Disusun Oleh:
NURLINDA, S.Kep., Ns.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
PERMENKES RI NO. 28 TAHUN 2014
TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JKN
Pasal 2
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN), yaitu:
a. Dana amanat dan nirlaba dengan manfaat untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan
masyarakat;
b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan
rasional.
c. Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas.
d. Efisien, transparan, dan akuntabel.
LAMPIRAN
BAB II
PENYELENGGARAAN
A. Ketentuan Umum
Unsur-unsur penyelenggaraan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), meliputi:
1. Regulator;
2. Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN);
3. Pemberi Pelayanan Kesehatan; dan
4. Badan Penyelenggara.
B. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan
Dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) mengacu pada prinsip-prinsip sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN), yaitu:
1. Kegotongroyongan;
2. Nirlaba;
3. Keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas;
4. Portabilitas;
5. Kepesertaan bersifat wajib;
6. Dana Amanah; dan
7. Hasil pengelolaan dana Jaminan Sosial.
BAB III
PESERTA DAN KEPESERTAAN
A. Ketentuan Umum
1. Peserta dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), meliputi:
a. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam)
bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran atau yang iurannya dibayar pemerintah.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
b. Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdiri atas 2 kelompok, yaitu: Peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan Peserta bukan Penerima Bantuan
Iuran (PBI) jaminan kesehatan.
c. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang
tidak mampu.
d. Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan adalah Pekerja Penerima
Upah dan anggota keluarganya, Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya,
serta Bukan Pekerja dan anggota keluarganya.
2. Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diberikan nomor identitas tunggal oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
3. Anak pertama sampai dengan anak ketiga dari peserta pekerja penerima upah sejak lahir secara
otomatis dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
4. Bayi baru lahir dari:
a. Peserta pekerja bukan penerima upah;
b. Peserta bukan pekerja; dan
c. Peserta pekerja penerima upah untuk anak keempat dan seterusnya.
Harus didaftarkan selambat-lambatnya 3 x 24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan
dirawat atau sebelum pasien pulang (bila pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai
waktu yang telah ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN,
maka pasien dinyatakan sebagai pasien umum.
5. Menteri sosial berwenang menetapkan data kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI).
6. Sampai ada pengaturan lebih lanjut oleh Pemerintah tentang jaminan kesehatan bagi
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), maka gelandangan, pengemis, orang
terlantar, dan lain-lain menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Demikian juga untuk
penghuni panti-panti sosial serta penghuni rutan/lapas yang miskin dan tidak mampu.
B. Pendaftaran Peserta
1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan.
a. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan didaftarkan oleh Pemerintah
sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
Penduduk yang belum termasuk sebagai peserta jaminan kesehatan dapat diikutsertakan
dalam program Jaminan Kesehatan pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
(BPJS Kesehatan) oleh pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
b. Bayi yang lahir dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dicatat dan dilaporkan oleh
fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan. Mekanisme penetapan selanjutnya akan diatur
oleh Kementerian Sosial.
2. Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI).
a. Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja yang bersangkutan dapat
mendaftarkan diri sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan.
b. Pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja wajib mendaftarkan diri dan keluarganya
sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan. Proses pendaftaran dapat dilakukan secara
bertahap baik perorangan atau seluruh anggota keluarga.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
C. Hak dan Kewajiban Peserta
Setiap Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), berhak:
1. Mendapatkan nomor identitas tunggal peserta.
2. Memperoleh manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan.
3. Memilih Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan sesuai yang diinginkan. Perpindahan FKTP selanjutnya dapat dilakukan setelah 3
(tiga) bulan.
4. Mendapatkan informasi dan menyampaikan keluhan terkait dengan pelayanan kesehatan dalam
JKN.
BAB IV
PELAYANAN KESEHATAN
A. Ketentuan Umum
1. Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan, meliputi:
a. Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat
Pertama (RITP);
b. Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) dan Rawat Inap Tingkat
Lanjutan (RITL);
c. Pelayanan gawat darurat; dan
d. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri.
2. Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan kesehatan yang
bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medis yang diperlukan.
3. Pelayanan kesehatan diberikan di faskes yang telah melakukan perjanjian kerjasama dengan
BPJS Kesehatan atau pada keadaan tertentu (kegawatdaruratan medik atau darurat medik)
dapat dilakukan oleh faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
4. Pelayanan kesehatan dalam program JKN diberikan secara berjenajng, efektif, dan efisien
dengan menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya.
5. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat
pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas
rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan
gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan
pertimbangan ketersediaan fasilitas.
6. FasKes Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta
JKN disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara medis peserta sudah
dapat dilayani di FKTP yang merujuk.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
7. Program Rujuk Balik (PRB) pada penyakit-penyakit kronis (DM, HT, jantung, asma, PPOK,
epilepsy, skozofren, stroke, dan Sindroma Lupus Eritematosus) wajib dilakukan bila kondisi
pasien sudah dalam keadaan stabil, disertai dengan surat keterangan rujuk balik yang dibuat
dokter spesialis/sub spesialis.
8. Rujukan partial dapat dilakukan antar faskes dan biayanya ditanggung oleh faskes yang
merujuk.
9. Kasus medis yang menjadi kompetensi FKTP harus diselesaikan secara tuntas di FKTP,
kecuali terdapat keterbatasan SDM, sarana dan prasarana di FKTP.
10. Status kepesertaan pasien harus dipastikan sejak awal masuk FKRTL. Bila pasien
berkeinginan menjadi peserta JKN dapat diberi kesempatan untuk melakukan pendaftaran dan
pembayaran iuran peserta JKN dan selanjutnya menunjukkan nomor identitas peserta JKN
selambat-lambatnya 3 x 24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien
pulang (bila pasien dirawat < 3 hari). Jika sampai waktu yang telah ditentukan pasien tidak
dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN maka pasien dinyatakan sebagai pasien
umum.
11. Pada daerah yang tidak terdapat faskes yang memenuhi syarat (ditetapkan oleh Dinkes
setempat dengan pertimbangan BPJS Kesehatan dan asosiasi faskes) dan peserta memerlukan
pelayanan kesehatan, maka peserta diberikan kompensasi oleh BPJS Kesehatan. Pemberian
kompensasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
12. Dalam hal tidak terdapat dokter spesialis pada suatu daerah dimungkinkan untuk
mendatangkan dokter spesialis di FKRTL dengan persyaratan teknis dan administratif, yaitu:
a. Diketahui oleh Dinkes dan BPJS setempat.
b. Transportasi tidak bisa ditagihkan.
c. Menggunakan pola pembayaran INA-CBGs sesuai dengan kelas FKRTL dokter.
Pelayanan kesehatan bagi peserta penderita penyakit HIV dan AIDS, TB,
malaria, serta kusta dan korban narkotika yang memerlukan rehabilitasi medis,
pelayanannya dialkukan di FKTP yang merupakan bagian dari pembayaran
kapitasi dan di FKTL tetap dapat diklaimkan sesuai tarif INA-CBGs, sedangkan
obatnya menggunakan obat program. Obat program disediakan oleh pemerintah
melalui DinKes Kabupaten/Kota.
B. Fasilitas Kesehatan
Faskes yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan untuk peserta JKN terdiri atas FKTP dan
FKRTL. FKTP dimaksud adalah:
1. Puskesmas atau yang setara;
2. Praktik dokter;
3. Praktik dokter gigi;
4. Klinik pratama atau yang setara; dan
5. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
FKRTL berupa:
1. Klinik utama atau yang setara;
2. Rumah sakit umum; dan
3. Rumah sakit khusus.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
6) Pelayanan skrining kesehatan tertentu dalam poin 5) merupakan pelayanan yang
termasuk dalam lingkup non-kapitasi, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan penunjang pelayanan skrining kesehatan,
meliputi:
a) Pemeriksaan gula darah;
b) Pemeriksaan IVA untuk kasus Ca Cervix; dan
c) Pemeriksaan Pap Smear.
7) Khusus untuk kasus dengan pemeriksaan IVA positif dapat dilakukan pelayanan Terapi
Krio.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
a. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan yang berlaku;
b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, kecuali dalam keadaan gawat darurat;
c. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap
penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja;
d. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang
bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;
e. Pelayanan kesehatan yang dilakukan diluar negeri;
f. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
g. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
h. Pelayanan meratakan gigi;
i. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi
yang membahayakan diri sendiri;
j. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur non medis, shin
she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi
kesehatan (health technology assessment);
k. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);
l. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;
m. Perbekalan kesehatan rumah tangga;
n. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar
biasa/wabah;
o. Biaya pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah (preventable
adverse evenis); dan
p. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan Kesehatan
yang diberikan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
UNDANG-UNDANG RI NO. 24 TAHUN 2011
TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 2
BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan asas:
a. Kemanusiaan;
b. Manfaat; dan
c. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 3
BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan, terpenuhinya kebutuhan
dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya.
Pasal 4
BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip:
a. Kegotongroyongan;
b. Nirlaba;
c. Keterbukaan;
d. Kehati-hatian;
e. Akuntabilitas;
f. Portabilitas;
g. Kepesertaan bersifat wajib;
h. Dana amanat; dan
i. Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program
dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta.
BAB II
PEMBENTUKAN DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Pembentukan
Pasal 5
(1) Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS.
(2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. BPJS Kesehatan; dan
b. BPJS Ketenagakerjaan.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 6
(1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a menyelenggarakan program
jaminan kesehatan.
(2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b menyelenggarakan
program:
a. Jaminan kecelakaan kerja;
b. Jaminan hari tua;
c. Jaminan pensiun; dan
d. Jaminan kematian.
BAB III
STATUS DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Bagian Kesatu
Status
Pasal 7
(1) BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 adalah badan hukum publik berdasarkan Undang-
Undang ini.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
(2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.
Bagian Kedua
Tempat Kedudukan
Pasal 8
(1) BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berkedudukan dan berkantor pusat di ibu kota Negara
Republik Indonesia.
(2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mempunyai kantor perwakilan di provinsi dan
kantor cabang di kabupaten/kota.
BAB IV
FUNGSI, TUGAS, WEWENANG, HAK, DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Fungsi
Pasal 9
(1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berfungsi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
(2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b berfungsi
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program
jaminan pensiun, dan jaminan hari tua.
Bagian Kedua
Tugas
Pasal 10
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, BPJS bertugas untuk:
a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta;
b. Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja;
c. Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;
d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;
e. Mengumpulkan dan mengeloal data Peserta program Jaminan Sosial;
f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program
Jaminan Sosial; dan
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan
masyarakat.
Bagian Ketiga
Wewenang
Pasal 11
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berwenang untuk:
a. Menagih pembayaran Iuran;
b. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan
mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang
memadai;
c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam
memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan jaminan sosial
nasional;
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan
yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;
e. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
f. Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak memenuhi
kewajibannya;
g. Melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam
membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
h. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
Bagian Keempat
Hak
Pasal 12
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, BPJS berhak untuk:
a. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan
Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial dari DJSN
setiap 6 (enam) bulan.
Bagian Kelima
Kewajiban
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berkewajiban untuk:
a. Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;
b. Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan
Peserta;
c. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi
keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;
d. Memberikan manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional;
e. Memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan
yang berlaku;
f. Memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi
kewajibannya;
g. Memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan pengembangannya 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
h. Memberikan informasi kepada Peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun;
i. Memberntuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku
umum;
j. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan
Jaminan Sosial; dan
k. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 (enam)
bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
BAB V
PENDAFTARAN PESERTA DAN PEMBAYARAN IURAN
Bagian Kesatu
Pendaftaran Peserta
Pasal 14
Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib
menjadi Peserta Program Jaminan Sosial.
Pasal 17
(2)Sanksi administratif dapat berupa:
a. Teguran tertulis;
b. Denda; dan/atau
c. Tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
RUANG
JENIS KEPESERTAAN
PERAWATAN
Peserta PBI Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh
Ruang Perawatan Pemerintah Daerah
Kelas III Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang
membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya
Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya
Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai
Ruang Perawatan
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
Kelas II keluarganya;
Peserta Pekerja Penerima Upah selain angka 1 sampai dengan angka 3
dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah
sampai dengan Rp 4.000.000
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang
membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.
janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan
Peserta Pekerja Penerima Upah selain angka 1 sampai dengan angka 5
dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah di
atas Rp 4.000.000 sampai dengan Rp 8.000.000
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang
membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
PERPRES NO. 72 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM KESEHATAN NASIONAL (SKN)
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
2. Sistem Kesehatan Nasional, yang selanjutnya disingkat SKN adalah pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung
guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pasal 2
(1) Pengelolaan kesehatan diselenggarakan melalui pengelolaan administrasi kesehatan, informasi
kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan
pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta pengaturan
hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
(2) Pengelolaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berjenjang di pusat
dan daerah dengan memperhatikan otonomi daerah dan otonomi fungsional di bidang kesehatan.
(3) Pengelolaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui SKN.
Pasal 3
(1) Komponen pengelolaan kesehatan yang disusun dalam SKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 dikelompokkan dalam subsistem:
a. upaya kesehatan;
b. penelitian dan pengembangan kesehatan;
c. pembiayaan kesehatan;
d. sumber daya manusia kesehatan;
e. sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan;
f. manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan; dan
g. pemberdayaan masyarakat.
Pasal 6
(1) Pelaksanaan SKN ditekankan pada peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat,
profesionalisme sumber daya manusia kesehatan, serta upaya promotif dan preventif tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
(2) Profesionalisme sumber daya manusia kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dibina oleh Menteri hanya bagi tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang
terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen kesehatan.
(3) Pelaksanaan SKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:
a. cakupan pelayanan kesehatan berkualitas, adil, dan merata;
b. pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat;
c. kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan melindungi kesehatan masyarakat;
d. kepemimpinan dan profesionalisme dalam pembangunan kesehatan;
e. inovasi atau terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi yang etis dan terbukti bermanfaat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas, termasuk penguatan sistem rujukan;
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
f. pendekatan secara global dengan mempertimbangkan kebijakan kesehatan yang sistematis,
berkelanjutan, tertib, dan responsif gender dan hak anak;
g. dinamika keluarga dan kependudukan;
h. keinginan masyarakat;
i. epidemiologi penyakit;
j. perubahan ekologi dan lingkungan; dan
k. globalisasi, demokratisasi dan desentralisasi dengan semangat persatuan dan kesatuan nasional
serta kemitraan dan kerja sama lintas sektor.
LAMPIRAN
A. Pengertian SKN
SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen Bangsa
Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pengelolaan kesehatan adalah proses atau cara mencapai tujuan pembangunan kesehatan
melalui pengelolaan upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan, pembiayaan
kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan,
manajemen, informasi dan regulasi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat.
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa
Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis.
C. Landasan SKN
Landasan idiil yaitu Pancasila.
Landasan konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Landasan Operasional meliputi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan
SKN dan pembangunan kesehatan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat
terwujud.
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mengacu pada dasar:
a. perikemanusiaan;
b. pemberdayaan dan kemandirian;
c. adil dan merata; dan
d. pengutamaan dan manfaat.
E. Dasar SKN
Dalam penyelenggaraan, SKN harus mengacu pada dasar-dasar atau asas-asas sebagai berikut:
a. perikemanusiaan;
b. keseimbangan;
c. manfaat;
d. perlindungan;
e. keadilan;
f. penghormatan hak asasi manusia;
g. sinergisme dan kemitraan yang dinamis;
h. komitmen dan tata pemerintahan yang baik (good governance);
i. legalitas;
j. antisipatif dan proaktif;
k. gender dan nondiskriminatif; dan
l. kearifan lokal.
F. Tujuan SKN
Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua komponen bangsa, baik
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan
lembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
GERMAS, CERDIK, PATUH, GENTAS
1. GERMAS
A. Definisi Germas
Pengertian Germas adalah suatu tindakan sistematis dan terencana yang dilakukan secara
bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan, dan kemempuan
berprilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup sehat.
B. Kegiatan Germas
Melakukan Aktivitas Fisik;
Makan Buah Dan Sayur;
Tidak Merokok;
Tidak Mengkonsumsi Minuman Beralkohol;
Melakukan Cek Kesehatan Berkala, meliputi:
Cek kesehatan betar badan (BB) dan tinggi badan (TB);
Cek lingkar perut secara berkala;
Cek tekanan darah;
Cek kadar gula darah berkala;
Cek fungsi mata telinga;
Cek kolesterol;
Cek arus puncak ekspirasi;
Cek dan deteksi dini kanker leher rahim; dan
Cek Sadari Periksa Payudara Sendiri.
Menjaga kebersihan Lingkungan; dan
Menggunakan Jamban.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
D. Tujuan Umum
Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk berperilaku sehat dalam
upaya meningkatkan kualitas hidup.
E. Tujuan Khusus
Meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat untuk hidup sehat.
Meningkatkan produktivitas masyarakat.
Mengurangi beban biaya kesehatan.
F. Pelaksanaan
Kegiatan utama yang dilakukan dalam rangka Germas adalah:
Peningkatan Aktivitas Fisik;
Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan sehat;
Penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi;
Peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit;
Peningkatan kualitas lingkungan; dan
Peningkatan edukasi hidup sehat.
G. Pelaku Germas
Germas dilaksanakan oleh semua komponen bangsa:
Pemerintah baik pusat maupun daerah;
Dunia pendidikan;
Swasta dan dunia usaha;
Organisasi kemasyarakatan; dan
Individu, keluarga dan masyarakat.
2. CERDIK
Kementerian Kesehatan RI secara khusus meningkatkan masyarakat hidup sehat (GERMAS)
guna mewujudkan Indonesia sehat.Agar kesehatan dan kebugaran tubuh hari ini sampai hari tua
nanti tetap terjaga,maka terapkanlah program CERDIK dan PATUH berikut ini.
Program CERDIK adalah langkah preventif yang di ubah agar masyarakat yang masi sehat dan
bugar dapat terhindar dari berbagai penyakit tidak menular (PTM), program ini terdiri atas:
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Apa saja pemeriksaan kesehatan yang sebaiknya dilakukan secara rutin:
Cek Tekanan Darah
Tekanan darah adalah salah satu cara deteksi dari resiko Hipertensi, Stroke, dan penyakit
jantung.
Angka Hasil pemeriksaan normal jika dibawah 140/90 mmHg.
Cek Kadar Gula Darah
Cek kadar gula darah menunjukkan kadar glukosa dalam darah. Hasilnya membantu
mendeteksi dini masalah Diabetes.
Hasil tes normal jika kadar gula darah kurang dari 100.
Cek Lingkar Perut
Lemak perut jika berlebihan akan memicu masalah kesehatan yang serius seperti serangan
jantung, stroke, dan diabetes.
Batas aman lingkar perut, yaitu:
Pria: 90 cm
Wanita: 80 cm
Cek Kolesterol Total
Cek kolesterol biasanya terdiri dari:
LDL (Kolesterol Buruk);
HDL (Kolesterol Baik ); dan
Trigliserida (Lemak yang dibawa dalam darah berasal dari makan yang kita makan).
Kolesterol LDL Kategori Kolesterol LDL
Kurang dari 100 Optimal
100-129 Dekat optimal/diatas optimal
130-159 Garis batas tinggi
160-189 Tinggi
190 dari lebih tinggi Sangat tinggi
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Cek Arus Puncak Ekspirasi
Arus puncak ekspirasi adalah salah satu cek kesehatan dalam uji fungsi paru. Pengukuran ini
biasa dilakukan pada penderita asma atau berbagai penyakit obstruktif lainnya untuk menilai
kemampuan paru.
Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
Cara yang paling umum untuk deteksi kanker leher rahim adalah dengan melakukan pilihan
pemeriksaan berkala, yaitu:
TEST PAP SMEAR; dan
TEST IVA (Infeksi Visual Dengan Asam Asetat).
SADARI (Periksa Payudara Sendiri)
Pemeriksaan Payudara sendiri bisa dilakukan perempuan sejak umur 20 tahun.
3. PATUH
Program PATUH di buat untuk pasien penyandang Penyakit Tidak Manular (PTM) agar
penyakit tidak semakin parah dan tetap terkontrol kesehatannya. Program ini meliputi:
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDG's)
2015 – 2030
1) MDGS – 2015
Belum Tercapai:
Pengurangan penyandang HIV/AIDS;
Malnutrisi;
Akses terhadap air bersih dan sanitasi;
11% KB tidak terpenuhi;
Perkawinan anak (23% dibawah umur); dan
AKI.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
1) Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) / SDGS
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
CATATAN:
SDGs merupakan kesepakatan 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
yang ditetapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat global termaksud
Indonesia.
SDGs ditetapkan tanggal 21 Oktober 2015 di Kota New York.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
PERMENKES RI NO. 12 TAHUN 2017
TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit
atau hanya mengalami sakit ringan.
2. Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau
masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme
yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya,
yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap
penyakit tertentu.
3. Imunisasi program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian dari
masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi.
4. Imunisasi pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan
kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit tertentu.
5. Auto Disable Syringe yang selanjutnya disingkat ADS adalah alat suntik sekali pakai untuk
pelaksanaan pelayanan imunisasi.
6. Safety Box adalah sebuah tempat yang berfungsi untuk menampung sementara limbah bekas ADS
yang telah digunakan dan harus memenuhi persyaratan khusus.
7. Cold Chain adalah sistem pengelolaan Vaksin yang dimaksudkan untuk memelihara dan menjamin
mutu Vaksin dalam pendistribusian mulai dari pabrik pembuat Vaksin sampai pada sasaran.
8. Peralatan Anafilaktik adalah alat kesehatan dan obat untuk penanganan syok anafilaktik.
BAB II
JENIS IMUNISASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Berdasarkan jenis penyelenggaraannya, Imunisasi dikelompokkan menjadi Imunisasi Program dan
Imunisasi Pilihan.
(2) Vaksin untuk Imunisasi Program dan Imunisasi Pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki izin edar dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Imunisasi Program
Pasal 4
(1) Imunisasi Program, terdiri atas:
a. Imunisasi rutin;
b. Imunisasi tambahan; dan
c. Imunisasi khusus.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 5
(1) Imunisasi rutin dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan.
(2) Imunisasi rutin terdiri atas Imunisasi dasar dan Imunisasi lanjutan.
Pasal 6
(1) Imunisasi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) diberikan pada bayi sebelum berusia
1 (satu) tahun.
(2) Imunisasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit:
a. Hepatitis B;
b. Poliomyelitis;
c. Tuberkulosis (BCG);
d. Difteri;
e. Pertusis;
f. Tetanus;
g. Pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b (Hib); dan
h. Campak.
Pasal 7
(1) Imunisasi lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) merupakan ulangan Imunisasi
dasar untuk mempertahankan tingkat kekebalan dan untuk memperpanjang masa perlindungan
anak yang sudah mendapatkan Imunisasi dasar.
(2) Imunisasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada:
a. Anak usia bawah 2 tahun (Baduta);
b. Anak usia SD; dan
c. Wanita Usia Subur (WUS).
(3) Imunisasi lanjutan yang diberikan pada Baduta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri
atas Imunisasi terhadap penyakit difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, pneumonia dan meningitis
yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b (Hib), serta campak.
(4) Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit campak, tetanus, dan difteri.
(5) ---
(6) Imunisasi lanjutan yang diberikan pada WUS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri
atas Imunisasi terhadap penyakit tetanus dan difteri.
Pasal 9
(1) Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan masyarakat terhadap penyakit
tertentu pada situasi tertentu.
(2) Situasi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa persiapan keberangkatan calon jemaah
haji/umroh, persiapan perjalanan menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi
kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu
(3) Imunisasi khusus berupa Imunisasi terhadap meningitis meningokokus, yellow fever (demam
kuning), rabies, dan poliomyelitis.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Bagian Ketiga
Imunisasi Pilihan
Pasal 11
(1) Imunisasi pilihan dapat berupa Imunisasi terhadap penyakit:
a. Pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh pneumokokus;
b. Diare yang disebabkan oleh rotavirus;
c. Influenza;
d. Cacar air (varisela);
e. Gondongan (mumps);
f. Campak jerman (rubela);
g. Demam tifoid;
h. Hepatitis A;
i. Kanker leher rahim yang disebabkan oleh Human Papillomavirus;
j. Japanese Enchephalitis;
k. Herpes zoster;
l. Hepatitis B pada dewasa; dan
m. Demam berdarah (DBD).
BAB IV
PENYELENGGARAAN IMUNISASI PILIHAN
Pasal 37
(1) Pelayanan Imunisasi Pilihan hanya dapat dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan berupa:
a. Rumah sakit;
b. Klinik; dan
c. Praktik dokter.
(2) Pelayanan Imunisasi Pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh dokter atau
dokter spesialis sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
LAMPIRAN
PEDOMAN PENYELENGGARAAN IMUNISASI
Imunisasi Dasar
Imunisasi Rutin
Imunisasi Program Imunisasi Tambahan Imunisasi Lanjutan
Imunisasi Khusus
IMUNISASI
Imunisasi Pilihan
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Imunisasi Program, meliputi:
Imunisasi Rutin
Imunisasi Tambahan Imunisasi Khusus
Imunisasi Dasar Imunisasi Lanjutan
Hepatitis B DPT-HB-Hib Backing fighting Meningococus
BCG (TBC), Polio 1
Campak Crash program Demam kuning
(lumpuh layu)
DPT-HB-Hib 1, Polio
PIN Rabies
2
DPT-HB-Hib 2, Polio
Umroh
3
DPT-HB-Hib 3, Polio
4, IPV
Campak
BAB II
JENIS DAN JADWAL IMUNISASI
1. Imunisasi Rutin
a. Imunisasi Dasar
Tabel 1. Jadwal Pemberian Imunisasi
Interval Minimal Untuk Jenis
Umur Jenis
Imunisasi Yang Sama
0 – 24 jam Hepatitis B
1 bulan BCG (TBC), Polio 1 (lumpuh layu)
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3 1 bulan
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV
9 bulan Campak
Catatan:
Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi < 24 jam pasca
persalinan, dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya, khusus
daerah dengan akses sulit, pemberian Hepatitis B masih diperkenankan sampai <
7 hari.
Bayi lahir di Institusi RS, Klinik, dan Bidan Praktik Swasta, Imunisasi BCG dan
Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat diberikan sampai
usia < 1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux.
Bayi yang telah mendapatkan Imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-HB-Hib 2,
DPT-HB-Hib 3 dengan jadwal dan interval sebagaimana Tabel 1, maka
dinyatakan mempunyai status Imunisasi T2.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
b. Imunisasi Lanjutan
Tabel 2. Jadwal Imunisasi lanjutan pada Anak Bawah Dua Tahun
Interval Minimal Setelah Imunisasi
Umur Jenis Imunisasi
Dasar
DPT-HB-Hib 12 bulan dari DPT-HB-Hib 3
18 bulan
Campak 6 bulan dari Campak dosis pertama
Catatan:
Pemberian Imunisasi lanjutan pada baduta DPT-HB-Hib dan Campak dapat
diberikan dalam rentang usia 18 – 24 bulan.
Baduta yang telah lengkap Imunisasi dasar dan mendapatkan Imunisasi lanjutan
DPT-HB-Hib dinyatakan mempunyai status Imunisasi T3.
Catatan:
Anak usia sekolah dasar yang telah lengkap Imunisasi dasar dan Imunisasi lanjutan
DPT-HB-Hib serta mendapatkan Imunisasi DT dan Td dinyatakan mempunyai
status Imunisasi T5.
Catatan:
Sebelum Imunisasi, dilakukan penentuan status Imunisasi T (screening) terlebih
dahulu, terutama pada saat pelayanan antenatal.
Pemberian Imunisasi Td tidak perlu diberikan, apabila status T sudah mencapai T5,
yang harus dibuktikan dengan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), kohort
dan/atau rekam medis.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
BAB III
PENYELENGGARAAN IMUNISASI PROGRAM
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
SISTEM KEKEBALAN TUBUH
B. Fagositosis adalah garis pertahanan kedua bagi tubuh terhadap agen infeksi:
Patogen.
Sel darah putih.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
C. Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cidera
Contohnya:
Bintik merah pada kulit.
Jari kaki yang membengkak.
Penyebabnya: Terbakar, toksin, produk bakteri, gigitan serangga atau pukulan keras.
6. PERTAHANAN SPESIFIK
A. Komponen Respon Imunitas Spesifik
Antigen adalah zat yanag merangsang respon imunitas, terutama dalam menghasilkan
antibodi.
Determinan antigen (Epitop) bagian antigen yanag dapat membangkitkana respon
imunitas (dapat menginduksi pembentukkan antibodi).
Hapten, molekul kecil yang jika sendirian tidak dapat menginduksi produksi antibodi.
Namun, hapten akan bersifat imunogenik (mampu menginduksi produksi antibodi) jika
bergabung dengan carrier yang bermolekul besar.
Antibodi adalah protein larut yang dihasilkan oleh sistem imunitas. Antibodi merupakan
protein plasma disebut imunologlubin (Ig).
Bentuk Imonoglobulin (Ig) Fungsi
IgA Melawan mikroorganisme yang masuk dalam tubuh.
IgO Membantu memicu respon imunitas.
IgE Melepaskan Histamin dan mediator kimia lainnya yang terlibat
dalam reaksi alergi.
IgG Perlindungan terhadap mikroorganisme dan toksin, mengaktivasi
komplemen dan meningkatkan efektivitas sel fagositik.
IgM Mengaktivasi komplemen dan memperbanyak fagositosis.
B. Interaksi antibodi
Peningkatan antibodi ke antigen memungkinkan inaktivasi antigen dan menandai sel atau
molekul asing agar dicerna oleh fagosit atau sistem komplemen protein.
Kekebalan pasif adalah kekebalan dimana jika antibodi dari satu individu dipindahkan ke
individu lainnya. Kekebalan pasif dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Pasif Alamiah, kekebalan yang didapatkan dari ibu melalui plasenta saat masih berada
dalan kandungan. Contohnya: kekebalan yang diperolah dengan pemberian air susu
pertama (Kolostrum).
b. Pasif Buatan, diperoleh dengan cara menyuntikkan antibodi yang di ektrakkan dari satu
individu ketubuh orang lain sebagai serum. Contohnya: pemberian Serum antibisa ular.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
BKKBN – KELUARGA BERENCANA
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Tangguh adalah perilaku memiliki semangat pantang menyerah untuk
mencapai tujuan.
Kerjasama adalah perilaku untuk membangun jejaring dengan prinsip
kesetaraan dan saling menguntungkaan, percaya, sinergis, serta menghargai
melalui komunikasi yang kondusif untuk mencapai tujuan bersama.
Integrasi adalah perilaku jujur, terbuka dan konsisten antara pikiran dan
perbuatan.
Ikhlas adalah perilaku dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan
tulus dan sungguh-sungguh.
Mewujudkan keluarga berkualitas, yaitu keluarga yang tentram, mandiri dan
bahagia.
TUJUAN Mengendalikan struktur penduduk menuju Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS)
dengan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga terwujud bonus
demografi yang bermanfaat bagi pembangunan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
e. Peningkatan ketahanan dan kemandirian keluarga
rentan.
f. Penguatan pelayanan ramah lansia melalui 7 (tujuh)
dimensi lansia tangguh dan pendampingan
perawatan jangka panjang bagi lansia.
g. Peningkatan kemitraan pembangunan keluarga.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Secara garis besar terdapat 2 (dua) Program di lingkungan BKKBN, yaitu: 1 (satu) program
teknis dan 1 (satu) program generik (pendukung):
Program Teknis: Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana
(Bangga Kencana), terdiri dari:
a. Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK);
b. Bidang Pengendalian Penduduk (DALDUK);
c. Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR);
d. Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN); dan
e. Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan (LALITBANG).
5. TARGET/SASARAN PROGRAM KB
Sasaran program KB tertuang dalam RPJMN, meliputi:
a. Menurunnya laju pertumbuhan penduduk (LPP).
b. Menurunnya angka kelahiran total (TFR) per WUS (15-49 tahun).
c. Meningkatnya pemakaian kontrasepsi (CPR).
SASARAN d. Menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need).
e. Menurunnya angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun (ASFR
15-19 tahun).
f. Menurunnya kehamilan yang tidak diinginkan dari WUS (15-19
tahun).
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Akseptor Orang yang menerima serta mengikuti program KB.
Akseptor yang pada saat ini sedang memakai alat dan obat
Akseptor Aktif KB kontrasepsi (alokon) untuk menjarangkan kehamilan atau
mengakhiri kesuburan dan masih terlindung oleh kontrasepsi.
PUS yang telah menggunakan kontrasepsi selama 3 bulan atau
Akseptor Aktif Kembali
lebih kemudian menghentikan, dan kembali menggunakan.
Akseptor yang baru pertama kali menggunakan alat
Akseptor KB Baru
kontrasepsi.
Akseptor yang memakai kontrasepsi 2 minggu kemudian
Akseptor KB Dini
setelah melahirkan/abortus.
Akseptor yang memakai kontrasepsi 40 hari kemudian setelah
Akseptor Langsung
melahirkan/abortus.
Akseptor Dropout Akseptor yang menghentikan pemakaian kontrasepsi > 3 bulan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
9. ISTILAH PENTING DALAM KB
Contraseptive Prevalence Rate (CPR) adalah presentase cakupan peserta KB aktif
dibandingkan dengan jumlah PUS di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Total Fertility Rate /TFR (Angka Kelahiran Total ) adalah rata-rata banyaknya anak yang
dilahirkan hidup oleh seorang wanita selama masa reproduksi.
Unmet need adalah pasangan usia subur yang tidak ingin punya ank lagi atau yang ingin
menjarangkan kelahiran, tetapi tidak menggunakan kontrsepsi.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
11. SYARAT, KEUNTUNGAN, DAN KETERBATASAN ALAT KONTRASEPSI
PIL KB
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
POLA HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)
3. MANFAAT PHBS
Manfaat PHBS secara umum adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mau
menjalankan hidup bersih dan sehat. Hal tersebut agar masyarakat bisa mencegah dan
menanggulangi masalah kesehatan. Selain itu, dengan menerapkan PHBS masyarakat mampu
menciptakan lingkungan yang sehat dan meningkatkan kualitas hidup.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
meningkatkan proses belajar mengajar dan para siswa, guru hingga masyarakat lingkungan
sekolah menjadi sehat.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Berikut ini 10 indikator PHBS pada tingkatan rumah tangga, yaitu:
1) Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan: Persalinan yang mendapat pertolongan dari
pihak tenaga kesehatan baik itu dokter, bidan ataupun paramedis memiliki standar dalam
penggunaan peralatan yang bersih, steril dan juga aman. Langkah tersebut dapat mencegah
infeksi dan bahaya lain yang beresiko bagi keselamatan ibu dan bayi yang dilahirkan.
2) Pemberian ASI eksklusif: Kesadaran mengenai pentingnya ASI bagi anak di usia 0 – 6 bulan
menjadi bagian penting dari indikator keberhasilan praktek perilaku hidup bersih dan sehat pada
tingkat rumah tangga.
3) Menimbang bayi dan balita secara berkala: Praktek tersebut dapat memudahkan
pemantauan pertumbuhan bayi. Penimbangan dapat dilakukan di Posyandu sejak bayi berusia
1 bulan hingga 5 tahun. Posyandu dapat menjadi tempat memantau pertumbuhan anak dan
menyediakan kelengkapan imunisasi. Penimbangan secara teratur juga dapat memudahkan
deteksi dini kasus gizi buruk.
4) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih: Praktek ini merupakan langkah yang berkaitan
dengan kebersihan diri sekaligus langkah pencegahan penularan berbagai jenis penyakit berkat
tangan yang bersih dan bebas dari kuman.
5) Menggunakan air bersih: Air bersih merupakan kebutuhan dasar untuk menjalani hidup sehat.
6) Menggunakan jamban sehat: Jamban merupakan infrastruktur sanitasi penting yang
berkaitan dengan unit pembuangan kotoran dan air untuk keperluan pembersihan.
7) Memberantas jentik nyamuk: Nyamuk merupakan vektor berbagai jenis penyakit dan
memutus siklus hidup makhluk tersebut menjadi bagian penting dalam pencegahan berbagai
penyakit.
8) Konsumsi buah dan sayur: Buah dan sayur dapat memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral
serta serat yang dibutuhkan tubuh untuk tumbuh optimal dan sehat.
9) Melakukan aktivitas fisik setiap hari: Aktivitas fisik dapat berupa kegiatan olahraga ataupun
aktivitas bekerja yang melibatkan gerakan dan keluarnya tenaga.
10) Tidak merokok di dalam rumah: Perokok aktif dapat menjadi sumber berbagai penyakit
dan masalah kesehatan bagi perokok pasif. Berhenti merokok atau setidaknya tidak merokok di
dalam rumah dapat menghindarkan keluarga dari berbagai masalah kesehatan.
6. PHBS LINGKUNGAN
Menggunakan air bersih;
Menggunakan jamban;
Membuang sampah pada tempatnya;
Tidak merokok;
Tidak meludah sembarangan; dan
Memberantas jentik nyamuk.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Menggunakan air bersih;
Menggunakan jamban saat buang air kecil dan air besar;
Membuang sampah pada tempatnya; dan
Menggunakan APD sesuai jenis pekerjaan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
PERMENKES RI NO. 11 TAHUN 2017
TENTANG KESELAMATAN PASIEN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi
asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
2. Insiden Keselamatan Pasien yang selanjutnya disebut Insiden, adalah setiap kejadian yang tidak
disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat
dicegah pada pasien.
Pasal 2
Pengaturan Keselamatan Pasien bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas pelayanan
kesehatan melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan.
BAB III
PENYELENGGARAAN KESELAMATAN PASIEN
Bagian Kesatu
Standar, Tujuh Langkah Menuju, dan Sasaran Keselamatan Pasien
Pasal 5
(1) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan Keselamatan Pasien.
(2) Penyelenggaraan Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
pembentukan sistem pelayanan yang menerapkan:
a. standar Keselamatan Pasien;
b. sasaran Keselamatan Pasien; dan
c. tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien.
(3) Sistem pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menjamin pelaksanaan:
a. asuhan pasien lebih aman, melalui upaya yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan risiko pasien;
b. pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, dan tindak lanjutnya; dan
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
c. implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
(4) Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi standar:
a. hak pasien;
b. pendidikan bagi pasien dan keluarga;
c. Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan;
d. penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan peningkatan
Keselamatan Pasien;
e. peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan Pasien;
f. pendidikan bagi staf tentang Keselamatan Pasien; dan
g. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai Keselamatan Pasien.
(5) Sasaran Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi tercapainya
hal-hal:
a. mengidentifikasi pasien dengan benar;
b. meningkatkan komunikasi yang efektif;
c. meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai;
d. memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien
yang benar;
e. mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan; dan
f. mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.
(6) Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri
atas:
a. membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien;
b. memimpin dan mendukung staf;
c. mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
d. mengembangkan sistem pelaporan;
e. melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
f. belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien; dan
g. mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien.
Pasal 14
(1) Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi:
a. Kondisi Potensial Cedera (KPC);
b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC);
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
c. Kejadian Tidak Cedera (KTC); dan
d. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).
(2) Kondisi Potensial Cedera (KPC) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi
yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
(3) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
(4) Kejadian Tidak Cedera (KTC) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan insiden
yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
(5) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan
Insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
PERMENKES RI NO. 27 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk
mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan
masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections) yang selanjutnya
disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa
inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi
karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 9
(1) Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan
PPI.
(2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan secara berkala
setiap 6 (enam) bulan sekali atau sesuai dengan kebutuhan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
UNDANG-UNDANG RI NO. 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan,
manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan
nondiskriminatif dan norma-norma agama.
Pasal 3
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 4
Setiap orang berhak atas kesehatan.
Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atau sumber daya di bidang
kesehatan.
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan
kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Pasal 6
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.
Pasal 7
Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan
bertanggung jawab.
Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya, termasuk tindakan dan
pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 9
(1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pasal 10
Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang
sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.
Pasal 11
Setiap orang berkewaiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan
memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pasal 12
Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi
tanggung jawabnya.
Pasal 13
(1) Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
BAB V
SUMBER DAYA DI BIDANG KESEHATAN
Bagian Kesatu
Tenaga Kesehatan
Pasal 22
(1) Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum.
Pasal 23
(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Pasal 24
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik,
standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional.
Pasal 25
(1) Pengadaan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat melalui pendidikan dan/atau pelatihan.
Pasal 26
(1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk pemerataan pelayanan kesehatan.
(2) Pemerintah daerah dapat mengadakan dan mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan daerahnya.
(3) Pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan memperhatikan:
a. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat;
b. Jumlah sarana pelayanan kesehatan; dan
c. Jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan kesehatan yang ada.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 27
(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya.
Bagian Kedua
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pasal 30
(1) Fasilitas pelayanan kesehatan, menurut jenis pelayanannya, terdiri atas:
a. Pelayanan kesehatan perseorangan; dan
b. Pelayanan kesehatan masyarakat.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
Pasal 32
(1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib
memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan
terlebih dahulu.
(2) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang
menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Pasal 35
(1) Pemerintah daerah dapat menentukan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan serta
pemberian izin beroperasi di daerahnya.
(2) Penentuan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh pemerintah daerah dengan mempertimbangkan:
a. Luas wilayah;
b. Kebutuhan kesehatan;
c. Jumlah dan persebaran penduduk;
d. Pola penyakit;
e. Pemanfaatannya;
f. Fungsi sosial; dan
g. Kemampuan dalam memanfaatkan teknologi.
Bagian Ketiga
Perbekalan Kesehatan
Pasal 39
Ketentuan mengenai perbekalan kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 40
(1) Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat yang secara esensial harus tersedia bagi kepentingan
BAB VI
UPAYA KESEHATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 47
Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksankan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 48
(1) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan melalui
kegaiatan:
a. Pelayanan kesehatan;
b. Pelayanan kesehatan tradisional;
c. Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit;
d. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan;
e. Kesehatan reproduksi;
f. Keluarga berencana (KB);
g. Kesehatan sekolah;
h. Kesehatan olahraga;
i. Pelayanan kesehatan pada bencana;
j. Pelayanan darah;
k. Kesehatan gigi dan mulut;
l. Penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran;
m. Kesehatan matra;
n. Pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
o. Pengamanan makanan dan minuman;
p. Penggunaan zat adiktif; dan/atau
q. Bedah mayat.
Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Pasal 52
(1) Pelayanan kesehatan terdiri atas:
a. Pelayanan kesehatan perseorangan; dan
b. Pelayanan kesehatan masyarakat.
Pasal 53
(1) Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan
kesehatan perseorangan dan keluarga.
Pasal 56
(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan
diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut
secara lengkap.
(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada:
a. Penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular kedalam masyarakat yang
lebih luas;
b. Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; dan
c. Gangguan mental berat.
Pasal 57
(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada
penyelenggara pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak berlaku dalam hal:
a. Perintah undang-undang;
b. Perintah pengadilan;
c. Izin yang bersangkutan;
d. Kepentingan masyarakat;
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
e. Kepentingan orang tersebut.
Pasal 58
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelengara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.
Bagian Ketiga
Pelayanan Kesehatan Tradisional
Pasal 59
(1) Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi:
a. Pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan; dan
b. Pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan.
(2) Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibina dan diawasi oleh
Pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan
dengan norma agama.
Pasal 60
(1) Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan
teknologi harus mendapat izin dari lembaga yang berwenang.
Pasal 61
(1) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan, emningkatkan, dan
menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan
keamanannya.
Bagian Keenam
Kesehatan Reproduksi
Pasal 71
(1) Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak
semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses
reproduksi pada laki-laki dan perempuan.
(2) Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan;
b. Pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi, dan kesehatan seksual; dan
c. Kesehatan sistem reproduksi.
Pasal 72
Setiap orang berhak:
a. Menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan
dan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah.
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam
nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan,
maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar
kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT),
kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang
ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 ayat (2).
Bagian Ketujuh
Keluarga Berencana (KB)
Pasal 78
(1) Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi
pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas.
Bagian Kesebelas
Pelayanan Darah
Pasal 86
(1) Pelayanan darah merupakan upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia
sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial.
Pasal 87
(1) Penyelenggaraan donor darah dan pengolahan darah dilakukan olehUnit Transfusi Darah.
Pasal 115
(1) Kawasan tanpa rokok, antara lain:
a. Fasilitas pelayanan kesehatan;
b. Tempat proses belajar mengajar;
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
c. Tempat anak bermain;
d. Tempat ibadah;
e. Angkutan umum;
f. Tempat kerja; dan
g. Tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Pasal 118
(1) Mayat yang tidak dikenal harus dilakukan upaya identifikasi.
Pasal 119
(1) Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan dapat dilakukann bedah
mayat klinis di rumah sakit.
Pasal 120
(1) Untuk kepentingan pendidikan di bidang ilmu kedokteran dan biomedik dapat dilakukan bedah
mayat anatomis di rumah sakit pendidikan atau institusi pendidikan kedokteran.
(2) Bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap mayat
yang tidak dikenal atau mayat yang tidak diurus oelh keluarganya, atas persetujuan tertulis orang
tersebut semasa hidupnya atau persetujuan tertulis keluarganya.
(3) Mayat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah diawetkan, dipublikasikan untuk dicarikan
keluarganya, dan disimpan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sejak kematiannya.
Pasal 121
(1) Bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan oleh dokter sesuai dengan
keahlian dan kewenangannya.
Pasal 122
(1) Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 123
(1) Pada tubuh yang telah terbukti mati batang otak dapat dilakukan tindakan pemanfaatan organ
sebagai donor untuk kepentingan transplantasi organ.
BAB VII
KESEHATAN IBU, BAYI, ANAK, RAMAJA, LANJUT USIA, DAN PENYANDANG CACAT
Bagian Kesatu
Kesehatan Ibu, Bayi, dan Anak
Pasal 126
(1) Upaya kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan
generasi yang sehat dan berkualitas serat mengurangi angka kematian ibu.
(2) Upaya kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 127
(1) Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah
dengan ketentuan:
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam
rahim istri dari mana ovum berasal;
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu; dan
c. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Pasal 128
(1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu (ASI) eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam)
bualn, kecuali atas indikasi medis.
BAB VIII
GIZI
Pasal 141
(1) Upaya perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perseorangan dan
masyarakat;
(2) Peningkaatn mutu gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. Perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai denagn gizi seimbang;
b. Perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan;
c. Peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi;
dan
d. Peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.
Pasal 142
(1) Upaya perbaikan gizi dilakukan pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai
dengan lanjut usia dengan prioritas kepada kelompok rawan:
a. Bayi dan balita;
b. Remaja perempuan; dan
c. Ibu hamil dan menyusui.
BAB IX
KESEHATAN JIWA
Pasal 147
(1) Upaya penyembuhan penderita gangguan kesehatan jiwa merupakan tanggung jawab Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
Pasal 148
(1) Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara.
Pasal 149
(1) Penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau
orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan
pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan perawatan di
fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang,
mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau
keamanan umum.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas pemerataan penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan jiwa dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat.
(4) Tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk
pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 150
(1) Pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan penegakan hukum (visum et repertum
psikiatricum) hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran jiwa pada fasilitas pelayanan
kesehatan.
BAB XI
KESEHATAN LINGKUNGAN
Pasal 162
Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik,
kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Pasal 163
(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan
tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan.
(2) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup lingkungan permukiman, tempat
kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
(3) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bebas dari unsur-unsur yang menimbulkan
gangguan kesehatan, antara lain:
a. Limbah cair;
b. Limbah padat;
c. Limbah gas;
d. Sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah;
e. Binatang pembawa penyakit;
f. Zat kimia yang berbahaya;
g. Kebisingan yang melebihi ambang batas;
h. Radiasi sinar pengion dan non pengion;
i. Air yang tercemar;
j. Udara yang tercemar; dan
k. Makanan yang terkontaminasi.
BAB XII
KESEHATAN KERJA
Pasal 166
(1) Majikan atau pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan,
peningkatan, pengobatan, dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan
kesehatan pekerja.
BAB XV
PEMBIAYAAN KESEHATAN
Pasal 171
(1) Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari
anggaran pendapatan dan belanja negara diluar gaji.
(2) Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10%
(sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah diluar gaji.
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 190
(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau
pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan
pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 32
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
ayat (2) atau pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan
atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 191
Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan
alat dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga mengakibatkan kerugian
harta benda, luka berat atau kematian, dipidana dengan pidana penajra paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 192
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apapun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 193
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah
identitas seseorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 diancam dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 195
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apapun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp 5000.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan
mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluj) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 198
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 199
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok kedalam wilayah NKRI
dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 115 dipidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 200
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI eksklusif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
OBAT – OBATAN DAN NAPZA
3. Manfaat Jamu
Untuk memelihara kesehatan, contoh kunyit asam, jahe manis.
Menambah nafsu makan, contoh temulawak, beras kencur.
Obat Herbal
Terstandar Fitofarmaka Jamu Obat Bebas
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
2. IZIN EDAR OBAT TRADISIONAL
Berdasarakan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 007 Tahun 2012 langkah yang harus
dilakukan untuk memperoleh izin obat edar tradisional adalah melakukan registrasi. Untuk obat
tradisional produk dalan negeri, registrasi hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat Tradisional
(IOT), Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), dan Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT). Izin
edar obat tradisional berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan. Izin Edar Obat Tradisional tidak berlaku terhadap:
Obat tradisional yang dibuat olah usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong.
Simpilisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri dan keperluan layanan pengobatan
tradisional.
Obat tradisional yang digunakan untuk penelitian, sampel untuk registrasi dan pameran dalam
jumlah terbatas dan tidak diperjual belikan.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatknan izin edar obat tradisional adalah:
Bahan yang digunakan memenuhi persyaratan kemanan dan mutu.
Pembuatannya berdasarkan CPOTB atau Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
Harus memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia dan persyaratan lain.
Obat ini memang berkhasiat, khususnya secara empiris, turun-temurun dan secara ilmiah.
Penandaan berisi informasi yang objektif , lengkap dan tidak menyesatkan.
Obat tradisional yang diedarkan tersebut tidak boleh mengandung:
Etil alkohol dengan ukuran tidak lebih dari 1%, kecuali digunakan dalam bentuk
pengenceran.
Bahan kimia obat dari hasil isolasi dan sintetik yang berkhasiat obat.
Narkotika dan psikotropika.
Bahan lain yang dianggap membahayakan kesehatan.
Obat tradisional tidak boleh dibuat dalam bentuk sediaan:
Intravaginal;
Tetes mata;
Parenteral; dan
Supositorial, kecuali digunakan untuk wasir.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Membantu proses detox dan mencegah penyakit kulit;
Mencegah kanker; dan
Anti peradangan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Penisilin Anti-Pseudomona (Tikarcillin, Piperasilin, dan
Sulbenisilin).
Befalosforin (Sefaklor dan Cefadroxil).
Psikotropika (UU No. 5 Tahun 1997) adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis
bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku. (Psikotropika
hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehataan dan atau ilmu
pengetahuan).
Jenis Psikotropika Contoh Psikotropika
PERMENKES NO. 5 Tahun 2017 “ Perubahan Penggolongan Psikotropika “
Gol. I Gol. II Gol. III Gol. IV Gol. I Gol. II Gol. III Gol. IV
Hanya dapat Berkhasiat Berkhasiat Berkhasiat Brolamfetamina, Amineptina, Amobarbital, Alprazolam,
digunakan pengobatan dan pengobataan dan pengobatan dan Etisiklidina, Metilfenidat, Pentobarbital, Diazepam,
untuk ilmu dapar digunakan banyak sangat luar Etriptamina, Sekobarbital. Flunitrasefam. Fenobarbital,
pengetahuan. dalam terapi digunakan dengan Katinona, dan Klobazam,
atau untuk dalam terapi dan digunakan Mekatinona. Flurasepam,
tujuan ilmu atau untuk dalam terapi dan Zolpidem.
pengetahuan tujuan ilmu atau untuk
serta pengatahuan tujuan ilmu
mempunyai serta pengetahuan
potensi kuat mempunyai serta
mengakibatkan potensi sedang mempunyai
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
sidroma mengakibatkan potensi ringan
ketergantungan. sidroma mengakibatkan
ketergantungan. sidroma
ketergantungan.
Prekursor (PP No. 44 tahun 2010 tentang Prekursor ) adalah zat atau bahan pemula atau
bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika dan psikotropika.
Prekursor Tabel I Prekursor Tabel II
Acetic anhydride Acetone
N-Acetyanthranilic acid Anthranilic acid
Ephedrine Ethyl ether
Ergometrine Hydrochloric acid
Ergotamine Methyl ethyl ketone
Isosafrole Phenylacetic acid
Lysergic acid Piperidine
3,4- Methylenedioxyphenyl-2propanone Sulphuric acid
Norephedrine Toluene
Piperonal
Potassium permanganat
Safrole
PERMENKES NO. 3 TAHUN 2015 “Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan Dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi“
Obat-obat tertentu (OOT) diatur dalam perka BPOM No. 28 tahun 2018 tantang pedoman
pengelolahan obat-obatan tertentu yang disalahgunakan adalah obat-obat yang bekerja
disistem susunan saraf pusat selain narkotika dan psikotropika yang pada penggunaan diatas
dosis tetapi dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku. Contoh:
Tramadol;
Triheksipenidil;
Klorpromazim;
Amitriptilin;
Haloperidol; dan
Dektrometorfan.
Obat Anti – Depresi Amitriptyline, Amoxapine, Amineptine, a. Sindrom depresi panic, gangguan afektif bipolar dan
Clomipramine, Imipramine, Moclobemide, unipolar. Gangguan distimik dan gangguan
Maprotiline, Mianserin, Opipramol, siklotimik.
Sertraline, Trazodone, Paroxetine, b. Sindrom depresi organik, seperti: hypothyroid
Fluvoxamine, Fluoxetine. induced depression, brain injury depression dan
reserpine.
Jenis Obat Anti-Depresi adalah: *Anti- c. Sindrom depresi situasional, seperti: ggn penyesuaian
Depresi Trisiklik, dgn depresi, grief reaction, dll; dan sindrom depresi
*Anti-Depresi Tetrasiklik, penyerta, seperti: ggn jiwa dengan depresi (ggn obsesi
*Obat Anti-Depresi Atipikal,
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
*Selective Serotonin Reuptake Inhibitor kompulsi, ggn panic, dimensia), ggn fisik dengan
(SSRI), dan depresi (stroke, MCI, kanker, dll).
*Inhibitor Monoamine Okside (MAOI).
Obat Anti – Mania Litium carbonate, Haloperidol, Sindrom mania dan Hendaya (ggn daya ingat).
Carbamazepine.
Obat Anti – Ansietas Obat anti-ansietas terdiri atas: Sindrom ansietas, seperti:
*Golongan benzodiazepine (Diazepam, a. Sindrom ansietas psikik, seperti: ggn ansietas umum,
Chlordiazepoxide, Lorazepam, Clobazam, ggn panik, ggn fobik, ggn obsesif kompulsif, ggn
Bromazepam, Oxasolam, Clorazepate, stress pasca trauma.
Alprazolam, dan Prazepam) b. Sindrom ansietas organic, seperti: hyperthyroid,
*Non-benzodiazepine (Sulpiride dan pheochromosytosis, dll.
Buspirone). Sindrom ansietas situasional, seperti: ggn
penyesuaian dgn ansietas dan ggn cemas perpisahan.
c. Sindrom ansietas penyerta, seperti: ggn jiwa dgn
ansietas (skizofrenia, ggn paranoid, dll).
d. Penyakit fisik dgn ansietas, seperti: pada klien
stroke, Myocard Cardio Infark (MCI), kanker, dll.
Obat Anti – Insomnia Nitrazepam, Triazolam, Estazolam, Sindrom insomnia yang dapat terjadi pada:
Chloral Hydrate. a. Sindrom insomnia psikik, seperti: ggn afektif bipolar
dan unipolar {episode mania atau depresi, ggn
ansietas (panic, fobia)};
Sindrom insomnia organic, seperti: hyperthyroidism,
putus obat penekan SSP (benzodiazepine,
phenobarbital, narkotika), zat perangsang SSP
(caffeine, ephedrine, amphetamine).
b. Sindrom insomnia situasional, seperti: ggn
penyesuaian dgn ansietas/depresi, sleep, wake
schedule (jet lag, workshift), stress psikososial.
c. Sindrom insomnia penyerta, seperti: ggn fisik dgn
insomnia (pain producing illnes, paroxysmal
noctural dyspnea).
d. Ggn jiwa dengan insomnia (Skizofrenia, ggn
paranoid)
Obat Anti-Obsesif Clomipramine, Fluvoxamine, Sertraline, Sindrom obsesi kompulsif. Diagnostik obsesif kompulsif
Kompulsif Fluoxetine, Paroxetine. dpt diketahui bila individu sedikitnya 2 minggu dan
hampir setiap hari mengalami gejala obsesif kompulsif,
dan gejala tersebut merupakan sumber penderitaan
(distress) atau mengganggu aktivitas sehari-hari
(disability).
Anti – Panik Imipramine, Clomipramine, Alprazolam, Sindrom panik. Diagnostik sindrom panik dapat
Moclobemide, Sertraline, Fluoxatine, ditegakkan paling sedikit 1 bulan individu mengalami
Parocetine, Fluvoxamine. beberapa kali serangan ansietas berat, gejala tsb dapat
terjadi dgn atau tanpa agoraphobia. Panik merupakan
Penggolongan obat anti-panik adalah: gejala yang merupakan sumber penderitaan (distress)
*Obat anti-panik trisiklik (impramine, atau mengganggu aktivitas sehari-hari (phobic
clomipramine), obat anti-panik avoidance).
benzodiazepine (alprazolam).
*Obat anti-panik RIMA/reversible
inhibitors of monoamine oxydase-A
(Moclobmide).
*Obat anti-panik SSRI (Sertraline,
Fluoxetine, Paroxetine, Fluvoxamine).
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
penurunan sekresi pulmonal, “psikosis atropine” pada klien geriatrik, hiperaktivitas, agitasi,
kekacauan mental, kulit kemerahan, dilatasi pupil yang bereaksi lambat, hipomotilitas usus, diatria,
dan takikardia.
5. Reaksi Autonomik (Jantung), seperti pening/pusing, takikardia, penurunan TD diastolic.
6. Reaksi alergi, seperti: Agranulositosis, dermatitis sistemik, dan ikterik.
7. Efek Samping Jangka Panjang
a. Muncul gejala-gejala eksrapiramidal. Diskinesia tardif merupakan ES jangka panjang yang
umum terjadi, yaitu:
*Adanya protrusi lidah/kekakuan lidah, mengecapkan bibir, merengut, menghisap, mengunyah,
berkedip, gerakan rahang lateral, meringis.
*Anggota gerak (bahu melorot, “pelvic thrusting”, rotasi atau fleksi pergelangan kaki, telapak
kaki geplek, gerakan ibu jari kaki.
b. ES jangka pendek/panjang yang jarang terjadi tetapi mengancam jiwa adalah Sindrom Malignan
Neuroleptik.
Anti-Depresi 1. Efek sedasi, seperti: rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor berkurang,
kemampuan kognitif menurun;
2. Efek anti-kolinergik, seperti: mulut kering, retensi urine, penglihatan kabur, konstipasi, sinus
takikardia;
3. Efek anti-adrenergik alfa, seperti: perubahan hantaran EKG, hipotensi;
4. Efek neurotoksis, seperti: tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia.
Anti-Insomnia 1. Depresi Susunan Saraf Pusat (SSP), terutama pada saat tidur sehingga memudahkan timbulnya koma,
karena terjadinya penurunan dari fungsi pernafasan.
2. Uremia.
3. Gangguan fungsi hati.
4. Pada klien usia lanjut dapat terjadi “overdation” sehingga risiko jatuh dan Hip fraktur (trauma besar
pada sistem muskuloskeletal).
5. Penggunaan obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dalam jangka panjang dapat menyebabkan
“rage reaction” (perilaku menyerang dan ganas).
Anti-Obsesis Kompulsif 1. Efek anti-histaminergik, seperti: sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor
menurun, kemampuan kognitif menurun.
2. Efek anti-kolinergik, seperti: mulut kering, keluhan lambung, retensi urine, disuria, penglihatan
kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual, sinus takikardi.
3. Efek anti-adrenergik alfa, seperti: perubahan gambaran EKG, hipotensi ortostatik.
4. Efek neurotoksis, seperti: tremor halus, epilepsi, agitasi, insomnia.
5. ES yang sering dari penggunaan anti-obsesif kompulsif jenis trisiklik adalah mulut kering dan
konstipasi.
6. Untuk golongan SSRI ES yang sering adalah nausea dan sakit kepala.
Anti-Panik 1. ES penggunaan obat anti-panik golongan trisiklik dapat berupa efek anti-histaminergik, seperti:
sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif
menurun.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
2. Efek anti-kolinergik, seperti: mulut kering, retensi urine, penglihatan kabur, konstipasi, sinus
takikardi.
3. Efek anti-adrenergik alfa, seperti: perubahan gambaran EKG, hipotensi ortostatic.
4. Efek neurotoksis, seperti: tremor halus, kejang, agitasi, insomnia.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
UNDANG-UNDANG RI NO. 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis
maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
2. Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang
ini.
BAB II
DASAR, ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2
Undang-Undang tentang Narkotika berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Undang-Undang tentang Narkotika diselenggarakan berasaskan:
a. Keadilan;
b. Pengayoman;
c. Kemanusiaan;
d. Ketertiban;
e. Perlindungan;
f. Keamanan;
g. Nilai-nilai ilmiah; dan
h. Kepastian hukum.
Pasal 4
Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan:
a. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika;
c. Memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu
Narkotika.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 5
Pengaturan Narkotika dalam Undang-Undang ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan
yang berhubungan dengan Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 6
(1) Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan kedalam:
a. Narkotika Golongan I;
b. Narkotika Golongan II; dan
c. Narkotika Golongan III.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 7
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 8
(1) Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
(2) Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium
setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala BPOM.
BAB VI
PEREDARAN
Bagian Ketiga
Penyerahan
Pasal 43
(1) Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh:
a. Apotek;
b. Rumah sakit (RS);
c. Pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS);
d. Balai pengobatan; dan
e. Dokter.
(2) Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada:
a. Rumah sakit (RS);
b. Pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS);
c. Apotek lainnya;
d. Balai pengobatan;
e. Dokter; dan
f. Pasien
(3) Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan
Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
(4) Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk:
a. Menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan;
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan;
atau
c. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum:
a. Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan
I dalam bentuk tanaman (Pasal 111 ayat 1) dan Narkotika Golongan I bukan tanaman (Pasal 112
ayat 1).
b. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I (Pasal 115 ayat 1).
c. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II (Pasal 118 ayat
1).
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
d. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,
menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II (Pasal 119 ayat 1).
e. Menggunakan Narkotika Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II
untuk digunakan orang lain (Pasal 121 ayat 1).
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum:
a. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I (Pasal 113 ayat
1).
b. Menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I
untuk digunakan orang lain (Pasal 116 ayat 1).
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum:
a. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,
menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I (Pasal 114 ayat 1).
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum:
a. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II (Pasal 117 ayat 1).
b. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II (Pasal 120 ayat 1).
c. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III (Pasal 123
ayat 1).
d. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,
menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III (Pasal 124 ayat 1).
e. Menggunakan Narkotika Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan
III untuk digunakan orang lain (Pasal 126 ayat 1).
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum:
a. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan III (Pasal 122 ayat 1).
b. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III (Pasal 125 ayat 1).
Pasal 127
(1) Setiap Penyalah Guna:
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun;
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun;
Pasal 128
(1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 129
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum:
a. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan
Narkotika;
b. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan
Narkotika;
c. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,
menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
d. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan
Narkotika;
Pasal 134
(1) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(2) Keluarga dari Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dengan sengaja tidak
melaporkan Pecandu Narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga)
bulan atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
RINGKASAN
NARKOTIKA
Jenis Contoh Keterangan
Heroin/Putauw, Kokain, Hanya digunakan untuk tujuan pengetahuan,
Narkotika Golongan I
Ganja tidak untuk terapi.
Digunakan untuk pilihan terakhir dalam
Narkotika Golongan II Morfin dan Petidin
terapi.
Digunakan untuk tujuan pengetahuan dan
Narkotika Golongan III Kodein
terapi.
PSIKOTROPIKA
Jenis Contoh Keterangan Efek
Hanya untuk pengetahuan bukan
Golongan I Ekstasi, Shabu, LSD Kuat
terapi
Golongan II Afetamin, Metilfeniolat/Ritalin Untuk terapi Kuat
Golongan III Pentobarbital, Flunitrazepam Untuk terapi Sedang
Diazepam, Bromozepam,
Golongan IV Pengetahuan dan terapi Ringan
Nitrazepam, Pil Koplo
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
GOLONGAN OBAT
Jenis Contoh Efek
Opioid (Morfin, Heroin) Merangsang aktivitas fungsional
Golongan Depresan
Sedatif, Hipnotik (Obat Tidur) tubuh
Amfetamin (Shabu, Ekstasi,
Golongan Stimulan Merangsang fungsi tubuh dan aktif
Kafein, Kokain)
Golongan Halusinogen Ganja/Kanabis, LSD Efek halusinasi
JENIS OPIOIDA
Jenis Contoh Efek
Alami Morfin, Kodein -
Semi – Sintetik Heroin, Putauw, Hidromorfin 10x lebih kuat
Sintetik Meperidine, Metadone 400x lebih kuat
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
UNDANG-UNDANG RI NO. 44 TAHUN 2009
TENTANG RUMAH SAKIT
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika,
dan profesionalisme, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan,
perlindungan, dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
Pasal 3
Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:
a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit, dan
sumber daya manusia di rumah sakit;
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan
d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan
Rumah Sakit.
BAB III
TUGAS DAN FUNGSI
Pasal 4
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.
Pasal 5
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Rumah Sakit mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna
tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan
kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam
rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
BAB V
PERSYARATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
(1) Rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan.
(2) Rumah sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Swasta.
Bagian Ketiga
Bangunan
Pasal 9
Persyaratan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi:
a. Persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
b. Persyaratan teknis Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang
cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut
Pasal 10
(1) Bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
(2) Bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas ruang:
a. Rawat jalan;
b. Ruang rawat inap;
c. Ruang gawat darurat;
d. Ruang operasi;
e. Ruang tenaga kesehatan;
f. Ruang radiologi;
g. Ruang laboratorium;
h. Ruang sterilisasi;
i. Ruang farmasi;
j. Ruang pendidikan dan latihan;
k. Ruang kantor dan administrasi;
l. Ruang ibadah, ruang tunggu;
m. Ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit;
n. Ruang menyusui;
o. Ruang mekanik;
p. Ruang dapur;
q. Laundry;
r. Kamar jenazah;
s. Taman;
t. Pengolahan sampah; dan
u. Pelataran parkir yang mencukupi.
Bagian Keempat
Prasarana
Pasal 11
(1) Prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat meliputi:
a. Instalasi air;
b. Instalasi mekanikal dan elektrikal;
c. Instalasi gas medik;
d. Instalasi uap;
e. Instalasi pengelolaan limbah;
f. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
g. Petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat;
h. Instalasi tata udara;
i. Sistem informasi dan komunikasi; dan
j. Ambulan.
BAB VI
JENIS DAN KLASIFIKASI
Bagian Kesatu
Jenis
Pasal 18
Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 19
(1) Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit
Umum dan Rumah Sakit Khusus.
Bagian Kedua
Klasifikasi
Pasal 24
(1) Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah
sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan
pelayanan Rumah Sakit.
(2) Klasifikasi Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Rumah Sakit umum kelas A;
b. Rumah Sakit umum Kelas B;
c. Rumah Sakit umum kelas C;
d. Rumah Sakit umum kelas D.
(3) Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Rumah Sakit khusus kelas A;
b. Rumah Sakit khusus kelas B;
c. Rumah Sakit khusus kelas C.
BAB VII
PERIZINAN
Pasal 25
(1) Setiap Rumah Sakit wajib memiliki izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari izin mendirikan dan izin operasional.
(3) Izin mendirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun
dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun.
(4) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun
dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
Pasal 26
(1) Izin Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam
negeri diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di
bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Provinsi.
(2) Izin Rumah Sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah daerah Provinsi setelah mendapatkan
rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
(3) Izin Rumah Sakit kelas C dan kelas D diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah
mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
Pasal 27
Izin Rumah Sakit dapat dicabut jika:
a. Habis masa berlakunya;
b. Tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar;
c. Terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan; dan/atau
d. Atas perintah pengadilan dalam rangka penegakan hukum.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK
Bagian Kesatu
Kewajiban Rumah Sakit
Pasal 29
(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban:
a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat;
b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti-diskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak
mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban
bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
sebagai acuan dalam melayani pasien;
h. Menyelenggarakan rekam medis;
i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang
tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia;
j. Melaksanakan sistem rujukan;
k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan
perundang-undangan;
l. Memberika informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien;
m. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
n. Melaksanakan etika Rumah Sakit;
o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional;
q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan
tenaga kesehatan lainnya;
r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws);
s. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam
melaksanakan tugas; dan
t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.
(2) Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif
berupa:
a. Teguran;
b. Teguran tertulis;
c. Denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.
Bagian Kedua
Hak Rumah Sakit
Pasal 30
(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai hak:
a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi
Rumah Sakit;
b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan;
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan;
g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai
Rumah Sakit pendidikan.
Bagian Ketiga
Kewajiban Pasien
Pasal 31
(1) Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas pelayanan yang diterimanya;
Bagian Keempat
Hak Pasien
Pasal 32
Setiap pasien mempunyai hak:
a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional;
e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan
materi;
f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit;
h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat
Izin Praktik (SIP) baik didalam maupun diluar Rumah Sakit;
i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;
j. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
k. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan
terhadap penyakit yang dideritanya;
l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak
mengganggu pasien lainnya;
n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya;
q. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan
yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata maupun pidana; dan
r. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media
cetak atau elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
BAB IX
PENYELENGGARAAN
Bagian Kesatu
Pengorganisasian
Pasal 33
(1) Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel.
(2) Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit,
unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan
pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.
Pasal 35
Pedoman organisasi Rumah Sakit ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Akreditasi
Pasal 40
(1) Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala
minimal 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu lembaga
independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku.
(3) Lembaga independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 54
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah Sakit
dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyarakatan
lainnya sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:
a. Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat;
b. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan;
c. Keselamatan pasien;
d. Pengembangan jangkauan pelayanan; dan
e. Peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.
(3) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengambil tindakan administratif berupa:
a. Teguran;
b. Teguran tertulis; dan/atau
c. Denda dan pencabutan izin.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 62
Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak memiliki izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 63
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan oleh korporasi, selain
pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi
berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa:
a. Pencabutan izin usaha; dan/atau
b. Pencabutan status badan hukum.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
PERMENKES NO. 3 TAHUN 2020 TENTANG KLASIFIKASI DAN
PERIZINAN RUMAH SAKIT
Pasal 2
Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau Swasta.
Pasal 5
Berdasarkan bentuk dan jenis pelayanan, Rumah Sakit dapat berbentuk:
a. RS Statis: Bersifat statis untuk jangka waktu lama.
b. RS Bergerak: Siap guna dan bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu dan dapat
dipindahkan dari satu tempat ketempat yang lain.
c. RS Lapangan: RS sementara selama kondisi darurat dan masa tanggap darurat bencana, atau
selama pelaksanaan kegiatan tertentu.
Pasal 6
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, RS dikategorikan:
a. RS Umum, dan
b. RS Khusus.
Pasal 7
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RSU, paling sedikit terdiri atas:
a. Pelayanan medik dan penunjang medik;
b. Pelayanan keperawatan dan kebidanan; dan
c. Pelayanan non-medik.
Pasal 8
Pelayanan medik dan penunjang medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, terdiri atas:
a. Pelayanan medik umum;
b. Pelayanan medik spesialis; dan
c. Pelayanan medik sub-spesialis.
Pasal 11
(1) SDM pada RSU berupa tenaga tetap, meliputi:
b. Tenaga medis;
c. Tenaga psikologi klinis;
d. Tenaga keperawatan;
e. Tenaga kebidanan;
f. Tenaga kefarmasian;
g. Tenaga kesehatan masyarakat;
h. Tenaga kesehatan lingkungan;
i. Tenaga gizi;
j. Tenaga keterapian fisik;
k. Tenaga keteknisan medis;
l. Tenaga teknik biomedika;
m. Tenaga kesehatan lain; dan
n. Tenaga non-kesehatan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 13
RS Khusus terdiri atas RS Khusus:
a. Ibu dan anak;
b. Mata;
c. Gigi dan mulut;
d. Ginjal;
e. Jiwa;
f. Infeksi;
g. THT Kepala leher;
h. Paru;
i. Ketergantungan obat;
j. Bedah;
k. Otak;
l. Orthopedi;
m. Kanker; dan
n. Jantung dan Pembuluh darah.
Pasal 15
(1) SDM pada RS Khusus berupa tenaga tetap, meliputi:
a. Tenaga medis;
b. Tenaga keperawatan/kebidanan;
c. Tenaga kefarmasian;
d. Tenaga kesehatan lain;
e. Tenaga non-kesehatan.
Pasal 16
(1) Klasifikasi RSU, terdiri atas:
a. RSU kelas A (diberikan Menteri);
b. RSU kelas B (diberikan Gubernur);
c. RSU kelas C (diberikan Bupati/Wali Kota); dan
d. RSU kelas D.
(2) RSU kelas D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. RSU kelas D; dan
b. RS kelas D pratama.
Pasal 17
(1) RSU kelas A : Tempat tidur paling sedikit 250 buah.
(2) RSU kelas B : Tempat tidur paling sedikit 200 buah.
(3) RSU kelas C : Tempat tidur paling sedikit 100 buah.
(4) RSU kelas D : Tempat tidur paling sedikit 50 buah.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 18
Klasifikasi RS Khusus, terdiri atas:
b. RSK kelas A;
c. RSK kelas B (pelayanan spesialis dan sub-spesialis, pelayanan medik spesialis dasar dan lain); dan
d. RSK kelas C (pelayanan ibu dan anak).
Pasal 19
(1) RSK kelas A : Tempat tidur paling sedikit 100 buah.
(2) RSK kelas B : Tempat tidur paling sedikit 75 buah.
(3) RSK kelas C : Tempat tidur paling sedikit 25 buah.
Pasal 27
(1) Izin RS, meliputi:
a. Izin mendirikan; dan
b. Izin operasional.
(2) Izin mendirikan merupakan izin yang diajukan oleh pemilik RS untuk mendirikan bangunan.
(3) Izin operasional merupakan izin yang diajukan oleh pimpinan RS untuk melakukan kegiatan
pelayanan kesehatan termasuk penetapan kelas RS.
(4) Izin mendirikan berlaku selama RS memberikan pelayanan kesehatan.
(5) Izin operasional berlaku untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan dan klasifikasi RS.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
UNDANG-UNDANG RI NO. 38 TAHUN 2014
TENTANG KEPERAWATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
2. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun
di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
3. Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.
4. Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk Asuhan
Keperawatan.
5. Asuhan Keperawatan adalah rangkaian interaksi Perawat dengan Klien dan lingkungannya untuk
mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian Klien dalam merawat dirinya.
6. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta didik
pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi Keperawatan.
7. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi Perawat yang telah lulus
Uji Kompetensi untuk melakukan Praktik Keperawatan.
8. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik Keperawatan yang
diperoleh lulusan pendidikan profesi.
9. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi
atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta telah diakui secara
hukum untuk menjalankan Praktik Keperawatan.
10. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Konsil Keperawatan kepada Perawat yang telah diregistrasi.
11. Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada Perawat sebagai pemberian kewenangan untuk
menjalankan Praktik Keperawatan.
12. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
13. Perawat Warga Negara Asing adalah Perawat yang bukan berstatus Warga Negara Indonesia.
14. Klien adalah perseorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang menggunakan jasa
Pelayanan Keperawatan.
15. Organisasi Profesi Perawat adalah wadah yang menghimpun Perawat secara nasional dan
berbadan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
16. Kolegium Keperawatan adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi Perawat untuk setiap
cabang disiplin ilmu Keperawatan yang bertugas mengampu dan meningkatkan mutu pendidikan
cabang disiplin ilmu tersebut.
17. Konsil Keperawatan adalah lembaga yang melakukan tugas secara independen.
18. Institusi Pendidikan adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan Keperawatan.
19. Wahana Pendidikan Keperawatan yang selanjutnya disebut wahana pendidikan adalah fasilitas,
selain perguruan tinggi, yang digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan
Keperawatan.
20. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
21. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan.
22. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2
Praktik Keperawatan berasaskan:
a. perikemanusiaan;
b. nilai ilmiah;
c. etika dan profesionalitas;
d. manfaat;
e. keadilan;
f. pelindungan; dan
g. kesehatan dan keselamatan Klien.
Pasal 3
Pengaturan Keperawatan bertujuan:
a. meningkatkan mutu Perawat;
b. meningkatkan mutu Pelayanan Keperawatan;
c. memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Perawat dan Klien; dan
d. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
BAB II
JENIS PERAWAT
Pasal 4
(1) Jenis Perawat terdiri atas:
a. Perawat profesi; dan
b. Perawat vokasi.
(2) Perawat profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. ners; dan
b. ners spesialis.
BAB III
PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN
Pasal 5
Pendidikan tinggi Keperawatan terdiri atas:
a. Pendidikan vokasi;
b. Pendidikan akademik; dan
c. Pendidikan profesi.
Pasal 7
Pendidikan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas:
a. program sarjana Keperawatan;
b. program magister Keperawatan; dan
c. program doktor Keperawatan.
Pasal 8
Pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c terdiri atas:
a. program profesi Keperawatan; dan
b. program spesialis Keperawatan.
Pasal 16
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
(1) Mahasiswa Keperawatan pada akhir masa pendidikan vokasi dan profesi harus mengikuti Uji
Kompetensi secara nasional.
BAB IV
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN REGISTRASI ULANG
Bagian Kedua
Registrasi
Pasal 18
(1) Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki STR.
(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Konsil Keperawatan setelah memenuhi
persyaratan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
b. memiliki ijazah pendidikan tinggi Keperawatan;
c. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
e. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan
f. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun.
(5) Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. memiliki STR lama;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi;
e. telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidangnya; dan
f. memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan
ilmiah lainnya.
Bagian Ketiga
Izin Praktik
Pasal 19
(2) Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki izin.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIPP.
(4) SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota atas
rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat Perawat menjalankan
praktiknya.
(5) Untuk mendapatkan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Perawat harus
melampirkan:
b. salinan STR yang masih berlaku;
c. rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat; dan
d. surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
(6) SIPP masih berlaku apabila:
a. STR masih berlaku; dan
b. Perawat berpraktik ditempat sebagaimana tercantum dalam SIPP.
Pasal 20
(1) SIPP hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.
(2) SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Perawat paling banyak untuk 2 (dua)
tempat.
Pasal 21
Perawat yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama Praktik Keperawatan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 22
SIPP tidak berlaku apabila:
a. dicabut berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
b. habis masa berlakunya;
c. atas permintaan Perawat; atau
d. Perawat meninggal dunia.
BAB V
PRAKTIK KEPERAWATAN
Bagian Kedua
Tugas dan Wewenang
Pasal 29
(1) Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat bertugas sebagai:
a. pemberi Asuhan Keperawatan;
b. penyuluh dan konselor bagi Klien;
c. pengelola Pelayanan Keperawatan;
d. peneliti Keperawatan;
e. pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau
f. pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
(2) Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara bersama ataupun sendiri-
sendiri.
(3) Pelaksanaan tugas Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan secara
bertanggung jawab dan akuntabel.
Pasal 30
(1) Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya kesehatan
perorangan, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik;
b. menetapkan diagnosis Keperawatan;
c. merencanakan tindakan Keperawatan;
d. melaksanakan tindakan Keperawatan;
e. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan;
f. melakukan rujukan;
g. memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan kompetensi;
h. memberikan konsultasi Keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter;
i. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling; dan
j. melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada Klien sesuai dengan resep tenaga medis
atau obat bebas dan obat bebas terbatas.
(2) Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya kesehatan
masyarakat, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat keluarga dan kelompok
masyarakat;
b. menetapkan permasalahan Keperawatan kesehatan masyarakat;
c. membantu penemuan kasus penyakit;
d. merencanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
e. melaksanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
f. melakukan rujukan kasus;
g. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
h. melakukan pemberdayaan masyarakat;
i. melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat;
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
j. menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat;
k. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling;
l. mengelola kasus; dan
m. melakukan penatalaksanaan Keperawatan komplementer dan alternatif.
Pasal 31
(1) Dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor bagi Klien, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik di tingkat individu dan keluarga serta di
tingkat kelompok masyarakat;
b. melakukan pemberdayaan masyarakat;
c. melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat;
d. menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat; dan
e. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.
(2) Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola Pelayanan Keperawatan, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan;
b. merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi Pelayanan Keperawatan; dan
c. mengelola kasus.
(3) Dalam menjalankan tugasnya sebagai peneliti Keperawatan, Perawat berwenang:
a. melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika;
b. menggunakan sumber daya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan atas izin pimpinan; dan
c. menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika profesi dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Perawat
Pasal 36
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak:
a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar
pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan;
b. memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya;
c. menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan;
d. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan,
standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
dan
e. memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.
Pasal 37
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban:
a. melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar Pelayanan
Keperawatan dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
b. memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan,
standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
c. merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga kesehatan lain yang lebih
tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya;
d. mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar;
e. memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah dimengerti mengenai tindakan
Keperawatan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
f. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan
kompetensi Perawat; dan
g. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Klien
Pasal 38
Dalam Praktik Keperawatan, Klien berhak:
a. mendapatkan informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang tindakan Keperawatan yang akan
dilakukan;
b. meminta pendapat Perawat lain dan/atau tenaga kesehatan lainnya;
c. mendapatkan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan,
standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
d. memberi persetujuan atau penolakan tindakan Keperawatan yang akan diterimanya; dan
e. memperoleh keterjagaan kerahasiaan kondisi kesehatannya.
Pasal 39
(1) Pengungkapan rahasia kesehatan Klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf e dilakukan
atas dasar:
b. kepentingan kesehatan Klien;
c. pemenuhan permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum;
d. persetujuan Klien sendiri;
e. kepentingan pendidikan dan penelitian; dan
f. ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 40
Dalam Praktik Keperawatan, Klien berkewajiban:
a. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk Perawat;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
BAB VII
ORGANISASI PROFESI PERAWAT
Pasal 41
(1) Organisasi Profesi Perawat dibentuk sebagai satu wadah yang menghimpun Perawat secara
nasional dan berbadan hukum.
(2) Organisasi Profesi Perawat bertujuan untuk:
a. meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat, dan etika
profesi Perawat; dan
b. mempersatukan dan memberdayakan Perawat dalam rangka menunjang pembangunan
kesehatan.
Pasal 42
Organisasi Profesi Perawat berfungsi sebagai pemersatu, pembina, pengembang, dan pengawas
Keperawatan di Indonesia.
BAB VIII
KOLEGIUM KEPERAWATAN
Pasal 44
(1) Kolegium Keperawatan merupakan badan otonom di dalam Organisasi Profesi Perawat.
(2) Kolegium Keperawatan bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi Perawat.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 45
Kolegium Keperawatan berfungsi mengembangkan cabang disiplin ilmu Keperawatan dan standar
pendidikan tinggi bagi Perawat profesi.
BAB IX
KONSIL KEPERAWATAN
Pasal 48
Konsil Keperawatan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 47 berkedudukan di ibukota negara
Republik Indonesia.
Pasal 49
(1) Konsil Keperawatan mempunyai fungsi pengaturan, penetapan, dan pembinaan Perawat dalam
menjalankan Praktik Keperawatan.
(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsil Keperawatan memiliki
tugas:
a. melakukan Registrasi Perawat;
b. melakukan pembinaan Perawat dalam menjalankan Praktik Keperawatan;
c. menyusun standar pendidikan tinggi Keperawatan;
d. menyusun standar praktik dan standar kompetensi Perawat; dan
e. menegakkan disiplin Praktik Keperawatan.
Pasal 50
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Konsil Keperawatan mempunyai
wewenang:
a. menyetujui atau menolak permohonan Registrasi Perawat, termasuk Perawat Warga Negara
Asing;
b. menerbitkan atau mencabut STR;
c. menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin profesi
Perawat;
d. menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi Perawat; dan
e. memberikan pertimbangan pendirian atau penutupan Institusi Pendidikan Keperawatan.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 58
(1) Sanksi administratif dapat berupa:
a. Teguran lisan;
b. Peringatan tertulis;
c. Denda administratif; dan
d. Pencabutan izin.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
PERMENPAN RB RI NO. 25 TAHUN 2014 TENTANG
JABATAN FUNGSIONAL PERAWAT DAN ANGKA KREDITNYA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Jabatan Fungsional Perawat adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab,
dan wewenang untuk melakukan kegiatan pelayanan keperawatan pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
2. Angka Kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai butir-butir
kegiatan yang harus dicapai oleh Perawat dalam rangka pembinaan karier yang bersangkutan.
Pasal 4
Tugas pokok Perawat adalah melakukan kegiatan pelayanan keperawatan yang meliputi asuhan
keperawatan, pengelolaan keperawatan dan pengabdian pada masyarakat.
BAB IV
JENJANG JABATAN DAN PANGKAT, GOLONGAN RUANG
Pasal 6
(1) Jabatan Fungsional Perawat, terdiri atas:
a. Perawat kategori keterampilan; dan
b. Perawat kategori keahlian.
(2) Jenjang Jabatan Fungsional Perawat kategori keterampilan dari yang paling rendah sampai dengan
yang paling tinggi, yaitu:
a. Perawat Terampil;
b. Perawat Mahir; dan
c. Perawat Penyelia.
(3) Jenjang Jabatan Fungsional Perawat kategori keahlian dari yang paling rendah sampai dengan
yang paling tinggi, yaitu:
a. Perawat Ahli Pertama;
b. Perawat Ahli Muda;
c. Perawat Ahli Madya; dan
d. Perawat Ahli Utama.
(4) Jenjang pangkat, golongan ruang Jabatan Fungsional Perawat Keterampilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan jenjang jabatannya, yaitu:
a. Perawat Terampil:
1. Pengatur, golongan ruang II/c; dan
2. Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d.
b. Perawat Mahir:
1. Penata Muda, golongan ruang III/a; dan
2. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.
c. Perawat Penyelia:
1. Penata, golongan ruang III/c; dan
2. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
(5) Jenjang pangkat, golongan ruang Jabatan Fungsional Perawat kategori keahlian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), sesuai dengan jenjang jabatannya, yaitu:
a. Perawat Ahli Pertama:
1. Penata Muda, golongan ruang III/a; dan
2. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.
b. Perawat Ahli Muda:
1. Penata, golongan ruang III/c; dan
2. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
c. Perawat Ahli Madya:
1. Pembina, golongan ruang IV/a;
2. Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; dan
3. Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.
d. Perawat Ahli Utama:
1. Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d; dan
2. Pembina Utama, golongan ruang IV/e.
BAB V
UNSUR DAN SUB UNSUR KEGIATAN
Pasal 7
Unsur dan sub unsur kegiatan Perawat yang dapat dinilai angka kreditnya, terdiri dari:
1. Pendidikan, meliputi:
a. pendidikan sekolah dan memperoleh ijazah/gelar;
b. pendidikan dan pelatihan fungsional di bidang pelayanan keperawatan dan memperoleh Surat
Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau sertifikat; dan
c. pendidikan dan pelatihan prajabatan.
2. Pelayanan keperawatan, meliputi:
a. asuhan keperawatan;
b. pengelolaan keperawatan; dan
c. pengabdian pada masyarakat.
3. Pengembangan profesi, meliputi:
a. pembuatan karya tulis/karya ilmiah di bidang pelayanan keperawatan;
b. penelitian di bidang pelayanan keperawatan;
c. penerjemahan/penyaduran buku dan bahan-bahan lainnya di bidang pelayanan keperawatan;
b. pembuatan buku pedoman/ketentuan pelaksanaan/ ketentuan teknis di bidang pelayanan
keperawatan; dan
c. pengembangan teknologi tepat guna di bidang pelayanan keperawatan.
4. Penunjang tugas Perawat, meliputi:
a. pengajar/pelatih di bidang pelayanan keperawatan;
b. keikutsertaan dalam seminar/lokakarya di bidang pelayanan keperawatan;
c. keanggotaan dalam organisasi profesi Perawat;
d. keanggotaan dalam Tim Penilai Jabatan Fungsional Perawat;
e. perolehan penghargaan/tanda jasa;
f. perolehan gelar kesarjanaan lainnya;
g. keanggotaan komite keperawatan;
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
h. pembimbingan di bidang pelayanan keperawatan di kelas atau lahan praktik; dan
i. pelaksanaan tugas tambahan yang berkaitan dengan tugas pokok.
BAB VI
RINCIAN KEGIATAN DAN UNSUR YANG DINILAI
DALAM PEMBERIAN ANGKA KREDIT
Pasal 8
(2) Rincian kegiatan Perawat kategori keahlian sesuai dengan jenjang jabatan, sebagai berikut:
a. Perawat Ahli Pertama:
1) melakukan pengkajian keperawatan dasar pada masyarakat;
2) melakukan pengkajian keperawatan lanjutan pada individu;
3) melakukan pengkajian keperawatan lanjutan pada keluarga;
4) memberikan konsultasi data pengkajian keperawatan dasar/lanjut;
5) merumuskan diagnosa keperawatan pada individu;
6) membuat prioritas diagnosa keperawatan;
7) merumuskan tujuan keperawatan pada individu dalam rangka menyusun rencana
tindakan keperawatan;
8) merumuskan tujuan keperawatan pada keluarga dalam rangka menyusun rencana
tindakan keperawatan;
9) menetapkan tindakan keperawatan pada individu dalam rangka menyusun rencana
tindakan keperawatan;
10) menetapkan tindakan keperawatan pada keluarga dalam rangka menyusun rencana
tindakan keperawatan;
11) melakukan stimulasi tumbuh kembang pada individu dalam rangka melakukan upaya
promotif;
12) memfasilitasi adaptasi dalam hospitalisasi pada individu dalam rangka melakukan upaya
promotif;
13) melaksanakan case finding/deteksi dini/ penemuan kasus baru pada individu dalam
rangka melakukan upaya promotif;
14) melakukan support kepatuhan terhadap intervensi kesehatan pada individu;
15) melakukan pendidikan kesehatan pada individu pasien;
16) mengajarkan keluarga untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarganya;
17) mengajarkan teknik kontrol infeksi pada keluarga dengan penyakit menular;
18) melakukan pendidikan kesehatan pada kelompok;
19) melakukan peningkatan/ penguatan kemampuan sukarelawan dalam meningkatkan
masalah kesehatan masyarakat dalam rangka melakukan upaya promotif;
20) melakukan pendidikan kesehatan pada masyarakat;
21) melakukan manajemen inkontinen urine dalam rangka pemenuhan kebutuhan eliminasi;
22) melakukan manajemen inkontinen faecal dalam rangka pemenuhan kebutuhan eliminasi;
23) melakukan upaya membuat pasien tidur;
24) melakukan relaksasi psikologis;
25) melakukan tatakelola keperawatan perlindungan terhadap pasien dengan risiko
trauma/injury;
26) melakukan manajemen febrile neutropeni;
27) melakukan komunikasi terapeutik dalam pemberian asuhan keperawatan;
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
28) memfasilitasi pasien dalam pemenuhan kebutuhan spiritual dalam rangka tindakan
keperawatan yang berkaitan dengan ibadah;
29) melakukan pendampingan pada pasien menjelang ajal (dying care);
30) memfasilitasi suasana lingkungan yang tenang dan aman;
31) mengambil sampel darah melalui arteri, pulmonari arteri, cvp dalam rangka tindakan
keperawatan spesifik terkait kasus dan kondisi pasien;
32) merawat pasien dengan WSD;
33) memantau pemberian elektrolit kosentrasi tinggi;
34) melakukan resusitasi bayi baru lahir;
35) melakukan tatakelola keperawatan pada pasien dengan kemoterapi (pre, intra, post);
36) melakukan perawatan luka kanker;
37) melakukan penatalaksanaan ekstravasasi;
38) melakukan rehabilitasi mental spiritual pada individu;
39) melakukan perawatan lanjutan pasca hospitalisasi/bencana dalam rangka melakukan
upaya rehabilitatif pada keluarga;
40) memberikan perawatan pada pasien menjelang ajal sampai meninggal;
41) memberikan dukungan dalam proses kehilangan, berduka dan kematian;
42) melakukan penatalaksanaan manajemen gejala;
43) melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada individu;
44) memodifikasi rencana asuhan keperawatan;
45) melakukan dokumentasi perencanaan keperawatan;
46) melakukan dokumentasi pelaksanaan tindakan keperawatan;
47) melakukan dokumentasi evaluasi keperawatan;
48) menyusun rencana kegiatan individu perawat;
49) melakukan preseptorship dan mentorship;
50) melaksanakan fungsi pengarahan pelaksanaan pelayanan keperawatan sebagai ketua
tim/perawat primer;
51) melaksanakan kegiatan bantuan/partisipasi kesehatan;
52) melaksanakan tugas lapangan di bidang kesehatan;
53) melaksanakan penanggulangan penyakit/ wabah tertentu; dan
54) melakukan supervisi lapangan.
