Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH PASAR MODAL

PENERBITAN SEKURITAS EKUITAS (SAHAM, RIGHTS,


WARRANT) DAN KEWAJIBAN JANGKA PANJANG

Dosen: Dr. Achmad Fadjar, S.E., M.Si., Ak., CA

DISUSUN OLEH :

ELGA FAUZIAH GIOVANI H 1618104009


IMAS ANITA 1618104012

UNIVERSITAS WIDYATAMA
MAGISTER AKUNTANSI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejalan dengan perkembangan perekonomian, banyak perusahaan dalam rangka
mengembangkan usahanya melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan modal,
diantaranya adalah dengan cara utang atau menambah jumlah kepemilikan saham dengan
menerbitkan saham baru. Untuk menambah jumlah kepemilikan saham perusahaan dapat
dilakukan dengan menjual kepada pemegang saham yang sudah ada, menambah saham
yang tidak dapat dibagi, menjual langsung kepada pemilik tunggal atau dengan melakukan
penawaran saham kepada masyarakat umum.
Proses penawaran sebagian saham kepada masyarakat melalui bursa efek disebut
dengan istilah go public. Istilah go public yaitu proses sebuah perusahaan menjadi
perusahaan terbuka (sahamnya bisa dimiliki oleh publik) beserta produk derivatifnya.
Selain itu akan dibahas juga mengenai kewajiban (utang) jangka panjang. Sebuah
perusahaan yang akan go public dimana perusahaan tersebut melakukan initial public
offering (IPO) sahamnya melalui perusahaan sekuritas yang menjadi penjamin emisi dan
melalui agen-agen penjual yang ditunjuk. Investor bisa melakukan pembelian dengan
memesan melalui penjamin emisi ataupun agen penjual. Perusahaan tersebut akan
menerbitkan hanya saham-saham pertama, namun bisa juga menawarkan saham kedua.
Biasanya perusahaan tersebut akan merekrut seorang bankir investasi untuk menjamin
penawaran tersebut dan seorang pengacara korporat untuk membantu menulis prospektus.
Pada umumnya jumlah saham yang di dapatkan biasanya cenderung lebih sedikit dari
pesanan. Hal ini karena minat investor untuk membeli saham saat IPO biasanya sangat
besar sehingga dilakukan penjatahan. Pada saat IPO, perusahaan bisa juga memberikan
“pemanis” untuk lebih menarik minat investor dengan menambahkan produk derivatif
yaitu warrant. Serta pilihan-pilihan lain para investor untuk melakukan invetasi melalui
penerbitan kewajiban jangka panjang biasanya terkait dengan protective covenant, sinking
fund, call provision, dan bond refunding.
Dalam menanamkan modalnya pada obligasi, investor memerlukan investasi seputar
obligasi serta perusahaan yang menerbitkan obligasi tersebut terutama mengenai
kemampuan emiten untuk membayar kewajibannya. Salah satu indicator yang bias
digunakan untuk menggambarkan informasi mengenai obligasi adalah peringkat (rating)
yang diterbitkan oleh perusahaan pemeringkat efek (rating agency).
Perusahaan pemeringkat efek adalah lembaga independen yang menerbitkan peringkat
yang memberikan informasi mengenai informasi mengenai risiko kredit untuk berbagai
surat hutang (bond) maupun peringkat untuk perusahaan itu sendiri (general obligation
rating). Kesenjangan informasi antara emiten dan investor dapat dijembatani oleh
perusahaan pemeringkat dengan menyediakan informasi atas risiko kredit suatu
perusahaan.
Dalam memeroleh informasi yang berhubungan dengan kondisi perusahaan, banyak
investor bertujuan untuk mengharapkan suatu return yang tinggi apabila mereka
menanamkan modalnya melalui saham dengan risiko yang tinggi. Hal ini sesuai dengan
prinsip fundamental ekonomi keuangan dimana risiko asset lebih tinggi pengembalian yang
diharapkan juga lebih tinggi dan tentu saja memilik hubungan yang positif. Kaitannya
dengan bond rating, memiliki hubungan yang negatif antara bond rating dengan return
saham karena investor melihat risiko yang tinggi di saat peringkat yang buruk. Begitu juga
sebaliknya, risiko yang rendah di saat peringkat bernilai baik dan return saham yang
diharapkan juga tinggi. Berdasarkan penelitian Dichev (1998) dan Campbell, Hilscer dan
Szilagyi (20015) dan Garlappi, Shu dan Yan (2006) antara lain menunjukkan hubungan
yang negatif antara bond rating dan rating saham di masa yang akan datang. Hubungan
negative ini menunjukkan sebagai bukti anomali dari saham karena memiliki anjuran
kepada investor untuk membayar premi atas risiko kredit yang ditanggungnya.
Hubungan negatif antara bond rating dan return juga ditunjukkan oleh Fama dan
MacBeth (1973). Mereka menggunakan regresi cross sectional dari return saham individual
bulanan dalam bond rating. Begitu juga dengan penelitian Chordia, et. al. (2007), mereka
meggunakan CAPM dari Sharpe (1964) dan Fama dan French (1993) three factor model,
serta karakteristik model berdasarkan Daniel, Grinblatt, Titman dan Wermers (1997) untuk
menunjukkan efek risiko kredit yang kuat dalam penyesuaian faktor risiko serta
karakteristik perusahaan. Hubungan negative antara bond rating dan return rata-rata
bergantung secara krusial pada siklus kredit. Hubungan yang signifikan itu hanya berlaku
pada periode bond rating downgrade dan berdasarkan pengalaman terhadap perusahaan
yang bernilai rendah cukup membuat harga turun selama enam bulan sebelum dan setelah
rating mengalami downgrade.
Dichev dan Piotroski (2001) meneliti return saham jangka panjang terhadap perubahan
tingkat obligasi Moody’s Ratings. Penelitian tersebut menemukan bahwa tidak ada
abnormal return yang signifikan terhadap upgrades, namun ada reaksi abnormal return
negatif setelah pengumuman downgrades.
Penurunan harga saham selama periode downgrade cukup banyak diantara saham
perusahaan berkualitas rendah , sedangkan perusahaan berkualitas tinggi menyadari return
positif selama downgrade. Ini adalah respon diferensial yang tinggi dan rendahnya risiko
saham peringkat kredit untuk mengalami downgrade memberikan akibat hubungan yang
negatif antara bond rating dan return saham.
Hubungan negative bond rating dan return kredit didorong oleh lemahnya kinerja harga
dari rendahnya harga saham selama downgrade. Hal ini ditunjukkan oleh rating yang
besarannya lebih besar dan frekuensi antara nilai rendah daripada nilai tinggi diantara
perusahaan-perusahaan yang bernilai tinggi.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka kami merumuskan masalah
sebagai berikut: Apakah peringkat obligasi (bond rating) berpengaruh terhadap tingkat
pengembalian (return) saham?
Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat obligasi (bond rating) terhadap
tingkat pengembalian (return) saham.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penerbitan Sekuritas Ekuitas (Saham, Right, Warrant)


