Anda di halaman 1dari 50

I N O V A S I - 16 (2), 2020; 214-222

http://journal.feb.unmul.ac.id/index.php/INOVASI

Ipo underpricing di bursa efek indonesia

Ardhiani Fadila1*, Kery Utami2


1,2
UPN Veteran Jakarta
*1
Email: fadilaardhiani@upnvj.ac.id
2
Email: keryutami@upnvj.ac.id

Abstrak
Studi ini dilakukan dengan tujuan menguji fenomena underpricing emiten yang melakukan
penawaran umum perdana untuk mengetahui faktor penentu underpricing IPO saham. Sampel penelitian
ini diambil dari 204 emiten yang melaksanakan IPO selama periode 2010-2019. Pengujian dilakukan
dengan metode analisa regresi data panel. Dengan menggunakan beberapa proxy data keuangan dan
data non-keuangan, hasil penelitian menunjukan bahwa kegiatan IPO saham di Indonesia mengalami
fenomena underpricing. Hasil studi menunjukan yaitu data keuangan; ROA (return on assets) memiliki
dampak negatif dan signifikan dan financial leverage (debt to equity/DER) memiliki pengaruh positif
dan signifikan terhadap IPO underpricing. Sedangkan, data non-keuangan yaitu pengaruh variabel
underwriter’s reputation memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap IPO underpricing.
Kata Kunci: Ipo; underpricing; return on assets; debt to equity; underwriter’s reputation

Ipo underpricing in indonesian stock exchange

Abstract
This study examined underpricing phenomenon on IPO companies on the IDX to explore the
factors that affecting underpricing of IPO activities. The sample that is used was 204 firms that
performed IPOs on IDX in 2010-2019. This paper used panel regression method. Using several proxies
of financial data and non-financial data, the results consistently showed that IPOs in Indonesia were
underpriced. Our results showed that financial data, which is ROA (return on assets) was found negative
and significant; financial leverage (debt to equity/DER) was found negative significant effect to IPO
underpricing. As non-financial data, underwriter’s prestige variable is found to be negative and
necessary impact on IPO underpricing.
Keywords: Ipo; underpricing; return on assets; debt to equity; underwiter’s reputation

Copyright@2020; Inovasi - pISSN: 0216-7786 - eISSN: 2528-1097


214
Ipo underpricing di bursa efek indonesia;
Ardhiani Fadila, Kery Utami

PENDAHULUAN
Dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara, pasar modal memberi kontribusi tersendiri dalam
aspek keuangan dan investasi. Pasar saham bisa menjadi funding alternative untuk korporasi yang
membutuhkan modal usaha. Terdapat perbedaan bentuk pendanaan ekuitas pada perusahaan yaitu
berupa privately owned atau publicly traded. Go public merupakan salah satu momen penting pada
siklus bisnis suatu perusahaan. Peningkatan ekuitas dapat mendukung rencana masa depan perusahaan,
namun pada waktu yang bersamaan menjadi subjek penilaian publik.
Langkah awal menjadi perusahaan go public adalah melakukan kegiatan penawaran umum
perdana saham. Salah satu kondisi yang umumnya terjadi saat kegiatan penawaran umum saham adalah
underpricing. (Ibbotson, 1975) dan (ritter 1984), diantaranya, memberikan bukti yang meyakinkan
bahwa penawaran umum perdana, pada umummya, underpriced. Underpricing pada saat pelaksanaan
penawaran saham pertama kali merupakan keadaan ketika harga saat penawaran umum saham berada
dibawah dari harga saham saat diperjualbelikan pasar regular.
IPO underpricing merupakan kejadian yang umumnya pada yang sering terjadi bursa saham,
tanpa memandang bursa saham tersebut berada di ekonomi negara maju atau negara berkembang.
Banyak penelitian IPO underpricing yang dilakukan berulang kali dan diuji dengan data dari berbagai
pasar modal di dunia.

IPO UNDERPRICING
60 54
48
50
Emiten Underpricing

40 35 Underpricing (Non-
Keuangan)
30 22 22 23
20 Overpricing
17 17 15
20
7 7
10 2 2 4 Wajar
1
0 1 1 1 1 1
0 1
0 0 1
0
0
2010 2012 2014 2016 2018
Tahun

Grafik 1. Jumlah emiten underpricing per tahun 2010-2019


Boulton et al., (2011) menyatakan penawaran umum saham perdana yang terjadi di duapuluh
sembilan negara mengalami underpricing sebanyak 27.53% (on average). IPO underpricing banyak
dialami oleh perusahaan IPO di berbagai pasar saham di negara lain, tidak terkecuali pasar saham di
Indonesia.
Bukti empiris menunjukan hubungan antara IPO underpricing dan faktor tertentu mampu
mengurangi atau meningkatkan level underpricing tergantung pada spesifikasi pasar. Pentingnya studi
literatur mengenai underpricing pada suatu negara diperlukan guna memperoleh pengetahuan lebih
dalam terhadap kondisi underpricing saham. Dengan banyak ditemukan beberapa penelitian terdahulu
mengenai underpricing di Indonesia yang menunjukan temuan berbeda-beda antara penelitian satu
dengan lainnya.
Banyak hasil yang meneliti faktor yang memiliki pengaruh terhadap IPO underpricing di
Indonesia memperlihatkan temuan yang berubah-ubah dan tidak konsisten, maka dengan demikian studi
ini menelaah parameter penentu dan pengaruhnya pada IPO underpricing di pasar saham Indonesia.
Secara khusus, focus kajian ini mengindikasikan IPO underpricing bergantung pada dua faktor penentu
yaitu faktor keuangan; ROA (return on asset), financial leverage (debt to equity ratio/DER), dan faktor
non-keuangan; umur perusahaan ketika IPO, underwriter’s prestige, dan prosentase offering shares.
Copyright@2020; Inovasi - pISSN: 0216-7786 - eISSN: 2528-1097
215
INOVASI – 16 (2), 2020
214-222

Kajian pustaka
Teori yang membahas mengenai IPO dilakukan oleh (Ibbotson, 1975) yang melakukan penelitan
dengan hasil yang menyebutkan bahwa murahnya harga sahm IPO disebabkan karena keinginan dari
pihak penjamin emisi dengan tujuan agar investor mendapatkan untung dan tetap tertarik untuk membeli
saham IPO pada kegiatan penawaran saham selanjutnya. Sejak itu teori IPO pun mulai dikenal oleh
akademisi dan peneliti.
Kondisi underpricing sering ditemukan dalam kegiatan IPO, sehingga terdapat penyimpangan
harga saham IPO di pasar perdana/pasar primer sering berada dibawah harga saham (closing price)
dihari pertama ketika saham tersebut mulai ditransaksikan di pasar reguler (Hanafi, 2004).
Widoatmojo (2004) mengemukakan underwriter adalah pihak memiliki akses informasi lebih
banyak dan menggunakan ketidakpahaman emiten IPO mengenai kondisi pasar dengan tujuan untuk
meminimalisir resiko kerugian dari kegiatan IPO, sehingga hal ini berdampak pada ketidakpastian harga
saham dipasar sekunder. Manurung (2013) melakukan penilaian underpricing dengan dua pendekatan;
pertama dengan membandingan harga IPO dengan harga intrinsik saham IPO, kedua adalah dengan
menghitung selisih dari closing price hari pertama saham IPO diperdagangkan dengan harga saham saat
pelaksanaan IPO.
Berdasarkan hasil beberapa penelitian terdahulu ditemukan informasi keuangan dan informasi
non-keuangan perusahaan yang memiliki dampak pada IPO underpricing. Faktor keuangan yang diuji
adalah rasio profitabilitas yaitu, Return on Asset (ROA) yang dijadikan sebagai tolok ukur dalam
mengukur kapabilitas perusahaan memperoleh laba usa dengan mengelola asset perusahaannya (Ang,
2007). Dalam kaitannya dengan kegiatan IPO, perusahaan dengan rasio profitabilitas yang baik
cenderung mampu mengurangi ketidakpastian IPO sehingga berdampak pada menurunnya
underpricing. Selanjutnya, hipotesis yang dibuat adalah Return on Asset (ROA) diduga berpengaruh
negatif terhadap IPO underpricing.
Berdasarkan teori, kondisi financial leverage meramalkan resiko yang dimiliki suatu perusahaan
dan rasio ini menerangkan kondisi ketidakpastian yang akan dihadapi investor (KIM et al., 1993). Rasio
hutang atau Financial leverage yang memberi gambaran mengenai kapasitas dan kapabilitas suatu
perusahaan dalam memenuhi kewajiban membayar hutangnya dengan modal usaha perusahaan. Ketika
perusahaan dengan kondisi hutang yang besar akan meningkatkan ketidakpastian saat pelaksanaan IPO
saham, sehingga pada akhirnya menaikkan tingkat underpricing. Pengukuran rasio financial leverage
diukur membandingkan rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio/DER) ((Pahlevi, 2014);
(Saputra & Suaryana, 2016); (Adhi Partama & Gayatri, 2019); (Setiawan, 2018)). Hipotesis dalam
kajian ini yaitu Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif terhadap IPO underpricing.
Faktor non-keuangan penelitian ini diantara lain; pihak underwriter atau penjamin emisi yang
mempunyai tanggung jawab serta kewajiban kepada regulator dan juga investor dengan tujuan
pelaksanaan kegiatan IPO terlaksana dengan baik serta menarik minat banyak investor untuk membeli
saham IPO (Manurung, 2013). Intervensi dari sisi penjamin emisi mempunyai dampak signifikan dalam
penetapan harga, likuiditas pasar dan proses stabilisasi harga di pasar sekunder. (Loughran & Ritter,
2002) berpendapat bahwa penjamin emisi berperan penting dalam kegiatan IPO khususnya reputasi
yang dimiliki.
Penilaian reputasi kinerja underwriter diukur menggunakan dummy variable, poin 1 untuk
menilai underwriter yang berada dalam data 20 most active IDX members by frequency dan poin 0
untuk menilai underwriter yang berada diluar kriteria tersebut. Penelitian dengan variabel reputasi
underwriter dilakukan oleh (Yolana & Martani, 2005), dan (Ratnasari & Hudiwinarsih, 2013), Safitri
(2013). Dugaan sementara variabel underwriter’s prestige berpengaruh negatif terhadap IPO
underpricing.
(Carter et al., 1998) mengemukakan perusahaan yang belum lama berdiri cenderung
meningkatkan terjadinya underpricing. Biasanya investor lebih menyukai dan percaya pada perusahaan
yang sudah lama beroperasi dan dikenal banyak masyarakat sehingga hal ini mampu menurunkan
kemungkinan underpricing. (Islam et al., 2010) menunjukan hasil usia perusahaan dan total asset
perusahaan memiliki dampak positif namun proporsi saham yang ditawakan dan kategori industri

Copyright@2020; Inovasi - pISSN: 0216-7786 - eISSN: 2528-1097


216
Ipo underpricing di bursa efek indonesia;
Ardhiani Fadila, Kery Utami

memiliki dampak negatif terhadap IPO underpricing di Chittagong Stock Exchange. Hipotesis yang
dibentuk adalah lamanya perusahaan berdiri memiliki pengaruh negatif terhadap IPO underpricing.
Prosentase saham perdana yang dijual kepada masyarakat bisa dipakai untuk meneliti uncertainty
yang dihadapi oleh investor. Prosentase saham IPO yang rendah ke masyarakat memberi sinyal yang
menandakan banyaknya informasi private yang dimilki pemengang saham lama dan hal ini memberi
dampak positif kepada investor untuk jangka panjang. Semakin besar jumlah penawaran saham IPO,
semakin besar resiko dan tingkat underpricing. Studi yang dilakukan Putro dan Priantinah (2017), Maya
(2013) dan Retnowati (2013) memperlihatkan prosentase saham IPO memiliki dampak positif pada IPO
underpricing. Hipotesis yang dibuat dalam studi yaitu prosentase penawaran saham diduga memilki
berpengaruh positif terhadap IPO underpricing.
METODE
Informasi yang dipakai dalam kajian ini merupakan data sekunder yaitu informasi keuangan;
ROA (return on assets) dan DER (debt to equity ratio), faktor non-saham perdana serta IPO price dan
closing price dihari pertama ditransaksikan dipasar sekunder selama periode 2010-2019. Data-data
tersebut diambil dari prospectus dan factbook dari website Bursa Efek Indonesia. Fokus penelitian ini
pada emiten IPO pada sektor non-keuangan dan mengeliminasi emiten IPO yang memiliki rasio ROA
dan DER yang negatif. Terdapat 304 emiten ipo selama periode 2010-2019. Ditemukan sebanyak 272
emiten yang mengalami kondisi underpricing. Setelah mengeliminasi perusahaan IPO sektor keuangan
dan emiten IPO dengan rasio keuangan negatif diperoleh sample akhir sebanyak 204 emiten IPO.
Tabel 1. Data faktor keuangan dan faktor non-keuangan
No. Variabel pengukuran Simbol variabel Satuan Sumber
1 Return on Asset ROA Persen Prospektus Emiten
2 Financial Leverage DER Persen Prospektus Emiten
3 Reputasi Underwriter RU Dummy Fact book IDX
4 Umur Perusahaan AGE Tahun Prospektus Emiten
5 Prosentase Penawaran Saham PPS Persen Prospektus Emiten
Objek penelitian berfokus pada emiten ipo sektor non-keuangan selama periode 2010-2019.
Rumus perhitungan underpricing seperti yang dilampirkan oleh (Kunz & Aggarwal, 1994) yaitu:
𝐡𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐩𝐞𝐧𝐮𝐭𝐮𝐩𝐚𝐧 𝐡𝟏 𝐝𝐢 𝐩𝐚𝐬𝐚𝐫 𝐬𝐞𝐤𝐮𝐧𝐝𝐞𝐫 – 𝐡𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐩𝐞𝐧𝐚𝐰𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐫𝐝𝐚𝐧𝐚
U𝒏𝒅𝒆𝒓𝒑𝒓𝒊𝒄𝒊𝒏𝒈 =
𝐡𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐩𝐞𝐧𝐚𝐰𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐫𝐝𝐚𝐧𝐚

Penelitian ini menguji determinan IPO underpricing di Bursa Saham Indonesia. Underpricing
saham IPO merupakan variabel terikat dan variabel bebas terdiri dari dua kelompok yakni variabel
keuangan; ROA (return on asset) dan DER (debt to equity) yang diambil dari prospektus masing-masing
emiten ipo dan variabel non-keuangan; umur perusaahan saat IPO dan prosentase penawaran saham IPO
kepada public yang bersumber dari prospektus juga. Sedangkan variabel reputasi penjamin emisi dalam
bentuk variabel dummy dinilai dari 20 most active idx members by frequency factbook IDX. Model
penelitian metode data panel tertera dibawah ini:
UPit = β0 - β1ROAit + β2DERit - β3RUit - β4AGEit + β5PPSit + ε it
Keterangan =
UP = Underpricing
ROA = Return on Assets pada tahun pelaksanaan IPO
DER = Debt to Equity pada tahun pelaksanaan IPO
RU = Reputasi Underwriter/Penjamin Emisi
AGE = Umur Perusahaan pada saat IPO
PPS = Prosentase Penawaran Saham IPO

Copyright@2020; Inovasi - pISSN: 0216-7786 - eISSN: 2528-1097


217
INOVASI – 16 (2), 2020
214-222

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan kriteria pengambilan sampel terdapat 204 emiten IPO yang mengalami
underpricing selama periode 2010-2019. Data penelitian diolah dengan metode panel dengan
unbalanced observations sebanyak 204 dan dengan 21 data cross sections.
Langkah pertama pengujian data panel adalah pemilihan model regresi panel yang tepat yaitu
pengujian model Pooled Least Square (PLS) dengan model fixed effect (FEM) dan kemudian pengujian
antara model FEM dengan model Random Effect (REM). Dibawah ini adalah lampiran hasil Uji Chow
dan Uji Hausman:
Pemilihan model pooled least square (PLS) dengan fixed effect model (FEM)
Tabel 2. Hasil uji chow
Metode uji Prob. chi-square Keputusan Keterangan
Chow test 0.0000 Ho ditolak Fixed Effect
Hipotesis pengujian dengan Chow Test:
H0: Model penelitan menggunakan Common Effect
H1: Model penelitian menggunakan Fixed Effect
Dari hasil uji Chow didapat nilai probabilita chi-square sebesar 0.0000 < 0.05, sehingga hasil
tersebut menolak hipotesa nol dan menerima H1, yaitu penggunaan model fixed effect lebih tepat.
Langkah selanjutnya yaitu uji Hausman.
Pemilihan model fixed effect (FEM) dan random effect (REM)
Tabel 3. Hasil uji hausman
Metode Uji Prob. Chi-Square Keputusan Keterangan
Hausman Test 0.0287 Ho gagal ditolak Random Effect
Hipotesis pengujian dengan Hausman Test:
H0: Model penelitian dengan Random Effect
H1: Model penelitian dengan Fixed Effect
Pengujian Hausman didapatkan angka probabilita chi square sebesar 0.0287 < 0.05, dan diambil
keputusan menerima H1 dengan model Fixed Effect.
Analisis ini merupakan pengujian one-tailed hypothesis yaitu hipotesis satu arah untuk menguji
hipotesis yang menandakan arah positif atau negatif. Hasil perolehan analisis data panel dengan model
FEM dirangkum dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4. Hasil Model FEM
Variabel Dependent:
UP
Variable Coefficient t-Statistic Probability
C 13.15934 2.517769 0.0127
ROA -0.304280 -2.149905 0.0329*
DER 0.003509 2.081957 0.0388*
RU -7.788235 -3.204621 0.0016*
AGE -0.096299 -0.952809 0.3420
PPS 9.394754 0.729553 0.4666
F-Stat 9.369113 Mean dependent 9.666860
var.
R2 0.568200 St Dev
dependent var. 18.04533
Adj. R2 0.507554 Durbin-Watson 2.252956
Stat.
*signifikan pada =0.05

