A57e2 6. UU Jalan
A57e2 6. UU Jalan
PENGAWASAN PEKERJAAN
JALAN DAN JEMBATAN
UU Jalan Nomor 38
Tahun 2004
dan
PP Nomor 34 Tahun
2006 Tentang Jalan
DEFINISI JALAN :
Kata kunci :
Hidup - Kebutuhan – Bergerak – Jalan - Efisien
3) PENGELOMPOKAN JALAN:
JALAN ARTERI
JALAN ARTERI PRIMER PRIMER
(JAP) (JAP)
JALAN KOLEKTOR
PKW PRIMER PKW
(JKP)
JALAN LOKAL
PKL PRIMER PKL
(JLP)
JALAN
LOKAL JALAN LOKAL PRIMER
PRIMER (JLP)
(JLP)
PK
DIBAWAH
PKL
JALAN
LOKAL JALAN LOKAL PRIMER
PRIMER (JLP)
(JLP)
PERSIL
Sistem Jaringan Jalan Sekunder
F1
Kawasan
Primer
JALAN ARTERI
JALAN ARTERI SEKUNDER SEKUNDER
(JAS) (JAS)
JALAN ARTERI
JALAN ARTERI SEKUNDER
SEKUNDER
(JAS)
(JAS)
JALAN KOLEKTOR
F 2.2 F 2.2
SEKUNDER
Kawasan Kawasan
Sekunder (JKS)
Sekunder
II II
JALAN
LOKAL JALAN KOLEKTOR SEKUNDER
SEKUNDER (JKS)
(JLS)
JALAN LOKAL
Perumahan
SEKUNDER Perumahan
(JLS)
Pelabuhan
dan
Pelabuhan Pergudangan
dan Bandar
Pergudangan Udara
Bandar
Udara
Kawasan
Perdagangan
Kawasan Regional
Perdagangan Kawasan
Regional Industri
Kawasan
Industri
Kolektor Primer
Arteri Sekunder
Kolektor Sekunder
Kawasan Primer Lokal Sekunder
Kawasan Sekunder
Perumahan
Batas Administrasi
Pelabuhan
Bandar dan
Udara Pergudangan
Kawasan
Kawasan Perdagangan
Industri Regional
Keterangan :
JALAN KOLEKTOR :
Jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian
dengan ciri – ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata –
rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
JALAN LOKAL :
Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri – ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Akses ke
JALAN LINGKUNGAN :
Tata Guna Lahan
Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
dengan ciri-ciri Perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata -
rata rendah
3). PENGELOMPOKAN JALAN BERDASARKAN
STATUS JALAN :
(UU 38/2004, Pasal 9)
JALAN NASIONAL :
Jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang meng
hubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional serta jalan tol
JALAN PROVINSI :
Jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibu
kota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/
kota dan jalan strategis provinsi
JALAN KABUPATEN :
Jalan lokal dalam sistem jaringan jaringan jalan primer yang menghubungkan
ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibu
kota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal (PKL), antar PKL, serta jalan
umum dalam sistem jaringan jalan skunder dalam wilayah kabupaten dan jalan
strategis kabupaten
JALAN KOTA :
Jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan pu-
sat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubung
kan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota
JALAN DESA :
Jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di da
lam desa, serta jalan lingkungan
3) PENGELOMPOKAN KELAS JALAN :
(Berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarananya)
JALAN BEBAS HAMBATAN (FREEWAY) :
Jalan umum untuk lalu lintas menerus yang memberikan pelayanan
menerus/tidak terputus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh,
dan tanpa adanya persimpangan sebidang, serta dilengkapi dengan pagar
ruang milik jalan, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah dan dilengkapi
dengan median
KELAS KELAS
KELAS I KELAS II IIIA IIIB KELAS IIIC
FUNGSI ARTERI /
JALAN ARTERI ARTERI KOLEKTOR KOLEKTOR KOLEKTOR
DIMENSI / MAKS. MAKS. MAKS. MAKS. MAKS.
LBR.KEND 2,50 M 2,50 M 2,50 M 2,50 M 2,10 M
DIMENSI / MAKS. MAKS. MAKS. MAKS. MAKS.