2.1.1 Initial Public Offering (IPO)
a. Pengertian Initial Public Offering
Initial public offering (IPO) adalah penjualan pertama saham umum sebuah
perusahaan kepada investor umum. Menurut UU No. 8 Tahun 1995, penawaran umum
(emisi/go public/initial public offering) adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan
oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tatacara yang diatur dalam
undang-undang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya. Perusahaan tersebut akan
menerbitkan hanya saham-saham pertama, namun bisa juga menawarkan saham
kedua. Biasanya perusahaan tersebut akan merekrut seorang bankir investasi untuk
menjamin penawaran tersebut dan seorang pengacara korporat untuk membantu menulis
prospektus. Penjualan saham diatur oleh pihak berwajib dalam pengaturan finansial dan
jika relevan, sebuah bursa saham. Biasanya menjadi sebuah persyaratan untuk
mengungkapkan kondisi keuangan dan prospek sebuah perusahaan kepada para investor.
b. Manfaat Penawaran Umum
Dengan menjadi perusahaan publik, banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh
perusahaan, di antaranya :
 Memperoleh Sumber Pendanaan Baru
Dana untuk pengembangan, baik untuk penarnbahan modal kerja rnaupun untuk
ekspansi usaha, adalah faktor yang sering menjadi kendala banyak perusahaan.
Dengan menjadi perusahaan publik kendala pendanaan tersebut akan lebih
mudah diselesaikan melalui hasil penjualan saham kepada publik. Dengan cara
ini, perusahaan dapat memperoleh dana dalam jumlah yang besar dan diterima
sekaligus dengan costoffund yang relatif lebih kecil dibandingkan perolehan
dana melalui perbankan. Selain itu di masa mendatang, dengan telah menjadi
perusahaan publik, perusahaan juga dapat melakukan secondary offering tanpa
batas.
 Memberikan Competitive Advantage untuk Pengembangan Usaha
Dengan menjadi perusahaan publik, perusahaan akan memperoleh banyak
competitive advantages untuk pengembangan usaha di masa yang akan datang
melalui penjualan saham kepada publik perusahaan berkesernpatan untuk
mengajak para partner kerjanya seperti pemasok (supplier) dan pernbeli (buyer)
untuk turut rnenjadi pemegang saham perusahaan. Dengan demikian, hubungan
yang akan terjadi tidak hanya sebatas hubungan bisnis tetapi berkembang
menjadi hubungan yang lebih tinggi tingkat kualitas dan loyalitasnya. Hal
tersebut disebabkan karena mereka sebagai salah satu pemegang saham akan
memberikan komitmen yang lebih tinggi untuk turut serta membantu
pengembangan perusahaan di masa depan.
 Melakukan merger atau akuisisi perusahaan lain
Pengembangan usaha melalui merger atau akuisisi merupakan salah satu cara
yang cukup banyak diminati untuk mempercepat pengernbangan skala usaha
perusahaan. Saham perusahaan publik yang diperdagangkan di bursa rnemiliki
nilai pasar tertentu. Dengan demikian, bagi perusahaan publik yang saharnnya
diperdagangkan di bursa, pembiayaan untuk merger atau akuisisi dapat lebih
rnudah dilakukan yaitu melalui penerbitan saham baru sebagai alat pembiayaan
merger atau akuisisi tersbut.
 Peningkatan Kemarnpuan Going Concern
Kemampuan going concern bagi perusahaan adalah kernampuan untuk tetap
dapat bertahan dalam kondisi apapun terrnasuk dalam kondisi yang dapat
mengakibatkan bangkrutnya perusahaan, seperti terjadinya kegagalan
pembayaran hutang kepada pihak ketiga, perpecahan di antara para pernegang
