Anda di halaman 1dari 58

INITIAL PUBLIC OFFERING,

UNDERPRICING DAN RIGHT ISSUE

Dr. ZULFITRA., S.Si.,MM


Program Pascasarjana
Magister Manajemen
Universitas Pamulang
1
Pendahuluan
• Initial Public Offering (IPO) the first time the
firm’s is sold to the general public dan
diperdagangkan di pasar sekunder
• Harga saham pada pasar perdana ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara perusahaan
penerbit saham (emiten) dengan penjamin emisi
(underwriter)
• Sedangkan di pasar sekunder ditentukan oleh
mekanisme pasar.

2
IPO
• IPO adalah sebuah aksi korporasi
perusahaan dalam rangka mendapatkan
dana dari masyarakat untuk kepentingan
perusahaan going concern.

3
The IPO Process

• Time 0: The firm decides to go public.


• Time 1: The firm chooses an underwriter (an
investment bank). The underwriter will advice
the firm on the type of security to issue, help
with the pricing, the marketing, and the
registration of the shares on an organized
exchange.
• Time 2: The firm starts trading on the exchange.
Financial Markets
• Primary Market
– When a corporation issues securities, cash
flows from investors to the firm.
– Usually an underwriter is involved
• Secondary Markets
– Involve the sale of “used” securities from
one investor to another.
– Securities may be exchange traded or trade
over-the-counter in a dealer market.
Financial Markets

Stocks and
Investors
Bonds
Firms securities
Money Bob Sue
money

Primary Market
Secondary Market
Pasar Perdana (IPO) > < Pasar Sekunder

Pasar Perdana Pasar Sekunder


(IPO)

Kesepakatan antara Permintaan dan


Emiten dan Penawaran di Bursa
Underwriter

Opening Price Harga Saham


Harga Penutupan Hari I
Saham Bursa
Perdana

Initial Return
OVERPRICING > < UNDERPRICING

Pasar Perdana Pasar Sekunder


(IPO)

Kesepakatan antara Permintaan dan


Emiten dan Underwriter Penawaran di Bursa

Opening Price Harga Saham


Harga Saham
Penutupan Hari I
Perdana
Bursa

Initial Return

OVERPRI Harga UNDERPRI


CING Tetap CING
Penentuan Harga Saham
• Dalam penentuan harga saham, ada tiga
kemungkinan yang terjadi
1. Harga di pasar sekunder lebih rendah dari
harga di pasar perdana (overpricing)
2. Harga di pasar sekunder sama besar dengan
harga di pasar perdana (truepricing)
3. Harga di pasar sekunder lebih besar
dibanding harga di pasar perdana
(underpricing).
Penentuan Harga Saham
• Jika kemungkinan pertama yang terjadi,
maka emiten akan diuntungkan karena dana
yang masuk ke perusahaan akan besar
• Akan tetapi dalam kenyataannya rata-rata
harga pada saat IPO lebih rendah dari harga
pasarnya (underpricing)
• Menurut Baron dan Hamstrong (1980),
konflik kepentingan antara underwriter dan
emiten, menyebabkan underwriter
menetapkan harga di bawah yang seharusnya
Penentuan Harga Saham
• Hal ini dimaksudkan untuk menjamin agar saham IPO
dapat terjual secara keseluruhan, sehingga risiko yang
ditanggung underwriter akan berkurang jika ada saham
yang tidak terjual
• Tetapi underpricing juga bisa terjadi dikarenakan
keinginan dari issuer sendiri, dikarenakan mereka
menginginkan agar sahamnya likuid diperdagangkan
setelah IPO (Booth dan Chua, 1996)
• Semakin likuid suatu saham menunjukkan semakin
menarik saham perusahaan yang dimaksud bagi
investor.
Fenomena Underpricing di Indonesia

Underpri
Peneliti Sampel Waktu cing
(%)
Yolana dan Martani 131 1994-2001 38,0
Triani dan Nikmah 90 1994-2000 5,0
Emilia, Sulaiman,
92 1999-2005 59,4
Sembel
Isnurhadi, Sjaruddin 96 1993-1997 12,1
Yasa, Gerianta W 300 1990-2001 21,3
Handayani 28 2000-2006 34,9
Sulistio, Helen 44 1998-2003 82,0
Wijayanto, Andy 67 2000-2006 28,3
Fenomena Underpricing di Indonesia

Perkembangan Underpricing Perusahaan yang Melakukan IPO di


Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006-2015
Tahun Jumlah Perusahaan Jumlah Perusahaan yang Rata-Rata Initial
IPO mengalami Underpricing Return (Persen)

2006 11 11 (100%) 33

2007 22 19 (86%) 40

2008 19 16 (84%) 36

2009 13 7 (54%) 25

2010 23 22 (96%) 31

2011 25 17 (68%) 20

2012 20 18 (90%) 29

2013 30 22 (73%) 23

2014 22 19 (86%) 31

2015 16 14 (88%) 30

    Rata-Rata Initial Return 30


Fenomena Underpricing di Indonesia

Perkembangan IPO Tahun 2006 BEI


Opening Closing
No Date Code IPO Price Nilai Keterangan
Price Price

1 03/02/2006 BTEL 107 155 150 0,40 underpricing

2 10/02/2006 MAIN 176 230 226 0,28 underpricing

3 01/06/2006 BNBA 160 205 235 0,47 underpricing

4 10/07/2006 BBKP 301 318 327 0,09 underpricing

5 12/07/2006 RUIS 250 350 375 0,50 underpricing

6 25/07/2006 TOTL 278 327 298 0,07 underpricing

7 13/09/2006 IATA 263 303 273 0,04 underpricing

8 16/10/2006 TRUB 110 150 180 0,64 underpricing

9 28/11/2006 CPRO 110 165 185 0,68 underpricing

10 29/11/2006 FREN 2856 4824 3554 0,24 underpricing

11 15/12/2006 SDRA 94 102 118 0,26 underpricing

Rata-Rata Initial
          0,33  
Return
Fenomena Underpricing di Indonesia

Perkembangan IPO Tahun 2007 BEI


No Date Code IPO Price Opening Price Closing Price Nilai Keterangan

1 28/05/2007 BISI 200 310 340 0,70 underpricing


2 31/05/2007 WEHA 245 380 415 0,69 underpricing
3 15/06/2007 BKDP 120 204 204 0,70 underpricing
4 18/06/2007 SGRO 2340 2900 2525 0,08 underpricing
5 22/06/2007 MNCN 900 1050 940 0,04 underpricing
6 03/07/2007 MCOR 208 280 234 0,13 underpricing
7 11/07/2007 PKPK 400 520 680 0,70 underpricing
8 13/07/2007 LCGP 229 330 389 0,70 underpricing
9 26/09/2007 DEWA 303 498 511 0,69 underpricing
10 04/10/2007 BACA 143 171 195 0,36 underpricing
11 10/10/2007 GPRA 225 313 251 0,12 underpricing
12 29/10/2007 WIKA 420 530 560 0,33 underpricing
13 06/11/2007 ACES 82 100 98 0,20 underpricing
14 07/11/2007 CTRP 700 750 610 -0,13 overpricing
15 08/11/2007 PTSN 580 660 640 0,10 underpricing
16 12/11/2007 JSMR 1700 1800 2050 0,21 underpricing
17 04/12/2007 JKON 121 147 193 0,60 underpricing
18 12/12/2007 CSAP 200 220 220 0,10 underpricing
19 18/12/2007 ASRI 105 140 178 0,70 underpricing
20 18/12/2007 ITMG 14000 16000 19600 0,40 underpricing
21 19/12/2007 COWL 590 590 585 -0,01 overpricing
22 19/12/2007 DGIK 225 260 205 -0,09 overpricing

  Rata-Rata Initial Return         0,40  


Fenomena Underpricing di Indonesia

Perkembangan IPO Tahun 2008 BEI


Opening Closing
No Date Code IPO Price Nilai Keterangan
Price Price
1 08/01/2008 BAEK 1080 1300 1320 0,22 underpricing
2 14/01/2008 BAPA 150 220 255 0,70 underpricing
3 28/01/2008 TRIL 400 450 680 0,70 underpricing
4 06/02/2008 ELSA 400 450 515 0,29 underpricing
5 05/03/2008 YPAS 545 700 640 0,17 underpricing
6 12/03/2008 BTPN 517 539 503 -0,03 overpricing
7 09/04/2008 KOIN 148 178 197 0,33 underpricing
8 15/05/2008 GZCO 187 250 229 0,22 underpricing
9 26/05/2008 TPIA 2371 2803 3072 0,30 underpricing
10 06/06/2008 BSDE 511 560 520 0,02 underpricing
11 11/06/2008 INDY 2950 3300 3425 0,16 underpricing
12 25/06/2008 VRNA 100 100 83 -0,17 overpricing
13 08/07/2008 PDES 200 250 340 0,70 underpricing
14 11/07/2008 KBRI 532 675 726 0,36 underpricing
15 16/07/2008 ADRO 1100 1500 1730 0,57 underpricing
16 16/07/2008 HOME 94 129 157 0,67 underpricing
17 12/08/2008 BYAN 5800 5800 5450 -0,06 overpricing
18 10/09/2008 TRAM 125 125 159 0,27 underpricing
19 17/10/2008 SIAP 101 104 107 0,06 underpricing
Rata-Rata Initial
          0,36  
Return
Fenomena Underpricing di Indonesia

Perkembangan IPO Tahun 2009 BEI


Opening Closing
No Date Code IPO Price Nilai Keterangan
Price Price

1 15/01/2009 AMRT 40 40 40 0,00 truepricing

2 14/04/2009 TRIO 225 230 230 0,02 underpricing

3 01/06/2009 BPFI 104 114 115 0,11 underpricing

4 03/07/2009 INVS 15 16 18 0,20 underpricing

5 09/07/2009 GTBO 115 125 105 -0,09 overpricing

6 10/07/2009 MKPI 2100 2400 2750 0,31 underpricing

7 14/07/2009 RINA 160 180 155 -0,03 overpricing

8 27/10/2009 BWPT 475 490 474 -0,00 overpricing

9 10/12/2009 DSSA 1500 1750 2250 0,50 underpricing

10 11/12/2009 BCIP 110 145 173 0,57 underpricing

11 14/12/2009 NIKL 325 340 300 -0,08 overpricing

12 17/12/2009 BBTN 769 788 807 0,05 underpricing

13 23/12/2009 GDST 160 165 131 -0,18 overpricing

Rata-Rata Initial
          0.25  
Return
Fenomena Underpricing di Indonesia

Perkembangan IPO Tahun 2010 BEI


No Date Code IPO Price Opening Price Closing Price Nilai Keterangan

1 12/01/2010 EMTK 720 720 730 1,39 Underpricing


2 09/02/2010 PTPP 560 570 580 3,57 Underpricing
3 11/02/2010 BIPI 140 175 191 36,43 Underpricing
4 08/03/2010 TOWR 1050 1150 1570 49,52 Underpricing
5 28/06/2010 ROTI 1275 1420 1490 16,86 Underpricing
6 07/07/2010 SKYB 375 450 560 49,33 Underpricing
7 07/07/2010 GOLD 350 450 520 48,57 Underpricing
8 08/07/2010 BJBR 600 830 900 50,00 Underpricing
9 09/07/2010 IPOL 210 210 235 11,90 Underpricing
10 09/07/2010 GREN 105 160 178 69,52 Underpricing
11 12/07/2010 BUVA 260 350 310 19,23 Underpricing
12 19/08/2010 BRAU 400 430 445 11,25 Underpricing
13 06/10/2010 HRUM 5200 6000 5450 4,81 Underpricing
14 07/10/2010 ICBP 5395 6000 5950 10,29 Underpricing
15 26/10/2010 TBIG 2025 2150 2400 18,52 Underpricing
16 10/11/2010 KRAS 850 950 1270 49,41 Underpricing
17 11/11/2010 APLN 365 470 410 12,33 Underpricing
18 26/11/2010 BORN 1170 1300 1280 9,40 Underpricing
19 29/11/2010 WINS 380 475 355 -6,58 Overpricing
20 30/11/2010 MIDI 275 330 410 49,09 Underpricing
21 09/12/2010 BRMS 635 800 700 10,24 Underpricing
22 13/12/2010 BSIM 150 180 255 70,00 Underpricing
23 29/12/2010 MFMI 200 270 340 70,00 Underpricing

  Rata-Rata Initial Return         30,53  


Fenomena Underpricing di Indonesia

Perkembangan IPO Tahun 2011 BEI


No Date Code IPO Price Opening Price Closing Price Nilai Keterangan

1 12/01/2011 EMDE 250 270 210 -0,16 overpricing


2 13/01/2011 MBTO 740 800 660 -0,11 overpricing
3 11/02/2011 GIAA 744 694 615 -0,17 overpricing
4 06/04/2011 MBSS 1600 1700 1780 0,11 underpricing
5 11/04/2011 SRAJ 98 114 163 0,66 underpricing
6 10/05/2011 HDFA 185 241 213 0,15 underpricing
7 23/05/2011 BULL 1240 1400 1328 0,07 underpricing
8 30/05/2011 JAWA 500 540 495 -0,01 overpricing
9 09/06/2011 SIMP 1100 1200 1250 0,14 underpricing
10 20/06/2011 MTLA 238 248 238 0,00 truepricing
11 08/07/2011 TIFA 200 210 310 0,55 underpricing
12 12/07/2011 ALDO 225 250 250 0,11 underpricing
13 12/07/2011 PTIS 950 1000 1000 0,05 underpricing
14 12/07/2011 SDMU 180 192 192 0,07 underpricing
15 13/07/2011 STAR 102 121 138 0,35 underpricing
16 10/10/2011 SMRU 409 444 444 0,09 underpricing
17 11/10/2011 SUPR 3254 3254 3493 0,07 underpricing
18 08/11/2011 ARII 1500 1550 1540 0,03 underpricing
19 17/11/2011 GEMS 2500 2575 2725 0,09 underpricing
20 21/11/2011 VIVA 300 400 450 0,50 underpricing
21 05/12/2011 CASS 400 425 395 -0,01 overpricing
22 06/12/2011 ABMM 3750 4100 3825 0,02 underpricing
23 14/12/2011 ERAA 1000 1050 990 -0,01 overpricing
24 21/12/2011 BAJA 250 275 340 0,36 underpricing
25 23/12/2011 GWSA 250 280 205 -0,18 overpricing

  Rata-Rata Initial Return         0,20  


Fenomena Underpricing di Indonesia

Perkembangan IPO Tahun 2012 BEI


Opening Closing
No Date Code IPO Price Nilai Keterangan
Price Price
1 09/01/2012 PADI 203 262 282 0,39 underpricing
2 12/01/2012 TELE 310 350 325 0,05 underpricing
3 01/02/2012 ESSA 610 730 910 0,49 underpricing
4 10/04/2012 BEST 170 185 285 0,68 underpricing
5 07/06/2012 RANC 500 610 670 0,34 underpricing
6 28/06/2012 TRIS 300 400 320 0,07 underpricing
7 05/07/2012 KOBX 400 440 460 0,15 underpricing
8 06/07/2012 TOBA 1900 2125 2125 0,12 underpricing
9 09/07/2012 MSKY 1520 1530 1540 0,01 underpricing
10 10/07/2012 ALTO 202 250 302 0,50 underpricing
11 10/07/2012 GLOB 1150 1250 1150 0,00 truepricing
12 11/07/2012 GAMA 105 150 178 0,70 underpricing
13 12/07/2012 BJTM 430 470 440 0,02 underpricing
14 31/08/2012 IBST 932 1165 1398 0,50 underpricing
15 13/09/2012 NIRO 105 150 178 0,70 underpricing
16 08/10/2012 PALM 462 555 483 0,05 underpricing
17 11/10/2012 NELY 168 245 205 0,22 underpricing
18 02/11/2012 TAXI 560 590 590 0,05 underpricing
19 08/11/2012 BSSR 1950 1900 1940 -0,01 overpricing
20 12/11/2012 ASSA 390 440 490 0,26 underpricing
Rata-Rata Initial
          0,29  
Return
Fenomena Underpricing di Indonesia

Perkembangan IPO Tahun 2013 BEI


No Date Code IPO Price Opening Price Closing Price Nilai Keterangan

1 09/01/2013 BBRM 242 295 242 0,00 truepricing


2 10/01/2013 HOTL 185 230 200 0,08 underpricing
3 11/01/2013 SAME 400 480 455 0,14 underpricing
4 16/01/2013 MAGP 110 112 96 -0,13 overpricing
5 20/02/2013 TPMA 230 300 345 0,50 underpricing
6 22/02/2013 ISSP 295 300 290 -0,02 overpricing
7 25/03/2013 DYAN 350 420 385 0,10 underpricing
8 08/05/2013 ANJT 1200 1280 1190 -0,01 overpricing
9 20/05/2013 NOBU 375 450 430 0,15 underpricing
10 29/05/2013 MPMX 1500 1550 1460 -0,03 overpricing
11 14/06/2013 DSNG 370 374 374 0,01 underpricing
12 17/06/2013 SRIL 240 290 250 0,04 underpricing
13 24/06/2013 ACST 2500 2600 2825 0,13 underpricing
14 26/06/2013 SRTG 5500 5500 4550 -0,17 overpricing
15 27/06/2013 NRCA 850 1000 1270 0,49 underpricing
16 28/06/2013 SMBR 560 700 570 0,02 underpricing
17 03/07/2013 ECII 4050 4050 3800 -0,06 overpricing
18 08/07/2013 BBMD 1380 1450 1560 0,13 underpricing
19 08/07/2013 MLPT 480 600 720 0,50 underpricing
20 08/07/2013 VICO 125 140 210 0,68 underpricing
21 09/07/2013 CPGT 190 200 174 -0,08 overpricing
22 09/07/2013 NAGA 180 300 305 0,69 underpricing
23 11/07/2013 BMAS 320 350 325 0,02 underpricing
24 12/09/2013 SILO 9000 9500 9650 0,07 underpricing
25 30/10/2013 APII 220 255 330 0,50 underpricing
26 08-Nov-13 KRAH 275 375 410 0,49 underpricing
27 10/12/2013 IMJS 500 600 540 0,08 underpricing
28 11/12/2013 LEAD 700 750 700 0,00 truepricing
29 12/12/2013 SSMS 670 700 720 0,07 underpricing
30 18/12/2013 SIDO 580 680 700 0,21 underpricing

  Rata-Rata Initial Return         0,23  


Fenomena Underpricing di Indonesia

Perkembangan IPO Tahun 2014 BEI


Opening Closing
No Date Code IPO Price Nilai Keterangan
Price Price
1 15/01/2014 PNBS 100 105 97 -0,03 overpricing
2 16/01/2014 ASMI 270 280 405 0,50 underpricing
3 16/01/2014 BINA 240 260 270 0,13 underpricing
4 16/01/2014 CANI 200 250 239 0,20 underpricing
5 13/03/2014 BALI 80 117 120 0,50 underpricing
6 10/04/2014 BLTZ 3.000 3100 3400 0,13 underpricing
7 11/04/2014 MDIA 1.380 1520 1510 0,09 underpricing
8 15/04/2014 LRNA 900 990 780 -0,13 overpricing
9 14/05/2014 DAJK 470 480 520 0,11 underpricing
10 02/06/2014 LINK 1600 2000 2400 0,50 underpricing
11 27/06/2014 CINT 330 367 363 0,10 underpricing
12 07/07/2014 MGNA 105 127 174 0,66 underpricing
13 08/07/2014 BPII 500 605 550 0,10 underpricing
14 10/07/2014 MBAP 1300 1440 1300 0,00 truepricing
15 11/07/2014 TARA 106 125 180 0,70 underpricing
16 11/07/2014 DNAR 110 149 187 0,70 underpricing
17 05/11/2014 BIRD 6500 7000 7450 0,15 underpricing
18 03/12/2014 SOCI 550 685 620 0,13 underpricing
19 17/12/2014 IMPC 3800 4300 5700 0,50 underpricing
20 22/12/2014 AGRS 110 165 187 0,70 underpricing
21 22/12/2014 IBFN 288 286 290 0,01 underpricing
22 23/12/2014 GOLL 288 350 289 0,00 underpricing

  Rata-Rata Initial Return         0,31  


Fenomena Underpricing di Indonesia

Perkembangan IPO Tahun 2015 BEI


Opening Closing
No Date Code IPO Price Nilai Keterangan
Price Price

1 13/01/2015 BBYB 115 190 195 0,70 underpricing

2 24/03/2015 MIKA 1.700 1900 2120 0,25 underpricing

3 19/05/2015 PPRO 185 240 208 0,12 underpricing

4 29/05/2015 DMAS 210 225 219 0,04 underpricing

5 12/06/2015 MMLP 585 760 875 0,50 underpricing

6 19/06/2015 MDKA 2.000 2300 2270 0,14 underpricing

7 07/07/2015 BOLT 550 730 825 0,50 underpricing

8 08/07/2015 ATIC 700 800 725 0,04 underpricing

9 14/07/2015 BIKA 1.000 1400 1500 0,50 underpricing

10 12/08/2015 BBHI 125 145 129 0,03 underpricing

11 28/09/2015 VINS 105 125 105 0,00 truepricing

12 23/10/2015 MKNT 200 250 340 0,70 underpricing

13 08/12/2015 DPUM 550 555 825 0,50 underpricing

14 10/12/2015 IDPR 1280 1500 1475 0,15 underpricing

15 10/12/2015 AMIN 128 140 124 -0,03 overpricing

16 11/12/2015 KINO 3.800 4300 3850 0,01 underpricing

Rata-Rata Initial
          030  
Return
Fenomena Undepricing di Berbagai Negara

Underpricin
Negara Peneliti Sampel Waktu g
(%)
Australia Lee, Taylor dan Walter 266 1976-1989 11,0
Brazil Aggarwal, Leal dan Hernandez 62 1979-1990 78,0
China Datar dan Mao 226 1990-1996 388,0
Finlandia Keloharju 85 1984-1992 9,6
Hongkong McGuinness, Zhao dan Wu 334 1980-1996 15,9
India Krishnamurti dan Kumar 98 1992-1993 35,3
Jerman Ljungqvist 170 1978-1992 10,9
Korea Dhatt, Kim dan Lim 347 1980-1990 78,1
Malaysia Isa 132 1980-1991 80,3
Mexico Aggrawal, Leal dan Hernandez 37 1987-1990 33,0
Singapura Lee, Taylor dan Walter 128 1973-1992 31,4
Taiwan Chen 168 1971-1990 45,0
Thailand Wethyavivorn Koosmith 32 1988-1989 58,1
Turkey Kiymaz 138 1990-1995 13,6
UK Dimson, Levis 2133 1959-1990 12,0
USA Ibbotson, Sindelar dan Ritter 13308 1960-1996 15,8
Perkembangan IPO di BEI Tahun 2010

Opening Closing
No Date Code IPO Price Nilai Keterangan
Price Price
1 12/01/2010 EMTK 720 720 730 1,39 Underpricing
2 09/02/2010 PTPP 560 570 580 3,57 Underpricing
3 11/02/2010 BIPI 140 175 191 36,43 Underpricing
4 08/03/2010 TOWR 1050 1150 1570 49,52 Underpricing
5 28/06/2010 ROTI 1275 1420 1490 16,86 Underpricing
6 07/07/2010 SKYB 375 450 560 49,33 Underpricing
7 07/07/2010 GOLD 350 450 520 48,57 Underpricing
8 08/07/2010 BJBR 600 830 900 50,00 Underpricing
9 09/07/2010 IPOL 210 210 235 11,90 Underpricing
10 09/07/2010 GREN 105 160 178 69,52 Underpricing
11 12/07/2010 BUVA 260 350 310 19,23 Underpricing
12 19/08/2010 BRAU 400 430 445 11,25 Underpricing
13 06/10/2010 HRUM 5200 6000 5450 4,81 Underpricing
14 07/10/2010 ICBP 5395 6000 5950 10,29 Underpricing
15 26/10/2010 TBIG 2025 2150 2400 18,52 Underpricing
16 10/11/2010 KRAS 850 950 1270 49,41 Underpricing
17 11/11/2010 APLN 365 470 410 12,33 Underpricing
18 26/11/2010 BORN 1170 1300 1280 9,40 Underpricing
19 29/11/2010 WINS 380 475 355 -6,58 Overpricing
20 30/11/2010 MIDI 275 330 410 49,09 Underpricing
21 09/12/2010 BRMS 635 800 700 10,24 Underpricing
22Sumber:13/12/2010 BSIM
Bursa Efek Indonesia (diolah) 150 180 255 70,00 Underpricing
Determinan Underpricing
Informsi mempengaruhi Underpricing

UNDERPICING
Determinan Underpricing
Determinan Underpricing, implikasi Kinerja Saham Jk panjang

Implikasi
Teori Likuiditas
• Teori likuiditas menyebutkan bahwa
underpricing akan meningkatkan
likuiditas perdagangan saham setelah
IPO
• Logikanya, underpricing dan
oversubscription secara positif
berhubungan karena semakin
underpriced suatu penawaran, semakin
menarik bagi investor
Teori Likuiditas
• Penelitian oleh Li, Zheng dan Melancon
(2005) juga menunjukkan bahwa
underpricing berpangaruh signifikan
terhadap likuiditas saham perusahaan
setelah IPO dan tingkat likuiditas
semakin tinggi untuk perusahaan yang
memiliki underpricing lebih besar.
Underwriter
• Beberapa hal yang menjadi alasan
digunakannya underwriter, sebagai berikut
(a) Adanya anggapan bahwa underwriter mampu
menaikkan harga saham. Penggunaan
underwriter akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat dan sekaligus kualitas yang
melakukan IPO. Selain itu adanya sindikasi
penjamin emisi akan memperkuat daya jual
saham yang sekaligus akan mendongkrak
permintaan dan harga saham
Underwriter
(b) Adanya jaminan keberhasilan penjualan
saham. Underwriter akan mengalami kerugian
bila saham yang ditawarkan tidak laku di
pasar. Penggunaan underwriter mengandung
unsur peningkatan terhadap besarnya tingkat
underpricing, karena underwriter akan
menetapkan harga yang menurut mereka
mampu diserap oleh pasar dan akan
menghindari kerugian atau tidak lakunya
saham. Bagi underwriter, tipe penjaminan full
commitment, yaitu underwriter menjamin
penjualan seluruh saham yang ditawarkan.
Tipe inilah yang berlaku di Indonesia
Underwriter
(c) Issuer akan dapat menerima hasil
penawaran segera setelah terjadinya
transaksi atau kesepakatan dengan
underwriter
(d) Jasa konsultasi underwriter akan sangat
membantu issuer dalam melakukan IPO.
Underpricing
• Underpricing merupakan suatu kondisi dimana
secara rata-rata, harga pasar saham perusahaan
yang baru go public, biasanya dalam hitungan
hari atau mingguan, lebih tinggi dibandingkan
dengan harga penawarannya
• Atau dengan kata lain, underpricing
merupakan fenomena dimana harga yang
ditawarkan di pasar sekunder (ketika masuk
bursa) lebih kecil dari harga penutupan pada
hari pertama di bursa sekunder.
Average Initial Returns for IPOs in
Various Countries
Figure 3.4 Long-term Relative
Performance of Initial Public Offerings
Underpricing
• Underpricing merupakan fenomena yang pada
awalnya dianggap sebagai teka-teki
• Kemudian penelitian dilakukan untuk mengungkap
fenomena ini
• Salah satunya adalah Ibboston pada tahun 1975.
Salah satu penelitian mendapatkan bahwa untuk
periode IPO 1960-1987, underpricing telah
menghasilkan average initial return sebesar 16,37%
di pasar modal AS (Ibbotson, Sindelar, Ritter,1988)
• Fakta ini sekilas dapat ditafsirkan sebagai suatu
gejala aneh dikaitkan dengan hipotesis efficient
market, karena event yang sudah pasti terjadi masih
dapat menghasilkan return yang relatif besar
Underpricing
• Menurut Baron dan Hamstrong (1980),
konflik kepentingan antara underwriter dan
emiten menyebabkan underwriter
menetapkan harga dibawah yang seharusnya
• Diskon tersebut dimaksudkan untuk
menjamin agar saham IPO dapat terjual
secara keseluruhan, sehingga secara tidak
langsung penurunan harga tersebut dapat
mengurangi biaya dan mengurangi kegiatan
pemasaran serta pendistribusian
• Pada akhirnya akan meningkatkan
keuntungan penjamin emisi (underwriter).
Underpricing

• Underpricing melibatkan issuer


(emiten), investment banker dan investor
pasar modal
• Seluruh pihak memiliki kepentingan
masing-masing dalam kasus IPO
• Issuer ingin agar sahamnya dapat
ditawarkan dengan harga setinggi-
tingginya dan dapat diserap pasar
Underpricing
• Investment banker sebagai mediator berperan antara lain sebagai
penjamin, distributor atau agen penjualan serta penilai harga yang
akan ditawarkan (offering price)
• Investment banker juga memiliki kepentingan agar seluruh saham
yang ditawarkan habis terjual, karena dua hal.
• Fee yang akan diperoleh serta reputasi dimasa depan
• Fee penjaminan pada beberapa kasus tergantung pada besaran
saham yang terjual
• Reputasi investment banker antara lain ditunjukkan oleh saham
yang oversubscribed
• Investor berkepentingan untuk mendapatkan return maksimal dari
investasinya, untuk itu ia berusaha agar mendapatkan saham
berharga ‘murah’.
Adverse Selection Theory –Winner curse
(Rock 1986)
• Menurut model ini underpricing dilakukan karena
adanya asymetric information diantara investor sendiri
• Investor digolongkan sebagai uninformed investors
dan informed investors
• Informed investors akan memesan saham yang
memang underpriced karena informasi yang
dimilikinya
• Sebaliknya uninformed investors akan ‘salah’
memesan karena ketiadaan informasi
• Underpricing dilakukan agar terdapat kesempatan
yang kurang lebih sama bagi uninformed investors dan
pada akhirnya akan meningkatkan jumlah pesanan
saham.
Principal-Agent
• Baron (1982) menggunakan metode analisis principal-
agent dalam menganalisis underpricing harga saham
IPO
• Perusahaan sekuritas sebagai partner (disebut agen)
untuk menjual saham ke publik yang dimiliki oleh
perusahaan (principal), maka informasi yang paling
lengkap dimiliki perusahaan sekuritas
• Akibatnya, perusahaan sekuritas akan meminta harga
saham yang dijual menjadi undepricing agar bisa laku
sebagai salah satu alasan agen

43
Uncertainty yg dirasakan investor
(Beatty and Ritter:1986, Ritter:1984)
• Investor secara umum dianggap belum memiliki
informasi tentang value sebenarnya dari issuer,
akibatnya timbul ketidakpastian. Uncertainty juga
diduga terjadi berdasarkan jenis industri emiten.
Dengan besaran aset atau industri yang relatif
memerlukan kapital besar, maka investor lebih yakin
akan nilai saham tersebut. Sehingga sektor industri
dimana emiten tergolong juga mengurangi uncertainty.
• Kepemilikan sebelumnya juga diduga dapat
mengurangi/menambah uncertainty. Dengan adanya
pemegang saham yang bonafid sebelumnya, maka
tingkat uncertainty akan berkurang. Terlebih bila
pemegang saham adalah pemerintah. Dengan demikian
underpricing dilakukan untuk mengkompensasi
ketidakpastian dari investor.
Signaling quality dan leave a good taste hypothesis (Ibboston:1975, Allen
& Faulhaber: 1989, Welch:1989, Grinblat Hwang: 1989)

• Issuer memiliki pengetahuan lebih superior tentang


value dari perusahaannya dibandingkan dengan
investor
• Lewat IPO, issuer berusaha antara lain memberikan
signal tentang kualitas perusahaannya
• Kualitas yang baik diharapkan dapat memberikan
return yang tinggi bagi investor
• Untuk itu harga penawaran ditetapkan lebih rendah
dari nilai sebenarnya sehingga terjadi underpricing
• Tujuan jangka panjangnya adalah ketika emiten
melakukan seasoned equity offering atau menawarkan
saham berikutnya ke bursa, maka investor akan
mempersepsikan kualitas issuer adalah baik
berdasarkan pengalaman sebelumnya.
Hot and cold issue (Loughran-Ritter-Rydqvist:1994, Ritter:1984,
Ibboston-Jaffe:1975)