Copyright@2020; Inovasi - pISSN: 0216-7786 - eISSN: 2528-1097


218
Ipo underpricing di bursa efek indonesia;
Ardhiani Fadila, Kery Utami

Goodnes of fit model


Dari perolehan angka adjusted R-Square sebesar 0.507554 atau 50.75% dimana angka tersebut
independent variable yang diuji dalam penelitian ini mampu menerangkan sebesar 50.75% terhadap
dependent variable, sisanya sebesar 49.25% diuraiakan variable lain yang tidak dikaji dalam studi ini.
Hasil Uji Serentak/Uji F
Uji kelayakan model memperoleh angka senilai 9.369113, dengan nilai probability F-stat sebesar
0.000000 kurang dari 0.05, dengan demikian hipotesa altenatif ditolak dan dapat diartikan dengan level
of confidence 95%, variabel bebas memiliki dampak terhadap variabel terikat.
Hasi uji individu/uji t
Pengaruh return on assets (ROA) dan underpricing (UP)
Hasil regresi panel memperoleh besaran nilai sig ROA sebesar 0.0329<0,05 dengan alpha 5%
sehingga profitability ratio (ROA) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap underpricing. Hal ini
mendukung hipotesis dalam kajian ini.
Temuan ini seirama dengan hasil penelitian yang oleh (Pahlevi, 2014), (Saputra & Suaryana,
2016), (Lestari & Sulasmiyati, 2017) serta (Yuniarti; Syarifudin, 2020) yang menyimpulkan bahwa
profitabilitas (return on assets) berpengaruh negatif terhadap underpricing saham IPO.
Hasil ini menunjukan tingginya rasio profitabilitas yang dihasilkan emiten IPO mampu menjadi
sinyal baik bagi investor dan memberikan gambaran kinerja perusahaan dimasa depan. Emiten yang
memiliki ROA tinggi memberikan sentiment baik bagi investor sehingga tertarik membeli saham
tersebut serta emiten dan penjamin emisi cenderung menawarkan harga IPO relatif tinggi diatas harga
wajar perusahaan yang berdampak pada menurunnya underpricing
Pengaruh financial leverage (DER) dan underpricing (UP)
Perolehan data panel statistic mendapatkan nilai sig DER sebesar 0.0388<0,05 (alpha 5%).
Sehingga didapatkan hasil variabel DER berdampak positif signifikan terhadap underpricing dan sesuai
dengan hipotesa penelitian
Hal ini seirama dengan hasil studi (Saputra & Suaryana, 2016) dan (Lestari & Sulasmiyati,
2017) yang mengemukakan DER berpengaruh terhadap underpricing. Emiten yang mempunyai rasio
hutang yang tinggi memiliki kemungkinan memakai pendanan dari hasil IPO saham untuk melunasi
hutang daripada menggunakan dana tersebut untuk ekspansi usaha. Maka dengan demikian dapat
dikatakan semakin banyak hutang perusahaan maka akan semakin tinggi uncertainty dimasa datang
sehingga meningkatkan underpricing. Tingkat ketidakpastian yang tinggi menurunkan daya tarik
investor pada saham IPO dengan rasio hutang yang banyak. Rendahnya minta investor menyebabkan
penjamin emisi menetapkan harga IPO dibawah harga wajar karena pihak underwriter menghindari
resiko jika saham tidak terjual semua. Sehingga dapat disimpulkan rasio DER yang tinggi berdampak
pada naiknya tingkat underpricing saham IPO pula.
Pengaruh reputation of underwriter dan underpricing (UP)
Dilihat dari angka statistic diperoleh besarnya nilai sig Reputation of Underwriter sebesar 0.0016
< 0,05 (alpha 5%). Dapat dikatakan bahwa prestise penjamin emisi memiliki efek negatif dan signifikan
pada IPO underpricing dan sejalan dengan hipotesa penelitian
Kajian ini sama dengan hasilpenelitian oleh Ariawati (2005), (Ratnasari & Hudiwinarsih, 2013),
dan (Kristiantari, 2013) yang menyimpulkan kapabilitas penjamin emisi memiliki pengaruh negatif
terhadap IPO underpricing. Campurtangan penjamin emisi pada proses pelaksanaan IPO memiliki
dampak signifikan dalam penetapan harga IPO setelah likuiditas pasar dan proses stabilisasi harga di
pasar sekunder. Penelitian lebih jauh mengenai pengaruh penjamin emisi pada IPO ditemukan bahwa
penjamin emisi yang mampu menentukan harga saham IPO dan menarik minat investor jangka panjang.
Pengaruh age of firm dan underpricing (UP)
Hasil uji hipotesis mendapatkan nilai sig AGE sebesar 0.3420>0,05 (alpha 5%). Sehingga
dikatakan umur perusahaan saat IPO tidak memiliki dampak signifikan pada IPO underpricing. Hasil
ini konsisten bersamaan dengan studi yang dilakukan oleh Amelia dan Saftiana (2007), (Isfaatun &
Copyright@2020; Inovasi - pISSN: 0216-7786 - eISSN: 2528-1097
219
INOVASI – 16 (2), 2020
214-222

Hatta, 2010), Retnowati (2013), (Kristiantari, 2013; Setiawan, 2018) yang mengemukakan usia
perusahaan saat pelaksanaan IPO tidak berpengaruh terhadap IPO Underpricing. Hasil ini berlawanan
dengan hipotesa penelitian.
Ukuran lama atau tidaknya perusahaan berdiri tidak memiliki dampak terhadap underpricing
karena usia perusahaan saja tidak dapat dijadikan ukuran untuk menilai capaian dan kualitas kinerja
perusahaan. Ketika dihadapkan dengan dunia bisnis yang ketat dengan kompetisi daya saing, perusahaan
yang baru beroperasi belum pasti mempunyai kinerja yang buruk jika dibandingkan dengan perusahaan
yang telah lama beroperasi/berdiri. Dengan demikian, umur suatu perusahaan tidak memiliki jaminan
akan kualitas yang baik dan kinerja keuangan yang sehat sehingga belum tentu bisa menjadi faktor
penentu tingkat underpricing. Namun variabel umur perusahaan memiliki koefisien regresi negatif
sesuai dengan hipotesa yang diawal kajian ini. Semakin lama umur perusahaan dalam beroperasi maka
akan dikenal oleh masyarakat sehingga menurunkan asimetri informasi dan investor akan cenderung
memiliki informasi yang memadai pada saat penawaran perdana dan kemungkinan underpricing akan
menurun.
Pengaruh persentase penawaran saham (PPS) dan underpricing (UP)
Hasil pengujian data panel didapatkan besarnya nilai sig PPS senilai 0.4666>0,05 (alpha 5%).
Sehingga dikatakan tidak terdapat pengaruh PPS terhadap underpricing. Hasil sejalan dengan penelitian
(Pahlevi, 2014), Suhardjo (2015), (Purwanti & Siregar, 2018), serta (Adhi Partama & Gayatri, 2019)
dimana prosentase penawaran saham tidak memiliki dampak terhadap IPO underpricing. Hal ini tidak
mendukung hipotesa pada awal pembahasan.
Prosentase penawaran saham tidak memberikan efek signifikan terhadap IPO underpricing
dikarenakan investor tidak berorientasi pada proporsi banyak atau tidaknya jumlah saham yang
ditawarkan melainkan pada besarnya nilai saham IPO tersebut. Harga saham saat IPO akan menetapkan
besaran profit yang akan diperoleh, semakin rendah harga ketika IPO maka semakin tinggi antusiasme
investor pada saham IPO yang akan memiliki pengaruh pada tingginya underpricing.
Variabel prosentase penawaran saham memiliki koefisien positif sejalan dengan hipotesa
penelitian. Rendahnya saham yang dijual ke publik mengisyaratkan data atau informasi pribadi yang
disimpan para pemegang saham lama karena ada kemungkinan perusahaan masih memberikan return
yang tinggi dalam jangka panjang. Hal ini dihubungkan dengan agency theory dan signaling theory yang
mengatakan semakin banyak prosentase saham IPO, maka semakin besar pula uncertainty risk pada
emiten IPO. Sedikitnya prosentasi saham yang dijual ke publik memberi sinyal bahwa perusahaan
menyimpan banyak informasi rahasia (private) yang disimpan oleh pemegang saham lama. Banyaknya
outstanding IPO shares ke publik, semakin besar pula tingkat level IPO underpricing.
SIMPULAN
Literatur ini bertujuan untuk menelaah determinan IPO underpricing di Bursa Saham Indonesia.
Dari teori, prosedur dan uraian data yang telah dikaji maka hasil akhir yang disimpulkan adalah:
Faktor keuangan dalam penelitian ini yaitu rasio ROA pengaruh negatif dan signifikan; rasio DER
memiliki pengaruh positif signifikan terhadap underpricing saham IPO. Dilihat dari informasi keuangan
yang dimiliki perusahaan yaitu rasio probitabiltas (return on asset/ROA) dan rasio utang/financial
leverage (DER) pada emiten IPO memiliki pengaruh pada besar kecilnya underpricing saham IPO.
Faktor non-keuangan pada studi ini yaitu underwriter’s prestise, lamanya umur perusahaan saat
pelaksanaan IPO dan prosentase offering shares menunjukan hasil bahwa penjamin emisi yang memiliki
kinerja dan tercermin dari reputasinya dampak negatif dan berpengaruh signifikan pada tingkat
underpricing dimana penjamin emisi yang reputable dianggap lebih sukses dalam pelaksanaan IPO.
Namun, umur perusahaan saat IPO dan prosentase offering shares tidak memiliki efek yang signifikan
terhadap underpricing saham IPO.
Kajian ini masih bisa ditambahkan variabel bebas lainnya sebagai untuk mengukur pengaruhnya
terhadao variabel terikat. Studi ini menggunakan faktor keuangan hanya ROA dan DER saja, untuk
penelitian selanjutnya bisa menambahkan faktor keuangan lainnya.

Copyright@2020; Inovasi - pISSN: 0216-7786 - eISSN: 2528-1097


220
Ipo underpricing di bursa efek indonesia;
Ardhiani Fadila, Kery Utami

Literarur ini mengkaji underpricing pada seluruh industri perusahaan yang terdapat di Bursa
Saham Indonesia. Untuk kajian selanjutnya bisa mengelompokkan beberapa sektor/industri tertentu atau
mengelompokkan emiten IPO yang berada pada main board (papan utama) atau development board
(papan pengembangan) agar bisa melihat fenomena dan tingkat underpricing lebih jelas
DAFTAR PUSTAKA
Adhi Partama, I. G. N., & Gayatri, G. (2019). Analisis Determinan Underpricing Saham di Bursa Efek
Indonesia. E-Jurnal Akuntansi. https://doi.org/10.24843/eja.2019.v26.i03.p23
Ang, R. (2007). Buku Pintar Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide To Indonesian Capital
Market ). In Mediasoft Indonesia.
Boulton, T. J., Smart, S. B., & Zutter, C. J. (2011). Earnings quality and international IPO underpricing.
Accounting Review. https://doi.org/10.2308/accr.00000018
Carter, R. B., Dark, F. H., & Singh, A. K. (1998). Underwriter reputation, initial returns, and the long-
run performance of IPO stocks. Journal of Finance. https://doi.org/10.1111/0022-1082.104624
Hanafi, M. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE.
Ibbotson, R. G. (1975). Price performance of common stock new issues. Journal of Financial Economics.
https://doi.org/10.1016/0304-405X(75)90015-X
Isfaatun, E., & Hatta, A. (2010). ANALISIS INFORMASI PENENTU HARGA SAHAM SAAT
INITIAL PUBLIC OFFERING. Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis. https://doi.org/10.35760/eb.
Islam, M. A., Ali, R., & Ahmad, Z. (2010). An Empirical Investigation into the Underpricing of Initial
Public Offerings in the Chittagong Stock Exchange. International Journal of Economics and
Finance. https://doi.org/10.5539/ijef.v2n4p36
KIM, J. ‐B, KRINSKY, I., & LEE, J. (1993). MOTIVES FOR GOING PUBLIC AND
UNDERPRICING: NEW FINDINGS FROM KOREA. Journal of Business Finance &
Accounting. https://doi.org/10.1111/j.1468-5957.1993.tb00659.x
Kristiantari, I. D. A. (2013). Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada
Saat Penawaran Perdana Di Bursa Efek Indonesia. Journal of Chemical Information and
Modeling. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Kunz, R. M., & Aggarwal, R. (1994). Why initial public offerings are underpriced: Evidence from
Switzerland. Journal of Banking and Finance. https://doi.org/10.1016/0378-4266(93)00016-I
Lestari, F., & Sulasmiyati, S. (2017). PENGARUH INFORMASI KEUANGAN TERHADAP
UNDERPRICING (Studi Pada Perusahaan Yang Melaksanakan IPO Pada Bursa Efek Indonesia
Tahun 2012). Jurnal Administrasi Bisnis S1 Universitas Brawijaya.
Loughran, T., & Ritter, J. R. (2002). Why Don’t Issuers Get Upset About Leaving Money on the Table
in IPOs? Review of Financial Studies. https://doi.org/10.1093/rfs/15.2.413
Manurung, A.H. 2013. Initial Public Offering (IPO): Konsep, Teori, dan Proses. PT Adler Haymans
Manurung Press, Jakarta.
Maya, R. (2013). Pengaruh Kondisi Pasar, Persentase Saham Yang Ditawarkan, Financial Leverage,
Dan Profitabilitas Terhadap Underpricing Saham Yang IPO di BEI Periode 2007-2011, 1–24.
Pahlevi, R. W. (2014). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing saham pada penawaran
saham perdana di bursa efek Indonesia. Jurnal Siasat Bisnis.
https://doi.org/10.20885/jsb.vol18.iss2.art8
Purwanti, P., & Siregar, E. I. (2018). ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP
TINGKAT UNDERPRICING PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK
Copyright@2020; Inovasi - pISSN: 0216-7786 - eISSN: 2528-1097
221
INOVASI – 16 (2), 2020
214-222

INDONESIA PERIODE 1996-2015. Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Bisnis.


https://doi.org/10.31849/jieb.v15i1.1025
Putro, H., & Priantinah, D. (2017). Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Persentase Saham
Yang Ditawarkan, Earning Per Share, dan Kondisi Pasar Terhadap Underpricing Saham Pada
Saat Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2012-2015. Jurnal Profita,
(4), 1–16.
Ratnasari, A., & Hudiwinarsih, G. (2013). ANALISIS PENGARUH INFORMASI KEUANGAN, NON
KEUANGAN SERTA EKONOMI MAKRO TERHADAP UNDERPRICING PADA
PERUSAHAAN KETIKA IPO. Buletin Studi Ekonomi.
RITTER, J. R. (1984). Signaling and the Valuation of Unseasoned New Issues: A Comment. In The
Journal of Finance. https://doi.org/10.1111/j.1540-6261.1984.tb03907.x
Safitri, T. A. (2013). Asimetri informasi dan underpricing. Jurnal Dinamika Manajemen, 4(1), 1 - 9.
Saputra, A., & Suaryana, I. (2016). PENGARUH UMUR PERUSAHAAN, UKURAN
PERUSAHAAN, RETURN ON ASSETS DAN FINANCIAL LEVERAGE PADA
UNDERPRICING PENAWARAN UMUM PERDANA. E-Jurnal Akuntansi.
Setiawan, D. (2018). Determinan Underpricing Pada Saat Penawaran Saham Perdana. Assets: Jurnal
Akuntansi Dan Pendidikan. https://doi.org/10.25273/jap.v7i2.2474
Suhardjo, F. (2015). Analisis Mengenai Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Underpriced di
Bursa Efek Indonesia, 7(1), 56–65.
Sulistyawati, P. L., & Wirajaya, I. G. A. (2017). Pengaruh Variabel Keuangan, Non Keuangan dan
Ekonomi Makro terhadap Underpricing pada IPO di BEI. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, 20(3), 1848–1874
Widoatmojo, Sawidji. 2004. Jurus Jitu Go Public. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Yolana, C., & Martani, D. (2005). Variabel - Variabel yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing
pada Penawaran Saham Perdana di BEJ Tahun 1994 - 2001. Sna.
Yuniarti; Syarifudin. (2020). Pengaruh Reputasi Underwriter Dan Umur Perusahaan, Terhadap
Underpricing Saham Pada Saat Initial Public Offering. Jurnal Al-Qardh, 4(2), 129–141.
https://doi.org/10.23971/jaq.v4i2.1660

Copyright@2020; Inovasi - pISSN: 0216-7786 - eISSN: 2528-1097


222
JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 14 NO 2 – MEI 2022– Halaman 82-93

ANALISIS FENOMENA UNDERPRICING SEBAGAI STRATEGI PADA


PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA

Patricia Diana*
Universitas Multimedia Nusantara, Jalan Scientia Boulevard, Tangerang, Banten, Indonesia
*patricia@umn.ac.id

ARTICLE INFO ABSTRACT


Article history: Research Purposes. This study aims to enrich findings about the under-
Received July 23, 2021 pricing phenomenon and to find underpricing trends in various economic
Revised February 9, 2022 conditions that affect stock market activity in the period of the year used in
Accepted May 19, 2022
this study.
Research Method. The underpricing phenomenon in this study was carried
out in a reasonably long research period of 5 years from 2015 to 2019. A total
of 72 companies were used as samples in the study. Data were analyzed us-
Key words: ing multiple regression analysis.
Auditor; Ukuran Perusahaan; Research Result and Findings. The results found that company size as
Underpricing; Underwriter measured by the number of company assets is the most significant factor for
investors in determining their investment for companies that have just listed
DOI: shares on the stock exchange. An assessment of a company's assets can be
https://doi.org/10.33508/jako.v14i2.3326
the basis for measuring risk, prospects, and the ability to provide returns in
the future.
ABSTRAK
Tujuan Penelitian. Penelitian ini berusaha memperkaya temuan tentang
fenomena underpricing serta menemukan kecenderungan underpricing pada
berbagai kondisi ekonomi yang mempengaruhi aktivitas pasar bursa pada
periode tahun yang digunakan dalam penelitian.
Metode Penelitian. Fenomena underpricing dalam penelitian ini dil-
akukan dalam periode penelitian yang cukup lama yaitu 5 tahun sejak 2015
hingga 2019. Sampel penelitian ini adalah 72 perusahaan. Analisis data
menggunakan regresi liner berganda.
Hasil dan Temuan Penelitian. Hasil penelitian menemukan bahwa uku-
ran perusahaan yang diukur berdasarkan jumlah aset perusahaan merupa-
kan faktor paling signifikan bagi investor dalam penentuan investasinya
bagi perusahaan yang baru mencatatkan saham di bursa. Penilaian terhadap
aset suatu perusahaan dapat menjadi dasar pengukuran resiko, prospek dan
kemampuan memberikan pengembalian di masa yang akan datang.

