Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebutuhan perusahaan akan modal semakin besar selaras dengan

perkembangan dari suatu perusahaan. Hal ini pasti mendorong pihak manajemen

untuk mencari langkah alternatif pendanaan yang dapat digunakan perusahaan

untuk mendanai kebutuhan operasionalnya. Perusahaan sebenarnya memiliki

berbagai macam alternatif sumber pendanaan, yang berasal dari dalam

perusahaan maupun dari luar perusahaan. Adapun pendanaan yang berasal dari

dalam perusahaan yaitu laba ditahan dan akumulasi penyusutan aktiva tetap,

sedangkan pendanaan dari luar perusahaan adalah melalui penambahan jumlah

kepemilikan saham dengan cara menerbitkan saham baru. Salah satu alternatif

pendanaan dari luar perusahaan adalah lewat mekanisme penyertaan yang

biasanya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada publik atau sering

dikenal dengan istilah go public. Eka Retnowati (2013) mengatakan bahwa

terdapat berbagai macam alasan mengapa perusahaan ingin go public dan

menjual sahamnya kepada masyarakat umum, antara lain: (1) untuk

meningkatkan modal perusahaan, (2) untuk perluasan usaha, mempermudah

usaha pembelian perusahaan lain, dan (3) memungkinkan manajemen maupun

masyarakat mengetahui nilai perusahaan.

Ketika suatu perusahaan akan melakukan penawaran saham perdananya ke

pasar modal, pasti masalah yang pertama kali dihadapi adalah berapa nilai yang
akan ditawarkan di bursa saham tersebut. Dari pihak pemegang saham

sebelumnya, pasti tidak menginginkan sahamnya ditawarkan dengan nilai yang

lebih rendah dan nilai saham terlalu mengalami underpricing dihadapan para

pemodal baru, namun dari sisi lainnya, para pemodal barupun menginginkan

untuk memperoleh nilai yang kecil, sehingga mereka dapat mendapatkan

keuntungan berupa capital gain dari pembelian saham di pasar perdana atau yang

dikenal dengan sebutan IPO (Initial Public Offering).

Novalia (2018) mengatakan bahwa IPO atau Initial Public Offering dalam

konteks bahasa dapat diartikan sebagai Penawaran Saham Perdana, namun dalam

arti yang lebih jelas, IPO merupakan saham dari sebuah perusahaan yang

dilepaskan dan ditawarkan kepada publik dalam sebuah wadah, yang disebut

bursa saham. Dapat dikatakan bahwa, saham ini bukan lagi milik dari

perseorangan, melainkan sudah go public. Adapun sebab-sebab perusahaan

melakukan go public diantaranya adalah: (1) Perusahaan membutuhkan sumber

dana tambahan untuk modal dalam melakukan kegiatan operasional perusahaan,

salah satunya melakukan ekspansi perusahaan, (2) Meningkatkan nilai

perusahaan, karena dengan go public, kinerja perusahaan dapat dilihat langsung

oleh publik, jika kinerja perusahaan dinilai baik dimata para investor, maka harga

sahamnya pun akan naik, dan begitu pula sebaliknya, jika kinerja perusahaan

dinilai buruk, maka harga sahamnya pun akan turun. (3) Proses pertumbuhan

perusahaan menjadi lebih cepat, karena jika perusahaan mengandalkan dana

internal perusahaan untuk mengembangkan bisnisnya, maka akan memakan waktu

yang lama, namun berbeda cerita jika dana tersebut didapat dari saham IPO,
pengembangan perusahaan akan lebih cepat, dan potensi pertumbuhan perusahaan

akan menjadi lebih besar.

Dalam pelaksanaan go public di lapangan, saham perusahaan sebelum

dipasarkan pada pasar sekunder (bursa saham), maka langkah pertama yang

dilakukan perusahaan adalah menjual sahamnya pada pasar perdana. Tujuan dari

penjualan saham di pasar perdana tersebut adalah guna menentukan kesepakatan

antara emiten dengan penjamin emisi (underwriter), mengenai harga saham yang

akan dicantumkan dalam prospektus. Untuk harga yang akan dipasang pada pasar

sekunder (bursa saham), biarlah pasar yang menentukan sendiri dengan adanya

mekanisme pasar yang ada. Penentuan offering price, sering kali dari pihak emiten

ataupun pihak penjamin emisi (underwriter) mengalami kesulitan untuk

memprediksi nilai wajar atas saham. Pihak penjamin emisi (underwriter)