saham pendiri, atau bahkan karena adanya perubahan dinamika pasar yang
dapat rnempengaruhi kemampuan perusahaan untuk tetap dapat bertahan di
bidang usahanya. Dengan menjadi perusahaan publik, kemampuan perusahaan
untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya akan jauh lebih baik
dibandingkan dengan perusahaan tertutup.
 Meningkatkan Citra Perusahaan
Dengan go public suatu perusahaan akan selalu mendapat perhatian media dan
komunitas keuangan. Hal ini berarti bahwa perusahaan tersebut mendapat
publikasi secara cuma-cuma, sehingga dapat meningkatkan citranya.
Peningkatan citra tersebut tentunya akan memberikan dampak positif bagi
pengembangan usaha di masa depan. Hal ini sangat dirasakan oleh banyak
perusahaan yang berskala kecil menengah karena dengan menjadi perusahaan
publik yang sahamnya diperdagangkan di Bursa, citra mereka menjadi setara
dengan banyak perusahaan besar yang telah memiliki skala bisnis yang besar
dan pengalaman historis yang lama.
 Meningkatkan Nilai Perusahaan
Dengan menjadi perusahaan publik yang sahamnya diperdagangkan di Bursa,
setiap saat dapat diperoleh evaluasi terhadap nilai perusahaan. Setiap
peningkatan kinerja operasional dan kinerja keuangan umumnya akan
mempunyai dampak terhadap harga saham di Bursa, yang pada akhirnya akan
meningkatkan nilai perusahaan secara keseluruhan.
c. Tujuan Penawaran Umum
Tujuan dari Penawaran Umum yang dilakukan oleh perusahaan adalah :
 Perluasan usaha
 Memperbaiki atau mengoptimalkan struktur keuangan dan permodalan
 Menimbulkan rasa kepemilikan (sense of belonging) dari stakeholder
 Menjaga kelangsungan usaha dari kemungkinan perpecahan antar founders
 Meningkatkan produktivitas karyawan
 Meningkatkan profesionalisme manajemen
 Meningkatkan company image dan company value
d. Konsekuensi Penawaran Umum
Perusahaan yang memutuskan untuk menjual sahamnya ke masyarakat memiliki beberapa
konsekuensi yang harus ditanggung oleh perusahaan di samping manfaat yang diperoleh.
Dengan melakukan penawaran umum berarti perusahaan dituntut untuk lebih terbuka dan
harus mengikuti peraturan-peraturan pasar modal mengenai kewajiban pelaporan. Segala
sesuatu yang berhubungan dengan keuangan baik pemasukan maupun pengeluaran harus
tercatat secara terperinci dan dapat dipertanggungjawabkan.
 Berbagi Kepemilikan
Hal ini dapat diartikan bahwa prosentase kepemilikan akan berkurang. Banyak
perusahaan yang hendak go public/merasa enggan karena khawatir akan
kehilangan kontrol/kendali perusahaan. Sebenarnya hal ini tidak perlu
dikhawatirkan karena jumlah minimum saham yang dipersyaratkan untuk dijual
kepada publik rnelalui proses Penawaran Umum (Initia Public Offering/IPO)
tidak akan mengurangi kemampuan pemegang saham pendiri untuk tetap dapat
mempertahankan kendali perusahaan.
 Mematuhi Peraturan Pasar Modal yang Berlaku
Pasar modal memang menerbitkan berbagai peraturan, namun semua ketentuan
tersebut pada dasarnya justru akan mernbantu perusahaan untuk dapat
berkembang dengan cara yang baik di masa mendatang. Para pemegang saham,
pendiri dan manajemen perusahaan tidak perlu khawatir dengan berbagai
pemenuhan peraturan tersebut karena cukup banyak pihak profesional yang
dapat dimanfaatkan jasanya untuk membantu.
e. Proses Penawaran Umum
Pasar saham bisa dibedakan menjadi Pasar Perdana dan Pasar Sekunder. Pada saat
IPO yang terjadi adalah Pasar Perdana seperti terlihat pada skema di bawah ini.

