Anda di halaman 1dari 36

ANALISIS REPUTASI UNDERWRITER , UKURAN PERUSAHAAN, DAN

RETURN ON EQUITY YANG MEMPENGARUHI TINGKAT


UNDERPRICING SAHAM PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA DI
BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2018-2020

OLEH :
GABRIEL MALISTA ATMOKO
NRP. 51418020

PSDKU MANAJEMEN
FAKULTAS BISNIS
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
KAMPUS KOTA MADIUN
Tahun 2021

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...........................................................................................4
1.2 Perumusan Masalah...................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................9
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................9
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi.................................................................10
BAB II....................................................................................................................12
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................12
2.1 Telaah Teori............................................................................................12
2.2 Hubungan Antar Variabel.......................................................................17
2.3 Penelitian Terdahulu................................................................................19
2.4 Pengembangan Hipotesis........................................................................23
2.5 Rerangka Penelitian.................................................................................23
BAB III...................................................................................................................25
METODE PENELITIAN.......................................................................................25
3.1 Desain Penelitian.....................................................................................25
3.2 Identifikasi, Definisi Operasional, dan Pengukur Variabel.....................25
3.3 Jenis data dan sumber data......................................................................27
3.4 Metode Pengumpulan Data.....................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu..............................................................................23
Tabel 3.1 Identifikasi, Definisi Operasional, dan Pengukur Variabel...................29
Tabel 3.2 Tabel Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi..................................35

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis.............................................................25
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan ekonomi, teknologi, dan informasi sangatlah berkembang
dengan pesat di era saat ini. Setiap perusahaan maupun pelaku bisnis dituntut
untuk dapat bertahan, tumbuh, serta berkembang agar usaha yang dijalankan dapat
tetap eksis di dalam dunia bisnis. Sejalan dengan pertumbuhan perusahaan
tersebut, modal yang dimiliki sebuah perusahaan juga akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan perusahaan. Modal perusahaan pada umumnya didapatkan dari para
pemilik perusahaan itu sendiri atau dari para investor. Namun seringkali modal
yang dimiliki perusahaan tidak cukup untuk melakukan pengembangan, maka
diperlukan sumber pendanaan lain. Didukung oleh perkembangan dunia bisnis
yang semakin modern, pasar modal telah menjadi sumber pendanaan dari luar
perusahaan yang sangat bermanfaat. Salah satu alternatif yang dapat diambil
perusahaan untuk mendapatkan pendanaan dari eksternal perusahaan adalah
melalui mekanisme penyertaan yang umumnya dilakukan dengan menjual saham
perusahaan kepada masyarakat atau sering dikenal dengan istilah go public. Hal
ini juga dialami dalam dunia bisnis di Indonesia sekarang ini yang sedang
berkembang pesat, yang di tandai dengan terus bertambahnya perusahaan yang
melakukan go public dari tahun ke tahun (Investor.Id, 2020). Perusahaan go
public dapat menjual sahamnya kepada masyarakat secara terbuka.

Dari sisi biaya dan proses, aksi korporasi melalui pasar modal diperkirakan
jauh lebih efisien ketimbang pendanaan yang didapatkan perusahaan dari
pinjaman perbankan. Di pasar modal, saham merupakan salah satu sekuritas yang
cukup populer diperjualbelikan dan semakin tahun peminatnya terus meningkat.
Ketika perusahaan menginginkan dana melalui penjualan saham, maka perusahaan
tersebut terlebih dahulu harus melakukan Initial Public Offering (IPO). Menurut
Hartanto (2017:36), Initial Public Offering (IPO) adalah kegiatan perusahaan di
pasar modal ketika menjual sahamnya untuk pertama kali atau biasa disebut
sebagai penawaran umum perdana yang dilakukan di pasar perdana (primary
market). Pasar

1
perdana yakni pasar bagi perusahaan yang melakukan penawaran umum (emiten)
untuk menjual sahamnya pertama kali kepada investor. Transaksi penawaran
umum perdana atau IPO dilakukan oleh emiten (perusahaan go public) untuk
pertama kalinya dilaksanakan di pasar perdana (primary market) dengan tujuan
agar perusahaan mendapatkan dana sebesar saham yang ditawarkan, kemudian
diperjualbelikan di pasar sekunder (secondary market) yang bertujuan
menyelenggarakan perdagangan saham yang sudah ada di tangan investor
sehingga investor yang ingin menjual atau membeli sejumlah saham terlaksana.
Menurut Tandelilin (2010:27), ketika saham diperjualbelikan ke dalam pasar
sekunder, transaksi yang dilakukan investor tidak akan memberikan dana
tambahan lagi untuk perusahaan yang menerbitkan sahamnya, hal tersebut
dikarenakan transaksi hanya terjadi antar investor, bukan dengan perusahaan.
Dalam pelaksanaan IPO seringkali terjadi bahwa harga saham yang ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara emiten (issuer) dengan underwriter (penjamin
emisi) pada saat IPO sering kali terjadi perbedaan harga saham ketika
diperdagangkan di bursa efek. Harga saham pada saat IPO cenderung lebih rendah
jika dibandingkan dengan harga saham di bursa efek pada hari pertama (closing
price), fenomena ini disebut underpricing atau out performed. Menurut Hartanto
(2017:36), underpricing adalah suatu keadaan dimana harga saham pada saat
penawaran perdana lebih rendah dibandingkan ketika diperdagangkan di pasar
sekunder. Underpricing tidak menguntungkan bagi perusahaan yang melakukan
go public, karena dana yang diperoleh tidak maksimum, sebaliknya jika terjadi
overpricing akan merugikan investor karena tidak menerima initial return (return
awal) yang maksimum.

Fenomena underpricing dapat terjadi karena adanya suatu asimetri


informasi. Asimetri informasi yang terjadi dapat mengakibatkan informasi tidak
menyebar secara sempurna dan berakibat kepada ketidakmampuan investor dalam
memprediksi keadaan perusahaan di masa mendatang. Menurut Hartono
(2017:67), untuk meminimalkan adanya asimetri informasi maka yang dapat
dilakukan oleh perusahaan adalah melalui penerbitan prospektus. Prospektus
perusahaan berisikan sejumlah informasi baik yang bersifat keuangan maupun non

2
keuangan dari perusahaan bersangkutan yang dapat digunakan untuk mengetahui
faktor-faktor apa

3
saja yang dapat mempengaruhi tingkat underpricing saham. Menurut Tandelilin
(2010:74), sebelum memutuskan investasinya, investor dapat memulai untuk
mempelajari prospektus yang berisikan jenis usaha dan riwayat emiten, kinerja
keuangan secara histories, dan agen penjualan yang berpartisipasi dalam proses
penawaran perdana. Informasi tersebut dapat membantu investor dalam setiap
pengambilan keputusan berkaitan dengan risiko nilai saham yang ditawarkan
perusahaan.

