Anda di halaman 1dari 27

PERJANJIAN KREDIT BANK

(LOAN AGREEMENT)
By : Jonker Sihombing
1. KREDIT :
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dpt dipersamakan dgn itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dgn pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
utk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu, dgn pemberian bunga.

2. Pasal 1313 KUHPerd menyebutkan bahwa perjanjian


adalah suatu perbuatan dgn mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya thd satu orang lain atau lebih.
3.Perjanjian Kredit itu sendiri mengacu pada perjanjian pinjam meminjam. Walaupun
Perjanjian Kredit (PK) berakar dari perjanjian pinjam meminjam, tetapi ia berbeda
dgn perjanjian pinjam meminjam yg tercantum dlm KUHPerdata.

Menurut Psl 1754 KUHPerdata yang menjadi objek pinjam


meminjam adalah barang-barang yang habis dalam
pemakaian, dgn pengertian bahwa yang meminjam akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula.
4. Di sisi lain, Pasal 1765 KUHPerdata menyebutkan bahwa

adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas


peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena
pemakaian.
Pasal 1767 KUHPerdata menyebutkan bahwa :
“Ada bunga menurut undang-undang, dan ada bunga yang
ditetapkan di dalam perjanjian. Bunga menurut undang-
undang adalah menurut Lembaran Negara Tahun 1848 No. 22
yakni sebesar 6 %”.
5. Dalam Buku III KUHPerdata tdk terdapat ketentuan
khusus yang mengatur Perjanjian Kredit.
Namun berdasarkan asas kebebasan berkontrak,
para pihak bebas untuk menentukan isi dari
perjanjian kredit, sepanjang tdk bertentangan dgn
undang-undang, ketertiban umum, kesusilaan, dan
kepatutan.
Dgn disepakati dan ditanda-tanganin PK oleh para
pihak, sejak detik itu perjanjian lahir dan mengikat
para pihak yang membuatnya sbg undang-undang.
6. Perjanjian Kredit (PK) merupakan perjanjian
konsensuil antara debitur dengan kreditur
(bank) yang melahirkan hubungan utang-
piutang, di mana debitur berkewajiban
membayar kembali pinjaman yang diberikan
oleh kreditur, dengan berdasarkan syarat dan
kondisi yang telah disepakati oleh debitur
dan kreditur.
7. Syarat sahnya perjanjian kredit mengacu pd Pasal
1320 KUHPerdata, yang terdiri dari syarat subjektif
dan syarat objektif.
Pelanggaran thd unsur subjektif mengandung
makna bahwa perjanjian tsb dapat diminta untuk
dibatalkan melalui upaya hukum dgn cara
mengajukan gugatan kpd PN.
Pelanggaran thd unsur objektif berarti PK tsb secara
hukum batal dgn sendirinya, dan oleh karena itu PK
tsb tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat /
memaksa.
8. Jenis2 Perjanjian Kredit :
a. Perjanjian Kredit di Bawah Tangan :
- Perjanjian Kredit dibawah tangan biasa
- Dicatatkan di kantor notaris (waarmerking)
- Dilegalisasi oleh notaris.
b. Perjanjian Kredit yang dibuat secara notaril, yang
merupakan akta yang otentik dan sempurna.
9. Pihak-pihak dlm Perjanjian Kredit :
a. Pemberi kredit atau kreditur
b. Penerima kredit atau debitur.
10. Fungsi Perjanjian Kredit :
a. Sbg perjanjian pokok, di mana PK tsb merupakan
sesuatu yang menentukan batal atau tdk batalnya
perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya
perjanjian pengikatan jaminan.
b. Sbg alat bukti mengenai batasan2 hak dan
kewajiban di antara kreditur dan debitur,
termasuk sebagai alat utk monitoring fasilitas
kredit.
11. Komposisi/ Bagian2 dari Perjanjian Kredit :
a. Judul
b. Komparisi, yaitu bagian dari suatu akta yg
memuat keterangan ttg orang/ pihak yg
bertindak mengadakan perbuatan hukum.
c. Isi, yaitu bagian dari perjanjian kredit yg
