Anda di halaman 1dari 27

Sistem Rujukan

Pembimbing: dr. Hadiyanto Usman, M.K.M., Sp.DLP


Disusun oleh:
Keziah Nadya (201906010063)
Irvan Budiman (201906010137)
Dylan Putra  (201906010171)
Hans Aditya Prathama  (201906010144)
Imelda Beatric (20200600086)
Definisi
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 001 Tahun 2012 pasal 3

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung


jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal
Pasal 4
(1) Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis dimulai
dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
(2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan
kesehatan tingkat pertama.
(3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan
kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
(4) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan
kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis.
Pasal 5
(1) Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta jaminan kesehatan atau asuransi
kesehatan sosial dan pemberi pelayanan kesehatan.
(2) Peserta asuransi kesehatan komersial mengikuti aturan yang berlaku sesuai dengan ketentuan
dalam polis asuransi dengan tetap mengikuti pelayanan kesehatan yang berjenjang.
(3) Setiap orang yang bukan peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat mengikuti sistem rujukan.

Pasal 6
Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, pemerataan dan peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan,
rujukan dilakukan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat yang memiliki kemampuan pelayanan sesuai
kebutuhan pasien.
Tata Cara Rujukan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan Bab III. Pasal 7

1. Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal.


2. Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rujukan antar pelayanan
kesehatan yang berbeda tingkatan.
3. Rujukan horizontal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rujukan antar pelayanan
kesehatan dalam satu tingkatan.
4. Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan
yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Tata Cara Rujukan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan Bab III. Pasal 8

Rujukan horizontal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan apabila perujuk tidak
dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
Tata Cara Rujukan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan Bab III. Pasal 9

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dilakukan apabila:

a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;


b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena
keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.
Tata Cara Rujukan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan Bab III. Pasal 10

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dilakukan apabila:

● permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih
rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
● kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam
menangani pasien tersebut;
● pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka
panjang; dan/atau
● perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena
keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.
Persetujuan Pasien / Keluarga
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan Bab III. Pasal 12

1. Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan/atau keluarganya.


2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien dan/atau keluarganya
mendapatkan penjelasan dari tenaga kesehatan yang berwenang.
3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya meliputi:
a. Diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
b. Alasan dan tujuan dilakukan rujukan;
c. Risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;
d. Transportasi rujukan; dan
e. Risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan.
Kewajiban Perujuk
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan Bab III. Pasal 13

Perujuk sebelum melakukan rujukan harus:

● melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuai indikasi
medis serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan
rujukan;
● melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa penerima rujukan
dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasien gawat darurat; dan
● membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima rujukan.
Kewajiban Penerima Rujukan

- Menginformasikan ketersediaan sarana dan prasarana serta kompetensi dan


ketersediaan tenaga kesehatan
- Memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien
- Memberikan informasi kepada perujuk mengenai perkembangan keadaan pasien
setelah selesai memberikan pelayanan
Surat Pengantar Rujukan
Pasal 15

Sekurang-kurangnya memuat:

● Identitas pasien
● Hasil pemeriksaan (anamnesis, PF, PP) yang telah dilakukan
● Diagnosis kerja
● Terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan
● Tujuan rujukan
● Nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
Transportasi Rujukan
Pasal 16

● Sesuai dengan kondisi pasien dan ketersediaan sarana transportasi


● Pasien yang memerlukan asuhan medis terus-menerus harus dirujuk dengan
ambulans dan didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten
Pembiayaan
Permenkes RI 001 tahun 2012
(Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan) Pasal 18

(1) Pembiayaan rujukan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku pada asuransi kesehatan atau
jaminan kesehatan.