Dalam prospektus kinerja keuangan, maka laporan keuangan dapat


digunakan untuk menganalisis rasio-rasio keuangan seperti rasio profitabilitas,
likuiditas, solvabilitas, dan aktivitas. Dalam penelitian ini, penulis menggunakaan
rasio profitabilitas untuk mengukur tingkat underpricing terhadap perusahaan
yang melakukan initial public offering. Profitabilitas merupakan aspek penting
yang dapat dijadikan pertimbangan oleh investor pada saat akan menanamkan
modal, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi tinggi rendah harga saham.
Profitabilitas perusahaan yang tinggi akan menarik investor untuk berinvestasi
dengan membeli saham sehingga harga saham akan tinggi. Rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan profit dari investasi
adalah ROE atau return on equity. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan
laba net perusahaan dengan keseluruhan jumlah modal. Salah satu positive
sentiment yang dapat diciptakan oleh emiten bagi investor agar membeli saham
yang ditawarkan adalah menghasilkan ROE yang tinggi, sehingga apabila saham
diminati risiko underpricing dapat dikurangi. Menurut teori sinyal, variabel ROE
(return on equity) dapat memberikan sinyal positif bagi investor, hal tersebut
dikarekan laba merupakan faktor yang sangat mempengaruhi bagaimana investor
mengambil keputusan untuk menanamkan modalnya di suatu perusahaan dengan
mengetahui nilai ROE (return on equity) dari perusahaan maka investor dapat
mengetahui besar kecilnya suatu keuntungan yang dapat dihasilkan oleh
perusahaan dari modalnya sendiri di masa yang akan datang (Suwardjono,
2014:583). Sesuai dengan teori agensi bahwa investor dan perusahaan memiliki
kepentingannya masing-masing yakni apabila investor menanamkan modal pada
suatu perusahaan bersumber pada faktor dari berapa estimasi keuntungan yang

4
mungkin akan investor dapatkan

5
dimasa yang akan datang, sebaliknya pada sisi perusahaan faktor ROE (return on
equity) sangat menunjukkan bagaimana perusahaan tersebut menghasilkan
seberapa besar tingkat laba karena hasil dari laba yang perusahaan hasilkan akan
menarik lebih banyak investor yang akan melakukan penanaman modal
(Supriyono, 2018:63).

Pada prospektus agen penjualan yang berpartisipasi dalam proses


penawaran perdana, reputasi underwriter merupakan salah satu faktor yang
penting terhadap perusahaan yang melakukan initial public offering. IPO selain
bermanfaat bagi calon emiten itu sendiri karena akan mempengaruhi perusahaan
untuk memperoleh dana yang akan digunakan dalam ekspansinya, underwriter
(penjamin emisi) juga akan mendapat manfaat dalam IPO, semakin sering
underwriter melakukan penjaminan emisi efek bagi perusahaan yang akan
melakukan IPO, maka akan semakin baik reputasinya. Underwriter memiliki
informasi mengenai kondisi pasar modal yang lebih daripada informasi yang
dimiliki oleh emiten. Informasi yang dimiliki underwriter akan digunakan untuk
mengurangi adanya resiko kerugian yang akan dialami oleh underwriter apabila
terdapat saham yang tidak terjual. Dalam kaitannya dengan teori agensi, investor
dengan perusahaan memiliki kepentingannya masing-masing. Sebagai investor
dapat dipastikan bahwa mereka ingin membeli saham dengan risiko yang rendah
tetapi dengan harga yang paling optimal, sebaliknya bagi perusahaan yang akan
menjual sahamnya ke publik, mereka menginginkan untuk menjual harga
sahamnya dengan harga yang tinggi, karena dengan menjual saham harga tinggi
maka akan mendapatkan jumlah yang maksimum (Supriyono, 2018:63).

Sedangkan pada prospektus jenis usaha dan riwayat emiten, faktor yang
menyebabkan underpricing dapat diukur melalui ukuran perusahaan. Ukuran
perusahaan menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan oleh para investor ketika
akan berinvestasi. Pada umumnya investor akan mempertimbangkan skala dari
perusahaan sebelum memutuskan untuk melakukan investasi. Perusahaan dengan
skala yang besar cenderung lebih dikenal oleh masyarakat luas, sehingga
masyarakat dapat lebih mudah mendapatkan informasi mengenai perusahaan

6
tersebut (Hartono, 2015:254). Tingkat ketidakpastian yang dihadapi oleh calon
investor dapat diperkecil apabila informasi yang didapatkan investor itu banyak.
Sesuai dengan teori sinyal, ukuran perusahaan merupakan sinyal positif bagi para
investor, hal ini dikarenakan ukuran perusahaan yang berskala besar dianggap
memiliki pengalaman yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan dengan
skala kecil, yang secara tidak langsung maka laba yang diperoleh dan dilaporkan
oleh perusahaan dengan ukuran skala besar lebih dapat dipercaya (Suwardjono,
2014:583). Menurut teori agensi, investor baru yang akan menanamkan modal di
pasar modal akan lebih memilih perusahaan dengan ukuran skala besar, hal ini
dikarenakan perusahaan dengan skala besar lebih menarik dari perusahaan yang
berukuran kecil (Supriyono, 2018:63).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Kuncoro & Suryaputri (2019)


menemukan bahwa reputasi underwriter, return on equity, dan ukuran perusahaan
berpengaruh negatif terhadap underpricing pada penawaran umum perdana,
sebaliknya debt to equity ratio (DER), umur perusahaan, jenis industri, dan tingkat
inflasi tidak berpengaruh terhadap underpricing pada penawaran umum perdana.
Ramadana (2018) menemukan bahwa financial leverage berpengaruh positif
terhadap underpricing pada perusahaan IPO, sebaliknya profitabilitas, reputasi
penjamin emisi, umur perusahaan, dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif
terhadap underpricing pada perusahaan IPO. Mayasari, Yusuf, dan Yulianto
(2018) berpendapat bahwa return on equity (ROE) dan ukuran perusahaan (firm
size) berpengaruh terhadap underpricing pada perusahaan yang IPO di Bursa Efek
Indonesia, sebaliknya net profit margin (NPM) tidak berpengaruh underpricing
pada perusahaan yang IPO di Bursa Efek Indonesia. Jayanarendra dan Wiagustini
(2019) menemukan bahwa reputasi underwriter tidak berpengaruh terhadap
underpricing, sebaliknya ukuran perusahaan, dan return on equity (ROE)
berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing pada perusahaan yang
melakukan IPO. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan tersebut, maka judul
penulisan Analisis Reputasi Underwriter , Ukuran Perusahaan, Dan Return
On Equity Yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham Pada
Penawaran Saham Perdana Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2018-2020.