PENDAHULUAN tahun 2017 hingga 2018 SID meningkat sebesar


Iklim investasi di Indonesia terus mengalami 44,24%, pada tahun 2019 meningkat 53,41% dan
peningkatan yang salah satunya ditandai oleh nilai pada tahun 2020 senilai 55,83%. Peningkatan pena-
realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) naman modal juga diiringi peningkatan jumlah pe-
dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang rusahaan yang mencatatkan sahamnya di BEI yang
sejak tahun 2015 senilai 545,4 triliun dan mengalami mana sejak 2015 hingga 2020, jumlah perusahaan
peningkatan hingga menjadi 826,3 triliun pada ta- yang melakukan Initial Public Offering (IPO) men-
hun 2020. PMDN yang dilakukan masyarakat galami peningkatan sebesar 240%.
umumnya dapat berupa pembelian surat utang, Aktivitas IPO merupakan kegiatan yang harus
reksadana atau saham di bursa efek. Jumlah inves- dilakukan oleh perusahaan saat pertama kali akan
tor yang ikut berpartisipasi dalam aktivitas investasi mencatatkan sahamnya di BEI untuk dapat mem-
melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat tergambar peroleh tambahan modal dari masyarakat melalui
melalui jumlah Single Investor Identification (SID) penjualan saham. Tahapan dalam melaksanakan
yang jumlahnya juga mengalami peningkatan. Dari IPO dimulai dengan penunjukan penjamin emisi

82
ANALISIS FENOMENA UNDERPRICING SEBAGAI STRATEGI PADA PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA
Oleh: DIANA

(Underwriter), profesi penunjang (akuntan public, dapat diperoleh akan lebih besar dengan persentase
konsultan hukum, notaris, penilai dan biro admin- penyerahan saham yang lebih kecil dibandingkan
istrasi efek. Selain itu, perusahaan perlu memper- dengan saat IPO. Tingkat underpricing yang tinggi
siapkan dokumen persyaratan meliputi: pendapat saat IPO cenderung akan mengalami penurunan
hasil pemeriksaan konsultan hukum laporan keu- saat right issue (Gumanti dan Alkaf, 2011).
angan auditan, laporan penilai, anggaran dasar pe- Fenomena underpricing dapat dipengaruhi
rusahaan, prospektus dan proyeksi keuangan. berbagai faktor. Ukuran perusahaan merupakan
Dilanjutkan dengan penyampaian permohonan skala operasional perusahaan yang umumnya
penyampaian ke BEI dan kemudian setelah dil- diukur berdasarkan jumlah sumber daya yang di-
akukan penelaahan akan dilanjutkan dengan pen- miliki perusahaan. Semakin besar ukuran perus-
yampaian pernyataan pendaftaran ke Otoritas Jasa ahaan, semakin banyak sumber daya yang dimiliki
Keuangan (OJK). Jika semua proses telah dilalui untuk terus beroperasi sehingga kemampuan perus-
maka BEI akan melakukan proses penawaran saham ahaan bertahan dimasa depan serta prospek
kepada publik dan selanjutnya pencatatan serta perkembangan perusahaan semakin besar. Hal ini
perdagangan aktif di BEI. dapat menarik minat investor karena emiten dinilai
Saham perusahaan pertama kali akan diperjual- mampu memberikan pengembalian di masa depan.
belikan pada pasar perdana yang selanjutnya akan Oleh karena itu, semakin tinggi ukuran perusahaan,
ditransaksikan lebih luas pada pasar sekunder. semakin tinggi underpricing yang mungkin terjadi.
Perbedaan harga saham pada pasar perdana yang Penelitian pada perusahaan IPO di Indonesia peri-
lebih rendah dari harga pada hari pertama di pasar ode 2013-2016 menunjukkan bahwa ukuran perus-
sekunder inilah yang dikenal dengan fenomena un- ahaan memiliki pengaruh positif signifikan ter-
derpricing. Jika kondisi sebaliknya yang terjadi, hadap underpricing (Mayasari, Yusuf, Yulianto,
maka dikenal dengan istilah overpricing. Selama ta- 2018). Hal ini didukung oleh data perusahaan IPO
hun 2016 – 2019, rata-rata jumlah perusahaan yang periode 2008-2011 yang menghasilkan simpulan
mengalami underpricing sebanyak 90,5% dari jumlah yang sama (Retnowati, 2013). Selain itu, penelitian
perusahaan yang melakukan IPO setiap tahunnya. pada perusahaan IPO di 36 negara secara inter-
Kondisi underpricing memberikan keuntungan nasional mengemukakan bahwa Perusahaan
dari sisi investor maupun emiten. Semakin tinggi dengan sumber daya tinggi akan mampu mencip-
underpricing yang terjadi, maka semakin besar capital takan manajemen resiko yang lebih memadai se-
gain yang dapat diperoleh investor karena investor hingga akan memiliki nilai underpricing yang lebih
dapat memperjualbelikan saham dengan harga tinggi (Baker, Thomas, Braga-Alves dan Morey,
yang lebih tinggi dengan dari harga pada saat sa- 2021).
ham dibeli di pasar perdana kepada investor lainnya Penjamin emisi (underwriter) memiliki peranan
di pasar sekunder. IPO yang melibatkan investor in- penting dalam proses IPO suatu perusahaan. Lem-
stitusional yang bergerak dalam bidang pengelolaan baga yang diperbolehkan melakukan penjaminan
dana sebagai investor yang diizinkan memiliki sa- emisi adalah sekuritas yang telah mendapat izin
ham sebelum saham tersebut IPO, akan mampu dari OJK dan BEI. Penjamin emisi adalah pihak yang
meningkatkan nilai underpricing pada pasar primer. membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan
Keberadaan investor seperti ini juga akan berdam- penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan
pak pada peningkatan minat sehingga terjadi pen- atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang
ingkatan capital gain di pasar sekunder (Gupta, tidak terjual. Penjamin emisi yang bereputasi mem-
Singh dan Surendra, 2020). Hal ini disebabkan ka- iliki kemampuan dalam menilai saham suatu perus-
rena public menilai bahwa investor institusional ini ahaan dan menentukan harga yang tepat atas saham
memiliki pengetahuan, pertimbangan dan sumber tersebut. Ketepatan harga IPO akan sesuai dengan
daya yang baik dalam menilai kualitas saham suatu tingkat harga penawaran investor sehingga mampu
emiten sehingga saham emiten dinilai memiliki meningkatkan minat investor di pasar sekunder.
prospek yang tinggi di masa depan. Kondisi under- Kondisi ini akan mendorong terjadinya peningkatan
pricing juga menjadi alternatif bagi emiten karena harga yang lebih tinggi dari harga di pasar primer
dengan melakukan underpricing di saat IPO, maka sehingga menyebabkan tingkat underpricing yang
akan meningkatkan kemungkinan perusahaan lebih besar. Untuk perusahaan IPO di Indonesia
mampu menentukan harga saham yang lebih tinggi ditemukan bahwa reputasi underwriter ini tidak
pada saat penerbitan saham kembali di waktu yang memiliki pengaruh terhadap underpricing. Hal ini
berbeda (right issue) sehingga jumlah dana yang terjadi pada perusahaan IPO periode 2009-2013

83
JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 14 NO 2 – MEI 2022– Halaman 82-93

(Rosyidah, 2014), periode 1995-2007 (Rachmadhanto mempengaruhi aktivitas pasar bursa pada periode
dan Raharja, 2014), serta periode 2007-2013 (Kur- tahun yang digunakan dalam penelitian. Rumusan
niawan dan Septianti, 2015). Namun untuk reputasi masalah yang digunakan dalam penelitian sebagai
underwriter ini memiliki pengaruh pada perus- berikut:
ahaan IPO periode 2005-2010 (Safitri, 2013) dan peri- 1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh
ode 2010–2014 (Jeanne dan Eforis, 2016). positif terhadap strategi underpricing?
Salah satu persyaratan dokumen saat perus- 2. Apakah Reputasi Underwriter berpengaruh
ahaan IPO adalah penyampaian laporan keuangan positif terhadap strategi underpricing?
auditan untuk periode terakhir tahun sebelum pe- 3. Apakah Reputasi Auditor berpengaruh pos-
rusahaan IPO. Laporan audit ini haruslah melibat- itif terhadap strategi underpricing?
kan auditor independen. Semakin tinggi kualitas 4. Apakah Profitabilitas (ROE) berpengaruh
dan reputasi auditor yang digunakan, akan men- positif terhadap strategi underpricing?
dorong semakin tingginya kepercayaan public ter-
hdapa informasi yang tertuang dalam laporan keu- KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN
angan. Akurasi dan ketepatan data keuangan HIPOTESIS
emiten akan mampu mengurangi ketidakpastian di- Kajian Literatur
masa depan sehingga mampu meningkatkan minat Teori Sinyal
investor untuk melakukan investasi sehingga Teori sinyal merupakan penjelasan yang meng-
berdampak pada peningkatan kemungkinan under- gambarkan perilaku ketika terdapat dua pihak, baik
pricing yang terjadi (Safitri, 2013). individual maupun institusi yang memiliki akses
Tujuan utama berinvestasi adalah memperoleh berbeda terhadap suatu informasi. Pihak pertama
pengembalian. Perusahaan atau emiten yang sebagai pemberi informasi menentukan metode dan
mampu memberika pengembalian adalah perus- media penyampaian informasi sedangkan pihak
ahaan yang secara keuangan memiliki kemmapuan lainnya sebagai penerima menginterpretasikan
menghasilkan pendapatan. Hal ini dapat terukur maksud dari infromasi yang diterimanya (Connely,
melalui rasio profitabilitas perusahaan yaitu Return Certo, Ireland dan Reutzel, 2010). Laporan keu-
on Equity (ROE). Semakin tinggi nilai ROE menun- angan merupakan salah satu media penyampaian
jukkan semakin tinggi kemmapuan perusahaan akuntansi dalam akuntansi. Sedangkan untuk pe-
mengelola dana yang diperoleh dari pemegang sa- rusahaan yang melakukan IPO, penyampaian infor-
ham untuk menghasilkan laba bagi perusahaan. masi kepada investor dapat melalui prospectus dan
Peningkatan laba akan meningkatkan kemampuan laporan lainnya yang menjadi persyaratan IPO.
perusahaan membagikan dividen yang merupakan Akses informasi antara perusahaan dengan pihak
bentuk pengembalian kepada pemegang saham. eksternal juga dapat memunculkan asimetri infor-
Hal ini mendorong minat investor untuk berinves- masi. Oleh karena itu, perusahaan yang ingin mem-
tasi sehingga kemungkinan terjadinya underpricing itigasi asimetri informasi, akan cenderung memilih
semakin tinggi. Pertumbuhan laba terutama dalam pendanaan dengan utang daripada ekuitas yang sa-
bentuk perolehan kas akan mampu meningkatkan lah satunya adalah penerbitan saham (Ahmad, Hun-
kemungkinan terjadinya underpricing (Sitompul, jra, Qureshi dan Hanif, 2021).
Purwohedi dan Warokkah, 2017). Penerapan teori sinyal yang berdampak pada
Underpricing sebagai salah satu strategi yang terjadinya underpricing menggunakan asumsi
dilakukan oleh perusahaan saat melakukan IPO di- bahwa manajer atau pihak internal perusahaan
pengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa Penelitian mengetahui lebih banyak tentang kualitas internal
terdahulu terkait underpricing dilakukan oleh Vona perusahaan dibandingkan dengan investor.
dan Nadia (2018), Budianto (2018), Jeanne dan Eforis Keterbatasan informasi yang dimiliki investor inilah
(2016), Yohandes (2017). Hasil temuan yang di- yang menyebabkan investor kesulitan dalam
peroleh masih sangat beragam sehingga penelitian penilaian kualitas dari saham emiten yang akan
ini berusaha memperkaya temuan tentang fenom- dibelinya. Oleh karena itu, perusahaan dengan
ena underpricing tersebut. Selain itu, penelitian ter- kualitas tinggi akan melakukan strategi underpricing
dahulu umumnya menggunakan periode penelitian untuk memberikan sinyal kepada investor (Pa-
dalam kurun waktu 2 sampai 3 tahun. Sedangkan paiaonnou dan Karagozoglu, 2017). Hal serupa ter-
dalam penelitian ini, rentang tahun penelitian yang jadi pada perusahaan yang memiliki afiliasi bisnis di
digunakan cukup panjang yaitu 2015 hingga 2019 Cina yang berusaha memberikan sinyal positif
dengan tujuan untuk menemukan kecenderungan kepada investor dengan cara memperbesar
underpricing pada berbagai kondisi ekonomi yang kecukupan modal dari pemegang saham terdahulu
84
ANALISIS FENOMENA UNDERPRICING SEBAGAI STRATEGI PADA PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA
Oleh: DIANA

dengan tujuan agar investor memiliki kepercayaan yang dilakukan oleh Utamaningsih (2014) yang
kepada perusahaan yang pada akhirnya dapat men- menyatakan bahwa saham dengan underpricing
gurangi jumlah underpricing saat perusahaan yang tinggi akan mampu memberikan pengem-
melakukan IPO (Wang, Wan dan Yiu, 2018). balian yang tinggi pada 30 hari perdagangan per-
tamanya di pasar sekunder, walaupun untuk
Underpricing perdagangan jangka panjang tidak berlaku.
Kondisi penerbitan saham underpricing terjadi
saat harga saham yang ditentukan di pasar perdana Ukuran Perusahaan
saat perusahaan melakukan IPO lebih rendah Pengukuran skala suatu perusahaan dapat dil-
dibandingkan harga saham tersebut pada hari per- akukan berdasarkan beberapa dasar, salah satunya
tama diperdagangkan di pasar sekunder. Penentuan menggunakan jumlah aset yang dimiliki perus-
nilai underpricing ini umumnya diukur ahaan. Aset merupakan sumber daya perusahaan
menggunakan initial return. Semakin besar under- yang digunakan untuk menghasilkan manfaat baik
pricing yang terjadi akan memberikan peluang bagi dari kegiatan operasional maupun non operasional
investor untuk memperoleh capital gain yang makin bagi perusahaan. Berdasarkan Pernyataan Standar
besar. Akuntansi Keuangan (PSAK) 1, aset dikelompokkan
Stategi underpricing dilakukan oleh perusahaan menjadi aset lancar dan tidak lancar. Semakin besar
untuk berbagai tujuan. Underpricing digunakan se- jumlah aset yang dimiliki perusahaan, maka se-
bagai sinyal atas kualitas perusahaan yang diharap- makin tinggi produktifitas yang dapat dihasilkan
kan akan mendorong reaksi positif pasar terutama oleh perusahaan. Selain itu, kecukupan aset dinilai
saat pasar melakukan penawarn saham kembali mampu menurunkan resiko likuiditas yang mung-
(right issues). Strategi underpricing saat IPO ini di- kin terjadi pada perusahaan.
harapkan dapat mengurangi biaya tidak langsung Berdasarkan peraturan OJK nomor
berupa opportunity loss pada saat penawaran per- 53/POJK.04/2017, klasifikasi ukuran perusahaan
dana dengan memperkecil kemungkinan underpric- sebagai berikut:
ing pada saat perusahaan menerbitkan saham kem- 1. Jumlah aset kurang dari 50milyar rupiah
bali (Gumanti dan Alkaf, 2011). Opportunity loss tergolong berukuran kecil
yang dimaksud adalah tingginya underpricing yang 2. Jumlah aset antara 50milyar hingga 250mi-
terjadi, menyebabkan perusahaan kehilangan kes- lyar rupiah tergolong berukuran menengah
empatan untuk memperoleh dana yang lebih besar 3. Jumlah aset lebih dari 250milyar rupiah ter-
saat IPO karena keuntungan kenaikan harga golong besar
didapatkan oleh investor di pasar sekunder dan Semakin besar jumlah aset yang dimiliki perus-
tidak berhubungan dengan dana yang diperoleh ahaan mengindikasikan bahwa kemampuan ber-
oleh perusahaan. Namun underpricing saat IPO akan tahan dan peningkatan kemampuan menciptakan
memberikan kesan kepada investor bahwa saham laba dimasa depan semakin besar sehingga akan
diterbitkan pada harga rendah sehingga diharapkan mendorong minat investor untuk berinvestasi. Hal
dapat meningkatkan minat investor saat dilakukan ini menyebabkan pembetukan harga di pasar
penerbitan saham kembali. Peningkatan minat ini sekunder akan menjadi lebih besar dari harga di
akan menyebabkan oversubscribe yang mendorong pasar perdana sehingga menghasilkan nilai under-
terjadinya peningkatan harga dari saham yang dita- pricing yang semakin besar. Hal ini juga terjadi pada
warkan. Perusahaan yang berencana untuk perusahaan di India. Perusahaan yang memiliki
melakukan penerbitan saham kembali dalam jangka ukuran lebih besar dan yang merupakan bagian afil-
waktu 1 tahun, cendderung akan menerapkan nilai iasi dari suatu grup bisnis, akan cenderung memiliki
underpricing yang lebih besar saat melakukan IPO nilai underpricing lebih tinggi daripada perusahaan
(Cook dan Officer, 1996). berskala kecil dan privat (Ghosh, 2005).
Bagi investor, penerapan strategi underpricing
juga dapat memberi dampak positif. Investor yang Reputasi Underwriter
memiliki kesempatan untuk membeli saham Pada proses IPO, salah satu pihak yang cukup
dipasar perdana akan memiliki peluang mem- berperan adalah penjamin emisi (underwriter). Un-
peroleh keuntungan jika melakukan penjualan sa- derwriter merupakan pihak yang mengadakan kon-
hamny di psar sekunder. Semakin tinggi underpring trak dengan emiten untuk membantu emiten dalam
yang terjadi, semakin besar nilai keuntungan yang penentuan harga sahamya. Perusahaan penjamin
dapat diperoleh. Hal ini juga terbukti dari penelitian emisi haruslah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan

85
JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 14 NO 2 – MEI 2022– Halaman 82-93

(OJK) untuk dapat memberikan jasanya. Jasa penja- tinggi reputasi auditor yang digunakan dalam
minan emisi terbagi menjadi 2 jenis yaitu: mengaudit laporan keuangan yang disajikan dalam
1. Kesanggupan terbaik prospectus saat perusahaan akan melakukan IPO,
Underwriter bertindak sebagai agen penjual dari akan mendorong kepercayaan public sehingga
saham milik emiten saat IPO dan tidak ber- memungkinkan peningkatan nilai underpricing yang
tanggung jawab jika terdapat saham yang tidak terjadi.
terjual, sedangkan
2. Kesanggupan penuh Return on Equity (ROE)
Underwriter memastikan semua saham IPO laku ROE merupakan salah satu pengukuran rasio
terjual dan bertanggung jawab jika terdapat sa- profitabilitas. ROE menunjukkan kemampuan
ham yang tidak terjual. pengelolaan dana yang disetorkan oleh investor da-
Underwriter bereputasi memiliki pengalaman lam menghasilkan laba bagi perusahaan. Laba ini di-
dalam penentuan minat investor sehingga kemam- harapkan dapat dikembalikan kepada investor di
puan prediksi harga yang ditetapkan pada pasar masa yang akan datang. Semakin tinggi kemam-
primer akan sesuai dengan minat investor. Kes- puan perusahaan menghasilkan profit, akan se-
esuaian ini akan mendorong minat investor kembali makin besar minat investor untuk berinvestasi se-
di pasar sekunder sehingga menciptakan nilai un- hingga mampu meningkatkan harga di pasar
derpricing yang lebih tinggi. Semakin tinggi reputasi sekunder yang berdampak pada peningkatan nilai
underwriter yang dapat mempengaruhi peningkatan underpricing. Peenelitian mengenai pengaruh profit-
nilai underpricing juga dikemukan oleh Gunawan abilitas terhadap underpricing ini juga dilakukan
dan Halim (2012) serta Rachmadhanto dan Raharja oleh Vonna dan Nadia (2018) dan Budianto (2018)
(2014). Hubungan yang positif antara reputasi un- yang memperoleh hasil yang sama.
derwriter dan tingkat underpricing ini juga terjadi
pada perusahaan yang melakukan IPO di United Pengembangan Hipotesis
States (Walker, 2008). Berdasarkan teori yang telah dipaparkan, maka
perumusan hipotesis sebagai berikut:
Reputasi Auditor 1. Ukuran Perusahaan berpengaruh positif
Perusahaan yang melakukan IPO maupun yang terhadap underpricing
telah terdaftar di BEI setelah melakukan IPO, di- 2. Reputasi underwriter berpengaruh positif
wajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan terhadap underpricing
yang telah di audit oleh auditor eksternal. Pengklas- 3. Reputasi auditor berpengaruh positif ter-
ifikasian Kantor Akuntan Publik (KAP) umumnya hadap underpricing
dilakukan dengan mengelompokkan menjadi 2 4. ROE berpengaruh positif terhadap under-
yaitu KAP yang berafiliasi dengan 4 KAP besar pricing
dunia (Big four)dan yang tidak berafiliasi dgn 4 KAP
besar dunia. KAP Big Four dinilai memiliki standar Model Penelitian
audit yang bertaraf internasional sehingga diharap-
kan mampu menghasilkan opini yang lebih tepat.
Selain itu, KAP Big Four juga diperingkat berdasar-
Ukuran Perusahaan
kan jumlah klien dan besarnya penghasilan yang di-
(Size)
peroleh. Hal ini mendorong asumsi bahwa auditor
Reputasi Underwriter Under-
dri KAP Big Four memiliki kompetensi tambahan
(RU) pricing
yang diperoleh dari banyak pelatihan, prosedur dan Reputasi Auditor (RA)
rumerasi yang lebih tinggi sehingga mendorong (UP)
tingkat independensi yang dimiliki. Return on Equity (ROE)
Berdasarkan data dari 60 negara berkembang,
ditemukan bahwa perusahaan yang diaudit oleh au-
ditor bereputasi (KAP Big Four) akan lebih mudah Gambar 1. Model Penelitian
mengakses pendanaan internasional maupun pen-
danaan dari pemerintah (Beisland, Mersland dan METODE PENELITIAN
Strom, 2018). Selain itu, ketepatan prediksi investor Penelitian merupakan causal study yang ber-
akan tingkat pengembalian dari suatu perusahaan tujuan memberikan bukti empiris hubungan sebab
akan lebih tepat jika laporan keuangannya diaudit akibat antar variabel independen dan dependen.
oleh auditor bereputasi (Hussainey, 2009). Semakin Objek yang digunakan adalah perusahaan yang
86
ANALISIS FENOMENA UNDERPRICING SEBAGAI STRATEGI PADA PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA
Oleh: DIANA

melakukan IPO periode 2015 – 2019. Daftar perus- Rata-rata total ekuitas dihitung dengan cara se-
ahaan yang melakukan IPO diperoleh berdasarkan bagai berikut:
IDX Quarterly Statistics.
Total equity t + Total equity t-1
𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 = …(4)
2
Populasi dan sampel penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh perusahaan
Tenik Analisis Data
yang IPO selama periode 2015-2019. Sampling
Tenik analisis data menggunakan regresi liner
menggunakan metode purposive sampling dengan
berganda dengan menggunakan SPSS 25. Kualitas
kriteria yaitu perusahaan tidak melakukan penerbi-
data juga akan mellaui uji asumsi klasik dan nor-
tan waran, bukan merupakan sektor keuangan,
malitas. Uji hipotesis akan menggunakan persa-
mengalami underpricing, memiliki informasi pro-
maan regresi sebagai berikut:
porsi underwriter dengan porsi yang berbeda,
laporan keuangan berakhir pada 31 Desember dan UP = α + 𝛽1 SIZE + 𝛽2 RU + 𝛽3 RA + 𝛽4 ROE + Ɛ … (5)
menggunakan mata uang Rupiah sebagai mata uang
pelaporan serta mengalami laba.
Keterangan:
UP : Underpricing / nilai Initial Return
Variabel Penelitian
α : Konstanta regresi
Variabel dependen yang digunakan adalah un-
β1 , β2, β3, β4 : Koefisien regresi
derpricing yang diukur dengan menggunakan initial
SIZE : Ukuran perusahaan
return. Initial return menunjukkan nilai selisih harga
RU : Reputasi Underwriter
per lembar saham di pasar primer dengan harga per
RA : Reputasi Auditor
lembar saham pada hari pertama di pasar sekunder.
ROE : Return on Equity
Perhitungan initial return sebagai berikut:
Closing Price - Offering Price HASIL DAN PEMBAHASAN
𝐼𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 = x 100% …..(1)
Offering Price Berikut merupakan penjabaran kriteria pemili-
han sampel yang digunakan:
Variabel independen pertama yang digunakan
adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan
Tabel 1. Kriteria Pengambilan Sampel
diukur dengan logaritma total aset dengan rumus
No Kriteria Jumlah
sebagai berikut:
1 Perusahaan yang melakukan IPO
182
𝑆𝐼𝑍𝐸 = 𝐿𝑛 (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡) …………………… (2) pada periode 2015 - 2019
2 Perusahaan tidak menerbitkan
Variabel independen kedua yang digunakan 136
waran selama periode 2015 – 2019
adalah reputasi underwriter. Variabel ini
menggunakan pengukuran dummy dimana 1 diberi- 3 Perusahaan bukan termasuk da-
127
kan kepada underwriter yang termasuk dalam per- lam sektor keuangan / perbankan
ingkat 20 most active brokerage house monthly sesuai 4 Perusahaan mengalami kondisi
120
dengan tanggal perusahaan IPO. Sedangkan untuk underpricing
underwriter yang tidak termasuk dalam peringkat 5 Perusahaan yang memiliki porsi
akan diberikan nilai 0. Daftar peringkat diperoleh penjaminan yang berbeda untuk 109
melalui IDX Statistik yang diterbitkan oleh BEI. setiap underwriter
Variabel independen ketiga adalah reputasi au- 6 Perusahaan yang menyusun
ditor yang juga diukur menggunakan dummy. laporan keuangan yang memiliki
90
Angka 1 diberikan jika perusahaan menggunakan periode 1 Jan – 31 Dec dalam pro-
auditor yang berasal dari KAP Big 4 untuk mengau- spectus yang diterbitkan
dit laporan keuangan yang diterbitkan dalam 7 Menggunakan mata uang Rupiah
85
prospektusnya. Jika tidak maka akan mendapat sebagai mata uang pelaporan
angka 0. 8 Perusahaan mencatatkan laba
Variabel independen keempat yaitu Return on pada laporan keuangan yang 72
Equity (ROE) yang dihitung dengan rumus: diterbitkan dalam prospektusnya
Total perusahaan yang dapat
Net Income 72
𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑜𝑛 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 = ………. (3) digunakan sebagai sampel
Average Total Equity

87
JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 14 NO 2 – MEI 2022– Halaman 82-93

Statistik Deskriptif Sedangkan untuk variabel reputasi auditor, se-


Hasil uji statistik deskriptif dari seluruh variabel bagian besar perusahaan sampel menggunakan au-
yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut: ditor yang bukan berasal dari KAP Big 4 dengan
jumlah perusahaan sebanyak 64. Perusahaan yang
Tabel 2. Hasil Uji Deskriptif menggunakan KAP yang berasal dari Big 4 hanya
No Variabel Mean Min Max sebanyak 9 perusahaan. Penyebaran ini tergambar
1 UP 0.4637 0.0046 0.70000 dengan grafik:
2 SIZE 26.7901 23.3933 29.8455
3 ROE 0.2562 -0.0333 1.5019
Reputasi Auditor
Keterangan: 12%
UP : Underpricing / nilai Initial Return
SIZE : Ukuran perusahaan
ROE : Return on Equity 88%

Berdasarkan tabel 2 maka diketahui bahwa sam- 0 - Non Big 4 1 - Big 4


pel perusahaan yang digunakan dalam penelitian
ini rata-rata mengalami underpricing sebesar 46,37%. Gambar 3. Grafik Reputasi Auditor
Namun terdapat pula perusahaan sampel yang
mengalami underpricing hingga 70% dan sangat Uji Normalitas
minim yaitu 0,46%. Salah satu syarat suatu data dilakukan pengujian
Untuk variabel ukuran perusahaan, rata-rata menggunakan regresi adalah data harus terdistri-
perusahaan sampel memiliki aset senilai 1,153 tri- busi dengan normal. Pengujian normalitas data da-
liun rupiah. Nilai aset terbesar sebesar 9,156 triliun lam penelitian menggunakan Kolmogorov Smirnov
rupiah dan jumlah aset terkecil sebesar 14,439 mi- dengan hasil sebagai berikut:
lyar rupiah. Berdasarkan pengklasifikasian menurut
OJK, maka rata-rata sampel merupakan perusahaan Tabel 3. Hasil Uji Kolmogorv Smirnov tahap I
berskala besar. Monte Sig 0.014
Variabel ROE memiliki rata-rata senilai 25,62%. Carlo Lower bound 0.012
Hal ini menandakan bahwa rata-rata perusahaan (2- 95% confi-
sampel mampu mengelola setoran modal dari tailed) dence interval Upper Bound 0.016
pemegang saham untuk menghasilkan 25,62% laba.
ROE tertinggi mencapai 150% yang diperoleh oleh Berdasarkan gambar 4, hasil uji normalitas di-
PT Bima Sakti Pertiwi Tbk yang melakukan IPO peroleh nilai signifikansi sebesar 0,014 yaitu berada
pada tahun 2019. Sedangkan ROE terendah dicapai di bawah nilai 0,05 sehingga disimpulkan data tidak
pada angka -3.3%. terdistribusi dengan normal. Oleh karena itu, dil-
Untuk variabel reputasi underwriter, sebagian akukan transformasi data pada variabel yang men-
besar perusahaan sampel menggunakan underwriter galami masalah normalitas. Berdasarkan hasil uji
yang tidak termasuk dalam peringkat 20 penjamin normalitas per variabel, diperoleh nilai signifikansi
emisi paling aktif berdasarkan frekuensi. Hal ini untuk masing-masing variabel sebagai berikut:
ditandai dengan sebanyak 60 perusahaan yang
memiliki angka 0 dan sisanya 12 perusahaan yang Tabel 4. Hasil Uji Normalitas per Variabel
memiliki angka 1. Hal tersebut tergambar dalam No Variabel Nilai Hasil
grafik sebagai berikut: Signifikansi
1 UP 0,000 Tidak normal
Reputasi Underwriter
2 SIZE 0,678 Normal
17%
3 ROE 0,064 Normal
Keterangan:
83%
UP : Underpricing / nilai Initial Return
SIZE : Ukuran perusahaan
0 - Bukan termasuk 20 most active ROE : Return on Equity

Gambar 2. Grafik Reputasi Underwriter Berdasarkan Tabel 3, maka diketahui bahwa hanya
variabel Underpricing yang tidak terdistribusi secara
88
ANALISIS FENOMENA UNDERPRICING SEBAGAI STRATEGI PADA PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA
Oleh: DIANA

normal sehingga dilakukan pengamatan terhadap Berdasarkan grafik diketahui bahwa titik-titik me-
grafik histogram pada variabel tersebut dan disim- nyebar di atas dan dibawah nilai 0 pada sumbu Y
pulkan bentuk grafik merupakan moderate positive serta tidak membentuk pola tertentu sehingga
skewness sehingga dilakukan tranformasi data ke da- disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas yaitu
lam bentuk SQRT(x). tidak ada kesamaan variance dari residual satu
Setelah dilakukan transformasi data, maka dil- pengamatan ke pengamatan yang lain.
akukan pengujian normalitas kembali dan diperoleh
nilai signifikansi Kolmogorof Smirnov senilai 0,881 Uji Hipotesis
yang bernilai lebih besar dari 0,05 sehingga disim- Sebelum menguji signifikansi variabel inde-
pulkan data terdistribusi normal. Berikut merupa- penden dengan variabel dependen, maka dilakukan
kan hasil uji normalitas setelah dilakukan transfor- terlebih dahulu uji koefisien determinasi dengan
masi data: hasil sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil Uji Kolmogorv Smirnov tahap II Tabel 7. Hasil Uji Koefisien Determinasi
Monte Sig 0.881 Model R R Square Adjusted Std
Carlo 95% confi- Lower bound 0.875 R Square Error
(2- dence inter- 1 0,438 0,192 0,144 0.23567
tailed) val Upper Bound 0.887
Berdasarkan tabel 5, dapat disimpulkan korelasi an-
Uji Kualitas Data tar variabel independen dalam penelitian dengan
Uji kualitas data pertama yang dilakukan ada- variabel dependen sebesar 43,8% yang tergolong da-
lah uji multikolonieritas dengan hasil sebagai beri- lam korelasi sedang. Selain itu, kemampuan varia-
kut: bel independen dalam menjelaskan variabel de-
Tabel 6. Hasil Uji Multikolonieritas penden sebesar 14,4% sedangkan sisanya senilai
No Variabel Tolerance VIF 85,6% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian.
1 Size 0,862 1,160 Berikut tabel hasil uji keseluruhan data:
2 RU 0,941 1,062 Tabel 8. Hasil Uji F
3 RA 0,854 1,170 Sum of df Mean F Sig
4 ROE 0,991 1,009 Squares Square
Keterangan: Regres- 0,885 4 0,221 3,984 0,006
SIZE : Ukuran perusahaan sion
RU : Reputasi Underwriter Resid- 3,721 67 0,056
RA : Reputasi Auditor ual
ROE : Return on Equity Total 4,606 71

Berdasarkan tabel 4, terlihat bahwa seluruh var- Berdasarkan tabel 6, nilai signifikansi diperoleh
iabel memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,1 dan sebesar 0,006 yang berada di bawah nilai 0,05 se-
nilai VIF lebih kecil dari 10 sehingga disimpulkan hingga disimpulkan bahwa seluruh variabel inde-
tidak terjadi multikolonieritas yaitu tidak memiliki penden dalam penelitian secara simultan
korelasi antar variabel independen. mempengaruhi variabel dependen. Selain itu, nilai
Uji lainnya yang dilakukan adalah uji heteroske- F sebesar 3,984 yang lebih besar dari nilai F table
dastisitas menggunakan grafik scatterplot dengan menunjukkan bahwa model penelitian sudah tepat
hasil sebagai berikut: dan dapat diguankan untuk memprediksi variabel
dependen. Untuk uji hipotesis t, maka disajikan da-
lam tabel sebagai berikut:
Tabel 9. Hasil Uji t
Variabel Standard- t Sig
ized Coef-
ficients
(Constant) -2,672 0,009
Size 0,403 3,405 0,001
RU 0,088 0.781 0,437
RA 0,000 -0,001 0,999
Gambar 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas
ROE 0,098 0,893 0,375
89
JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 14 NO 2 – MEI 2022– Halaman 82-93