Pasal 10
Penilaian angka kredit pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ditetapkan sebagai
berikut:
a. Perawat yang melaksanakan kegiatan Perawat satu tingkat di atas jenjang jabatannya, angka kredit
yang diperoleh ditetapkan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari angka kredit setiap butir
kegiatan.
b. Perawat yang melaksanakan kegiatan Perawat satu tingkat di bawah jenjang jabatannya, angka
kredit yang diperoleh ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari angka kredit dari setiap butir
kegiatan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 12
(1) Unsur kegiatan yang dinilai dalam pemberian angka kredit, terdiri dari:
a. unsur utama; dan
b. unsur penunjang.
(2) Unsur utama, terdiri dari:
a. Pendidikan;
b. Pelayanan keperawatan; dan
c. Pengembangan profesi.
(3) Unsur penunjang, terdiri dari:
a. pengajar/pelatih di bidang pelayanan keperawatan;
b. keikutsertaan dalam seminar/lokakarya di bidang pelayanan keperawatan;
c. keanggotaan dalam organisasi profesi Perawat;
d. keanggotaan dalam Tim Penilai Jabatan Fungsional Perawat;
e. perolehan penghargaan/tanda jasa;
f. perolehan gelar kesarjanaan lainnya;
g. keanggotaan dalam komite keperawatan;
h. pembimbingan di bidang pelayanan keperawatan di kelas atau lahan praktik; dan
i. pelaksanaan tugas tambahan yang berkaitan dengan tugas pokok.
Pasal 13
(1) Jumlah angka kredit kumulatif paling rendah yang harus dipenuhi oleh setiap Pegawai Negeri
Sipil untuk dapat diangkat dalam jabatan dan kenaikan jabatan/pangkat Perawat, untuk:
a. Perawat kategori keterampilan dengan pendidikan Diploma III (D.III) keperawatan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini;
b. Perawat kategori keahlian dengan pendidikan Ners sebagaimana tercantum dalam Lampiran
IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
(2) Jumlah angka kredit kumulatif paling rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. paling rendah 80% (delapan puluh persen) angka kredit berasal dari unsur utama, kecuali yang
berasal dari pendidikan formal; dan
b. paling tinggi 20% (dua puluh persen) angka kredit berasal dari unsur penunjang.
Pasal 28
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam jabatan Fungsional Perawat
Keterampilan harus memenuhi syarat:
a. berijazah Diploma III (D.III) Keperawatan;
b. pangkat paling rendah Pengatur, golongan ruang II/c; dan
c. nilai prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam Jabatan Fungsional Perawat
Keahlian harus memenuhi syarat:
a. berijazah paling rendah Ners;
b. pangkat paling rendah Penata Muda, golongan ruang III/a; dan
c. nilai prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 29
(1) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain ke dalam Jabatan Fungsional Perawat dapat
dipertimbangkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2);
b. memiliki pengalaman di bidang pelayanan keperawatan paling kurang 1 (satu) tahun terakhir
sebelum pengangkatan;
c. usia paling tinggi 50 (lima puluh) tahun; dan
d. tersedia formasi untuk jabatan fungsional Perawat.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
KALENDER KESEHATAN
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
1 Hari Anak Internasional
5 Hari Lingkungan Hidup Sedunia
14 Hari Donor Darah Sedunia
15 Hari Demam Berdarah ASEAN
24 Hari Bidan Sedunia
26 Hari Anti Narkoba Sedunia
29 Hari Keluarga Nasional
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
12 Hari Pneumonia Sedunia
14 Hari Diabetes Mellitus Sedunia
20 Hari Anak Sedunia
25 Hari Anti Kekerasan Pada Lansia Internasional
28 Hari Menanam Pohon Indonesia
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
HARI KESEHATAN NASIONAL (HKN)
12 NOVEMBER
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
HASIL TES LABORATORIUM NORMAL
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
JENIS PEMERIKSAAN LAB. UNTUK PENYAKIT
PEMERIKSAAN LAB
Pemeriksaan Tipoid = Widal
Pemeriksaan HBSAg = Hepatitis B
Pemeriksaan BTA dan Mantoux = Tuberculosis
Pemeriksaan Wastern blot = HIV
Pemeriksaan NS1 dan ELISA = DBD
Hematokrit : jumlah Presentasi sel darah merah terhadap darah HT diperiksa untuk mendeteksi
Anemia.
CD4 Menurun : sel limfosit T ( Sel darah Putih ) yang diserang oleh HIV
Plasma darah : komponen darah yang berwarna kuning menjadi medium sel darah dimana sel
darah ditutup.
Hb : protein darah yang mengandung zat besi dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut
oksigen dari paru-paru ke sel tubuh.
Eritrosit : sel darah merah.
Ispa : penyakit melalui airbone deseases, bakteri, virus.
TBC : penyakit menular saluran pernapasan akibat MTB, tetapi bisa menjalar ke sel tubuh lainnya
seperti kelenjar, kulit kecuali otak.
Kolera : vibrio cholera menyerang usus kecil.
Malaria : gigitan nyamuk anopeles.
Ebola : virus ebola menyerang melalui cairan tubuh.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
KEMENKES
VISI DAN MISI PEMERINTAH
VISI MISI
1. Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia.
2. Penguatan Struktur Ekonomi yang Produktif, Mandiri,
dan Berdaya Saing.
3. Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan.
4. Mencapai Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan.
"TERWUJUDNYA INDONESIA 5. Memajukan Budaya yang Mencerminkan Kepribadian
MAJU YANG BERDAULAT, Bangsa.
MANDIRI, DAN BERKEPRIPADIAN, 6. Penegakan Sistem Hukum yang Bebas Korupsi,
BERLANDASKAN GOTONG Bermartabat, dan Terpercaya.
ROYONG" 7. Perlindungan bagi Segenap Bangsa dan Memberikan
Rasa Aman pada Seluruh Warga.
8. Pengelolaan Pemerintahan yang Bersih, Efektif, dan
Terpercaya.
9. Sinergi Pemerintah Daerah dalam Kerangka Negara
Kesatuan.
2. STRATEGI PROGRAM
Arah Kebijakan
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
No. Tujuan Strategis (TS) Kemenkes (2020-2024)
1. Peningkatan cakupan kesehatan semesta yang bermutu.
2. Peningkatan status kesehatan masyarakat melalui pendekatan siklus hidup.
3. Peningkatan pembudayaan masyarakat hidup sehat melalui pemberdayaan
masyarakat dan pengarusutamaan kesehatan.
4. Peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit dan pengelolaan kedaruratan
kesehatan masyarakat.
5. Peningkatan sumber daya kesehatan.
6. Peningkatan tata kondisi pemerintahan yang baik.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Tujuan Prioritas (Strategi RPJMN) Dan Strategi Implementasi
No. Tujuan Prioritas RPJMN Strategi Implementasi
1. Peningkatan KIA, KB, dan kesehatan Peningkatan pelayanan maternal dan
Reproduksi neotal berkesinambungan di fasilitas
publik dan swasta dengan mendorong
seluruh persalinan difasilitas kesehatan,
peningkatan cakupan dan kualitas
pelayanan antenatal dan neonatal,
penyediaan sarana prasarana dan farmasi,
jaminan ketersediaan darah setiap saat,
dan pencatatan kematian ibu di fasilitas
pelayanan kesehatan;
Perluasan imunisasi dasar lengkap
terutama pada daerah dengan cakupan
rendah dan pengembangan imunisasi
untuk menurunkan kematian bayi;
Peningkatan perilaku hygiene;
Peningkatan gizi remaja putri dan ibu
hamil;
Peningkatan pengetahuan ibu dan
keluarga khususnya pengasuhan, tumbuh
kembang anak dan gizi;
Perluasan akses dan kualitas pelayanan
KB dan kesehatan reproduksi sesuai
krakteristik wilayah dengan optimalisasi
peran sektor swasta dan pemerintah
daerah melalui advokasi, komunikasi,
informasi, edukasi (KIE) dan konseling
tentang pengendalian penduduk KB dan
kesehatan reproduksi, peningkatan
kompetensi penyuluh keluarga berencana
(PKB) dan petugas lapangan keluarga
berencana (PLKB) serta kapasits tenaga
lini lapangan serta penguatan fasilitas
kesehatan, jaringan dan jejaring fasilitas
kesehatan dalam pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi serta usaha
kesehatan bersumber daya masyarakat;
dan
Peningkatan pengatahuan dan akses
layanan kesehatan reproduksi remaja
secara lintas sentor yang responsif gander.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Penguatan advokasi, komunikasi sosial
dan perubahan perilaku hidup sehat
terutama mendorong pemenuhan gizi
seimbang berbasis konsumsi pangan
(food based approach);
Penguatan sistem surveilans gizi;
Peningkatan komitmen dan
pendampingan bagi daerah dalam
intevensi perbaikan gizi dengan strategi
sesuai kondisi setempat; dan
Respon cepat perbaikan gizi dalam
kondisi darurat.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Penguatan healt security terutama
peningkatan kepastian untuk mencegah,
deteksi, dan respon cepat terhadap
ancaman penyakit termasuk penguatan
alert system kejadian luar biasa dan
karantina kesehatan;
Penguatan tata laksana penanganan
penyakit dan cedera;
Penguatan sanitasi total berbasis
masyarakat;
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
tempatkan di daerah tertinggal, dan
kepulauan (DPTK) dan daerah kurang
diminati;
Afirmasi pendayagunaan dan mekanisme
re-distribusi tenaga kesehatan yang di
tempatkan di fasilitas pelayanan
kesehatan;
Pengembangan mekanisme kerjasama
tenaga kesehatan melalui penugasan
sementara dan kontrak pelayanan;
Perluasan pendidkan dan pelatihan tenaga
kesehatan fokus pada pelayanan
kesehatan dasar;
Pengembagan tenaga kesehatan untuk
penguatan pelayanan kesehatan dasar
(seperti tenaga promosi kesehatan, dokter
keluarga pelayanan primer, dan perawat
komunitas;
Penyesuaian program studi dan lembaga
pendidikan bidang kesehatan denganan
kebutuhan dan standar; dan
Pemenuhan tega kesehatan sesuai standar
dan tenaga non-kesehatan termasuk
tenaga sistem informasi dan administrasi
keuanagn untuk mendukungtata kelola di
fasilitas pelayanan kesehatan.
5.3. pemenuhan dan peningkatan daya Efisensi penyediaan obat dab faksin
saing sediaan formal dan alat kesehatan dengan mengutamakan kualitas produk;
Penguatan sistem logistik farmasi real
time berbasis elektronik;
Peningkatan promosi dan pengawasan
pengunaan obat rasional;
Pengembangan obat, produk biologi,
reagen, dan vaksin bersifat sertifikat halal
yang di dukung oleh penelitian dengan
pengembagan life sciences; dan
Pengembangan produksi dan sertifikasi
alat kesehatan untuk mendorong
kemandirian produksi dalam negeri.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Peningkatan kepatuhan dan kemendirian
pelaku uasa dalam penerapan sistem
menejemen mutu dan pengawasan
produk;
Peningkatan peran serta masyarakat
dalam pengawasan; dan
Perluasan penyidikan dan penindakan
terhadap pelangaran ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang obat dan
makanan.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
NAWACITA
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
GIZI DAN PANGAN
1. GIZI BURUK
Kwashiorkor: Kekurangan Protein
Tanda dan Gejala:
Rambut Kering, jarang dan rapuh, seperti rambut jagung,
Ruam /Dermatitis,
Mudah marah,
Kelelahan dan mengantuk,
Gangguan tumbuh kembang,
Perut membesar,
Infeksi terus menerus,
Kuku pecah dan rapuh,
Berubahnya pigmen kulit,
Penurunan massa otot,
Diare,
BB dan TB tidak bertambah, dan
Pada kasus berat dapat terjadi syok karena dehidrasi berat.
2. FORTIFIKASI MAKANAN
Adalah proses penambahan mikronutrien (vitamin dan unsur renik essensial) pada makanan.
KET:
< 17,0 = BB Kurang tingkat berat ( sangat kurus )
17 - < 18,5 = BB Kurang tingkat ringan ( kurus )
18,5 - 25.0 = BB normal
> 25.0 – 27.0 = kelebihan BB tingkat ringan ( gemuk/overweight )
>27.0 = kelebihan BB tingkat berat ( obesitas )
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
4. BAHAN ADIKTIF MAKANAN
Adalah bahan yang dicampurkan ke makanan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk pangan.
Terdiri atas:
1) Zat Adiktif Pangan; dan
2) Zat Adiktif non Pangan.
3. Pengawet -
Natamysin Mual, muntah, tidak nafsu
makan, diare.
Kalsium asetat Kerusakan pada fungsi ginjal.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Nitrit dan Nitrat Keracunan, sulit bernafas,
sakit kepala, anemia, radang
ginjal, & muntah.
Kalsium Benzoate Asma.
Sulfur Dioksida Lambung, kanker, alergi.
Kalsium dan Natrium Migrain, kelelahan, sulit tidur.
Propianote Alergi kulit.
Natrium Metasulfat
4. Pemanis Buatan -
Aspartam Kontraindikasi untuk
penderita kelemahan mental
dapat menyebabkan kerusakan
otak dan cacat mental.
Sakarin Tumor kandung kemih, paru,
hati, dan limpa.
Dulsin Dilarang oleh BPOM.
Siklamat Sakit perut, diare, demam,
sakit kepala (jangka pendek);
Kanker, gangguan saraf,
gangguan fungsi hati, iritasi
lambung, perubahan fungsi sel
(jangka panjang).
6. DEFINISI PANGAN
Adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan,
perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak, yang diperuntukkan
sebagai makanan/minuman bagi konsumsi manusia.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
7. DEFINISI BAHAN PANGAN (BP)
adalah bahan dasar yang digunakan untuk memproduksi makanan dan minuman tidak dalam
kemasan eceran yang siap digunakan oleh konsumen, termasuk bahan tambahan pangan, bahan
penolong, dan bahan lainnya.
11. BPOM
a. BPOM
BPOM memiliki 5 sistem, yaitu:
1) Standarisasi,
2) Penilaian,
3) Pengawasan,
4) Pengujian laboratorium, dan
5) Penegakkan hukum.
b. Arah Kebijakan BPOM
1) Penguatan system pengawasan obat.
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan pada sector terkait.
3) Peningkatan kerja sama, komunikasi, informasi, dan edukasi public.
4) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan obat dan makanan melalui penataan struktur
yang kaya dengan fungsi.
c. Syarat Pengemasan BPOM
1) Tidak ada toksin.
2) Biaya rendah.
3) Harus cocok dengan bahan yang dikemas.
4) Kemudahan pembuangan kemasan bekas.
5) Harus menjamin sanitasi dan syarat-syarat kesehatan.
6) Kemudahan dan keamanan dalam mengeluarkan isi.
7) Ukuran, berat, dan bentuk harus sesuai.
8) Syarat-syarat khusus kemasan yang baik.
d. PMK NO 41 TAHUN 2014 = PEDOMAN GIZI SEIMBANG
e. PERPRES NO 83 TAHUN 2017 = KEBIJAKAN STRATEGIS PANGAN DAN GIZI
f. PORSI MAKAN SESUAI KEMENKES
1 Piring terdiri dari :
½ porsi berisi 2/3 sayuran dan 1/3 buah-buahan.
1/3 lauk pauk.
2/3 karbohidrat ( nasi ).
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
UNSUR – UNSUR VITAMIN
4. Pemberian Vitamin A
3) Vitamin A diberikan pada bulan Februari dan Agustus ( bulan Vit. A ).
4) Dampak dari kekurangan Vit. A adalah Rentan pertumbuhan terhambat, Gangguan dan
kalainan pada mata dan gangguan terhadap penyakit Ispa, Campak, dan Diare.
5) Jenis Vitamin A, yaitu:
Kapsul biru : dosis nya mengandung 100.000 IU ( untuk umur 6-11 bulan )
Kapsul merah : dosisnya mengandung 200.000 UI ( untuk umur 12-59 bulan )
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
PP NO. 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Standar Pelayanan Minimal, yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan mengenai Jenis
dan
2. Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap
3. Warga Negara secara minimal.
4. Pelayanan Dasar adalah pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar Warga Negara.
5. Jenis Pelayanan Dasar adalah jenis pelayanan dalam rangka penyediaan barang dan/atau jasa
kebutuhan dasar yang berhak diperoleh oleh setiap Warga Negara secara minimal.
6. Mutu Pelayanan Dasar adalah ukuran kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa kebutuhan dasar
serta pemenuhannya secara minimal dalam Pelayanan Dasar sesuai standar teknis agar hidup
secara layak.
Pasal 2
SPM ditetapkan dan diterapkan berdasarkan prinsip kesesuaian kewenangan, ketersediaan,
keterjangkauan, kesinambungan, keterukuran, dan ketepatan sasaran.
Pasal 3
(1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar terdiri atas:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum dan penataan ruang;
d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan
f. sosial.
BAB II
JENIS SPM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Jenis SPM terdiri atas SPM:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
c. pekerjaan umum;
d. perumahan rakyat;
e. ketenteraman, ketertiban pelindungan masyarakat; dan
f. sosial.
(2) Materi muatan SPM mencakup:
a. Jenis Pelayanan Dasar;
b. Mutu Pelayanan Dasar; dan
c. penerima Pelayanan Dasar.
(3) Setiap Jenis Pelayanan Dasar harus memiliki Mutu Pelayanan Dasar.
Bagian Ketiga
SPM Kesehatan
Pasal 6
(1) SPM kesehatan mencakup SPM kesehatan Daerah provinsi dan SPM kesehatan Daerah
kabupaten/kota.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM kesehatan Daerah provinsi terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau
berpotensi bencana provinsi; dan
b. pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi.
(3) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM kesehatan Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan ibu hamil;
b. pelayanan kesehatan ibu bersalin;
c. pelayanan kesehatan bayi baru lahir;
d. peiayanan kesehatan balita;
e. pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;
f. pelayanan kesehatan pada usia produktif;
g. pelayanan kesehatan pada usia lanjut;
h. pelayanan kesehatan penderita hipertensi;
i. pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus;
j. pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat;
k. pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan
l. pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh
manusia (Human Immunodeficiency Virus), yang bersifat peningkatan/promotif dan pencegahan/
preventif.
(4) Mutu Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) ditetapkan dalam standar teknis, yang sekurang-kurangnya memuat:
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jumlah dan kualitas personel/sumber daya manusia kesehatan; dan
c. petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.
(5) Penerima Pelayanan Dasar untuk setiap Jenis Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) yaitu Warga Negara dengan ketentuan:
a. penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi
untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan
akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi;
b. penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan
kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi;
c. ibu hamil untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan ibu hamil;
d. ibu bersalin untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan ibu bersalin;
e. bayi baru lahir untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan bayi baru lahir;
f. balita untuk Jenis Peiayanan Dasar pelayanan kesehatan balita;
g. usia pendidikan dasar untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan pada usia pendidikan
dasar;
h. usia produktif untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan pada usia produktif;
i. usia lanjut untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan pada usia lanjut;
j. penderita hipertensi untuk Jenis Peiayanan Dasar pelayanan kesehatan penderita hipertensi;
k. penderita diabetes melitus untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan penderita
diabetes melitus;
l. orang dengan gangguan jiwa berat untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan orang
dengan gangguan jiwa berat;
m. orang terduga tuberkulosis untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan orang terduga
tuberkulosis; dan
n. orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human
Immunodeficiency Virus) untuk Jenis Pelayanan Dasar pelayanan kesehatan orang dengan
risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human
Immunodeftciency Virus).
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
PMK NO. 43 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG KESEHATAN
Pasal 2
(1) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyelenggarakan pelayanan dasar kesehatan sesuai SPM
Bidang Kesehatan.
(2) SPM Bidang Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a) Setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar;
b) Setiap ibu bersalin mendapatkan pelayanan persalinan sesuai standar;
c) Setiap bayi baru lahir mendapatkan pelayanankesehatan sesuai standar;
d) Setiap balita mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar;
e) Setiap anak pada usia pendidikan dasar mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar;
f) Setiap warga negara Indonesia usia 15 s.d. 59 tahun mendapatkan skrining kesehatan sesuai
standar;
g) Setiap warga negara Indonesia usia 60 tahun ke atas mendapatkan skrining kesehatan sesuai
standar;
h) Setiap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar;
i) Setiap penderita Diabetes Melitus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar;
j) Setiap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai
standar;
k) Setiap orang dengan TB mendapatkan pelayanan TB sesuai standar; dan
l) Setiap orang berisiko terinfeksi HIV (ibu hamil, pasien TB, pasien IMS, waria/transgender,
pengguna napza, dan warga binaan lembaga pemasyarakatan) mendapatkan pemeriksaan HIV
sesuai standar.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
PERMENKES RI NO. 43 TAHUN 2019
TENTANG PUSKESMAS
BAB II
PRINSIP PENYELENGGARAAN, TUGAS, FUNGSI, DAN WEWENANG
Pasal 3
(1) Prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi:
a. Paradigma sehat;
b. Pertanggungjawaban wilayah;
c. Kemandirian masyarakat;
d. Ketersediaan akses pelayanan kesehatan;
e. Teknologi tepat guna; dan
f. Keterpaduan dan kesinambungan.
(2) Berdasarkan prinsip paradigma sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Puskesmas
mendorong seluruh pemangku kepentingan berpartisipasi dalam upaya mencegah dan mengurangi
faktor risiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat melalui
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
(3) Berdasarkan prinsip pertanggungjawaban wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
Puskesmas menggerakkan dan bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya.
(4) Berdasarkan prinsip kemandirian masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat.
(5) Berdasarkan prinsip ketersediaan akses pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat di akses dan terjangkau
oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi,
agama, dan kepercayaan.
(6) Berdasarkan prinsip teknologi tepat guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, Puskesmas
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan, dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.
(7) Berdasarkan prinsip keterpaduan dan kesinambungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
f, Puskesmas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas
program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen
Puskesmas.
Pasal 5
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Puskesmas memiliki fungsi:
a. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
b. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.
BAB III
PERSYARATAN
Pasal 10
(1) Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan.
(2) Dalam kondisi tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan lebih dari 1 (satu) Puskesmas.
(3) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan pertimbangan
kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk, dan aksesibilitas.
(4) Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, peralatan, ketenagaan, kefarmasian, dan laboratorium klinik.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 11
(1) Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) meliputi:
a. Geografis;
b. Aksesibilitas untuk jalur transportasi;
c. Kontur tanah;
d. Fasilitas parkir;
e. Fasilitas keamanan;
f. Ketersediaan utilitas publik;
g. Pengelolaan kesehatan lingkungan; dan
h. Tidak didirikan di area sekitar Saluran Udara Tegangan Tinggi dan Saluran Udara Tegangan
Ekstra Tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
(1) Persyaratan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), meliputi
a. Persyaratan administratif, persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja serta persyaratan teknis
bangunan;
b. Bangunan bersifat permanen dan terpisah dengan bangunan lain;
c. Bangunan didirikan dengan memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan, perlindungan
keselamatan dan kesehatan serta kemudahan dalam memberi pelayanan bagi semua orang
termasuk yang berkebutuhan khusus/penyandang disabilitas, anak-anak, lanjut usia.
Pasal 14
(1) Persyaratan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) paling sedikit terdiri atas:
a. Sistem penghawaan (ventilasi);
b. Sistem pencahayaan;
c. Sistem air bersih, sanitasi, dan hygiene;
d. Sistem kelistrikan;
e. Sistem komunikasi;
f. Sistem gas medik;
g. Sistem proteksi petir;
h. Sistem proteksi kebakaran;
i. Sarana evakuasi;
j. Sistem pengendalian kebisingan; dan
k. Kendaraan puskesmas keliling.
Pasal 17
(1) Persyaratan ketenagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) meliputi dokter dan/atau
dokter layanan primer.
(2) Selain dokter dan/atau dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Puskesmas
harus memiliki:
a. Dokter gigi;
b. Tenaga kesehatan lainnya; dan
c. Tenaga non-kesehatan.
(3) Jenis Tenaga Kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling sedikit terdiri
atas:
a. Perawat;
b. Bidan;
c. Tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku;
d. Tenaga sanitasi lingkungan;
e. Nutrisionis;
f. Tenaga apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian; dan
g. Ahli teknologi laboratorium medik.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
(4) Dalam kondisi tertentu, Puskesmas dapat menambah jenis tenaga kesehatan lainnya meliputi
terapis gigi dan mulut, epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, perekam medis dan informasi
kesehatan, dan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kebutuhan.
BAB IV
KATEGORI PUSKESMAS
Pasal 24
Dalam rangka pemenuhan Pelayanan Kesehatan yang didasarkan pada kebutuhan dan kondisi
masyarakat, Puskesmas dapat diaktegorikan berdasarkan:
a. Karakteristik wilayah kerja; dan
b. Kemampuan pelayanan.
Pasal 25
(1) Berdasarkan karakteristik wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, Puskesmas
dikategorikan menjadi:
a. Puskesmas kawasan perkotaan;
b. Puskesmas kawasan pedesaan;
c. Puskesmas kawasan terpencil; dan
d. Puskesmas kawasan sangat terpencil.
(2) Kategori Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditetapkan oleh bupati/wali kota.
Pasal 26
(1) Puskesmas kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a merupakan
Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4
(empat) kriteria kawasan perkotaan sebagai berikut:
a. Aktivitas > 50% penduduknya pada sektor non agraris, terutama industri, perdagangan, dan
jasa;
b. Memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5 km, pasar radius 2 km, memiliki
rumah sakit radius < 5 km, atau hotel.
c. > 90% rumah tangga memiliki listrik; dan/atau
d. Terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas perkotaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b.
Pasal 27
(1) Puskesmas kawasan pedesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf B merupakan
Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 dari 4 kriteria
kawasan pedesaan sebagai berikut:
a. Aktivitas > 50% penduduk pada sektor agraris atau maritim;
b. Memiliki fasilitas antara lain sekolah radius > 2,5 km, pasar dan perkotaan radius > 2 km, rumah
sakit radius > 5 km, tidak memiliki fasilitas berupa hotel;
c. Rumah tangga dengan listrik < 90%; dan
d. Terdapat akses jalan dan transportasi menuju fasilitas sebagaimana dimaksud pada huruf b.
Pasal 29
(1) Berdasarkan kemampuan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b, Puskesmas
dikategorikan menjadi:
a. Puskesmas nonrawat inap; dan
b. Puskesmas rawat inap.
(2) Puskesmas nonrawat inap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Puskesmas
yang menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, perawatan di rumah (home care), dan pelayanan
gawat darurat.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
(3) Puskesmas nonrawat inap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menyelenggarakan rawat
inap pada pelayanan persalinan normal.
Pasal 31
(3) a. Persyaratan Ketenagaan:
1) Dokter dan/atau dokter layanan primer;
2) 75% jenis tenaga dokter gigi dan Tenaga Kesehatan lain; dan
3) Tenaga non-kesehatan.
b. Persyaratan peralatan telah terpenuhi paling sedikit 60%.
Pasal 44
(1) Kepala Puskesmas diangkat dan diberhentikan oleh bupati/wali kota.
(2) Untuk dapat diangkat sebagai kepala Puskesmas pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. Berstatus sebagai ASN;
b. Memiliki pendidikan bidang kesehatan paling rendah sarjana S-1 atau D-4;
c. Pernah paling rendah menduduki jabatan fungsional tenaga kesehatan jenjang ahli pertama
paling sedikit 2 tahun;
d. Memiliki kemampuan manajemen di bidang kesehatan;
e. Masa kerja di Puskesmas paling sedikit 2 tahun; dan
f. Telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas.
BAB VII
PENYELENGGARAAN
Bagian Kesatu
Upaya Kesehatan
Pasal 51
(1) Puskesmas menyelenggarakan UKM tingkat pertama dan UKP tingkat pertama.
(2) UKM dan UKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terintegrasi dan
berkesinambungan.
Pasal 52
UKM tingkat pertama dan UKP tingkat pertama harus diselenggarakan untuk pencapaian:
a. Standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan;
b. Program Indonesia Sehat; dan
c. Kinerja Puskesmas dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Pasal 53
(1) UKM tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 meliputi UKM esensial dan UKM
pengembangan.
(2) UKM esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pelayanan promosi kesehatan;
b. Pelayanan kesehatan lingkungan;
c. Pelayanan kesehatan keluarga;
d. Pelayanan gizi; dan
e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
(3) UKM Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya kesehatan
masyarakat yang kegiatannya bersifat inovatif dan/atau disesuaikan dengan prioritas masalah
kesehatan, kekhususan wilayah kerja, dan potensi sumber daya yang tersedia di Puskesmas.
Rangkuman_Perawat
Indah, S.Kep., Ns.
Pasal 54
(1) UKP tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dilaksanakan oleh dokter, dokter gigi,
dan dokter layanan primer, serta Tenaga Kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dokter, dokter gigi, dan dokter layanan primer, serta Tenaga Kesehatan lainnya dalam memberikan
pelayanan kesehatan UKP tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
sesuai dengan standar pelayanan, standar prosedur operasional, dan etika profesi.
(3) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam bentuk:
a. Rawat jalan, baik kunjungan sehat maupun kunjungan sakit;
b. Pelayanan gawat darurat;
c. Pelayanan persalinan normal;
d. Perawatan di ruamh (home care); dan/atau
e. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan
Pasal 55
(1) Dalam melaksanakan UKM dan UKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal
54, Puskesmas harus menyelenggarakan kegiatan:
a. Manajemen Puskesmas;
b. Pelayanan kefarmasian;
c. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat;
d. Pelayanan laboratorium; dan
e. Kunjungan keluarga.
Rangkuman_Perawat