memuat hal-hal yg diperjanjikan para pihak,
termasuk jaminan yang diserahkan oleh
debitur.
d. Penutup.
12. Dalam komparisi biasanya berisi premise, yang
merupakan bagian dari akta yang berisi uraian yang
memuat alasan2 atau dasar pertimbangan para
pihak dalam membuat perjanjian kredit.
Dalam premise dimuat hal-hal atau pokok-pokok
pikiran yang merupakan konstruksi fakta-fakta
secara singkat, dan yang menggerakkan para pihak
utk melakukan perjanjian kredit
13. Isi Perjanjian Kredit :
a. Klausula hukum (legal clauses), yakni klausula
yang berisikan ketentuan2 hukum yg biasanya
berlaku utk pemberian kredit. Termasuk
ke dalam klausula ini a.l. klausula mendebet
rekening, klausula perlindungan bank, condition
precedent, pernyataan dan jaminan, dll.
b. Klausula Komersial (Commercial Clauses),
yakni yang berkaitan dgn aspek komersial dlm
pemberian kredit, jumlah kredit, jangka waktu,
pembayaran angsuran, denda, bunga, asuransi, dll.
14. Klausula2 PK yg Memberatkan Nasabah Debitur, al :
a. Kewenangan bank utk sewaktu2 tanpa
pemberitahuan sebelumnya utk secara sepihak
menghentikan izin penarikan kredit.
b. Kewajiban debitur utk tunduk pd persyaratan
kredit yang ada dan yg akan ada di kemudian
hari.
c. Pemberian kuasa dari debitur kpd bank yg tdk
dpt dicabut kembali, utk dpt melakukan
tindakan yg dipandang perlu oleh bank,….
d. Pencantuman klausula2 eksemsi, yang
membebaskan bank dari tuntutan2 ganti
kerugian oleh nasabah debitur, atas terjadinya
kerugian yg diderita olehnya sbg akibat tindakan
bank. Ini merupakan pencantuman klausula
eksemsi mengenai tidak adanya hak nasabah
debitur utk dapat menyatakan keberatan atas
pembebanan bank thd rekeningnya.
e. Catatan ttg Perjanjian Kredit dan Perlindungan Konsumen :
- Sering sengketa berkaitan dgn Perjanjian Kredit yg dibuat secara baku
dikaitkan dgn UU Perlindungan Konsumen (UUPK).
- Psl 1 ayat 10 UUPK menyebutkan bahwa klausula baku adalah :
“Setiap aturan atau ketentuan dan syarat2 yg telah dipersiapkan
dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha,
yg dituangkan dlm suatu dokumen dan/ atau perjanjian yg
mengikat, dan wajib dipenuhi oleh konsumen”.
- Psl 18 ayat 2 UUPK menyebutkan bahwa :
“Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha
pada dokumen atau perjanjian yg memenuhi ketentuan sbgmana
disebutkan pd ayat 1 dan 2 dinyatakan batal demi hukum”.
- Kasus yg terjadi di Indonesia, terdapat sengketa Perlindungan Konsumen
yg diajukan konsumen melawan leasing company ttg Perjanjian Leasing
Kenderaan Bermotor, dimana konsumen dimenangkan oleh BPSK.
- Namun MA pada tingkat kasasi melalui Putusan No. 3 K/Pdt.Sus-
BPSK/2016 tgl 24 Februari 2016 menyatakan bahwa :
- Membatalkan Putusan PN Tangerang yg menguatkan Putusan
BPSK sebelumnya.
- Menyatakan BPSK tdk berwenang memeriksa dan mengadili
perkara tsb.
- Putusan MA No. 3 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 tsb menjadi jurisprudensi
bahwa atas sengketa konsumen dgn lembaga keuangan/ bank yg
timbul dari perjanjian, harus diartikan bahwa bukan merupakan
kompetensi BPSK utk mengadilinya.
15. Bagian Ketentuan Tambahan dan Penutup :
Klausula ini dimaksudkan utk mengatur ketentuan
yg belum tertampung secara khusus dlm klausula
baku dlm perjanjian kredit.
Antara lain memuat :
a. Pilihan hukum (choice of law), dan
b. Pilihan forum penyelesaian sengketa (choice
of forum).
Bagian Penutup Perjanjian Kredit dibubuhi tanggal
(jika dibuat di bawah tangan) dan ditanda tangani
oleh para pihak yang mempunyai otoritas untuk itu.
16. Akibat Hukum Perjanjian Kredit :
Akibat hukum dari lahirnya suatu perjanjian kredit