Keterangan: ahaan menggunakan penjamin emisi yang tidak ter-


SIZE : Ukuran perusahaan masuk dalam 20 most active brokerage berdasarkan
RU : Reputasi Underwriter frekuensi. Namun, jenis penjaminan yang dilakukan
RA : Reputasi Auditor oleh sebagian besar perusahaan sampel merupakan
ROE : Return on Equity penjaminan full commitment sehingga penjamin
emisi memastikan semua saham yang diterbitkan
Pembahasan akan laku terjual. Jika terdapat saham yang tidak
Variabel ukuran perusahaan memiliki koefisien terjual, maka resiko tersebut akan ditanggung oleh
bernilai positif dengan signifikansi senilai 0,009 se- penjamin emisi. Hal ini dapat menyebabkan under-
hingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar writer cenderung akan menentukan harga yang ren-
aset yang dimiliki perusahaan akan mengindikasi- dah saat penerbitan saham untuk menghindari
kan besarnya kemampuan perusahaan dalam mem- resiko tidak terjualnya lembar saham sehingga
pertahankan operasi bisnisnya sehingga mengu- penggunaan penjamin emisi yang masuk dalam top
rangi risiko likuiditas. Oleh karena itu semakin be- 20 most active brokerage maupun yang tidak, tidak
sar ukuran perusahaan akan mampu meningkatkan mempengaruhi tingkat underpricing yang terjadi.
minat investor yang berdampak pada peningkatan Hal ini juga dibuktikan dengan rata-rata nilai under-
harga saham sehingga menghasilkan nilai underpric- pricing yang dialami oleh perusahaan yang
ing yang semakin besar. Maka, Ha1 dalam penelitian menggunakan underwriter bereputasi adalah
ini diterima. senilai 42,2%, sedangkan pada perusahaan yang
Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa tidak menggunakan underwriter bereputasi juga
ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor tidak jauh berbeda senilai 47,2%. Berdasarkan data
penentu dalam penilaian investor terhadap prospek pula, lamanya waktu operasi yang dihitung sejak
perusahaan di masa yang akan datang. Jumlah aset perusahaan penjamin emisi mendapat izin dari OJK
perusahaan terutama yang berasal dari aset produk- antara perusahaan penjamin yang bereputasi
tif dan bersifat likuid dinilai menurunkan resiko dengan yang tidak bereputasi tidak memiliki perbe-
pada perusahaan yang diinvestasikan oleh investor. daan yang signifikan. Hal ini menyebabkan reputasi
Jumlah aset ini juga menjadi penilaian investor ter- underwriter tidak berpengaruh terhadap underpricing
hadap kegiatan operasional perusahaan yang akan karena underwriter yang digunakan oleh sebagian
menghasilkan pengembalian bagi investor di masa besar sampel tidak memiliki perbedaan kualitas
yang akan datang. Oleh karena itu, dalam penilaian yang signifikan jika diukur dari pengalaman penja-
awal suatu emiten, investor akan cenderung minan dan masa operasi perusahaan serta resiko
menggunakan jumlah aset suatu perusahaan untuk yang ditanggung oleh sebagian besar underwriter
menentukan keputusan investasinya. Hal ini juga adalah sama berdasarkan jenis perikatannya .
dikarenakan untuk penilaian awal emiten yang baru Untuk variabel reputasi auditor, diperoleh nilai
terdaftar di Bursa, investor belum cukup banyak koefisien negatif dengan nilai signifikansi 0,999. Hal
mendapatkan data historis terkait kinerja emiten. ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan sampel
Berdasarkan hal tersebut, maka bagi perusahaan yang menggunakan auditor non Big four dalam
yang akan melakukan IPO dapat berfokus pada op- mengaudit laporan keuangan perusahaan yang
timalisasi aset tetap produktif yang secara langsung diterbitkan dalam prospektus, akan mengalami nilai
digunakan dalam aktivitas operasional sehingga underpricing yang lebih tinggi dari perusahaan sam-
dapat memberikan kontribusi langsung pada pen- pel yang menggunakan auditor Big four namun var-
ingkatan penjualan dan dapat membantu perus- iabel reputasi auditor ini tidaklah berpengaruh sig-
ahaan memaksimalkan manfaat underpricing saat nifikan terhadap nilai underpricing yang terbentuk.
IPO. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Ha3 ditolak. Ber-
Variabel reputasi underwriter memiliki koefisien dasarkan data statistik deskriptif, diketahui se-
positif dengan nilai sebesar 0,437. Hal ini mengindi- bagaian besar perusahaan sampel (88%)
kasikan bahwa setiap kenaikan 1 satuan RU, akan menggunakan auditor non Big Four untuk
menyebabkan peningkatan senilai 43,7% nilai under- melakukan jasa auditnya. Setelah didata lebih lanjut,
pricing. Namun memang karena nilai signifikansi di sebagian besar (52%) KAP non Big Four yang
atas 0.05, maka disimpulkan reputasi underwriter digunakan adalah KAP yang masih masuk dalam 20
tidak berpengaruh terhadap nilaii underpricing atau peringkat KAP terbesar di Indonesia berdasarkan
Ha2 ditolak. Hal ini dapat dijelaskan oleh data yang pemeringkatan yang dilakukan oleh International
menunjukkan sebagian besar sampel (83%) perus- Accounting Bulletin per Febuari 2020. Pemering-
katan ini dilakukan berdasarkan jumlah nilai jasa
90
ANALISIS FENOMENA UNDERPRICING SEBAGAI STRATEGI PADA PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA
Oleh: DIANA

audit yang diberikan. Hal ini menandakan bahwa adalah variabel yang mempengaruhi nilai underpric-
sebagian besar KAP yang digunakan merupakan ing. Untuk variabel lainnya yaitu reputasi under-
KAP yang masih memiliki standar penjaminan in- writer, reputasi auditor, dan Return on Equity (ROE)
ternasional yang cukup baik. Bahkan secara kese- tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai under-
luruhan, sebanyak 93% perusahaan telah pricing. Analisis tentang tidak berpengaruhnya rep-
menggunakan KAP yang memiliki afiliasi inter- utasi underwriter disebabkan karena sebagian besar
nasional. Hal inilah yang diindikasikan menyebab- sampel bahkan hampir keseluruhan sampel dalam
kan penggunaan auditor yang dilakukan oleh pe- penelitian melakukan kontrak yang bersifat full com-
rusahaan yang melakukan IPO tidak berpengaruh mitment dengan penjamin emisi sehingga kecender-
terhadap nilai underpricing. Berdasarkan analisis ungan untuk menetapkan harga yang lebih rendah
pula, nilai underpricing yang jauh di bawah rata- saat IPO semakin besar yang dapat berdampak pada
rata terjadi pada perusahaan sampel yang menga- peningkatan harga dipasar sekunder sehingga po-
lokasikan dana hasil IPO untuk pelunasan utang. tensi terjadinya underpricing semakin besar. Se-
Oleh karena itu, reputasi auditor tidak dangkan tidak berpengaruhnya reputasi auditor
mempengaruhi underpricing karena mayoritas KAP dapat disebabkan karena sebagian besar perusahaan
yang digunakan memiliki standar kualitas inter- yang menjadi sampel menggunakan auditor dari
nasional dan tergolong dalam peringkat 20 KAP be- KAP non Big Four dan walaupun demikian, KAP
sar. non Big Four yang digunakan ini sebagian besar
Variabel ROE, memiliki koefisien bernilai posi- meruapkan KAP yang masih terdaftar dalam per-
tif dengan nilai sebesar 0,098 sehingga menandakan ingkat 20 KAP besar berdasarkan nilai pendapatan
bahwa setiap kenaikan nilai ROE akan berdampak yang dimiliki. Selain itu, hamper keseluruhan sam-
pada kenaikan nilai underpricing sebesar 0,098. Ber- pel menggunakan KAP yang memiliki afiliasi
dasarkan hasil uji t pada table 7 juga dihasilkan nilai dengan KAP internasional. Hal ini menandakan
signifikansi sebesar 0,375 yang lebih besar dari 0,05 bahwa hasil audit yang dihasilkan cukup dapat di-
sehingga disimpulkan bahwa variabel ROE tidak andalkan karena memiliki penjaminan mutu ber-
berpengaruh signifikan terhadap underpricing atau taraf internasional. Variabel ROE dalam penelitian
Ha4 ditolak. Nilai rata-rata underpricing pada perus- ini juga tidak berpengaruh signifikan karena inves-
ahaan yang memiliki ROE di atas rata-rata senilai tor lebih menitikberatkan pembuatan keputusan in-
41,7% sedangkan nilai underpricing pada perus- vestasinya pada propek perusahaan dimasa yang
ahaan yang memiliki ROE di bawah rata-rata akan datang berdasarkan nilai aset yang dimiliki.
senilai 49%. Hal ini menandakan bahwa tidak ter- Penilaian ini diprediksi umum berlaku pada perus-
dapat perbedaan signifikan pada nilai underpricing ahaan yang baru mencatatkan sahamnya di bursa.
berdasarkan kondisi ROE perusahaan. Selain itu, Keterbatasan penelitian ini adalah data sampel
perusahaan dengan ROE yang tinggi maupun ren- perusahaan yang mencatatkan sahamnya pada peri-
dah memiliki rata-rata nilai total aset yang tidak ode 2015 hingga 2019 saja sehingga periode penga-
berbeda secara signifikan. Hal ini mengindikasikan matan terjadi untuk 5 tahun. Memperpanjang peri-
bahwa perusahaan dengan nilai aset yang besar ode pengamatan dapat menambah akurasi dan ke-
maupun kecil pada tahun sebelum melakukan mampuan generalisasi dari hasil penelitian yang
penawaran perdana memiliki kemampuan yang dihasilkan. Selain itu, penambahan variabel
tidak berbeda secara signifikan dalam pengelolaan penelitian dapat dilakukan untuk meningkatkan ke-
dana pemegang sahamnya untuk menghasilkan mampuan model dalam menjelaskan variabel de-
profit. Hal ini dapat menyebabkan ROE tidak ber- penden. Berdasarkan data, ditemukan bahwa perus-
pengaruh terhadap underpricing karena investor ahaan yang memiliki nilai underpricing yang rendah
menilai prospek perusahaan pada perusahaan yang umumnya adalah perusahaan yang memiliki
baru melakukan penawaran umum lebih pada perencanaan penggunaan dana hasil IPO untuk
ketersediaan asetnya. Sebagian besar sampel yang pembayaran utang. Maka penambahan variabel lev-
digunakan juga memiliki proporsi saldo laba erage baik sebagai variabel independen maupun
terbesar dalam ekuitas sehingga mengindikasikan moderating dapat dilakukan untuk memperdalam
kinerja perusahaan periode lalu. hasil penelitian.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil uji statistik, maka dapat
disimpulkan bahwa variabel ukuran perusahaan

91
JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 14 NO 2 – MEI 2022– Halaman 82-93

REFERENCES Perusahaan Yang Go Public Pada tahun 2010 –


Ahmad, M. M., Hunjra, A. I., Qureshi, S. A., dan 2014 dan Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).
Hanif, M. (2021). Impact of Asymmetric Ultima Accounting, 8(1), 53-74.
Information on Capital Structure Decisions of Kurniawan, M. F. dan Septianti, R. (2015). Analysis
Agriculture-Allied and Non-Financial Firms. of Factors Affecting Underpricing Stock Level at
Pakistan Journal of Social Sciences, 41(1), 1-12. Initial Public Offering (IPO) in Indonesia Stock
Baker, E. D., Boulton, T. J., Braga-Alves, M. V. dan Exchange. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 20(1),
Morey, M. R. (2021). ESG Government Risk and 129-132.
International IPO Underpricing. Journal of Mayasari, T., Yusuf dan Yulianto, A. (2018).
Corporate Finance, 67, 1-61. Pengaruh Return on Equity, Net Profit Margin,
Beisland, L. A., Mersland, R., dan Strom, O. (2018). dan Ukuran Perusahaan Terhadap
Use of Big Four Auditors and Fund Raising: Underpricing. Jurnal Kajian Akuntansi, 2(1), 41-
Evidence From Developing and Emerging 53.
Markets. International Journal of Emerging Papaioannou, G. J. dan Karagozoglu, A. K. (2017).
Markets, 13(2), 371-390. Underwriting Services and the New Issues Market.
Budianto. (2018). Pengaruh Ukuran Perusahaan, United Kingdom: Candice Janco.
Profitabilitas, Reputasi Auditor, dan Market Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor
Activity Terhadap Internet Financial Reporting 53/POJK.04/2017. (2017). Tentang Pernyataan
Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum dan
Bursa Efek Indonesia. Media Riset Akuntansi dan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak
Bisnis, 2(1), 13-27. Memesan Efek Terlebih Dahulu oleh Emiten dengan
Cook, J. P. dan Officer, D. T. (1996). Is Underpricing Aset Skala Kecil atau Emiten dengan Aset Skala
a Signal of Quality in ‘Second’ Initial Public Menengah. Didapatkan dari
Offerings? Journal of Business and Economics, https://www.ojk.go.id/id/kanal/pasar-
35(1), 67-78. modal/regulasi/peraturan-
Connelly, B. L., Certo, S. T., Ireland, R. D. dan ojk/Documents/Pages/POJK-Nomor-53-
Reutzel , C. R. (2011). Signaling Theory: A POJK.04-2017/SAL POJK 53 - Pernyataan utk
Review and Assessment. Journal of Management, PU dan tambah modal.pdf.
37(1), 39-67. Rabiqy, Y. dan Yusnaidi. (2017). The Factors
Ghosh, S. (2005). Underpricing of Initial Public Underpricing in The Companies Conducting
Offerings: The Indian Experience. Emerging Initial Public Offering at Indonesia Stock
Market Finance and Trade, 41(6), 45-57. Exchange. AFEBI Management and Business
Gumanti, T. A. dan Alkaf, N. (2011). Underpricing Review, 2(1), 8-20.
Dalam Penawaran Saham Perdana dan Rachmadhanto, D. T. dan Raharja (2014). Analisis
Penawaran Saham Susulan. Jurnal Akuntansi Pengaruh Faktor Fundamental Perusahaan
dan Keuangan Indonesia, 8(1), 21-35. dan Kondisi Ekonomi Makro Terhadap Tingkat
Gunawan, B. dan Halim, M. (2012). Ownership Underpricing Saat Penawaran Umum Perdana
Retention, Auditor’s Reputation, Company’s (Studi Empiris pada Perusahaan Go Publik
Profit, and The Underpricing on Value of The yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun
Firm With Managerial and Institusional 2008-2011). Diponegoro Journal Of Accounting,
Ownership As Moderating Variabel. Jurnal 3(4), 1–12.
Analisis Bisnis Ekonomi, 10(1), 17-29. Retnowati, E. (2013). Penyebab Underpricing Pada
Gupta, V., Singh, S. dan Yadav, S. S. (2020). Impact Penawaran Saham Perdana di Indonesia.
of Anchor Investors on IPO Returns During Pre- Accounting Analysis Journal, 2(2), 182-190.
market and Aftermarket: Evidence From India. Rosyidah, L. (2014). Pengaruh Karakteristik
Journal of Advances in Management Research, Perusahaan, Reputasi Underwriter dan
17(3), 351-368. Reputasi Auditor Terhadap Tingkat
Hussainey, K. (2009). The Impact of Audit Quality Underpricing. Jurnal Ilmu Manajemen, 2(3), 965-
on Earnings Predictability. Managerial Auditing 978.
Journal, 24(4), 340-351. Safitri, T. A. (2013). Asimetri Informasi dan
Jeanne, M. dan Eforis, C. (2016). Pengaruh Reputasi Underpricing. Jurnal Dinamika Manajemen, 4(1),
Underwriter, Umur Perusahaan, dan 1-9.
Persentase Penawaran Saham Kepada Publik
Terhadap Underpricing (Studi Pada
92
ANALISIS FENOMENA UNDERPRICING SEBAGAI STRATEGI PADA PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA
Oleh: DIANA

Sitompul, A. Y. S. N., Purwohedi, U. dan Warokka,


A. (2017). Manajemen Laba: Bagaimana
Dampaknya Terhadap IPO Underpricing?
Jurnal Keuangan dan Perbankan, 21(2), 228-237.
Utamaningsih, A. (2014). Peringkat Penjamin Emisi,
Underpricing, dan Kinerja Pasar Sekunder
Saham IPO Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal
Keuangan dan Perbankan, 18(2), 172-180.
Vonna, S. M. dan Nadia, R. (2018). Pengaruh
Eraning Per Shares (EPS), Reputasi
Underwriter, dan Reputasi Auditor Terhadap
Initial Return Pada Perusahaan yang
Melakukan Penawaran Umum Saham Perdana
di Bursa Efek Indonesia Periode 2014 – 2016.
Media Riset Akuntansi dan Bisnis, 2(2), 86-100.
Walker, T. (2008). Family Control, Underwriter
Prestige, and IPO Underpricing: A Cross
Country Analysis. Multinational Business
Review, 16(2), 1-42.
Wang, X. A., Wan, W. P. dan Yiu, D. W. (2018).
Product Diversification Strategy, Business
Group Affiliation, and IPO Underpricing: A
Study of Chinese Firms. Strategic
Entrepreneurship Journal, 13(2), 179-198.

