Peristiwa Gestapu Dan Perkembangan Sosial Ekonomi
Peristiwa Gestapu Dan Perkembangan Sosial Ekonomi
MATA KULIAH
SEJARAH NASIONAL INDONESIA
DOSEN PENGAMPU
Dr. ANUGRAH TATEMA HAREFA S.H., M.A
A. PERISTIWA GESTAPU
1. Latar Belakang G30S/PKI
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai
komunis terbesar di dunia di luar China dan Uni Soviet.
Hingga tahun 1965 pengikut PKI mencapai 3.5 juta
penduduk Indonesia di tambah 3 juta dari pemudanya.
PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang
mempunyai 3.5 juta anggota dan pergerakan petani atau
yang disebut dengan Barisan Tani Indonesia yang
mempunyai 9 juta anggota.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Soekarno
menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden, sekali dengan
dukungan penuh PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata
dengan mengangkat para jendral militer ke posisi – posisi yang
penting. Soekarno menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin”.
PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” dengan hangat dan
anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan
konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama, dan Komunis yang
dinamakan NASAKOM.
Pada awal tahun 1965 Bung Karno atas saran dari PKI akibat
dari tawaran perdana mentri RRC, mempunyai ide
tentang Angkatan Kelima yang berdiri sendiri terlepas dari ABRI.
Tetapi petinggi Angkatan Darat tidak setuju dan hal ini lebih
menimbulkan nuansa curiga-mencurigai antara militer dan PKI.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha
memprovokasi bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan
polisi dan militer.
Keributan antara PKI dan Islam (tidak hanya NU, tapi juga
dengan Persis dan Muhammadiyah) itu pada dasarnya
terjadi di hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat,
Jawa Timur, dan di propinsi-propinsi lain juga terjadi hal
demikian, PKI di beberapa tempat bahkan sudah
mengancam kyai-kyai bahwa mereka akan disembelih
setelah tanggal 30 September 1965 (hal ini membuktikan
bahwa seluruh elemen PKI mengetahui rencana kudeta 30
September tersebut).
Negara Federasi Malaysia yang baru terbentuk pada
tanggal 16 September 1963 adalah salah satu faktor penting
dalam insiden ini. Konfrontasi Indonesia-
Malaysia merupakan salah satu penyebab kedekatan
Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan motivasi para
tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan
G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan juga pada
akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi
Angkatan Darat.
Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan
Tunku yang menginjak-injak lambang negara Indonesia dan
ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan
yang terkenal dengan sebutan "Ganyang Malaysia" kepada
negara Federasi Malaysia yang telah sangat menghina
Indonesia dan presiden Indonesia.
Posisi Angkatan Darat pada saat itu serba salah karena di
satu pihak mereka tidak yakin mereka dapat mengalahkan
Inggris, dan di lain pihak mereka akan menghadapi Soekarno
yang mengamuk jika mereka tidak berperang. Akhirnya para
pemimpin Angkatan Darat memilih untuk berperang
setengah hati di Kalimantan
Dari pihak Angkatan Darat, perpecahan internal yang
terjadi mulai mencuat ketika banyak tentara yang kebanyakan
dari Divisi Diponegor yang kesal serta kecewa kepada sikap
petinggi Angkatan Darat yang takut kepada Malaysia,
berperang hanya dengan setengah hati, dan berkhianat
terhadap misi yang diberikan Soekarno. Mereka memutuskan
untuk berhubungan dengan orang-orang dari PKI untuk
membersihkan tubuh Angkatan Darat dari para jenderal ini..
Posisi Angkatan Darat pada saat itu serba salah karena di
satu pihak mereka tidak yakin mereka dapat mengalahkan
Inggris, dan di lain pihak mereka akan menghadapi Soekarno
yang mengamuk jika mereka tidak berperang. Akhirnya para
pemimpin Angkatan Darat memilih untuk berperang
setengah hati di Kalimantan.
Soekarno dengan para pemimpin sayap kanan bahwa ia
masih membutuhkan dukungan PKI untuk menghadapi
Malaysia dan oleh karena itu ia tidak bisa menindak tegas
mereka. Namun ia juga menegaskan bahwa suatu waktu
"giliran PKI akan tiba. "Soekarno berkata, "Kamu bisa
menjadi teman atau musuh saya. Itu terserah kamu. ...
Untukku, Malaysia itu musuh nomor satu. Suatu saat saya
akan membereskan PKI, tetapi tidak sekarang."
Ekonomi masyarakat Indonesia pada waktu itu yang sangat
rendah mengakibatkan dukungan rakyat kepada Soekarno (dan
PKI) meluntur. Mereka tidak sepenuhnya menyetujui kebijakan
"ganyang Malaysia" yang dianggap akan semakin memperparah
keadaan Indonesia. Inflasi yang mencapai 650% membuat harga
makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan dan terpaksa harus
antri beras, minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan pokok
lainnya.
logistik selesai sekitar 3:00 pagi, kemudian satu persatu mereka
naik kedalam kendaraan yang setelah diperintahkan. Sekitar
3:15 beberapa bus dan truk yang membawa seluruh pasukan
berangkat dari Halim Perdana Kusumah dan tiba 45 menit
kemudian, dadaerah kawasan Menteng, perumahan elite di
Jakarta.
Penculikan terhadap Jenderal Sutoyo Siswomiharjo. Pasukan
penyerang dipimpin oleh Sersan Mayor Surono yang
menerima perintah langsung dari Doel Arief secara pribadi.
Kelompok ini memulai dengan menutuo jalan sumenep
dimana korban tinggal. Ketika itu kebenaran ada Hansip yang
sedang patrol, senjata mereka dilucuti satu persatu.
Pada sore tanggal 30 September dan 1 Oktober 1965, enam
jenderal dibunuh oleh kelompok yang menyebut diri
mereka Gerakan 30 September. Maka pemimpin-pemimpin
utama militer Indonesia tewas atau hilang, sehingga
Soeharto mengambil alih kekuasaan angkatan bersenjata.
Pada 2 Oktober, ia mengendalikan ibu kota dan
mengumumkan bahwa upaya kudeta telah gagal.
Angkatan bersenjata menuduh PKI sebagai dalang
peristiwa tersebut.
Pembersihan dimulai pada Oktober 1965 di Jakarta, yang
selanjutnya menyebar ke Jawa Tengah dan Timur, dan Bali.
Pembantaian dalam skala kecil dilancarkan di sebagian daerah di
pulau-pulau lainnya, terutama Sumatra. Pembantaian terburuk
meletus di Jawa Tengah dan Timur.
pemerintahan Orde Baru. Berbeda dengan pemerintahan
Orde Lama, dalam era Orde Baru ini perhatian pemerintah
lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial di
tanah air.
Menjelang akhir tahun 1960-an, atas kerja sama dengan
Bank Dunia, IMF, dan ADB dibentuk suatu kelompok
konsorsium yang disebut Inter- Government Group on
Indonesia (IGGI) dengan tujuan membiayai pembangunan
ekonomi di Indonesia (Tambunan, 2006). Tujuan jangka
panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada
masa Orde Baru, adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui suatu proses industralisasi dalam skala
besar, yang pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya
cara yang paling tepat dan efektif untuk menanggulangi
masalah-masalah ekonomi seperti kesempatan kerja dan
defisit neraca pembayaran.
Hal ini dianggap sangat penting, mengingat penduduk
Indonesia sangat besar dengan pertumbuhan rata- rata per
tahun pada saat itu sekitar 2,5 persen dan stabilitas politik
juga sangat tergantung pada kemampuan pemerintah
menyediakan makanan pokok bagi masyarakat.