tidak ubahnya dgn akibat hukum dari lahirnya suatu
perjanjian pada umumnya. Secara umum hal ini
menimbulkan suatu perikatan dalam bentuk hak
dan kewajiban. Hak dan kewajiban tsb tidak lain
adalah hubungan timbal balik dari para pihak pada
perjanjian tsb.
Dengan kata lain, akibat hukum dari perjanjian
kredit adalah hal yg mengikat dan memaksa thd
pelaksanaan perjanjian kredit dimaksud.
17. Berakhirnya Perjanjian Kredit :
Mengenai hapusnya Perjanjian Kredit mengacu
kpd Psl 1381 KUHPerdata tentang hapusnya
perikatan.
Dlm praktek, hapusnya perikatan disebabkan :
a. pembayaran
b. subrogasi
c. pembaharuan utang atau novasi, dan
d. perjumpaan utang atau kompensasi.
18. Kaitan dgn AKTA PENGAKUAN UTANG :
a. Meskipun Perjanjian Kredit dibuat secara notariil,
tapi tdk mempunyai kekuatan eksekutorial. Dlm hal
debitur wan-prestasi, kreditur tdk dapat melakukan
eksekusi thd jaminan yg ada tetapi harus
melakukan gugatan thd debitur melalui PN.
b. Utk mengatasi hal itu sering ditempuh melalui
pembuatan Akta Pengakuan Utang.
c. Akta Pengakuan Utang adalah akta yg berisi
pengakuan utang sepihak, di mana debitur
mengakui bahwa dirinya mempunyai kewajiban
membayar kpd kreditur sejumlah uang yang pasti
(tetap). Akta Pengakuan Utang berbeda dgn
Perjanjian Kredit.
Keduanya yakni APU dan PK tidak boleh digabungkan
di dalam satu akte, dlm hal Perjanjian Kredit dibuat
secara notariil.
d. Isi Akta Pengakuan Utang adalah semata-mata
pengakuan utang saja. Di pihak lain, Perjanjian Kredit
berisi juga hak dan kewajiban debitur dan kreditur,
bunga, janji-janji, kuasa, dsb.
e. Akta Pengakuan Utang bersifat pernyataan sepihak. Di
pihak lain, perjanjian kredit merupakan perjanjian
antara pihak, yaitu antara kreditur dan debitur.
f. Dalam Akta Pengakuan Utang, jumlah utang debitur
berupa uang harus ditentukan secara tegas dan pasti.
g. Jadi Akta Pengakuan Utang murni isinya pengakuan
utang sejumlah uang dan tidak mengandung bunga,
janji-janji, dsb, sebagaimana halnya dgn PK.
h. Grosse Akta Pengakuan Utang merupakan alat
bukti adanya utang. Grosse akta merupakan akta
notaris yg mempunyai sifat dan karakteristik yang
khusus bila dibandingkan dengan akta otentik
lainnya. Grosse Akta adalah salah satu salinan akta utk
pengakuan utang.
i. Grosse Akta Pengakuan Utang dibubuhi irah-irah
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA”.
j. Pasal 224 HIR mengharuskan grosse akta memuat :
* Syarat formil :
- berbentuk notaril
- memuat titel eksekutorial
- kepala akta ditulis irah-irah “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan YME”
- bagian akhir akta mencantumkan kalimat “Sbg Grosse
Pertama diberikan atas permintaan kreditur”.
* Syarat Materiil :
- memuat rumusan pernyataan sepihak dr debitur ,
yakni :
- pengakuan berutang kpd kreditur
- pengakuan kewajiban membayar pd waktu yg
ditentukan
- tidak memuat ketentuan perjanjian jaminan
- jumlah utang sdh pasti ( utang yg pasti meliputi utang
pokok + bunga)
k. Akta yg tidak memuat ketentuan yg tercantum
pd Psl 224 HIR mengandung cacat yuridis dan
mengakibatkan tidak sah sbg suatu grosse akta.
Grosse akta yg demikian kehilangan executorial
kracht dan menjadikannya sbg grosse akta yg
non-executable.
l. Catatan :
Grosse adalah salinan atau kutipan dari minuta
akta asli, yang di atas/pada judul akta memuat “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”,
dan dibawahnya dicantumkan kalimat :’’Diberikan
sebagai Grosse Pertama, dengan menyebut nama
orang, yang atas permintaannya grosse tsb
diberikan dan tanggal pemberiannya”.
----js----

Anda mungkin juga menyukai