93
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

FAKTOR-FAKTOR UNDERPRICING INITIAL PUBLIC OFFERING DI


BURSA EFEK INDONESIA

Gusti Ayu Sri Kartika1


I Made Pande Dwiana Putra2
1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia
e-mail: kartikakerti@gmail.com/ telp: +6281239183523
2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia

ABSTRAK
Underpricing adalah fenomena yang terjadi pada sebagian besar harga saham yang IPO di BEI.
Underpricing dihindari oleh perusahaan karena perusahaan tidak memperoleh dana maksimal, di
lain pihak para investor mengharapkan terjadinya underpricing agar memperoleh initial return
yang besar. Peristiwa underpricing penting untuk diamati karena melibatkan banyak faktor.
Tujuan penelitian ini mengetahui pengaruh reputasi penjamin emisi, reputasi KAP, ukuran
perusahaan, financial leverage, persentase saham pemilik lama dan tujuan penggunaan dana
terhadap tingkat underpricing.Penelitian dilaksanakan pada perusahaan IPO di BEI tahun 2010-
2014. Jumlah sampel 69 perusahaan menggunakan metode purposive sampling. Data diperoleh
dari prospektus serta laporan keuangan perusahaan. Teknik analisis penelitian ini adalah
menggunakan analisis regresi linier berganda. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
ukuran perusahaan serta financial leverage berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing,
sedangkan reputasi penjamin emisi, reputasi KAP, persentase saham pemilik lama serta tujuan
penggunaan dana tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing.
Kata kunci: underpricing, IPO, BEI

ABSTRACT
Underpricing is phenomena in huge a part of stock price IPO in Indonesia Stock Exchange (IDX).
Underpricing avoid by companies because doesn’t earn maximum fund, in the other hand
investors expect underpricing to earn initial return. Underpricing phenomena important
researched because involve many factors. Aims of research determine effect of underwriter
reputation, public accountant office reputation, size of company, financial leverage, last owner’s
stock percentage and aims of using IPO’s fund to underpricing . Research in companies IPO at
IDX period 2010-2014. Amount of sampel are 69 companies, used purposive sampling method.
Data from prospectus and financial report. Analysis technique used for research is multiple linear
regression analysis. Based on research, found size of companies and financial leverage effect
negative to underpricing, meanwhile the underwriter reputation, public accountant office
reputation, last owner’s stock percentage and aims of using IPO’s fund to underpricing doesn’t
effect to underpricing.
Keywords: underpricing, IPO, IDX

2205
Gusti Ayu Sri Kartika dan I Made Pande Dwiana Putra. Faktor …

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman, keberadaan pasar modal

sangat penting bagi perekonomian di sebuah negara. Bursa Efek Indonesia (BEI)

sebagai pasar modal adalah lokasi ideal untuk bertransaksi antar pihak

membutuhkan dana dengan pihak lain yang memiliki kelebihan jumlah dana serta

mampu mendukung peningkatan perekonomian Indonesia. Sumber daya modal

merupakan salah satu hal yang diperlukan untuk mengembangkan perusahaan.

Perusahaan memiliki berbagai alternatif pilihan untuk mendapatkan sumber daya

modal, diantaranya meminjam kepada bank, menerbitkan surat utang, serta dapat

menerbitkan saham kepada publik.

Initial Public Offering (IPO) yaitu kegiatan bersejarah bagi perusahaan

karena untuk pertama kalinya menawarkan saham yang dimiliki perusahaan

kepada masyarakat luas. Sebelum melaksanakan IPO, perusahaan menerbitkan

prospektus yang bertujuan untuk memberikan informasi yang luas serta detail bagi

para calon investor sehingga tertarik untuk berinvestasi di perusahaan tersebut.

Prospektus memuat informasi rencana ke depan perusahaan, kondisi keuangan

perusahaan, kegiatan bisnis perusahaan serta berbagai hal penting yang akan

mendukung perkembangan bisnis perusahaan. Perusahaan akan melewati

serangkaian tahapan yang telah ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Perusahaan memiliki ekspektasi tinggi mengenai IPO karena pelaksanaan

IPO merupakan salah satu bagian penting dari perkembangan perusahaan dan

menciptakan berbagai peluang baru untuk perusahaan. Yasa (2008)

mengungkapkan bahwa terlebih dahulu harga saham pada kegiatan IPO telah

2206
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

disepakati, di sisi lain harga saham yang terbentuk di pasar sekunder akan

disepakati sesuai mekanisme pasar yang berlangsung saat itu. Menurut Emilia,

dkk (2008), underpricing terjadi akibat terlalu rendahnya harga saham IPO yang

disepakati, di lain pihak harga saham di pasar sekunder telah mampu menjelaskan

keadaan yang seimbang. Bila harga suatu saham IPO lebih rendah daripada harga

yang terbentuk di pasar sekunder, dapat dikatakan bahwa harga saham itu

mengalami underpricing. Peristiwa underpricing juga terjadi di Indonesia, rata-

rata perusahaan mengalami peristiwa underpricing pada saat IPO.

Gambar 1.
Persentase Rata–Rata Underpricing Perusahaan yang IPO di BEI periode
2010 – 2014
Sumber : Data diolah, 2016

Dari Gambar 1. dapat diketahui bahwa rata-rata perusahaan yang

melaksanakan IPO di BEI periode 2010-2014 mengalami peristiwa underpricing.

Rata-rata underpricing tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebanyak 32,00%,

sedangkan rata- rata underpricing terendah terjadi pada tahun 2011 yakni hanya

18,79%. Kurun waktu 5 tahun, diketahui bahwa rata-rata sebesar 26,26%

underpricing terjadi pada perusahaan yang melaksanakan IPO di BEI. Hal ini

menjadi indikasi yang kuat bahwa sebagian besar perusahaan yang melaksanakan

IPO di BEI mengalami underpricing.

2207
Gusti Ayu Sri Kartika dan I Made Pande Dwiana Putra. Faktor …

Saputra dan Suaryana (2016) menyatakan bahwa peristiwa underpricing

yang terlalu besar sebenarnya dihindari oleh perusahaan. Hal tersebut karena bila

underpricing terjadi menyebabkan perusahaan tidak mendapatkan dana IPO

secara maksimum. Proses pelaksanaan IPO yang begitu menyita perhatian

perusahaan sehingga perusahaan harus menyiapkan segala hal yang dapat menjadi

faktor penentu suksesnya IPO perusahaan, seperti memilih penjamin emisi yang

bereputasi baik, memilih KAP terpercaya, memperhatikan ukuran perusahaan

sehingga pada saat IPO semakin dikenal oleh masyarakat luas, memperhatikan

financial leverage perusahaan, memutuskan persentase saham pemilik lama, serta

menentukan tujuan penggunaan dana dari IPO tersebut.

Berbagai penelitian tentang faktor-faktor underpricing telah dilaksanakan

sebelumnya seperti Wiguna dan Yadnyana (2015) menemukan reputasi penjamin

emisi tidak memiliki pengaruh terhadap initial return. Ratnasari dan Hudiwinarsih

(2013) mengungkapkan bahwa reputasi KAP berpengaruh terhadap tingkat

underpricing. Putra dan Damayanthi (2013) menemukan ukuran perusahaan

berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing. Ekadjaja dan Wendy (2009)

menemukan underpricing tidak dipengaruhi oleh financial leverage sedangkan

Saputra dan Suaryana (2016) menemukan bahwa financial leverage berpengaruh

positif pada underpricing. Wibowo (2005) menemukan jumlah saham yang

ditahan memiliki pengaruh positif terhadap tingkat underpricing. Kristiantari

(2013) menemukan bahwa underpricing memiliki hubungan terbalik dengan

tujuan penggunaan dana terlebih untuk investasi.

2208
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

Adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian terdahulu mendorong

dilakukannya penelitian mengenai faktor-faktor underpricing IPO di BEI ini.

Penelitian ini tidak melibatkan perusahaan yang melaksanakan IPO di BEI yang

tergolong dalam sektor keuangan dengan mempertimbangkan variabel financial

leverage. Pengukuran financial leverage menggunakan rasio Debt to Equity Ratio

(DER) kurang tepat untuk industri keuangan karena karakteristik industri

keuangan yang banyak menyimpan dana pihak ketiga sehingga berbeda dengan

sektor lain.

Mengacu latar belakang tersebut, rumusan masalah yang didapat yaitu: 1)

Apakah reputasi penjamin emisi, reputasi KAP, ukuran perusahaan, persentase

saham pemilik lama, dan tujuan penggunaan dana berpengaruh negatif terhadap

tingkat underpricing? 2) Apakah financial leverage berpengaruh positif terhadap

tingkat underpricing?. Tujuan dari penelitian ini yaitu membuktikan bahwa

reputasi penjamin emisi, reputasi KAP, ukuran perusahaan, persentase saham

pemilik lama serta tujuan penggunaan dana berpengaruh negatif terhadap tingkat

underpricing. Selain itu membuktikan financial leverage berpengaruh positif

terhadap tingkat underpricing.

Kegunaan penelitian ini yaitu: 1) Kegunaan teoritis memberikan bukti

empiris mengenai teori asimetri informasi dan teori sinyal yang dikaitkan dengan

faktor-faktor underpricing IPO di BEI 2) Kegunaan praktis memberikan manfaat

bagi perusahaan untuk dapat mengenali faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya underpricing serta dapat mengantisipasinya, sedangkan bagi investor

2209
Gusti Ayu Sri Kartika dan I Made Pande Dwiana Putra. Faktor …

dapat mempertimbangkan keputusan investasi yang tepat pada perusahaan yang

IPO.

Teori sinyal adalah bagaimana suatu pihak memanfaatkan informasi yang

ada untuk memberikan sinyal kepada pihak lain mengenai suatu keadaan, baik

sinyal mengenai keadaan negatif maupun sinyal keadaan positif. Titman dan

Trueman (1986) mengungkap model signaling dengan menyatakan bila auditor

berkualitas mampu menghasilkan informasi berguna untuk memperkirakan nilai

perusahaan IPO. Grinbalt dan Hwang (1989) mengungkap bahwa informasi

mengenai prospek perusahaan sebagian besar hanya dimiliki pihak perusahaan.

Ketika suatu pihak dengan pihak lainnya memiliki jumlah informasi yang

berbeda, maka dapat terjadi asimetri informasi. Utamaningsih et al (2013)

menyatakan bahwa asimetri informasi menyusahkan investor menilai kualitas

perusahaan yang melaksanakan IPO secara obyektif. Baron (1982) menganggap

penjamin emisi memiliki kelebihan informasi dalam pasar modal, sedangkan

perusahaan memiliki sedikit informasi sehingga penjamin emisi dapat saja

menentukan harga yang sesuai dengan kepentingan dengan cara memperkecil

jumlah risiko bila saham tidak semua terjual.

Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1995 mengenai Pasar Modal

disebutkan penawaran umum didefinisikan sebagai penawaran efek oleh emiten

dengan tujuan menawarkan efek pada kalangan masyarakat luas sesuai tata cara

yang disepakati dan diatur oleh undang-undang serta peraturan pelaksanaan.

Martini (2003) menyatakan berbagai faktor yang memiliki kaitan mengenai

keadaan pasar dan segala hal pada saat penawaran cenderung lebih mampu

2210
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

mengungkap initial return dibanding berbagai faktor terkait kondisi fundamental

perusahaan.

Peraturan OJK No. IX.A.2 Tahun 2009 mengenai tata cara pendaftaran

suatu penawaran umum terdapat beberapa langkah yang harus dilaksanakan oleh

calon emiten agar dapat melaksanakan IPO diantaranya tahap penelaahan

dokumen, tahap exposure and building, tahap penawaran umum serta tahap

perdagangan di pasar sekunder.

Underpricing merupakan fenomena yang ada di bursa efek. Fenomena

yang dimaksud adalah harga saham yang ditransaksikan pada pasar sekunder

memiliki kecenderungan lebih tinggi daripada harga pada saat penawaran

perdana. Zheng dan Stangeland (2007) menemukan bahwa underpricing saat IPO

memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan penjualan sebelum IPO dan

EBITDA, namun tidak berhubungan signifikan dengan pertumbuhan pendapatan.

Prasanti dan Putra (2015) menemukan tingkat underpricing yang dialami semakin

berkurang apabila semakin luas pengungkapan modal intelektual. Mumtaz dan

Ahmed (2014) dalam penelitian di Pakistan menemukan bahwa setelah risiko

pasar dari IPO, kelebihan permintaan, harga penawaran dan financial leverage

adalah faktor yang sesungguhnya yang mempengaruhi underpricing saat IPO.

Kenourgios et al (2007) menemukan bahwa reputasi underwriter dan terjadinya

kelebihan permintaan atas saham secara signifikan mempengaruhi tingkat

underpricing IPO. Sahoo dan Rajib (2012) menemukan bahwa tingkat pemesanan

secara positif berpengaruh terhadap harga saham saat IPO.

2211
Gusti Ayu Sri Kartika dan I Made Pande Dwiana Putra. Faktor …

Penjamin emisi merupakan pihak yang membantu perusahaan dalam

mempersiapkan segala sesuatu untuk siap melakukan penawaran umum perdana.

Perusahaan cenderung memilih penjamin emisi yang telah terbukti mampu

menangani IPO dengan baik. Pemilihan penjamin emisi yang memiliki reputasi

baik merupakan suatu sinyal bahwa IPO perusahaan ditangani oleh pihak

berkompeten. Pihak investor beranggapan penjamin emisi yang memiliki reputasi

tinggi memiliki pengalaman, informasi serta pengetahuan akan kondisi pasar yang

lebih baik. Kristiantari (2013) mengungkapkan tingkat underpricing semakin

rendah apabila reputasi penjamin emisi semakin tinggi, hal ini dikarenakan

penjamin emisi berani mematok harga lebih tinggi akibat reputasi yang tinggi

serta dari kualitasnya yang dapat dipercaya sehingga berdampak pada

underpricing yang rendah. Hendrajaya (2005), Wibowo (2005) serta Indriani dan

Marlia (2014) menemukan tingkat underpricing dipengaruhi negatif oleh reputasi

penjamin emisi. Berdasarkan uraian ditarik hipotesis bahwa:

H1 : Reputasi penjamin emisi berpengaruh negatif terhadap tingkat


underpricing.

Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memiliki reputasi tinggi memiliki

peluang yang lebih besar untuk dimanfaatkan jasa untuk memeriksa laporan

keuangan perusahaan yang siap melaksanakan IPO. Memilih KAP yang diketahui

memiliki reputasi tinggi merupakan salah satu strategi yang bisa dilaksanakan

oleh perusahaan yang akan melaksanakan IPO. Holland dan Horton (1993)

mengungkapkan bila penggunaan auditor yang bereputasi tinggi digunakan oleh

perusahaan sebagai sinyal bahwa perusahaan memiliki kualitas yang baik.

Ratnasari dan Hudiwinarsih (2013) mengungkap bahwa reputasi KAP memiliki

2212
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

pengaruh terhadap underpricing. Beatty (1989) mengungkapkan terdapat korelasi

yang terbalik antara reputasi auditor dan initial return yang didapat pada saat IPO.

Berdasarkan uraian diatas maka ditarik hipotesis bahwa:

H2 : Reputasi KAP berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing.

Ukuran perusahaan yang besar akan berdampak pada dikenalnya

perusahaan oleh masyarakat dan tersedianya informasi yang lebih banyak tentang

perusahaan. Hal ini akan memperbanyak pertimbangan investor untuk berinvestasi

di perusahaan serta mampu mengurangi terjadinya asimetri informasi dalam

penawaran saham perdana perusahaan. Memiliki ukuran perusahaan yang besar

merupakan salah satu sinyal bahwa perusahaan memiliki kemampuan untuk

melakukan kegiatan usaha dengan lebih baik. Carter dan Manaster (1990)

mengungkap bahwa total aset yang dimiliki perusahaan dianggap telah mampu

menunjukkan ukuran perusahaan karena menunjukkan besarnya aset yang

dimiliki, baik aset lancar dan aset tetap. Siregar dan Utama (2005) mengungkap

bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka cenderung untuk mampu

menyediakan informasi kepada investor dalam jumlah yang banyak. Putra dan

Damayanthi (2013) menemukan ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif

terhadap tingkat underpricing pada saat IPO. Saputra (2015) mengungkapkan

tingkat underpricing dipengaruhi negatif oleh ukuran perusahaan. Berdasarkan

uraian dapat ditarik hipotesis bahwa:

H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing.

Financial leverage adalah mengukur sejauh mana perusahaan memiliki

kemampuan untuk membayar utang-utang yang dimilikinya dengan equity yang

2213
Gusti Ayu Sri Kartika dan I Made Pande Dwiana Putra. Faktor …

dimiliki perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki risiko tinggi cenderung

dihindari oleh calon investor karena pihak investor takut untuk menginvestasikan

uangnya di perusahaan tersebut. Kejadian demikian dapat mengakibatkan

perusahaan untuk menurunkan harga saham saat IPO untuk menarik investor agar

mau berinvestasi. Menurunkan harga saham maka akan memperbesar potensi

terjadinya underpricing. Sehingga dikatakan bila semakin besar financial leverage

perusahaan maka dapat berpotensi memperbesar tingkat underpricing yang akan

terjadi. Financial leverage yang rendah memberikan sinyal bahwa perusahaan

memiliki sedikit risiko sehingga dapat menarik minat investor untuk berinvestasi.

Saputra dan Suaryana (2016) menemukan bahwa financial leverage memiliki

pengaruh positif terhadap tingkat underpricing. Berdasarkan uraian dapat ditarik

hipotesis bahwa:

H4 : Financial leverage berpengaruh positif terhadap tingkat underpricing

Menurut Junaeni dan Agustian (2013), kenyataan yang ada bahwa go

public tidak dilaksanakan oleh semua perusahaan, ini mengindikasikan go public

adalah suatu pilihan, tidak merupakan suatu keharusan. Menurut Leland dan Phyle

(1977) mengungkapkan bahwa persentase kepemilikan saham oleh pemilik yang

ditahan menunjukkan terdapat informasi private yang dimiliki oleh pihak pemilik

maupun manajer. Semakin besar persentase saham pemilik lama perusahaan

sebelum IPO dapat menjadi indikasi bahwa semakin kecil ketidakpastian yang

terjadi di dalam perusahaan. Berdasarkan uraian dapat ditarik hipotesis bahwa:

H5 : Persentase saham pemilik lama berpengaruh negatif terhadap tingkat


underpricing

2214
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

Penggunaan dana yang diperoleh dari hasil IPO tergantung kepentingan

perusahaan, seperti melakukan investasi kepada anak perusahaan, berekspansi,

membayar utang, memperbaiki struktur modal perusahaan serta tujuan lainnya.