7
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas,
maka rumusan permasalahan yang diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Apakah Return On Equity (ROE) berpengaruh signifikan dan negatif
terhadap Underpricing pada saat perusahaan yang terdaftar di BEI
melakukan IPO tahun 2018-2020?
2. Apakah reputasi underwriter berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
Underpricing pada saat perusahaan yang terdaftar di BEI melakukan IPO
tahun 2018- 2020?
3. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
Underpricing pada saat perusahaan yang terdaftar di BEI melakukan IPO
tahun 2018- 2020?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Menganalisis return on equity (ROE) berpengaruh signifikan dan negatif
terhadap underpricing pada saat perusahaan yang terdaftar di BEI
melakukan IPO tahun 2018-2020.
2. Menganalisis reputasi underwriter berpengaruh signifikan dan negatif
terhadap underpricing pada saat perusahaan yang terdaftar di BEI
melakukan IPO tahun 2018-2020.
3. Menganalisis ukuran perusahaan berpengaruh signifikan dan negatif
terhadap underpricing pada saat perusahaan yang terdaftar di BEI
melakukan IPO tahun 2018-2020.

1.4 Manfaat Penelitian


Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
secara teoritis dan secara praktis:

Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan


memperluas wawasan mengenai fenomena underpricing pada perusahaan
yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan

8
dapat menambah informasi dan wawasan kepada investor yang ada di
Indonesia.
2. Bagi Kalangan Akademis, penelitian ini diharapkan menjadi bahan tambahan
wacana, refrensi serta literatur di bidang keuangan, sehingga dapat bermanfaat
untuk mahasiswa dan bagi penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

Manfaat Praktis

1. Bagi Investor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi


dan refrensi kepada investor dalam menentukan keputusan investasi di dalam
pasar modal.
2. Bagi Emiten, penelitian ini dapat digunakan sebagai refrensi dan bahan
pertimbangan, khususnya apabila akan melakukan penawaran saham perdana
di Bursa Efek Indonesia.

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi


Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh terhadap isi dari penelitian
ini, maka penulisan ini dibagi ke dalam lima bab sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi bagaimana latar belakang masalah yang terjadi sehingga
diangkat menjadi objek penelitian. Dari latar belakang masalah tersebut
dirumuskan suatu permasalahan yang akan diteliti, tujuan dan manfaat dari
penelitian serta sistematika penulisan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini berisi tentang telaah teori yang digunakan beserta penelitian
terdahulu dan pengembangan hipotesis. Bab ini juga menjelaskan kerangka
konseptual atau model penelitian yang melandasi hipotesis penelitian dan
hubungan antar variabel yang digunakan dalam penelitian.

BAB 3 METODE PENELITIAN


Bab ini berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel, dan teknik
pengambilan sampel; variabel penelitian dan definisi operasional variabel;
prosedur pengumpulan data, dan teknik analisa data.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Teori


Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah
sebagai berikut :
2.1.1 Definisi Pasar Modal
Menurut Tandelilin (2010:26), pasar modal adalah pertemuan antara pihak
yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara
memperjualbelikan sekuritas. Sedangkan tempat untuk melakukan jual beli saham
adalah bursa efek. Pasar modal dapat mendorong terciptanya alokasi dana yang
efisien, karena dengan adanya pasar modal, maka investor dapat memilih
alternatif investasi yang memberikan return yang paling optimal. Asumsinya,
investasi yang memberikan return relatif besar adalah sektor-sektor yang paling
produktif yang ada di pasar. Dengan demikian, dana yang berasal dari investor
dapat digunakan secara produktif oleh perusahaanperusahaan tersebut. Indonesia
memiliki bursa efek yang diberi nama Bursa Efek Indonesia (BEI) yang
sebelumnya merupakan gabungan antara Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek
Surabaya (BES) yang memperjualbelikan sekuritas (Hartono, 2017:83). Pasar
modal memiliki peran penting dalam perekonomian karena pasar modal dapat
menghubungkan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki
kelebihan dana. Disamping itu pasar modal sangat bermanfaat untuk perusahan,
karena dengan adanya pasar modal perusahaan mendapat sumber pendanaan
eksternal.

2.1.2 Jenis Pasar Modal


Menurut Tandelilin (2010:27) pasar modal terdiri dari pasar perdana dan
pasar sekunder :
1. Pasar Perdana (Primary Market)
Pasar perdana adalah jenis pasar yang ada dalam pasar modal dimana
merupakan tempat saham dan sekuritas lainnya dijual pada pertama
kalinyakepada masyarakat (penawaran umum) sebelum saham dan sekuritas
tersebut dicatatkan di bursa. Kegiatan ini disebut penawaran umum perdana

10
(Initial Public Offering). Harga saham di pasar perdana ditentukan oleh
kesepakatan antara emiten dan penjamin emisi (underwriter) berdasarkan
faktor-faktor fundamental dan faktor lain yang perlu diidentifikasi.
Underwriter selain menentukan harga saham bersama emiten, juga melakukan
proses penjualannya.
2. Pasar Sekunder (Secondary Market)
Pasar sekunder adalah jenis pasar dalam pasar modal dimana saham dan
sekuritas lainnya diperjualbelikan kepada publik setelah melakukan penawaran
saham perdana di pasar perdana. Harga saham dipasar ini ditentukan oleh
mekanisme permintaan dan penawaran yang terjadi dipasar.

2.1.3 Definisi Initial Public Offering (IPO)


Menurut Hartono (2017:36) Perusahaan yang akan melakukan go public,
akan melakukan penawaran umum penjualan saham pertama kalinya di pasar
perdana, kegiatan ini sering disebut IPO (Initial Public Offering). Initial Public
Offering atau penawaran umum perdana merupakan suatu syarat bagi emiten yang
pertama kali menjual sahamnya di Bursa Efek. Setelah saham perusahaan dijual
pada pasar perdana barulah kemudian perusahaan dapat memperjualbelikan
sahamnya di pasar sekunder (Tandelilin, 2010:33). Proses Initial Public Offering
(IPO) dilaksanakan berdasarkan UU pasar modal dan peraturan pelaksanaannya.
Dalam pelaksanaannya Initial Public Offering (IPO), tidak hanya melakukan
penawaran saham kepada pemodal oleh penjamin emisi (underwriter) di pasar
perdana, tapi juga melakukan kegiatan penjatahan saham, yaitu pengalokasian
saham yang telah dipesan oleh para investor sesuai dengan jumlah saham yang
tersedia dan pencatatan saham saat saham mulai diperdagangkan di bursa.

Pada saat penawaran saham perdana, harga saham yang ditawarkan


merupakan hasil dari kesepakatan antara emiten dengan underwriter (Hartono,
2017:66). Meskipun dalam melakukan penentuan harga emiten bersama-sama
dengan underwriter, keduanya sebenarnya memiliki kepentingan yang berbeda
satu sama lain. Emiten menginginkan harga yang tinggi untuk saham yang akan
dijual di pasar perdana, dengan begitu emiten akan mendapat tambahan dana yang
besar

11
dan maksimal. Sedangkan underwriter sendiri menginginkan harga saham yang
redah pada penawaran saham perdana untuk meminimalkan resiko yang menjadi
tanggung jawabnya apabila teradapat saham yang tidak terjual dalam pasar
perdana. Di Indonesia menganut satu tipe penjaminan yang dilakukan oleh
underwriter yaitu tipe penjaminan full commitment, dimana underwriter akan
bertanggung jawab dengan cara membeli terhadap saham yang tidak terjual dalam
pasar perdana (Tandelilin 2010:69). Tipe penjaminan yang seperti ini memiliki
resiko yang tinggi. Sehingga untuk menghindari resiko tidak terjualnya saham di
pasar perdana maka underwriter akan melakukan negoisasi dengan emiten agar
menetapkan harga yang tidak terlalu tinggi, bahkan harga saham yang ditetapkan
cenderung underpriced. Disamping itu pada saat melakukan penentuan harga,
terjadi asimetri informasi dimana underwriter memiliki informasi yang lebih baik
dibandingkan dengan emiten.