cenderung menginginkan offering price yang lebih rendah dibandingkan harga

yang diharapkan oleh perusahaan pelaku go public,yang bertujuan untuk

meminimalisir risiko tanggung jawab atas tidak laku atau tidak terjualnya saham

yang ditawarkan, saat IPO dilakukan. Dalam prakteknya, mekanisme penentuan

harga saham ini sering mengalami perbedaan, antara nilai saham di pasar perdana

dengan di pasar sekunder (bursa saham). Kondisi dimana harga saham saat Initial

Public Offering atau IPO lebih rendah dibandingkan dengan harga saham di pasar

sekunder (bursa saham) di hari pertama dikeluarkan, disebut sebagai

Underpricing.
Kondisi nilai saham apabila terjadi underpricing merugikan bagi

perusahaan yang melakukan go public, dikarenakan dana yang didapatkan dari

publik tidak maksimal. Sebaliknya, apabila nilai saham terjadi overpricing, maka

para investor yang akan merugi, itu disebabkan karena mereka tidak mendapatkan

apa yang mereka inginkan, yaitu initial return (return awal). Initial return atau

return awal adalah keuntungan yang didapat pemegang saham karena perbedaan

harga saham yang dibeli di pasar perdana dengan harga jual saham yang

bersangkutan di pasar sekunder. Para pemilik perusahaan menginginkan agar

situasi underpricing dapat diminimalisir, karena apabila terjadi underpricing akan

menyebabkan transfer kemakmuran dari pemilik kepada para investor (Beatty,

1989).

Fenomena underpricing nilai saham terjadi pada berbagai pasar modal

yang ada di seluruh dunia yang disebabkan karena adanya asimetri informasi.

Menurut Jogiyanto (1998:369), Asimetri informasi merupakan kondisi dimana

sebagian investor memiliki informasi-informasi dan yang sebagian lainnya tidak

memiliki informasi tersebut. Asimetri informasi dapat terjadi antar emiten dan

penjamin emisi (underwriter), maupun antar investor. Untuk memperkecil adanya

asimetri informasi, maka dilakukan penerbitan prospektus oleh perusahaan, yang

memuat informasi dari perusahaan yang bersangkutan. Prospektus menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan keterangan tertulis dan terperinci

mengenai kegiatan baru perusahaan atau organisasi, yang disebarluaskan kepada

umum atau disampaikan kepada kelompok tertentu. Informasi yang dimuat dalam

prospektus antara lain: informasi yang sifatnya keuangan dan non keuangan.
Informasi yang dimuat dalam prospektus akan membantu investor dalam

membuat keputusan yang rasional mengenai resiko nilai saham sesungguhnya

yang ditawarkan emiten (Kim, Krinsky dan Lee, 1995).

Untuk meminimalisir terjadinya asimetri informasi, perusahaan yang akan

melakukan go public harus menerbitkan prospektus yang memuat informasi

lengkap mengenai perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan Keputusan

Menteri Keuangan RI No. 859/KMK.01/1987, Supaya informasi keuangan yang

termuat dalam prospektus tersebut kredibel, maka laporan keuangan perusahaan

harus diaudit oleh seorang auditor.

Alasan peneliti mengambil judul ini dikarena dari berbagai penelitian

terdahulu ada ketidakkonsistenan hasil penelitian, sehingga penelitian masih perlu

dilakukan kembali, terhadap faktor-faktor apa yang mempengaruhi underpricing.

Ketidakkonsistenan penelitian tersebut diantaranya adalah penelitian yang

dilakukan oleh Daljono (2000) yang menyatakan adanya hubungan yang

signifikan antara DER dengan underpricing, sedangkan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Durukan (2002) dalam Handayani (2008) yang menyatakan bahwa

DER tidak berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing. Selanjutnya

merupakan penelitian yang dilakukan oleh Ghozali (2002) yang menyatakan

adanya hubungan negatif dan signifikan antara ROA dengan underpricing, namun

hal yang tak serupa ditunjukkan melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh

Trisnawati (1999) dalam Tifani (2011) yang menyatakan bahwa ROA tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing. Selanjutnya merupakan


penelitian yang dilakukan oleh Sulistio (2005) dalam Hapsari (2012) yang

menyatakan bahwa EPS tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

underpricing, namun hal yang tak serupa ditunjukkan melalui hasil penelitian

yang dilakukan oleh Ardiansyah (2005), yang menyatakan adanya hubungan

negatif dan signifikan antara EPS dengan underpricing. Selanjutnya adalah

penelitian yang dilakukan oleh Rosayati dan Sabeni (2002), yang menyatakan

adanya hubungan negatif dan signifikan antara Umur Perusahaan dengan

underpricing, namun hal yang tak serupa ditunjukkan melalui hasil penelitian

yang dilakukan oleh Nasirwan (2008) dalam Handayani (2008) yang menyatakan

bahwa Umur Perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

underpricing. Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Daljono (2008)

dalam Handayani (2008) yang menyatakan bahwa Ukuran Perusahaan tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing, sedangkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Durukan (2002) dalam Handayani (2008), yang menyatakan

adanya hubungan negatif dan signifikan antara Ukuran Perusahaan dengan

underpricing. Dan yang terakhir adalah penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati

(1999) yang menyatakan bahwa Prosentase Penawaran Saham tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap underpricing, sedangkan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Nasirwan (2008), yang menyatakan adanya hubungan negatif dan

signifikan antara Prosentase penawaran saham dengan underpricing.