Perusahaan yang dana hasil IPO sebagian besar digunakan untuk berekspansi

cenderung disukai oleh masyarakat. Sisi lain dari hal tersebut, perusahaan yang

dana hasil IPO sebagian besar akan digunakan membayar utang cenderung

dihindari oleh investor. Perusahaan yang menjabarkan penggunaan dana hasil IPO

dalam prospektus mengindikasikan perusahaan ingin mengirimkan sinyal bahwa

dana hasil IPO digunakan untuk kegiatan yang meningkatkan kegiatan usaha

perusahaan. Kristiantari (2013) menemukan underpricing dipengaruhi negatif

oleh tujuan penggunaan dana untuk berinvestasi. Berdasarkan uraian ditarik

hipotesis bahwa :

H6 : Tujuan penggunaan dana berpengaruh negatif terhadap tingkat


underpricing

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif berbentuk asosiatif.


Reputasi Penjamin Emisi (X1) H1 (-)
H2 (-)
Reputasi KAP (X2)
Tingkat
H3 (-) Underpricing (Y)
Ukuran Perusahaan (X3)
H4 (+)
Financial leverage (X4)
H5 (-)
Persentase Saham Pemilik Lama (X5)
H6 (-)
Tujuan Penggunaan Dana(X6)

Gambar 2.
Desain Penelitian
Sumber: Data diolah, 2016

2215
Gusti Ayu Sri Kartika dan I Made Pande Dwiana Putra. Faktor …

Lokasi penelitian dilaksanakan di BEI dan merupakan perusahaan yang

IPO di BEI periode 2010-2014. Jenis data penelitian ini yaitu data kualitatif serta

kuantitatif. Data kualitatif terdiri atas data reputasi penjamin emisi serta data

reputasi KAP yang digunakan oleh perusahaan yang melaksanakan IPO. Data

kuantitatif berupa data mengenai ukuran perusahaan, financial leverage,

persentase saham pemilik lama, tujuan penggunaan dana serta tingkat

underpricing.

Berdasarkan sumbernya, data penelitian berasal dari data sekunder yakni

prospektus perusahaan, laporan keuangan perusahaan, serta harga saham saat

penutupan hari pertama perdagangan di pasar sekunder. Data tersebut diperoleh

dari website resmi perusahaan, website resmi BEI, serta Indonesian Capital

Market Directory (ICMD). Berdasarkan variabelnya, terdapat dua jenis variabel

yaitu variabel dependen (tingkat underpricing) serta variabel independen (reputasi

penjamin emisi, reputasi KAP, ukuran perusahaan, financial leverage, persentase

saham pemilik lama serta tujuan penggunaan dana).

Populasi penelitian 123 perusahaan dengan metode purposive sampling

sebagai cara menentukan sampel yang diambil dalam penelitian ini. Menurut

Sugiono (2012:78), teknik purposive sampling merupakan penentuan sampel

sesuai kriteria dan pertimbangan tertentu yang ditetapkan. Pertimbangan

penentuan sampel yaitu: 1) Perusahaan melaksanakan IPO di BEI periode 2010-

2014 2) Perusahaan tidak termasuk dalam sektor keuangan 3) Perusahaan

mengalami underpricing pada saat IPO 4) Perusahaan yang menyediakan data

2216
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

prospektus secara lengkap. Jumlah perusahaan IPO yang memenuhi syarat

menjadi sampel terdapat dalam Tabel 1. berikut.

Tabel 1.
Pengambilan Sampel Penelitian
No Keterangan Jumlah
1 Jumlah perusahaan IPO di BEI tahun 2010 – 2014 123
2 Perusahaan dengan data tidak lengkap (4)
3 Perusahaan termasuk dalam sektor keuangan (20)
4 Perusahaan tidak mengalami underpricing (21)
5 Data outlier (9)
Jumlah Sampel Penelitian 69
Sumber : Data diolah, 2016

Metode pengumpulan data dilaksanakan dengan metode observasi non

partisipan, yaitu dengan melakukan pencatatan pada terhadap data tanpa

melibatkan diri dalam bagian perusahaan tersebut.

Pengukuran terhadap variabel tingkat underpricing dengan mengukur

berdasarkan adanya perhitungan initial return Kunz dan Aggarwal (1994) dengan

rumus:

................................................................................. ….. (1)

Keterangan:
Up = initial return saham tiap perusahaan
Pt0 = harga pada saat IPO
Pt1 = harga saham saat penutupan di hari pertama pasar sekunder

Reputasi penjamin emisi dan reputasi KAP diukur dengan intensitas suatu

penjamin emisi maupun KAP digunakan jasanya oleh perusahaan untuk

melaksanakan IPO. Semakin sering digunakan jasanya maka penjamin emisi

maupun KAP tersebut semakin prestisius. Dalam pengukuran ini menggunakan

variabel dummy. Skala 1 diberikan kepada penjamin emisi maupun KAP yang

termasuk dalam top 5 prestisius sedangkan skala 0 diberikan kepada penjamin

emisi maupun KAP yang tidak termasuk dalam top 5 prestisius.

2217
Gusti Ayu Sri Kartika dan I Made Pande Dwiana Putra. Faktor …

Ukuran perusahaan dapat diukur dengan mengetahui jumlah aset

tercantum dalam laporan keuangan terakhir sebelum perusahaan melaksanakan

IPO. Financial leverage dapat diukur dengan menghitung DER Kasmir (2010):

........................................................................................... …...(2)

Keterangan:
DER = Debt to Equity Ratio
Total debt = total utang yang dimiliki perusahaan
Equity = total modal yang dimiliki perusahaan

Pengukuran mengenai variabel persentase saham pemilik lama dan tujuan

penggunaan dana telah tersedia dan dapat diketahui dari prospektus yang

diterbitkan oleh perusahaan.

Teknik analisis regresi linier berganda digunakan bertujuan mengetahui

berbagai faktor yang diprediksi mempengaruhi underpricing IPO di BEI. Teknik

ini digunakan agar dapat mengetahui arah serta pengaruh variabel independen

pada variabel dependen. SPSS (Statistic Package for Social Science) versi 20

digunakan pada analisis ini. Persamaan penelitian dapat dirumuskan yaitu

(Wirawan, 2002:267):

Y = a1+ b1X1+ b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + e .............................…...(3)

Keterangan:
Y = Tingkat Underpricing
a = Nilai Konstanta
b1-b6 = Koefisien Regresi Variabel Independen
X1 = Reputasi Penjamin Emisi
X2 = Reputasi KAP
X3 = Ukuran Perusahaan
X4 = Financial Leverage
X5 = Persentase Saham Pemilik Lama
X6 = Tujuan Penggunaan Dana
E = Standard Error

2218
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

Selain menggunakan tenik analisis linier berganda, sebelumnya harus

dilaksanakan uji asumsi klasik agar dapat dipastikan kelayakan suatu model

penelitian. Uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikoliniearitas serta uji

heteroskedastisitas dilakukan untuk memenuhi uji asumsi klasik. Selain itu juga

dilakukan uji F agar diketahui apakah kumpulan variabel independen secara

serempak berpengaruh terhadap suatu variabel dependen sehingga layak

digunakan dalam model regresi. Uji t dilaksanakan guna menunjukkan pengaruh

suatu variabel independen terhadap variabel dependen. Sejauh mana variabel

dependen dipengaruhi oleh variabel independen diuji dengan menggunakan uji

koefisien determinasi (R2).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil metode purposive sampling, maka data yang dapat

digunakan sebagai sampel penelitian sebanyak 69 perusahaan. Statistik deskriptif

dilakukan guna mengetahui karakteristik data penelitian yang tersusun atas

beberapa variabel penelitian yaitu reputasi penjamin emisi (X1), reputasi KAP

(X2), ukuran perusahaan (X3), financial leverage (X4), persentase saham pemilik

lama (X5), tujuan penggunaan dana (X6) serta tingkat underpricing (Y). Tabel 2

menunjukkan statistik deskriptif sebagai berikut.

Tabel 2.
Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Minimum Maksimum Rata-rata Standar Deviasi
Y 0,35% 70,10% 25,10% 21,74%
X1 0 1 0,46 0,50
X2 0 1 0,48 0,50
X3 (dalam Rp juta) 22.185 7.343.200 1.637.222 1.498.641
X4 6,81% 1477,31% 223,75% 238,06%
X5 56,60% 90,00% 76,92% 9,72%
X6 27,65% 100,00% 85,97% 19,04%
Sumber: Data diolah, 2016

2219
Gusti Ayu Sri Kartika dan I Made Pande Dwiana Putra. Faktor …

Berdasarkan Tabel 2., selama periode 2010-2014, rata-rata tingkat

underpricing yang dialami oleh perusahaan yang melaksanakan IPO sebesar

25,10%. Tingkat underpricing terendah yakni sebesar 0,35% sedangkan tingkat

underpricing tertinggi sebesar 70,10% serta nilai standar deviasi sebesar 21,74%.

Variabel dummy dapat diinterpretasikan berdasarkan statistik deskriptif

nilai sebesar 0,46 adalah rata- rata reputasi penjamin emisi berarti 46% dari total

sampel menggunakan jasa penjamin emisi bereputasi tinggi (top 5 penjamin

emisi), sedangkan sisanya 54% menggunakan penjamin emisi yang bereputasi

rendah. Nilai standar deviasi reputasi penjamin emisi sebesar 0,502. Nilai sebesar

0,48 merupakan rata-rata reputasi KAP, berarti 48% dari total sampel

menggunakan jasa KAP bereputasi tinggi (top 5 KAP), sedangkan sisanya 52%

menggunakan KAP bereputasi rendah. Nilai standar deviasi reputasi KAP sebesar

0,50.

Total aset perusahaan periode terakhir sebelum dilaksanakannya IPO

mencerminkan ukuran perusahaan. Tabel 2. diketahui nilai rata-rata ukuran

perusahaan adalah sebesar Rp. 1.637.222 juta. Ukuran perusahaan paling rendah

yakni sebesar Rp. 22.185 juta sedangkan perusahaan dengan ukuran perusahaan

paling besar yakni Rp. 7.343.200 juta. Nilai standar deviasi ukuran perusahaan

yakni Rp. 1.498.641 juta.

Financial leverage mencerminkan posisi utang yang dimiliki oleh

perusahaan berbanding dengan modal yang dimiliki. Pada Tabel 2. menunjukkan

bahwa rata-rata financial leverage perusahaan sebesar 223,75%, nilai financial

leverage paling rendah yaitu 6,81% sedangkan nilai financial leverage paling

2220
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

tinggi yaitu 1477,31% serta nilai standar deviasi financial leverage sebesar

238,06%.

Persentase saham pemilik lama menunjukkan banyaknya saham yang

masih dimiliki oleh pemilik terdahulu setelah dilaksanakan IPO. Nilai persentase

saham pemilik lama paling rendah yakni 56,60%, nilai persentase saham pemilik

lama paling tinggi yakni 90,00%. Nilai rata-rata persentase saham pemilik lama

sebesar 76,92%, sedangkan nilai standar deviasi persentase saham pemilik lama

sebesar 9,72%.

Tujuan penggunaan dana menunjukkan persentase penggunaan dana hasil

penawaran umum perdana untuk melakukan kegiatan investasi perusahaan. Nilai

tujuan penggunaan dana paling rendah yakni 27,65% sedangkan nilai tujuan

penggunaan dana paling tinggi yakni 100,00%. Nilai rata-rata tujuan penggunaan

dana adalah 85,97%, sedangkan nilai standar deviasi tujuan penggunaan dana

adalah sebesar 19,04%.

Uji asumsi klasik telah dilakukan diantaranya uji normalitas menggunakan

Uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) agar diketahui normal atau tidaknya suatu data.

Data berdistribusi normal bila taraf signifikansi diatas α=0,05. Berdasarkan Tabel

3., didapat nilai signifikansi Asymp. Sig. (2-Tailed) 0,802 > 0,05 sehingga

diketahui data berdistribusi normal.

2221
Gusti Ayu Sri Kartika dan I Made Pande Dwiana Putra. Faktor …

Tabel 3.
Hasil Uji Normalitas
Unstandardized Residual
N 69
Mean 0,000
Normal Parameters A,B Std. 18,479
Deviation
Absolute 0,777
Most Extreme Differences Positive 0,772
Negatif 0,777
Kolmogorov-Smirnov Z 0,644
Asymp. Sig. (2-Tailed) 0,802
Sumber: Data diolah, 2016

Menguji apakah model regresi linier berganda ini terdapat hubungan

kesalahan pengganggu periode t dengan t-1 sebelumnya diuji dengan uji

autokorelasi. Uji Durbin-Watson (DW test) dilaksanakan untuk mendeteksi gejala

autokorelasi ini. Gejala autokorelasi tidak terjadi bila nilai Durbin Watson (DW

test) terletak diantara nilai du dan 4- du. Tabel 4 menunjukkan hasil uji autokorelasi

nilai D-W terletak diantara du dan 4 - du (1,803 < 2,064 < 2,198) sehingga model

regresi bebas gejala autokorelasi.

Tabel 4.
Hasil Uji Autokorelasi
R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-
Square Estimate Watson
0,527a 0,277 0,208 19,35% 2,064
Sumber: Data diolah, 2016

Uji multikolinearitas dilakukan agar diketahui apakah terdapat korelasi

antar variabel independen. Model regresi baik ketika model regresi bebas dari

gejala multikolinearitas. Bila nilai tolerance > 0,1 atau VIF < 10, maka model

regresi bebas multikolinearitas, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan Tabel 5.

menunjukkan bahwa nilai tolerance > 0,1 atau VIF < 10, sehingga model regresi

bebas gejala multikolinearitas.

2222
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

Tabel 5.
Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Collinearity Statistics Keterangan
Tolerance VIF
X1 0,952 1,051 Tidak ada multikolinearitas
X2 0,951 1,052 Tidak ada multikolinearitas
X3 0,813 1,229 Tidak ada multikolinearitas
X4 0,906 1,103 Tidak ada multikolinearitas
X5 0,827 1,209 Tidak ada multikolinearitas
X6 0,899 1,113 Tidak ada multikolinearitas
Sumber : Data diolah, 2016

Menurut Ghozali (2016:134) uji heteroskedastisitas menguji apakah ada

ketidaksamaan variance dari residual antar pengamatan ke pengamatan lainnya

dalam suatu model regresi. Uji Glejser dilakukan guna mengetahui terjadi atau

tidaknya gejala heteroskedastisitas. Model regresi bebas gejala heteroskedastisitas

saat tingkat signifikansi > 0,05. Model regresi yang baik merupakan model regresi

bebas gejala heteroskedastisitas. Tabel 6. menunjukkan setiap variabel independen

dalam penelitian ini mempunyai tingkat signifikansi > 0,05 sehingga model

regresi ini bebas gejala heteroskedastisitas.

Tabel 6.
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) -0,162 0,646 -0,251 0,802
X1 0,253 0,149 0,206 1,697 0,095
X2 0,205 0,149 0,167 1,377 0,173
X3 2,05 x 10-14 0,000 0,050 0,379 0,706
X4 0,000 0,000 -0,183 -1,475 0,145
X5 0,005 0,008 0,084 0,648 0,519
X6 0,005 0,004 0,165 1,320 0,192

Sumber: Data diolah, 2016

2223
Gusti Ayu Sri Kartika dan I Made Pande Dwiana Putra. Faktor …

Penelitian menggunakan model analisis data yaitu regresi linier berganda

yang bertujuan mengetahui pengaruh reputasi penjamin emisi (X1), reputasi KAP

(X2), ukuran perusahaan (X3), financial leverage (X4), persentase saham pemilik

lama (X5) dan tujuan penggunaan dana (X6) terhadap tingkat underpricing (Y)

IPO di BEI. Hasil analisis terdapat dalam Tabel 7. berikut.

Tabel 7.
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Variabel Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 68,300 20,724 3,296 0,002
X1 7,971 4,789 0,184 1,664 0,101
X2 -7,627 4,783 -0,177 -1,595 0,116
X3 -3,890 x 10-12 0,000 -0,268 -2,241 0,029
X4 -0,018 0,010 -0,197 -1,738 0,087
X5 -0,348 0,265 -0,156 -1,312 0,194
X6 -0,070 0,130 -0,062 -0,542 0,590
Sig. F hitung : 0,002
Adjusted R2 : 0,208
Sumber : Data diolah, 2016

Tabel 7. menunjukkan nilai signifikansi F hitung = 0,002 < 0,05 sehingga

variabel reputasi penjamin emisi, reputasi KAP, ukuran perusahaan, financial

leverage, persentase saham pemilik lama serta tujuan penggunaan dana secara

serempak berpengaruh terhadap tingkat underpricing.

Berdasarkan Tabel 7. diketahui adjusted R2 sebesar 0,208 berarti 20,8%

tingkat underpricing dipengaruhi oleh reputasi penjamin emisi, reputasi KAP,

ukuran perusahaan, financial leverage, persentase saham pemilik lama, serta

tingkat penggunaan dana. Sebanyak 79,2% tingkat underpricing dipengaruhi

faktor lain selain faktor dalam model penelitian tersebut.