2.1.4 Underpricing
Menurut Hartono (2017:36), Underpricing adalah perbedaan antara harga
penawaran perdana dengan harga penutupan saham IPO di pasar sekunder pada
hari pertama. Selisih harga inilah yang sering disebut initial return. Underpricing
merupakan fenomena yang umum dan sudah sering terjadi pada pasar modal
manapun pada saat emiten melakukan IPO. Kondisi underpricing tentu merugikan
perusahaan yang melakukan go public, karena dana yang diperoleh dari publik
tidak maksimum. Para pemilik perusahaan menginginkan agar meminimalkan
underpricing, karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer
kemakmuran dari pemilik kepada para investor.

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing


Saat ini, telah banyak penelitian yang dilakukan terkait dengan fenomena
underpricing. Setiap penelitian yang dilakukan menenujukkan hasil yang berbeda-
beda. Kuncoro dan Suryaputri (2019), berpendapat bahwa terdapat faktor-faktor
yang diduga mempengaruhi underpricing, antara lain:

12
1. Profitabilitas

Rasio Profitabilitas menyediakan evaluasi menyeluruh atas kinerja


perusahaan dan manajemennya. Rasio ini mengukur seberapa besar tingkatan
keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan. Menurut Hanafi dan Halim
(2016:81), Rasio Profitabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal
saham yang tertentu. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas
manajemen suatu perusahaan. Menurut Hanafi dan Halim (2016:82), terdapat tiga
rasio yang sering digunakan, antara lain: Return on Asset (ROA), profit margin,
dan Return on Equity (ROE).

a. Profit Margin

Menurut (Mamduh dan Halim 2016:81), profit margin merupakan rasio


yang menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih
pada tingkat penjualan tertentu. Profit margin yang tinggi menandakan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Secara
sistematis Profit margin dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

Laba Bersih
Profit Margin=
Penjualan

Keterangan :

Profit Margin : margin laba bersih

Profit margin yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah


untuk tingkat biaya tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk ingkat penjualan
tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut. Secara umum rasio yang rendah
bisa menunjukkan ketidak efisienan manajemen.

b. Return On Aset (ROA)

Menurut Mamduh M Hanafi dan Abdul Halim (2012:81), menjelaskan


Return On Asset merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset tertentu. Rasio yang tinggi
13
menunjukkan efisiensi manajemen aset, yang berarti efisiensi manajemen. Rasio ini
juga sering disebut sebagai ROI (Return On Investment). Secara sistematis Return
On Asset (ROA) dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

Laba Bersih
ROA=
Total Aset

Keterangan :

ROA : Return On Asset

c. Return On Equity (ROE)

Menurut Hanafi dan Halim (2016:82), return on equity (ROE) adalah


teknik lain untuk menganalisis profitabilitas perusahaan. Perusahaan yang
memiliki nilai ROE tinggi dianggap memiliki kinerja yang lebih baik. Rasio
tersebut bertujuan untuk mengetahui serta mengukur seberapa besar tingkat
pengembalian modal sendiri dari saham yang diinvestasikan keperusahaan melaui
besarnya pendapatan atau laba yang dihasilkan perusahaan. Return on equity
mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang
saham. Secara sistematis return on equity (ROE) dapat dinyatakan dengan rumus
berikut :

Laba bersih setelah bunga dan pajak


ROE=
Modal saham

Keterangan :
ROE : Return on Equity

Dan dalam penelitian ini memproksikan profitabilitas perusahaan dengan


return on equity (ROE). Hal tersebut didasarkan return on equity (ROE) akan
menunjukkan kepada kita seberapa besar imbal hasil bisnis terhadap ekuitas yang
merupakan hak sebagai investor. Semakin sedikit dividen yang dibagikan, maka
semakin besar potensi pertumbuhan laba di masa depan, karena semakin besar
bagian dari laba bersih yang dipergunakan untuk menambah modal usaha.

2. Reputasi Underwriter

Menurut Hartono (2017:66), Underwriter merupakan lembaga yang berperan

14
besar dalam setiap emisi efek di pasar modal. Dalam menjalankan tugasnya
underwriter membantu emiten dalam mempersiapkan pernyataan pendaftaran
emisi beserta dokumen pendukungnya dan memberi masukan kepada emiten.
Underwriter dan emiten akan membuat kesepakantan untuk penentuan harga
saham yang akan ditawarkan di pasar perdana, sedangkan harga saham di pasar
sekunder akan ditentukan oleh mekanisme pasar. Reputasi underwriter dapat
dilihat dari dua sisi, dari sisi klien maupun investor. Jika dilihat dari sisi klien,
underwriter yang memiliki reputasi yang baik dapat dilihat dari tingkat
permintaan jasa penjaminan dari klien. Semakin banyak emiten yang
mempercayakan IPO kepada underwriter , berarti underwriter tersebut dapat
dikatakan memiliki reputasi yang baik. Sedangkan dari sisi calon investor,
reputasi underwriter dapat dilihat dari nilai IPO (gross proceeds). Semakin tinggi
nilai IPO, berarti semakin besar kepercayaan calon investor kepada underwriter.
Adanya fungsi penjaminan saham tersebut berarti underwriter mempunyai
peranan kunci bagi kesuksesan emisi surat berharga suatu perusahaan. Di
Indonesia menganut satu tipe penjaminan yaitu tipe Full Commitment, dimana
underwriter sebagai penjamin emisi harus bertanggung jawab dengan cara
membeli saham yang tidak terjual di pasar perdana, tipe penjaminan seperti ini
memiliki resiko yang lebih besar dibandingkan dengan tipe penjaminan lainnya
(Tandelilin, 2010:69). Oleh karena itu underwriter akan berusaha untuk
menetapkan harga saham yang tidak terlalu tinggi, bahkan cenderung underpriced
untuk mengurangi

3. Ukuran Perusahaan
Menurut Hartono (2015:254), ukuran perusahaan merupakan besar kecilnya
perusahaan dapat diukur dengan total aktiva/besar harta perusahaan dengan
menggunakan perhitungan nilai logaritma total aktiva. Ukuran perusahaan dapat
dijadikan sebagai proksi tingkat ketidakpastian saham. Perusahaan yang berskala
besar cenderung lebih dikenal masyarakat sehingga informasi mengenai prospek
perusahaan berskala besar lebih mudah diperoleh investor daripada perusahaan
berskala kecil. Tingkat ketidakpastian yang akan dihadapi oleh calon investor
mengenai masa depan perusahaan emiten dapat diperkecil apabila informasi yang
diperolehnya banyak. Tingkat ketidakpastian perusahaan berskala besar pada
umumnya rendah karena dengan skala yang tinggi perusahaan cenderung tidak
15
dipengaruhi pasar, sebaliknya dapat mewarnai dan mempengaruhi keadaan pasar
secara keseluruhan. Keadaan ini dapat dinyatakan sebagai kecilnya tingkat resiko
investasi perusahaan berskala besar dalam jangka panjang. Sedangkan pada
perusahaan berskala kecil tingkat ketidak pastian di masa yang akan datang besar,
sehingga tingkat resiko investasinya lebih besar dalam jangka panjang.