Fenomena underpricing hampir dijumpai pada setiap bursa saham pada

setiap negara, dengan tingkat underpricing yang berbeda-beda tiap negara.

Kenyataannya, sudah banyak penelitian yang telah dilakukan untuk membahas


penyebab terjadinya underpricing namun, dari penelitian-penelitian tersebut,

menunjukan penyebab terjadinya underpricing berbeda-beda dan menunjukan

ketidakkonsistenan hasil penelitian, sehingga diperlukan penelitian kembali

mengenai penyebab terjadinya underpricing.

Atas dasar itu, saya tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:

“Pengaruh Underpricing Nilai Saham Terhadap Penawaran Saham Perdana

Di Bursa Efek Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah saya uraikan diatas, maka dapat

diambil suatu perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah tingkat underpricing yang terjadi pada perusahaan yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia pada periode 2015 sampai dengan 2019

dipengaruhi oleh prosentase jumlah saham yang dijual kepada publik,

umur perusahaan, Return of Assets (ROA), financial leverage, dan jenis

industri?

2. Bagaimana pengaruh underpricing nilai saham terhadap penawaran saham

perdana pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada

periode periode 2015 sampai dengan 2019 ditinjau dari prosentase jumlah
saham yang dijual kepada publik, umur perusahaan, Return of Assets

(ROA), financial leverage, dan jenis industri?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas,

maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah tingkat underpricing yang terjadi pada

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2015

sampai dengan 2019 dipengaruhi oleh prosentase jumlah saham yang

dijual kepada publik, umur perusahaan, Return of Assets (ROA), financial

leverage, dan jenis industri.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh underpricing nilai saham terhadap

penawaran saham perdana pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia pada periode periode 2015 sampai dengan 2019 yang ditinjau

dari prosentase jumlah saham yang dijual kepada publik, umur

perusahaan, Return of Assets (ROA), financial leverage, dan jenis industri.

1.4 Manfaat Penelitian

Menurut Pabundu (2006:17) penelitian mempunyai manfaat yang

sangat besar, yaitu sebagai sarana menyusun perencanaan, membuat

kebijaksanaan maupun untuk menyusun strategi pengembangan suatu

bidang yang dikelola. Berdasarkan uraian latar belakang, perumusan


masalah dan tujuan dari penelitian, maka manfaat dari penelitian ini adalah

diharapkan mampu memberikan wawasan dan informasi kepada :

1. Investor

Diharapkan hasil penelitian ini mampu membantu memberikan

informasi kepada investor mengenai underpricing, terutama pengaruh

underpricing terhadap penawaran saham perdana, sehingga dapat

membantu investor sebagai bahan pertimbangannya sebelum memulai

transaksi di bursa saham.

2. Bagi Emiten

Diharapkan hasil penelitian ini mampu membantu para emiten dalam

melakukan go public, sehingga dapat meminimalisir terjadinya

underpricing.

3. Bagi Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia

Diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan wawasan dan

referensi kepustakaan bagi seluruh civitas akademika Sekolah Tinggi

Ilmu Ekonomi Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian merupakan pembatasan dari suatu

pembahasan. Tujuan dari adanya ruang lingkup penelitian ini agar

pembahasan dari suatu penelitian tidak meluas dan berfokus pada tujuan

semua penelitian, juga agar penelitian dapat dipahami oleh para

pembacanya.
Atas dasar itu, pada penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan

pada pembahasan mengenai tingkat underpricing yang terjadi perusahaan

yang melakukan penawaran saham perdana, yang terdaftar pada Bursa

Efek Indonesia pada periode 2015 sampai dengan 2019, dan ditinjau dari

prosentase jumlah saham yang dijual kepada publik, umur perusahaan,

Return of Assets (ROA), financial leverage, dan jenis industri..

DAFTAR PUSTAKA BAB I

https://www.sahamok.com/pasar-modal/sejarah-pasar-modal-indonesia/, diakses

pada 15 Desember 2019

https://www.hariansejarah.id/2017/04/depresi-besar-dunia-malaise-1929-

1939.html., diakses pada 15 Desember 2019

https://www.seputarforex.com/artikel/apa-itu-ipo-initial-public-offering-286320-

34, diakses pada 15 Desember 2019

Alexander, Henson. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Underpricing Saham Pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Jakarta.

Pabundu, M.T. 2006. Metodologi Riset Bisnis. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta

https://www.merriam-webster.com/dictionary/offering%20price

Anda mungkin juga menyukai