• Hot issue adalah suatu periode dimana jumlah


emiten yang melakukan IPO lebih banyak
dibanding periode yang lain
• Dengan demikian saham yang dipasarkan
harus bersaing untuk mendapatkan investor
• Untuk itu emiten yang IPO pada periode hot
akan melakukan underpricing untuk menarik
investor
• Sebaliknya pada periode cold , investor
memiliki pilihan yang terbatas
• Kecenderungan untuk melakukan underpricing
lebih sedikit.
Penentuan offering price
• Book building merupakan mekanisme dimana
penentuan harga dilakukan setelah
mendengarkan komitmen tidak mengikat dari
para investor mengenai jumlah yang akan
dipesan serta range harga yang diinginkan
• Dengan demikian underwriter sudah
memperoleh gambaran relatif jelas mengenai
potensi pasar serta kisaran harga yang dapat
diserap oleh pasar.
Penentuan offering price
• Mekanisme fixed price, harga ditetapkan
tanpa informasi
• Akibatnya bagi underwriter terjadi
ketidakpastian yang lebih tinggi, dimana
kemungkinan saham tadi over atau
undersubscribed tidak diketahui
• Untuk itu mereka
mengkompensasikannya lewat
underpricing.
Penentuan offering price
• Underwriter dalam memasarkan saham dapat
mengambil bentuk best effort atau full
commitment
• Dengan best effort maka hanya akan
bertanggungjawab atas saham yang terjual
dengan demikian tidak menjamin seluruh
saham akan terjual habis
• Dengan full commitment, bila saham tidak
terjual habis, maka investment banker akan
bertindak sebagai stand-by buyer
Penentuan offering price
• Dari kedua mekanisme ini, dengan skema full
commitment maka investment banker akan
berusaha menjauhkan risiko menanggung
saham yang tidak terjual dengan mengusulkan
offering price yang lebih rendah
• Sebaliknya dengan fixed price akan diusahakan
harga yang setinggi mungkin untuk
memperbesar fee yang akan diperolehnya.
Studi Empiris
• Investor saham IPO di Amerika dalam periode 1989-
2001 rata-rata memiliki return 25,1% dalam tempo
kurang dari satu bulan
• Ibboston (1975) selama periode IPO 1960-1987,
underpricing telah menghasilkan average initial return
sebesar 16,37% di pasar modal AS
• Lonjakan harga saham IPO ini ternyata juga terjadi di
negara-negara lain. Dari negara-negara yang bursa
sahamnya relatif mapan seperti Inggris (rata-rata return
14,3%) dan Kanada (9,3%), sampai ke negara-negara
yang bursa sahamnya relatif masih muda seperti Korea
(37%), Singapura (27%), dan Meksiko (33%).
Studi Empiris
• Studi Li, Zheng dan Melancon (2005) menunjukkan bahwa
underpricing berpengaruh signifikan terhadap likuiditas saham
perusahaan setelah IPO dan tingkat likuiditas semakin tinggi
untuk perusahaan yang memiliki underpricing lebih besar
• Zheng, Ogden dan Frank (2005), juga mengungkapkan bahwa
underpricing mendorong volume perdagangan yang lebih tinggi
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang
• Senada dengan Ramirez, Cabestre dan Aquilue (2006) bahwa
semakin tinggi ukuran usaha, komposisi perusahaan, dan
underpricing semakin tinggi likuiditas dan aktivitas perdagangan.
Right Issue
• Right issue adalah penawaran umum saham terbatas yang
dilakukan oleh perusahaan ditawarkan kepada pemegang saham
lama dengan harga yang lebih murah, bahkan ada yang senilai
nominal saham
• Istilah right issue di Indonesia dikenal pula dengan istilah
HMETD atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu.
• Right Issue merupakan pengeluaran saham baru dalam rangka
penambahan modal perusahaan, namun terlebih dahulu
ditawarkan kepada pemegang saham saat ini (existing
shareholder) dengan kata lain, pemegang saham memiliki hak
preemptive rights atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu atas
saham- saham baru tersebut.
Right Issue
• Perusahaan yang listing di pasar modal
melalui penawaran saham perdana
(IPO), dalam perjalanan kegiatan
operasinya di bursa efek dapat
melakukan penawaran saham berikutnya,
bahkan bisa berkali-kali.
Tujuan Right Issue
• Tujuan utama perusahaan untuk melakukan
right issue adalah untuk menambah modal
perusahaan yaitu memperbesar modal disetor
untuk kepentingan ekspansi, restrukturisasi,
dan lainnya.
• Setelah melakukan right issue investor tentu
sangat berharap kinerja yang dimiliki oleh
perusahaan menjadi lebih baik karena dengan
adanya right issue berarti dana dari pihak luar
masuk ke perusahaan
Reaksi Pasar Right Issue
• Secara teoretis, harga saham setelah pengumuman
right issue akan mengalami penurunan karena jumlah
saham yang beredar semakin bertambah
• Dengan demikian, kapitalisasi pasar saham akan naik
dalam prosentase yang lebih kecil daripada prosentase
jumlah saham yang beredar
• Scholes (1972) menyatakan bahwa emisi right akan
berdampak terhadap meningkatnya penawaran jumlah
saham yang beredar, yang selanjutnya secara temporer
akan menurunkan harga saham.
Studi Empiris
• Penelitian klasik mengenai right issue dimulai oleh Scholes
(1972), kemudian diikuti oleh Smith (1977), Ball, Brown, dan
Finn (1977), Kalay dan Shimrat (1987), Loderer dan Zimmerman
(1988), Khotare (1991), Eckbo dan Masulis (1992)
• Hasil yang diperoleh tentang abnormal return menunjukkan
pengaruh yang berbeda-beda
• Healy dan Palepu (1990) yang meneliti tentang perbedaan kinerja
setelah melakukan right issue tidak menemukan penurunan
kinerja
• Sebaliknya, penelitian Hansen dan Crutchley (1990),
McLaughlin, Safieddine, dan Vasudevan (1996), Teoh, Welch
dan Wong (1997), Ranggan (1997), Loughran dan Ritter (1997)
menemukan penurunan kinerja setelah perusahaan melakukan
right issue.
Studi Empiris
• Di Indonesia penelitian tentang Right Issue dilakukan
oleh Alam (1994), Budiarto (1997), Erawati, (1999),
Safitri (2000), dan Tubastuvi (2001)
• Semua penelitian tersebut tentang pengaruh
pengumuman right issue terhadap abnormal return.
Hasil yang diperoleh ternyata berbeda-beda
• Harto (2001) melakukan penelitian tentang perubahan
kinerja dengan dilakukannya right issue menemukan
kinerja operasi, profitabilitas, dan saham perusahaan
mengalami penurunan pasca right issue, sedangkan non
issuer hampir semua menunjukkan kinerja issuer
underperformance dibandingkan dengan non issuer

Anda mungkin juga menyukai