𝑆𝑖𝑧𝑒 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑡

Keterangan :

Size = Ukuran perusahaan


Total asset = Seluruh aset yang dimiliki perusahaan

2.2 Hubungan Antar Variabel


2.2.1 Pengaruh Return On Equity (ROE) Terhadap Tingkat Underpricing
Investor dapat menggunakan nilai ROE untuk menilai prospek perusahaan
dan membuat keputusan investasi. Semakin besar profitabilitas yang diproksikan
oleh ROE (return on equity), menjadikan investor tertarik untuk mencari dan
membeli saham perusahaan yang melakukan penawaran perdana tersebut, karena
adanya indikasi bahwa di kemudian hari, harapan investor akan mendapatkan
tingkat pengembalian modal atas penyertaan modal yang lebih tinggi di
perusahaan tersebut. Dalam kaitannya dengan teori sinyal maka variabel ROE
(return on equity) dapat memberikan sinyal positif bagi investor, hal tersebut
dikarekan laba merupakan faktor yang sangat mempengaruhi bagaimana investor
mengambil keputusan untuk menanamkan modalnya di suatu perusahaan dengan
mengetahui nilai ROE (return on equity) dari perusahaan maka investor dapat
mengetahui besar kecilnya suatu keuntungan yang dapat dihasilkan oleh
perusahaan dari modalnya sendiri di masa yang akan datang. Menurut teori agensi,
bahwa investor dan perusahaan memiliki kepentingannya masing-masing yakni
apabila investor menanamkan modal pada suatu perusahaan bersumber pada
faktor dari berapa estimasi keuntungan yang mungkin akan investor dapatkan
dimasa yang akan datang, sebaliknya pada sisi perusahaan faktor ROE (return on
equity) sangat menunjukkan bagaimana perusahaan tersebut menghasilkan
seberapa besar tingkat laba karena hasil dari laba yang perusahaan hasilkan akan
16
menarik lebih banyak investor yang akan melakukan penanaman modal
(Supriyono, 2018:63). Pada penelitian yang dilakukan Kuncoro dan Suryaputri
(2019), Jayanarendra dan Wiagustini (2019), Mayasari dkk (2018) menemukan
hasil bahwa return on equity berpengaruh negatif signifikan terhadap
underpricing yang terjadi saat penawaran saham perdana dari sebuah perusahaan.
Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya return on equity mengakibatkan
underpricing semakin rendah pada perusahaan dan menunjukan bahwa return on
equity (ROE) dapat dijadikan pertimbangan sebagai ukuran kinerja perusahaan
oleh calon investor dalam memprediksi underpricing.

2.2.2 Pengaruh Reputasi Underwirter Terhadap Tingkat Underpricing


Menurut Hartono (2017:36), Underwriter merupakan lembaga yang
berperan besar dalam setiap emisi efek di pasar modal. Perusahaan yang akan
melakukan go public, akan menjual sahamnya terlebih dahulu di pasar perdana.
Harga saham pada penawaran perdana ditentukan berdasarkan kesepatakan
underwriter dengan emiten sedangkan harga saham di pasar sekunder akan
ditentukan oleh mekanisme pasar. Dalam melaksanakan tugasnya underwriter
akan membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi
kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban membeli sisa efek yang tidak
terjual. Dalam hal ini underwriter memiliki informasi yang lebih baik mengenai
permintaan saham-saham emiten, dibandingkan dengan emiten itu sendiri. Oleh
karena itu, underwriter akan memanfaatkan informasi yang dimiliki untuk
membuat kesepakatan yang optimal dengan emiten, jadi underwriter yang
mempunyai reputasi baik pasti dapat memahami kondisi pasar dan melihat kapan
emiten dapat dinilai layak dan emiten mana yang mempunyai masa depan yang
baik. Dalam kaitannya dengan teori agensi, investor dengan perusahaan memiliki
kepentingannya masing-masing (Supriyono, 2018:63). Sebagai investor dapat
dipastikan bahwa mereka ingin membeli saham dengan risiko yang rendah tetapi
dengan harga yang paling optimal, sebaliknya bagi perusahaan yang akan menjual
sahamnya ke publik, mereka menginginkan untuk menjual harga sahamnya
dengan harga yang tinggi, karena dengan menjual saham harga tinggi maka akan
mendapatkan jumlah yang maksimum. Penelitian oleh Kuncoro dan Suryaputri
(2019), Ramadana (2018) menemukan bahwa reputasi underwriter berpengaruh
negatif terhadap underpricing. Hal ini berarti apabila underwriter yang
17
mempunyai reputasi tinggi dapat menekan konflik yang terjadi dengan
menetapkan harga saham perdana sesuai dengan kondisi perusahaan, oleh karena
itu reputasi baik dari underwriter, maka tingkat underpricing akan lebih rendah.

2.2.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Tingkat Underpricing


Perusahaan yang berskala besar cenderung lebih dikenal oleh masyarakat,
sehingga informasi mengenai prospek perusahaan berskala besar lebih mudah
diperoleh investor daripada perusahaan berskala kecil. Tingkat ketidakpastian
yang akan dihadapi oleh calon investor mengenai masa depan perusahaan emiten
dapat diperkecil apabila informasi yang diperolehnya banyak. Pada umumnya
skala atau ukuran perusahaan menjadi salah faktor oleh investor dalam
memutuskan untuk menanamkan modalnya. Menurut teori sinyal, ukuran
perusahaan merupakan sinyal positif bagi para investor, hal ini dikarenakan
ukuran perusahaan yang berskala besar dianggap memiliki pengalaman yang lebih
besar dibandingkan dengan perusahaan dengan skala kecil, yang secara tidak
langsung maka laba yang diperoleh dan dilaporkan oleh perusahaan dengan
ukuran skala besar lebih dapat dipercaya (Suwardjono, 2014:583). Menurut teori
agensi, investor baru yang akan menanamkan modal di pasar modal akan lebih
memilih perusahaan dengan ukuran skala besar, hal ini dikarenakan perusahaan
dengan skala besar lebih menarik dari perusahaan yang berukuran kecil
(Supriyono, 2018:63). Untuk menanamkan modalnya investor sangat berhati-hati
dengan kondisi perusahaan dan mempertimbangkan pada waktu yang akan datang,
sehingga pada saat itu perusahaan menginginkan harga saham seoptimal mungkin.
Dengan berinvestasi di perusahaan besar maka kekhawatiran yang akan dihadapi
investor akan berkurang dan investor dapat mengambil sebuah keputusan yang
tepat dengan sudah tersedianya informasi yang mencukupi di masyarakat.
Penelitian oleh Kuncoro dan Suryaputri (2019), Jayanarendra dan Wiagustini
(2019), Mayasari dkk (2018), Ramadana (2018), menemukan bahwa ukuran
perusahaan (Size) berpengaruh negatif terhadap underpricing. Hal ini berarti
semakin tinggi ukuran perusahaan, maka semakin rendah tingkat underpricing
pada perusahaan dan dapat menunjukan bahwa ukuran perusahaan (firm size)
dapat dijadikan pertimbangan sebagai ukuran kinerja perusahaan oleh calon
investor dalam memprediksi underpricing.
18
2.3 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan faktor-
faktor yang mempengaruhi fenomena underpricing pada penawaran umum
perdana. Adapun penelitian-penelitian terdahulu tersebut antara lain:

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro & Suryaputri (2019)


yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham
pada Penawaran Umum Perdana. Pada penelitian ini terdapat 8 variabel yaitu debt
to equity ratio (DER), reputasi underwriter, umur perusahaan, jenis industri,
return on equity (ROE), ukuran perusahaan, tingkat inflasi sebagai variabel
independen dan underpricing sebagai variabel dependen. Sampel yang digunakan
pada penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana
di BEI periode 2015-2017 sebanyak 67 perusahaan, dengan tahun penelitian 2015-
2017. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa reputasi underwriter, return
on equity, dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing pada
penawaran umum perdana, sebaliknya debt to equity ratio (DER), umur
perusahaan, jenis industri, dan tingkat inflasi tidak berpengaruh terhadap
underpricing pada penawaran umum perdana.

Jayanarendra dan Wiagustini (2019), meneliti tentang “Pengaruh Reputasi


Underwriter, Ukuran Perusahaan, Dan Return On Equity Terhadap Underpricing
Saat IPO di BEI. Pada penelitian ini terdapat 4 variabel yaitu pengaruh reputasi
underwriter, ukuran perusahaan, return on equity sebagai variabel independen dan
underpricing sebagai variabel dependen. Jumlah sampel dalam penelitian ini
sebanyak 102 perusahaan yang mengalami underpricing pada tahun 2013-2017
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini membuktikan bahwa reputasi
underwriter tidak berpengaruh terhadap underpricing, sebaliknya ukuran
perusahaan, dan return on equity (ROE) berpengaruh negatif signifikan terhadap
underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO.

Penelitian Ramadana (2018) yang meneliti Beberapa Faktor yang


Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial
Public Offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia. Pada penelitian ini terdapat 6
variabel yaitu financial leverage, profitabilitas, reputasi penjamin emisi, umur
perusahaan, ukuran perusahaan sebagai variabel independen dan underpricing

19
sebagai variabel dependen. Penelitian ini mengambil sampel perusahaan yang
melakukakan initial public offering di Bursa Efek Indonesia periode 2007 sampai
dengan 2013. Penelitian ini membuktikan bahwa financial leverage berpengaruh
positif terhadap underpricing pada perusahaan IPO, sebaliknya profitabilitas,

20
reputasi penjamin emisi, umur perusahaan, dan ukuran perusahaan berpengaruh
negatif terhadap underpricing pada perusahaan IPO.

Mayasari dkk (2018), melakukan penelitian mengenai pengaruh return on


equity, net profit margin dan ukuran perusahaan terhadap underpricing. Pada
penelitian ini terdapat 3 variabel yaitu return on equity, net profit margin dan
ukuran perusahaan sebagai variabel independen dan underpricing sebagai variabel
dependen. Sampel dalam penelitian ini 54 sampel perusahaan dari 82 perusahaan
yang melakukan Initial Public Offering di BEI tahun 2013-2016. Penelitian ini
menunjukkan bahwa return on equity (ROE) dan ukuran perusahaan (firm size)
berpengaruh terhadap underpricing pada perusahaan yang IPO di Bursa Efek
Indonesia. Sebaliknya net profit margin (NPM) tidak berpengaruh underpricing
pada perusahaan yang IPO di Bursa Efek Indonesia.

Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Peneliti/ Judul Metode Hasil Penelitian
Tahun Penelitiann Penelitian
1. Himawan Analisis Faktor- Analisis Hasil penelitian
Budi Faktor yang Regresi menunjukkan bahwa
Kuncoro dan Mempengaruhi Linear reputasi underwriter,
Rossje V Underpricing Berganda return on equity, dan
Suryaputri Saham pada ukuran perusahaan
(2019) Penawaran berpengaruh negatif
Umum Perdana terhadap underpricing,
sedangkan debt to equity
ratio,umur perusahaan,
jenis industri, dan tingkat
inflasi tidak memiliki

21
dampak terhadap
underpricing.
2 Anak Agung Pengaruh Regresi Hasil penelitian ini
Gede Reputasi Linear menunjukkan bahwa
Jayanarendra Underwriter, Berganda ukuran perusahaan dan
dan Ni Luh Ukuran return on
Putu Perusahaan, equity
Wiagustini Dan Return berpengaruh negatif
(2019) On Equity signifikan terhadap
Terhadap underpricing, sedangkan
Underpricing reputasi underwriter tidak
Saat IPO di BEI berpengaruh terhadap
underpricing
3. Sri Winarsih Beberapa Analisis Hasil penelitian
Ramadana Faktor Yang Regresi menunjukkan bahwa
(2018) Mempengaruhi Linear financial leverage
Underpricing Berganda berpengaruh positif
Saham Ada terhadap underpricing,
Perusahaan sedangkan profitabilitas,
Yang reputasi penjamin emisi,
Melakukan umur perusahaan dan
Initial Public ukuran perusahaan
Offering (IPO) berpengaruh negatif
di Bursa Efek terhadap underpricing.
Indonesia
4 Triya Pengaruh Analisis Hasil penelitian ini
Mayasari, Return On Regresi menunjukkan bahwa
Yusuf, dan Equity, Net Linear Return On Equity (ROE)
Agung Profit Margin Berganda dan Ukuran Perusahaan
Yulianto Dan Ukuran (Firm Size) berpengaruh
(2018) Perusahaan terhadap underpricing pada

22
Terhadap perusahaan yang IPO di
Underpricing Bursa Efek Indonesia,
sedangkan Net Profit
Margin (NPM) tidak
berpengaruhunderpricing
pada perusahaan yang IPO
di Bursa Efek Indonesia.

2.4 Pengembangan Hipotesis


Berdasarkan penjelasan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis
yang diajukan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1 : Return On Equity (ROE) berpengaruh signnifikan dan negatif terhadap tingkat


underpricing pada Perusahaan yang melakukan Initial Public Offering Periode
2018-2020.

