Dosen Pengampuh :
Asmariyah, S.ST., M.Keb
Disusun oleh :
Kelompok 7
Tingkat 2b
Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan
sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta
proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta
dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan
material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, spiritual yang memiliki
hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan antara keluarga
dengan masyarakat dan lingkungan (BKKBN,1996).
2. Tujuan Khusus
a.Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi
reproduksinya.
b. Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan kapan
hamil, jumlah dan jarak kehamilan.
c. Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari perilaku
seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan dan
anakanaknya.
Dukungan yang menunjang wanita untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan
proses reproduksi, berupa pengadaan informasi dan pelayanan yang dapat memenuhi
kebutuhan untuk mencapai kesehatan reproduksi secara optimal.
Tujuan diatas ditunjang oleh undang-undang kesehatan No. 23/1992, bab II pasal 3
menyatakan: “Penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat”, dalam Bab III Pasal 4 “Setiap orang
menpunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Terdapat dua sasaran Kesehatan Reproduksi yang akan dijangkau dalam memberikan
pelayanan, yaitu sasaran utama dan sasaran antara.
1. Sasaran Utama.
Laki-laki dan perempuan usia subur, remaja putra dan putri yang belum
menikah. Kelompok resiko: pekerja seks, masyarakat yang termasuk keluarga
prasejahtera.
a. Seksualitas.
b. Beresiko/menderita HIV/AIDS.
c. Beresiko dan pengguna NAPZA.
2. Sasaran Antara
Petugas kesehatan : Dokter Ahli, Dokter Umum, Bidan, Perawat, Pemberi
Layanan Berbasis Masyarakat.
a. Kader Kesehatan, Dukun.
b. Tokoh Masyarakat.
c. Tokoh Agama.
d. LSM.
2. marjinalisasi.
Peminggiran peran ekonomi perempuan dengan asumsi bahwa perempuan adalah
pencari nafkah tambahan serta peminggiran peran politik perempuan dengan
asumsi bahwa perempuan tidak bisa menjadi pemimpin.
Contoh:
a) Upah yang didapatkan perempuan dalam pekerjaan seringkali lebih kecil
dibandingkan laki-laki, karena anggapan bahwa perempuan bekerja untuk
nafkah tambahan dan bukan penafkah utama dalam keluarga
3. beban ganda.
Perempuan yang bekerja dalam sektor publik di luar rumah tidak diiringi dengan
berkurangnya beban dalam rumah tangga. Peran untuk mengerjakan tugas rumah
tangga masih dianggap tanggung jawab perempuan.
Contoh:
a.) Sepasang suami isteri yang bekerja di luar rumah. Ketika pulang, segala
urusan tugas rumah tangga masih harus dikerjakan isteri sepenuhnya tanpa
bantuan suami, ataupun bergantian membagi tugas. Di sini terjadi beban ganda
terhadap perempuan.
4.Pelabelan (stereotype).
Pemberian label atau cap yang dikenakan kepada seseorang sehingga
menimbulkan anggapan yang salah yang merugikan.
Contoh:
a) Perempuan tidak boleh menempati posisi tinggi di perusahaan karena
anggapan bahwa perempuan emosional, lemah, tidak dapat membuat
keputusan
b) Laki-laki dianggap tidak halus dan teliti sehingga ada pekerjaan yang tidak
membuka peluang untuk laki-laki, seperti guru TK, bendahara, juru masak
(dulunya)
5. kekerasan.
Dapat berbentuk fisik maupun non-fisik.
Contoh:
1) Perempuan menjadi korban pelecehan seksual dari mulai disentuh, diraba,
pelecehan berupa siulan, hingga pemerkosaan.
2) Perempuan dan laki-laki menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) baik fisik maupun psikologis.
Sering kali laki-laki bersikap egois, tidak mengizinkan istri menggunakan KB,
tetapi dia sendiri juga tidak mau menggunakan alat kontasepsi non hormonal
(kondom). Dari sini sudah dapat dilihat bahwa sering kali terjadi kesetaraan
gender dalam rumah tangga.