PJG.KEND 18,0 M 18,0 M 18,0 M 12,0 M 9,0 M
> 10
MST TON 10 TON 8 TON 8 TON 8 TON
Patok RMJ
PEMERINTAH :
- Penetapan fungsi jalan untuk ruas jalan arteri dan jalan kolektor yang meng-
hubungkan antar ibukota provinsi dalam jaringan jalan primer
- Penetapan status jalan nasional
- Penyusunan perencanaan umum jaringan jalan nasional
PEMERINTAH KABUPATEN :
- Penyusunan pedoman operasioanl penyelenggaraan jalan kabupaten dan ja-
lan desa
- Penetapan status jalan kabupaten dan jalan desa
-Penyusunan perencanaan umum jaringan jalan kabupaten dan jalan desa
PEMERINTAH KOTA :
- Penyusunan pedoman operasioanl penyelenggaraan jalan kota
- Penetapan status jalan kota
- Penyusunan perencanaan umum jaringan jalan kota
MEKANISME PENYUSUNAN JARINGAN JALAN
JARINGAN
TRANSP. NAS.
(DARAT- JALAN) LOKAL JLN.
PRIMER KAB.
KEBIJAKAN
DAN STRATEGI
PEMBINAAN
JARINGAN JALAN
- PERTUMBUHAN KOTA
JARINGAN JALAN
- PEMERATAAN
SKUNDER
7). PERAN MASYARAKAT
(UU 38/2004, Pasal 17, 18, 19, 20, 21)
a) Masyarakat berhak:
1) memberi masukan kepada penyelenggara jalan dalam
rangka pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan
pengawasan jalan;
2) berperan serta dalam penyelenggaraan jalan;
3) memperoleh manfaat atas penyelenggaraan jalan sesuai
dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
4) memperoleh informasi mengenai penyelenggaraan jalan;
5) Memperoleh ganti kerugian yang layak akibat
kesalahan dalam pembangunan jalan; dan
6) Mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap
kerugian akibat pembangunan jalan.
b) Masyarakat wajib ikut serta menjaga ketertiban dalam
pemanfaatan fungsi jalan.
c) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban
masyarakat sebagaimana dimaksud pada butir a. dan butir b.
diatur dalam peraturan pemerintah
INFORMASI TAMBAHAN
UNDANG-UNDANG NO. 38 TAHUN 2004 TENTANG : JALAN
1. Yang ditetapkan adalah ruas-ruas jalan yang masuk kedalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan simpul/pusat kegiatan (antar-kota)
2. Sistem jaringan jalan primer dibagi kedalam ruas-ruas jalan dengan peranan :
- Jalan Arteri : Melayani angkutan utama yang menghubungkan pintu
gerbang utama (Pel. Utama atau bandara Kls utama)
(Jumlah Panjang di Jabar = 777,05 Km.)
- Jalan Kolektor-1 : Melayani angkutan yang menghubungkan antar Ibukota
Propinsi
(Jumlah Panjang di Jabar = 363,64 Km.)
- Jalan Kolektor-2 : Melayani angkutan yang menghubungkan Ibukota Propinsi
dengan Ibukota Kabupaten / Kota
(Jumlah Panjang di Jabar = 2.141,23 Km.)
- Jalan Kolektor-3 : Melayani angkutan yang menghubungkan antar Ibukota
Kabupaten / Kota
(Jumlah Panjang di Jabar = 0 Km)
III PENUTUP
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka mendukung
pencapaian program Dinas Bina Marga, antara lain :
PENUTUP BERSAMBUNG
3. Masih rendahnya sinergitas dengan Instansi Pemerintah
terkait, para Pelaku Bidang Kebinamargaan,
Masyarakat Pengguna Jalan, baik dalam sinkronisasi
program, pelaksanaan kegiatan, maupun pemanfaatan
jalan.
PENUTUP BERSAMBUNG
Untuk mengatasi potensi masalah di atas, diperlukan pendekatan
yang sinergitas dan holistik. Pendekatan/solusi yang ditawarkan
adalah dengan konsep ” TRIDAYA ” sebagai berikut :
PENUTUP SELESAI