(2) Pembiayaan rujukan bagi pasien yang bukan peserta asuransi kesehatan atau jaminan
kesehatan menjadi tanggung jawab pasien dan/atau keluarganya
Pembiayaan

Kondisi tertentu :

Panduan Praktis Sistem Rujukan ● Kondisi gawat darurat


Berjenjang (BPJS Kesehatan) ● Bencana
● Kekhususan permasalahan
Tidak mengikuti sistem rujukan Kecuali pasien
berjenjang → tidak dapat dibayarkan ● Pertimbangan geografi
oleh BPJS Kesehatan ● Pertimbangan ketersediaan
fasilitas
Sistem Pembiayaan BPJS
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan

● Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta,
Pemberi Kerja dan/atau Pemerintah untuk Program Jaminan Kesehatan
● Peserta Jaminan Kesehatan yaitu : PBI dan Bukan PBI Jaminan Kesehatan
● Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) merupakan fakir miskin dan orang tidak
mampu sebagai peserta program Jaminan Kesehatan
● Iuran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan yaitu sebesar Rp23.000,00 per orang per bulan.
● Peserta bukan PBI yaitu :
- Pekerja Penerima Upah (PPU) dan anggota keluarganya
- Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan anggota keluarganya
- Bukan Pekerja (BP) dan anggota keluarganya
● Peserta bukan PBI yg mengalami Cacat Total Tetap dan tidak mampu berhak menjadi Peserta
PBI Jaminan Kesehatan
Sistem Pembiayaan BPJS
Mekanisme Pembayaran ke Faskes
● Standar tarif pelayanan kesehatan di FKTP dan FKTRL ditentukan dan ditinjau minimal 2
tahun sekali oleh Menteri
● BPJS Kesehatan akan melakukan pembayaran terhadap
- FKTP secara kapitasi
- FKTRL secara Indonesian Case Based Groups
● Jika dalam kondisi tertentu dan/atau di suatu daerah FKTP tidak memungkinkan pembayaran
kapitasi, BPJS Kesehatan diperbolehkan mengembangkan sistem pembayaran lain.
● Sistem pembayaran di FKTRL diperbolehkan untuk dikembangkan mengacu pada Indonesian
Case Based Groups.
Mekanisme Pembayaran ke Faskes
● FKTP mengajukan klaim nonkapitasi kepada BPJS secara periodik dan lengkap → BPJS wajib
membayar paling lambat 15 hari setelah berkas klaim dinyatakan lengkap
● FKTRL mengajukan klaim kolektif kepada BPJS secara periodik dan lengkap → BPJS wajib
mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas klaim paling lambat 10 hari sejak klaim
diajukan → BPJS wajib melakukan pembayaran terhadap FKTRL paling lambat 15 hari sejak
diterbitkan berita acara kelengkapan berkas.
Mekanisme Pembayaran ke Faskes
● BPJS Kesehatan harus membayar biaya pelayanan kesehatan jika terjadi kekurangan.
● Pelayanan Gawat Darurat yang dilakukan oleh faskes yg tidak menjalin kerja sama dengan BPJS
Kesehatan dibayar dengan penggantian biaya, ditagih langsung oleh faskes ke BPJS.
● Jenis Pelayanan tertentu yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan akan dikenai
Urun Biaya pada Peserta.
● BPJS Kesehatan akan membayar biaya pelayanan kesehatan kepada faskes dikurangi dengan
Urun Biaya.
Monitoring, Evaluasi, Pencatatan dan Pelaporan

Permenkes RI No.1 Tahun 2012 Pasal 19:

1. Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh kementerian kesehatan, dinas kesehatan kabupaten / kota,
dan organisasi profesi.

2. Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh perujuk maupun penerima rujukan sesuai ketentuan
undang-undang
Pembinaan dan Pengawasan Pelayanan
Kesehatan
PERMENKES RI PASAL 20

Kepala dinas kesehatan kabupaten /


Tingkat pertama
kota dan organisasi profesi

Kepala dinas kesehatan provinsi dan


Tingkat kedua
organisasi profesi

Tingkat ketiga Menteri kesehatan


Pembinaan dan Pengawasan Pelayanan
Kesehatan
PERMENKES RI PASAL 20

(1) Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan organisasi profesi bertanggungjawab atas pembinaan dan pengawasan
rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.

(2) Kepala dinas kesehatan provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan
pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.

(3) Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat ketiga

(4) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota mengikutsertakan asosiasi perumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan

(5) Dalam rangka melakukan pengawasan, Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kabupaten/kota
dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan kewenangan masing-masing.

(6) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau
pencabutan izin praktik tenaga kesehatan dan/atau izin fasilitas pelayanan kesehatan
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai