laki, yang diatur menurut
nilai-nilai, norma, adat istiadat dan kebiasaan dalam masyarakat. Oleh
karenanya gender bukanlah kodrat, karena dapat dipertukarkan antara tempat satu
dengan tempat lainnya, dan antara perempuan dan laki-laki.

Gender berubah dari waktu ke waktu, dan dari generasi ke generasi lainnya,


contoh:
a) Perempuan sekarang sudah banyak yang bekerja di sektor formal dan
menempati posisi penting seperti direktur perusahaan, dokter.
b) Kesempatan untuk sekolah sekarang sudah terbuka lebar untuk anak
perempuan.
Gender berbeda dengan kodrat, karena gender dapat dipertukarkan. Gender
dapat berubah dan berbeda dari suatu masyarakat dan generasi ke masyarakat dan
generasi lainnya dan merupakan bentukan masyarakat sehingga gender bukan
kodrat.
Perbedaan peran, fungsi dan tugas laki-laki dan perempuan tidak menjadi
masalah selama tidak merugikan salah satu pihak. Ketidakadilan atau ketimpangan
gender terjadi ketika seseorang diperlakukan tidak adil berdasarkan gender yang ia
miliki. Ketika seseorang tidak memiliki peluang dan kesempatan hingga manfaat
yang sama hanya karena perbedaan gender, di situlah telah terjadi ketimpangan
gender. Ketidakadilan tidak hanya terjadi para perempuan, tapi juga terhadap laki-
laki.

Beberapa bentuk ketidakadilan gender, dan contohnya yakni:


1. Subordinasi.
Melihat salah satu peran lebih rendah daripada lainnya, sehingga tidak
mendapatkan penghargaan dan dinilai sama besar dengan yang lainnya.
Contoh :
a) Pekerjaan perempuan dalam rumah tangga dan ladang tidak dihargai dengan
uang, sehingga dinilai tidak berharga dan bukan bagian dari pekerjaan.
b) Pendidikan bagi laki-laki lebih diutamakan karena anggapan anak laki-laki
lebih unggul, meneruskan garis keuturan keluarga, anak perempuan hanya
akan di dapur setelah menikah dan harus patuh dengan semua perintah
suaminya.

Hal ini akan mengakibatkan perempuan tidak berkembang seumur hidupnya,


dan tidak dapat memiliki pengetahuan membuat keputusan untuk dirinya sendiri.
Akibatnya perempuan akan tergantung kepada suami. Dan, ketika suami
meninggal, misalnya, perempuan tidak memiliki keterampilan untuk menafkahi
hidupnya dan anak-anaknya, dan akan terus terjerat dalam lingkaran kemiskinan

2. marjinalisasi.
Peminggiran peran ekonomi perempuan dengan asumsi bahwa perempuan adalah
pencari nafkah tambahan serta peminggiran peran politik perempuan dengan
asumsi bahwa perempuan tidak bisa menjadi pemimpin.
Contoh:
a) Upah yang didapatkan perempuan dalam pekerjaan seringkali lebih kecil
dibandingkan laki-laki, karena anggapan bahwa perempuan bekerja untuk
nafkah tambahan dan bukan penafkah utama dalam keluarga

3. beban ganda.
Perempuan yang bekerja dalam sektor publik di luar rumah tidak diiringi dengan
berkurangnya beban dalam rumah tangga. Peran untuk mengerjakan tugas rumah
tangga masih dianggap tanggung jawab perempuan.
Contoh:
a.) Sepasang suami isteri yang bekerja di luar rumah. Ketika pulang, segala
urusan tugas rumah tangga masih harus dikerjakan isteri sepenuhnya tanpa
bantuan suami, ataupun bergantian membagi tugas. Di sini terjadi beban ganda
terhadap perempuan.

4.Pelabelan (stereotype).
Pemberian label atau cap yang dikenakan kepada seseorang sehingga
menimbulkan anggapan yang salah yang merugikan.
Contoh:
a) Perempuan tidak boleh menempati posisi tinggi di perusahaan karena
anggapan bahwa perempuan emosional, lemah, tidak dapat membuat
keputusan
b) Laki-laki dianggap tidak halus dan teliti sehingga ada pekerjaan yang tidak
membuka peluang untuk laki-laki, seperti guru TK, bendahara, juru masak
(dulunya)

Apabila laki-laki marah, ia dianggap tegas. Namun, apabila perempuan marah,


ia dianggap emosional. Oleh karenanya perempuan jarang berada pada posisi
pengambilan keputusan

5. kekerasan.
Dapat berbentuk fisik maupun non-fisik.
Contoh:
1) Perempuan menjadi korban pelecehan seksual dari mulai disentuh, diraba,
pelecehan berupa siulan, hingga pemerkosaan.
2) Perempuan dan laki-laki menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) baik fisik maupun psikologis.

Berdasarkan penjelasan di atas, jelas dapat dikatakan bahwa perbedaan gender


tidak melawan kodrat, sehingga tidaklah benar bahwa gender menentang
kehendak Ilahi. Ketimpangan yang terjadi jelas tidak ada kaitannya dengan
konstruksi fisik (seks) yang dimiliki, melainkan semata-mata karena ketidakadilan
dalam melihat peran dan fungsi sosial seseorang. Sebagian besar gender terjadi
karena mengikuti apa yang sudah terjadi di lingkungan masyarakat.

b. Kasus yang terjadi


Banyaknya para suami yang tidak mengizinkan istri menggunakan alat
konrasepsi(KB) dikarenakan akan mempengaruhi penampilan sang istri seperti
kenaiakan berat badan dan bahkan akan menimbulkan flek serta jerawat pada
wajah.
Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau
ketidakadilan gender. Ketimpangan gender adalah perbedaan peran dan hak
perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam
status lebih rendah dari laki-laki. "Hak istimewa" yang dimiliki laki-laki ini
seolah-olah menjadikan perempuan sebagai "barang" milik laki-laki yang berhak
untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.

Sering kali laki-laki bersikap egois, tidak mengizinkan istri menggunakan KB,
tetapi dia sendiri juga tidak mau menggunakan alat kontasepsi non hormonal
(kondom). Dari sini sudah dapat dilihat bahwa sering kali terjadi kesetaraan
gender dalam rumah tangga.

c. Upaya yang dilakuakan untuk mengurangi masalah gender yang


mempengaruhi kesehatan reproduksi pada perempuan.
1. Mengadakan edukasi kepada suami dan istri dan menjelaskan apa itu kb,
tujuan kb,jenis-jenis kb untuk mengetahui atau mempertimbangkan kb yang
tepat dan sesuai dengan keadaan istri, keuntunganya serta efek samping
apabila istri tidak diperbolehkan menggunakan alat kontrasepsi(KB).
2. Menjelaskan UU PKDRT kepada para pasangan suami istri yaitu UU No. 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU
PKDRT) mengartikan kekerasan dalam rumah tangga, sebagai setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga (Pasal 1 butir 1). Pengertian ini lebih luas dari
pelecehan seksual, hanya salah satu segi saja kekerasan seksual (salah satu
cara) yang merupakan kekerasan dalam rumah tangga. Sebagaimana
ditentukan Pasal 5 UU PKDRT bahwa larangan melakukan kekerasan dalam
rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara: a)
kekerasan fisik, b) kekerasan psikis, c) kekerasan seksual, atau d) penelantaran
rumah tangga. Sedangkan yang dimaksud dengan kekerasan seksual (Pasal 8)
adalah meliputi : a) pemaksaan hubunganseksual yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam rumah tangga tersebut, b) pemaksaan hubungan
seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang
lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Anda mungkin juga menyukai