H2 : Reputasi underwriter berpengaruh signnifikan dan negatif terhadap tingkat


underpricing pada Perusahaan yang melakukan Initial Public Offering Periode
2018-2020.

H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh signnifikan dan negatif terhadap tingkat


underpricing pada Perusahaan yang melakukan Initial Public Offering Periode
2018-2020.

2.5 Rerangka Penelitian


Berdasarkan pengaruh antar variabel penelitian dan pengembangan
hipotesis, maka dapat digambarkan kerangka konseptual yang menjelaskan
hubungan antara reputasi underwriter, ukuran perusahaan, return on equity (ROE)
dan underpricing, seperti yang disajikan dalam gambar berikut ini :

23
Reputasi
underwriter (X1) H1-

H2-
Ukuran perusahaan
Size (X2)
H3-

Profitabilitas Return On Equity (ROE) (X3) Underpricing


(Y)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Pada gambar 2.1 tersebut menggambarkan pengujian model dengan variabel


independen (X) yaitu reputasi underwriter, ukuran perusahaan, return on equity
(ROE) dan variabel dependen (Y) yaitu underpricing.

24
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian digunakan sebagai pedoman atau prosedur yang berguna
sebagai panduan untuk membangun strategi yang mengahasilkan metode
penelitian. Menurut Sugiyono (2018: 37) menyatakan bahwa desain penelitian
harus spesifik, jelas dan rinci, ditentukan secara mantap sejak awal, menjadi
pegangan langkah demi langkah. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
dimana penelitian ini merupakan penelitian ilmiah yang sistematis terhadap
bagian- bagian dan fenomena yang ada serta hubungan yang ada.

3.2 Identifikasi, Definisi Operasional, dan Pengukur Variabel.

3.2.1 Variabel Independen


Variabel independen sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor, dan
antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel bebas.Variabel bebas
merupakan variabel yang mepengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2019:69).

1. Return on Equity (ROE)


Menurut Hanafi dan Halim (2016:82), return on equity (ROE) adalah
teknik lain untuk menganalisis profitabilitas perusahaan. Perusahaan yang
memiliki nilai ROE tinggi dianggap memiliki kinerja yang lebih baik. Rasio
tersebut bertujuan untuk mengetahui serta mengukur seberapa besar tingkat
pengembalian modal sendiri dari saham yang diinvestasikan keperusahaan
melaui besarnya pendapatan atau laba yang dihasilkan perusahaan. Secara
sistematis return on equity (ROE) dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

Laba bersih setelah bunga dan pajak


ROE=
Modal saham

Keterangan :
ROE = Return On Equity

25
2. Reputasi Underwriter
Reputasi Underwriter dapat dilihat dari dua sisi, dari sisi klien maupun
investor. Jika dilihat dari sisi klien, underwriter yang memiliki reputasi yang baik
dapat dilihat dari tingkat permintaan jasa penjaminan dari klien. Variabel ini
diukur dengan menggunakan variabel dummy, nilai 1 untuk penjamin emisi yang
masuk dalam peringkat 10 besar underwriter berdasarkan total frekuensi
melakukan penjaminan emisi dalam tahun 2018-2020 dan nilai 0 untuk penjamin
emisi yang tidak masuk dalam peringkat 10 besar.

3. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dapat dijadikan sebagai proxy tingkat ketidakpastian
saham. Perusahaan yang berskala besar cenderung lebih dikenal oleh masyarakat,
sehingga informasi mengenai prospek perusahaan berskala besar lebih mudah
diperoleh investor daripada perusahaan berskala kecil. Ukuran perusahaan
dihitung dengan menggunakan logaritma dari total aktiva perusahaan.
𝑆𝑖𝑧𝑒 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑡

Keterangan :

Size = Ukuran perusahaan


Total asset = Seluruh aset yang dimiliki perusahaan

3.2.2 Variabel Dependenden


Menurut Sugiyono (2019:69) Dependent Variable sering disebut sebagai
variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut
sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
1. Underpricing
Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat underpricing. Menurut
Hartono (2017:36) fenomena underpricing terjadi karena penawaran perdana ke
publik yang secara rerata murah. Secara rerata membeli saham dipenawaran
perdana dapat mendapatkan retun awal yang tinggi. Underpricing ini dapat
dihitung dengan cara perhitungan penghitungan initial return (IR) dari
perusahaan-perusahaan yang

26
melakuakan initial pubrlic offering, yakni selisih harga antara penutupan harga
saham pada hari pertama di pasar sekunder dengan harga saham penawaran.
Variabel ini diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Closing price ( pasar sekunder )−opening price


IR= × 100 %
opening price
Keterangan :

IR = Initial Return (return awal)


Closing Price = Harga penutupan pada hari pertama perdagangan di pasar
sekunder
Opening Price = Harga penawaran perdana.

3.3 Jenis data dan sumber data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder menurut Sugiyono (2016:137) sumber data sekunder yaitu sumber yang
tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Dalam penelitian ini
data yang dibutuhkan adalah data sekunder yang berupa laporan keuangan
tahunan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun
2018- 2020 dengan periode laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember.
Data tersebut diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD), IDX
Fact book, IDX Statistic, http://www.idx.co.id/.

3.4 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi, karena data yang dikumpulkan berupa data sekunder yaitu
annual report perusahaan tahun 2018-2020. Data tersebut diperoleh dari IDX yang
diterbitkan oleh BEI. Selain itu juga dilakukan penelusuran berbagai jurnal, karya
ilmiah, artikel, dan berbagai buku referensi sebagai sumber data dan acuan dalam
penelitian ini. Data penunjang lainnya diperoleh melalui website yang dimiliki
masing-masing perusahaan.

3.5 Populasi, Sampel, dan Teknik Penyempelan


Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan go

27
public yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia (BEI) serta melakukan penawaran
saham perdana (IPO) dengan periode tahun amatan yaitu tahun 2018 – 2020.

Menurut Sugiyono (2017:81) sampel adalah bagian dari jumlah dan


karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pemilihan perusahaan secara
purposive sampling diantaranya perusahaan yang go public di Bursa Efek
Indonesia pada periode Januari 2018 sampai dengan Desember 2020 yang
sahamnya mengalami underpricing, tersedia data laporan keuangan satu tahun
atau dua tahun sebelum IPO, tersedia data harga saham, tanggal terdaftar di BEI
selama periode penelitian, perusahaan yang memiliki kelengkapan data
pengukuran variabel penelitian.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan


purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan
tujuan penelitian. Metode purposive sampling adalah metode pengambilan sampel
yang didasarkan pada beberapa pertimbangan atau kriteria tertentu.

Kriteria perusahaan yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :

1. Perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia pada periode Januari


2018 sampai dengan Desember 2020 yang sahamnya mengalami
underpricing.
2. Tersedia data harga saham, tanggal terdaftar di BEI selama periode
penelitian.
3. Perusahaan yang memiliki kelengkapan data pengukuran variabel
penelitian.

3.6 Teknik Analisis Data


Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
regresi berganda. Alat ukur yang digunakan untuk analisis adalah software
SPSS20. Perangkat tersebut digunakan untuk mengelola statistik deskriptif, uji
asumsi klasik, dan regresi berganda. Menurut Ghozali (2018:95), analisis regresi
linear berganda digunakan untuk mengetahui arah dan seberapa besar pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen.

28
3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif
Menurut Ghozali (2018:19) statistik deskriptif merupakan teknik analisis
yang menggambarkan atau mendeskripsikan data penelitian melalui nilai
minimum, maksimum, rata-rata (mean), standar deviasi, sum, range, kurtosis, dan
kemencengan distribusi. Metode ini bertujuan untuk memberikan gambaran
fenomena terkait variabel penelitian melalui data yang telah dikumpulkan. Teknik
analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai minimum,
maksimum, mean, dan standar deviasi dari masing-masing variabel.

3.6.2 Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik digunakan sebelum dilakukannya analisis regresi untuk
memastikan model terlah memenuhi kriteria. Uji asumsi klasik dilakukan agara
data yang diteliti terbebas dari gangguan normalitas, multikolonieritas,
heteroskedastisitas, dan autokolerasi.
a. Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2018:161) uji normalitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal. Pada penelitian ini, Rumus yang digunakan dalam uji
normalitas ini adalah rumus Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis yang
diajukan dalam pengambilan keputusan adalah:
H0 : Data residual berdistribusi normal
Ha : Data residual tidak berdistribusi normal
Berdasarkan hasil pengujian, pedoman dalam pengambilan keputusan
adalah sebagai berikut:
i. Jika nilai signifikansi atau nilai probalilitas > 0,05 maka H0 diterima
ii. Jika nilai signifikansi atau nilai probalilitas < 0,05 maka H0 ditolak

b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2018:107).
Model regresi yang baik sebenarnya tidak terjadi korelasi antara variabel
independen. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dapat
dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF) dan tolerance. Suatu
model regresi yang bebas multikolinearitas adalah yang mempunyai nilai

29
VIF0,1. Jika nilai VIF>10 dan nilai tolerance<0,1, maka terjadi gejala
multikolinearitas.
c. Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lainnya (Ghozali, 2018:137). Jika nilai signifikansinya > 0,05
maka model regresi tidak terjadi heterokedastisitas. Uji heteroskedastisitas
yang digunakan dalam model regresi ini adalah metode white yang
dilakukan dengan meregresikan residual kuadrat sebagai variabel
dependen ditambah dengan kuadrat variabel independen, kemudian
ditambahkan lagi dengan perkalian dua variabel.
d. Uji Autokeralasi
autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali,2018:111).
Autokorelasi terjadi karena observasi yang berurutan sepanjang waktu
berkaitan satu sama lainnya. Uji autokorelasi dilakukan dengan metode
Durbin Watson (DW). Menurut Ghozali (2018:112) dasar penentuan ada
atau tidaknya kasus autokorelasi didasari oleh kaidah berikut:
Tabel 3.2
Tabel Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi
Nilai Statistik Hasil
d
0 < d < dl Ada autokorelasi
dl < d < du Tidak ada keputusan
du < d < 4-du Tidak ada autokorelasi
Sumber : Ghozali (2018:111)

3.6.2 Analisis Regresi Berganda


Analisis regresi linear berganda merupakan analisis untuk mengetahui
pengaruh variabel bebas (independen) yang jumlahnya lebih dari satu terhadap
satu variabel terikat (dependen). Model analisis regresi linear berganda digunakan
untuk menjelaskan hubungan dan seberapa besar pengaruh variabel-variabel bebas
(independen) terhadap variabel terikat (dependen) (Ghozali, 2018:95). Persamaan
30
regresi linear berganda adalah sebagai berikut:

𝑈𝑃 = 𝑎 + 𝛽1RUND + 𝛽2SIZE + 𝛽3ROE + 𝑒

Keterangan:
UP = Underpricing
A = Konstansta
𝛽1 𝛽2 𝛽3 = Koefisien Regresi
RUND = Reputasi Underwriter
SIZE = Ukuran Perusahaan
ROE = Return On Equity
e = Error

3.6.3 Pengujian Hipotesis

Pada penelitian ini teknik pengujian hipotesis dilakukan dengan metode uji
koefisein determinasi (𝑅2), dan uji parsial (uji t).

a. Uji Koefisien Determinasi (𝑅 2)


Koefisien determinasi (adjusted R²) mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen dengan nilai antara
nol sampai satu (0<R²< 1). Nilai adjusted R² yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu
menunjukkan bahwa variabel- variabel independen memberikan hampir
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen (Ghozali, 2018:97).
b. Uji Parsial (Uji t)
Uji statistik t dilakukan untuk dapat mengetahui pengaruh masing-masing
variabel independen pada variabel dependen (Ghozali, 2018:98). Pengujian
ini dilakukan dengan kriteria apabila nilai signifikansi 0,05 maka hipotesis
ditolak.

31
DAFTAR PUSTAKA
Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2011). Dasar-dasar Manajemen Keuangan
Terjemahan (10th ed.). Salemba Empat.

Budi Kuncoro, H., & Suryaputri, R. V. (2019). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR


YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PADA
PENAWARAN UMUM PERDANA DI BEI PERIODE 2015-2017.
Jurnal Akuntansi Trisakti, 6(2), 263.
https://doi.org/10.25105/jat.v6i2.5573

Ghozali, I. (2018). plikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 25.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hanafi, M. M. dan A. H. (2016). Analisis Laporan Keuangan (kelima). UPP
STIM YKPN.
Hartono, Jogianto. 2015. Teori Perfotofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta :
BPFE.
Hartono. (2017). Teori Portofolio dan Analisis Investasi (11th ed.). BPFE.
Kasmir. (2016). Analisis Laporan Keuangan. PT Raja Grafindo Persada.
Mayasari, T., Yulianto, A., & Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Swadaya Gunung Jati, P. (2018). PENGARUH RETURN ON EQUITY,
NET PROFIT MARGIN DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP
UNDERPRICING. In Jurnal Kajian Akuntansi (Vol. 2, Issue 1).
http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/jka
Prof. Dr. Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Alfabeta.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. PT Alfabet.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta,
CV.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R&D. Alfabeta.
Supriyono, R. A. (2018). Akuntansi Keprilakuan. Gajah Mada University Press.
Suwardjono. 2014. Teori Akuntansi (Perekayasaan Pelaporan Keuangan) Edisi
Ketiga. Yogyakarta: BPFE.
Tandelilin, E. (2010). Portofolio dan Investasi Teori dan Aplikasi (1st ed.).
Penerbit Kanisius.
Winarsih Ramadana, S. (2018). Beberapa Faktor yang Mempengaruhi
Underpricing Saham Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public
Offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Riset Inspirasi
Manajemen Dan Kewirausahaan, 2(2). www.e-bursa.com,

32
33

Anda mungkin juga menyukai