2224
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

Tabel 7. memberikan hasil uji t dengan dua sisi, namun dalam penelitian

ini digunakan uji satu sisi sehingga reputasi penjamin emisi memiliki nilai

signifikansi 0,101/2=0,051 > 0,05. Berdasarkan nilai signifikansi dibandingkan

dengan level signifikansi dapat disimpulkan hipotesis ditolak. Mengindikasikan

tingkat underpricing tidak dipengaruhi oleh reputasi penjamin emisi. Temuan ini

tidak sesuai dengan Hendrajaya (2005), Wibowo (2005), Kristiantari (2013) serta

Indriani dan Marlia (2014) yang menemukan bila tingkat underpricing

dipengaruhi negatif dan signifikan oleh reputasi penjamin emisi. Penelitian ini

sesuai dengan penelitian sebelumnya seperti Ekadjaja dan Wendy (2009)

menemukan bahwa underpricing tidak dipengaruhi oleh reputasi penjamin emisi,

penelitian Wiguna dan Yadnyana (2015) juga menemukan bahwa initial return

tidak dipengaruhi oleh reputasi penjamin emisi. Tidak berpengaruhnya reputasi

penjamin emisi bisa saja disebabkan oleh kecenderungan investor yang menilai

bahwa semua penjamin emisi yang menangani perusahaan yang melaksanakan

IPO memiliki kompetensi yang sama. Penjamin emisi tidak terlalu dijadikan

pertimbangan oleh para investor saat mengambil keputusan dalam membeli saham

perusahaan yang melaksanakan IPO. Calon investor menilai bahwa penjamin

emisi yang digunakan jasanya oleh perusahaan, maka penjamin emisi tersebut

telah mendapatkan kepercayaan perusahaan. Calon investor beranggapan

pemilihan penjamin emisi semata-mata untuk keperluan penanganan IPO, tidak

memiliki hubungan dengan perusahaan.

2225
Gusti Ayu Sri Kartika dan I Made Pande Dwiana Putra. Faktor …

Tabel 7. menunjukkan hasil uji t dengan dua sisi, namun dalam penelitian

ini digunakan uji satu sisi sehingga reputasi KAP memiliki nilai signifikansi

0,116/2=0,058 > 0,05. Berdasarkan nilai signifikansi dibandingkan dengan level

signifikansi dapat disimpulkan hipotesis ditolak. Terdapat mengindikasikan

tingkat underpricing tidak dipengaruhi reputasi KAP. Hal tersebut tidak

konsisten dengan penelitian Wiguna dan Yadnyana (2015) yang menemukan

initial return dipengaruhi negatif signifikan oleh reputasi auditor. Penelitian ini

sesuai dengan penelitian Ekadjaja dan Wendy (2009) serta Kristiantari (2013)

menemukan reputasi KAP tidak berpengaruh terhadap underpricing. Reputasi

KAP tidak berpengaruh bisa saja disebabkan oleh pandangan calon investor yang

menilai bahwa semua KAP yang telah memiliki izin serta dipilih menjadi

pemeriksa laporan keuangan perusahaan memiliki reputasi yang baik. Pandangan

bahwa seluruh KAP memiliki kompetensi yang sama membuat KAP yang

memiliki reputasi dengan KAP yang tidak memiliki reputasi sepadan dipikiran

calon investor. Calon investor beranggapan bahwa perusahaan baik akan

tercermin dalam laporan keuangan yang baik sehingga tugas KAP sebagai

pemeriksa tidak akan berpengaruh terhadap kondisi keuangan perusahaan.

Tabel 7. menunjukkan hasil uji t dengan dua sisi, namun dalam penelitian

ini digunakan uji satu sisi sehingga ukuran perusahaan memiliki nilai signifikansi

0,029/2=0,015 < 0,05. Berdasarkan nilai signifikansi dibandingkan dengan level

signifikansi dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima. Hal ini mengindikasikan

ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat underpricing.

Kristiantari (2013), Putra dan Damayanthi (2013), serta Saputra dan Suaryana

2226
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

(2016) menemukan hal senada serta telah membuktikan tingkat underpricing

dipengaruhi secara negatif oleh ukuran perusahaan. Hasil penelitian ini mmeberi

bukti empiris jika ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap tingkat

underpricing. Jumlah aset besar berarti memiliki sumber daya yang lebih banyak

sehingga perusahaan memiliki peluang untuk semakin dikenal oleh masyarakat

melalui produk, jasa maupun aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Bila

perusahaan melaksanakan IPO maka masyarakat khususnya calon investor tidak

akan ragu lagi ingin memiliki saham perusahaan karena aktivitas perusahaan telah

menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.

Tabel 7. menunjukkan hasil uji t dengan dua sisi, namun dalam penelitian

ini digunakan uji satu sisi sehingga financial leverage memiliki nilai signifikansi

0,087/2=0,044 < 0,05. Berdasarkan arah penelitian yang ditentukan dapat

disimpulkan bahwa hipotesis ditolak. Financial leverage memiliki pengaruh

terhadap tingkat underpricing namun memiliki arah berbeda. Tingkat

underpricing dipengaruhi negatif oleh adanya financial leverage. Hasil temuan ini

berbeda dengan Wibowo (2005) serta Saputra dan Suaryana (2016) yang telah

menemukan bahwa financial leverage berpengaruh positif terhadap tingkat

underpricing. Temuan ini mendukung Hendrajaya (2005) yang menemukan

bahwa financial leverage memiliki pengaruh terhadap tingkat underpricing

dengan arah negatif. Mengacu pada hasil penelitian maka semakin tinggi financial

leverage maka tingkat underpricing semakin rendah. Penelitian ini menambah dan

memberikan bukti empiris financial leverage berpengaruh negatif terhadap tingkat

underpricing. Perusahaan dengan giatnya berkembang akan cenderung memiliki

2227
Gusti Ayu Sri Kartika dan I Made Pande Dwiana Putra. Faktor …

DER yang besar, hal ini disebabkan karena perusahaan sedang giat-giatnya

mencari dana untuk menunjang kegiatan usaha perusahaan salah satunya dengan

cara berhutang. Cara lain menambah modal perusahaan adalah melaksanakan IPO,

sehingga perusahaan yang IPO cenderung memiliki DER yang besar, namun

dilain sisi memiliki kemampuan untuk mengembangkan usaha dengan baik. Hal

tersebut dapat berdampak pada keputusan calon investor untuk berinvestasi pada

perusahaan. Calon investor melihat potensi yang dimiliki perusahaan sehingga

ingin memiliki saham perusahaan tersebut, hal tersebut akan berdampak pada

berkurangnya underpricing.

Tabel 7. menunjukkan hasil uji t dengan dua sisi, namun dalam penelitian

ini digunakan uji satu sisi sehingga persentase saham pemilik lama memiliki nilai

signifikansi 0,197/2=0,097 > 0,05. Berdasarkan nilai signifikansi dibandingkan

dengan level signifikansi dapat disimpulkan bahwa hipotesis ditolak. Hal ini

mengindikasikan bahwa persentase saham pemilik lama tidak berpengaruh

terhadap tingkat underpricing. Tidak berpengaruhnya persentase saham pemilik

lama bisa jadi disebabkan oleh luputnya perhatian calon investor akan pemilik

perusahaan terdahulu, terlebih mengenai persentase saham pemilik lama, calon

investor lebih fokus harga saham yang ditetapkan pada saat IPO sehingga

walaupun jumlah saham yang ditahan pemilik lama dalam jumlah yang besar

ataupun kecil, hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi calon investor.

Tabel 7. menunjukkan hasil uji t dengan dua sisi, namun dalam penelitian

ini digunakan uji satu sisi sehingga tujuan penggunaan dana memiliki nilai

signifikansi 0,590/2=0,295 > 0,05. Berdasarkan nilai signifikansi dibandingkan

2228
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

dengan level signifikansi dapat disimpulkan hipotesis ditolak. Hal tersebut

mengindikasikan tingkat underpricing tidak dipengaruhi oleh tujuan penggunaan

dana. Hasil temuan ini tidak sesuai dengan Kristiantari (2013) yang menemukan

bahwa tujuan penggunaan dana berpengaruh negatif terhadap tingkat

underpricing. Tidak berpengaruhnya tujuan penggunaan dana bisa disebabkan

oleh calon investor yang percaya kepada perusahaan bahwa dana hasil IPO akan

digunakan sebaik-baiknya oleh perusahaan tanpa perlu tahu klasifikasi lebih rinci

akan digunakan untuk apa dana IPO tersebut. Perusahaan yang telah memiliki

nama di masyarakat, akan lebih dipercaya oleh calon investor sehingga calon

investor yakin bahwa perusahaan akan menggunakan dana hasil IPO secara

cermat. Perusahaan akan mempertaruhkan nama baiknya bila perusahaan tidak

mampu menggunakan dana IPO secara baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian dan pembahasan, didapat suatu kesimpulan yaitu

penelitian ini berhasil membuktikan tingkat underpricing dipengaruhi negatif oleh

ukuran perusahaan dan financial leverage namun penelitian ini tidak berhasil

membuktikan tingkat underpricing dipengaruhi negatif oleh adanya reputasi

penjamin emisi, reputasi KAP, persentase saham pemilik lama serta tujuan

penggunaan dana.

Saran yang dapat diberikan yaitu bagi perusahaan yang ingin

melaksanakan IPO, dapat mempertimbangkan ukuran perusahaan dan financial

leverage yang terbukti mempengaruhi tingkat underpricing. Mempertimbangkan

faktor tersebut dapat mengoptimalkan potensi keuntungan yang akan diraih oleh

2229
Gusti Ayu Sri Kartika dan I Made Pande Dwiana Putra. Faktor …

perusahaan dari kegiatan IPO karena tingkat underpricing dapat ditekan. Bagi

para calon investor, dapat mempertimbangkan faktor ukuran perusahaan dan

financial leverage dalam memilih saham perusahaan yang melaksanakan IPO

untuk diinvestasikan. Bagi penelitian selanjutnya dapat mengukur tingkat

underpricing dengan menggunakan periode yang lebih lama sekitar 6 bulan

sampai 1 tahun setelah IPO, hal tersebut dapat lebih mencerminkan keadaan pasar

yang sesungguhnya. Selain itu pengukuran reputasi penjamin emisi dapat dengan

metode lain yaitu pemeringkat oleh pihak ketiga seperti majalah maupun lembaga

kredibel lainnya serta dapat melaksanakan penelitian selanjutnya mengenai

variabel lain yang berpotensi mempengaruhi tingkat underpricing seperti

performa induk atau perusahaan lain di grup yang sama serta telah terdaftar di

BEI.

REFERENSI

Baron, D.P. 1982. A Model of The Demand for Investment Bank Advising and
Distribution Services for New Issues. Journal of Finance, 37 (4), pp: 955-
976.

Beatty, R.P. 1989. Auditor Reputation and The Pricing of Initial Public Offerings.
The Accounting Review, 64(4), pp: 693-707.

Carter, Richard and Manaster, Steven. 1990. Initial Public Offering and
Underwriter Reputation. Journal of Financial, 45 (4), pp: 1045-1067.

Ekadjaja, Agustin dan Wendy The. 2009. Analisis Atas Faktor – Faktor Penyebab
Underpricing Saham Perdana pada Perusahaan Trading yang Terdaftar di
Bursa Efek Jakarta Tahun 2000- 2007. Jurnal Akuntansi, 9 (2), pp: 111-
130.

Emilia, Lucky Sulaiman, dan Roy Sembel. 2008. Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Initial Return 1 Hari, Return 1 Bulan, dan Pengaruh
terhadap Return 1 Tahun Setelah IPO. Journal of Applied Finance and
Accounting, 1(1), pp: 116-140.

2230
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
23. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Grinbalt, Mark and Hwang, Chuan Yang. 1989. Signaling and The Pricing of New
Issues. Journal of Finance, 44(2), pp: 393 - 420.

Hary Wiguna, I Gd Nandra dan Ketut Yadnyana. 2015. Analisis Faktor – Faktor
yang Memengaruhi Initial Return pada Penawaran Saham Perdana. E-
Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 4(12), pp: 921 - 946.

Hendrajaya, Sandra Dewi. 2005. Analisis Konsistensi Faktor – Faktor yang


Mempengaruhi Underpricing Saham Sektor Keuangan dan Manufaktur
(Studi Kasus pada Perusahaan Sektor Keuangan dan Manufaktur yang IPO
Di BEJ Tahun 1997-2002). Tesis Magister Manajemen Pascasarjana
Universitas Diponegoro, Semarang.

Holland and Horton. 1993. Initial Public Offerings on The Unlisted Securities
Market: The Impact of Profesional Advisor. Accounting and Business
Research, 24(93), pp: 19-34.

Indriani, Susi and Sri Marlia. 2014. The Evidence of IPO Underpricing In
Indonesia 2009-2013. Review Of Integrative Business and Economics
Research, 4(1), pp: 299-316.

Junaeni, Irawati dan Rendi Agustian. 2013. Analisis Faktor- Faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham pada Perusahaan yang
Melakukan Initial Public Offering di BEI. Jurnal Ilmiah Widya, 1(1), pp:
52-59.

Kunz, Roger M. and Aggarwal. 1994. Why Initial Public Offerings are
Underpriced : Evidence from Switzerland. Journal of Banking & Finance,
18 (4), pp:705-723.

Kasmir. 2010. Pengantar Manajemen Keuangan. Edisi ke 1. Jakarta : Kencana


Prenana Media Group.

Kenourgios, Dimitris F., Spyros Papathanasiou, dan Emmanouil Rafail Melas.


2007. Initial Performance of Greek IPOs, Underwriter’s Reputation and
Oversubscription. Journal of Managerial Finance, 33(5), pp: 332 – 343.

Kristiantari, I D. A.. 2013. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi


Underpricing Saham pada Penawaran Perdana di Bursa Efek Indonesia.
Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika, 2(2), pp: 785-811.

2231
Gusti Ayu Sri Kartika dan I Made Pande Dwiana Putra. Faktor …

Leland, Hayne E., dan David H. Pyle. 1977. Informational Asymmetries,


Financial Structure, and Financial Intermediation. The Journal of Finance,
32(2), pp: 371- 387.

Mahendra Putra, Made Agus dan I.G.A. Eka Damayanthi. 2013. Pengaruh Size,
Return on Assets dan Financial leverage pada Tingkat Underpricing
Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana, 4(4), pp: 128-140.

Martani, Dwi. 2003. Pengaruh Informasi Selama Proses Penawaran terhadap


Initial Return Perusahaan yang Listing di Bursa Efek Jakarta dari tahun
1990-2000. Disampaikan pada Symposium Nasional Akuntansi VI,
Surabaya, 16-17 Oktober 2003.

Mumtaz, Muhammad Zubair and Athar Maqsood Ahmed. 2014. Determinants of


Underpricing of Initial Public Offerings : Evidence from Pakistan. Journal
of Business & Economics, 6(1), pp: 47-80.

Otoritas Jasa Keuangan. 2009. Peraturan No. IX.A.2 Tata Cara Pendaftaran
dalam Rangka Penawaran Umum. Jakarta.

Ratnasari, Anggita dan Gunasti Hudiwinarsih. 2013. Analisis Pengaruh Informasi


Keuangan, Non Keuangan, serta Ekonomi Makro terhadap Underpricing
pada Perusahaan Ketika IPO. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, 18(2), pp: 85
– 97.

Sahoo, Seshadev and Prabina Rajib. 2012. Determinants of Pricing IPOs : An


Empirical Investigation. South Asian Journal of Management, 19 (4), pp:
59 – 87.

Saputra, Anom Cahaya. 2015. Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan,


Return on Assets dan Financial Leverage pada Underpricing Penawaran
Umum Perdana di Bursa Efek Indonesia. Skripsi Sarjana Jurusan
Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana,
Denpasar.

Saputra, Anom Cahaya dan I.G.N Suaryana. 2016. Pengaruh Umur Perusahaan,
Ukuran Perusahaan, Return on Assets dan Financial leverage pada
Underpricing Penawaran Umum Perdana. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, 15(2), pp: 1201-1227.

Siregar, Silvia Veronica N.P. dan Utama, Siddharta. 2005. Pengaruh Struktur
Kepemilikan, Ukuran Perusahaan dan Praktek Corporate Governance
Terhadap Pengelolaan Laba (Earning Management). Disampaikan pada
Symposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, 16-17 September 2005.

2232
ISSN: 2302-8556
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.19.3. Juni (2017): 2205-2233

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke 12. Bandung. CV Alfabeta

Titman, S dan B. Trueman. 1986. “Information Quality and The Valuation of


New Issues”. Journal of Accounting and Economics, 8 (2), pp:159 - 172.

Undang – Undang RI No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Utamaningsih, Arni, Eduardus Tandelilin, Suad Husnan and R. Agus Sartono.


2013. Asymmetric Information in the IPO Underwriting Process on the
Indonesia Stock Exchange: Pricing, Initial Allocation, Underpricing, and
Price Stabilization. Journal of Indonesian Economy and Business, 28 (3),
pp: 311-321.

Wibowo, Dicky Satrio. 2005. Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi


Tingkat Underpricing pada Perusahaan Perbankan yang IPO Periode
1999-2003.Tesis Magister Manajemen Pascasarjana Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro, Semarang

Widia Prasanti, Putu Noviani dan A.A. Gd Widana Putra. 2015.Pengaruh


Pengungkapan Modal Intelektual pada Tingkat Underpricing Perusahaan.
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 11 (1), pp: 61-73.

Wirawan, Nata. 2002. Cara Mudah Memahami Statistik 2. Edisi ke 2.


Yogyakarta: Keraras Emas Yogyakarta BPFE.

Yasa, Gerianta Wirawan. 2008. Penyebab Underpricing Pada Penawaran Saham


Perdana di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, 3 (2).

Zheng, Steven X. and David A. Stangeland. 2007. IPO Underpricing, Firm


Quality, and Analyst Forecast. Financial Management, 36 (2), pp: 45-64.

2233

Anda mungkin juga menyukai