efek PENJAMIN EMISI efek

EMITEN INVESTOR
dana AGEN PENJUAL dana

Pasar Perdana

 Tahap sebelum emisi


Yang harus dilakukan oleh internal perusahaan :
 Tahap advisory, pada tahap ini manajemen perusahaan meminta persetujuan
kepada pemegang saham dalam RUPS atau pemilik untuk go public
 Tahap untuk menentukan profesi penunjang seperti akuntan publik,
penasehat hukum, perusahaan penilai, notaris, petugas registrasi dan printer.
Tim yang terbentuk kemudian berkomunikasi dengan BAPEPAM untuk
persiapan pernyataan pendaftaran
 Mempersiapkan kelengkapan dokumen emisi untuk menyiapkan
pendaftaran ke BAPEPAM
 Memilih dan menentukan penjamin emisi efek dan agen penjualan
 Tahap pengalihan kepemilikan aktiva. Semua aktiva yang masih atas nama
pemilik dialihnamakan menjadi atas nama perusahaan
 Tahap restrukturisasi permodalan
 Kontrak pendahuluan dengan bursa efek untuk pencatatan saham
 Penandatanganan perjanjian-perjanjian dengan pihak-pihak terkait
 Publik Expose dan Road Show
Tahapan di BAPEPAM :
 Emiten bersama penjamin emisi (underwriter) menyampaikan pernyataan
pendaftaran kepada BAPEPAM
 Expose terbatas di BAPEPAM
 BAPEPAM memberi tanggapan atas kelengkapan dokumen, kecukupan dan
kejelasan informasi, serta keterbukaan aspek hukum, akuntansi, keuangan
dan manajemen
 Komentar tertulis dari BAPEPAM dalam jangka waktu 45 hari
 Pernyataan pendaftaran dinyatakan efektif
 Tahapan Saat Emisi
Tahapan emisi di Pasar Perdana :
 Penawaran umum minimal dilaksanakan dalam 3 hari kerja dan harus
selesai selama 60 hari kerja sejak pernyataan efektif
 Penjatahan kepada pemodal oleh penjamin emisi dan emiten jika terjadi
kelebihan permintaan dan maksimal selesai dalam jangka waktu 3 hari kerja
setelah masa penawaran berakhir
 Terhadap pemesan yang terkena penjatahan, maka akan ada proses
pengembalian uang pesanan (refund) yang dilaksanakan maksimal 2 hari
kerja setelah tanggal penjatahan
 Bukti kepemilikan efek harus tersedia kepada pembeli efek dalam
penawaran umum, diserahkan maksimal 2 hari kerja setelah tanggal
penjatahan dan untuk efek yang tidak dicatatkan maksimal 5 hari kerja
Tahapan emisi di Pasar Sekunder :
 Emiten mencatatkan efek di Bursa, dilakukan maksimal 5 hari kerja setelah
tanggal penjatahan
 Perdagangan efek di Bursa
 Tahapan setelah emisi
 Menyerahkan laporan hasil Penawaran Umum ke BAPEPAM maksimal 5
hari kerja setelah tanggal penjatahan Jangka waktu efektifnya pernyataan
pendaftaran sampai dengan disampaikannya laporan hasil Penawaran
Umum kepada BAPEPAM maksimal 15 hari kerja
 Menyampaikan laporan berkala, misalnya laporan tahunan dan laporan
tengah tahunan
 Menyampaikan laporan kejadian penting dan relevan, misalnya akuisisi dan
pergantian direksi.

2.1.2 Secondary Public Offering (SPO)


Secondary Public Offering (SPO) adalah pasar sekunder dimana harga berfluktuasi
sesuai kekuatan pasar, dibebankan komisi untuk pembelian maupun penjualan, pemesanan
dilakukan melalui Anggota Burs, dan jangka waktu tidak terbatas. Tahap secondary
market merupakan tahap masa pencatatan saham di bursa Efek dan sekaligus saham
tersebut di perdagangkan. Pada masa ini para pemilik saham yang telah membeli saham di
pasar perdana dapat memperjualbelikan sahamnya dengan mekanisme perdagangan yang
berlaku di Bursa Efek. Pemilik saham atau pemodal dapat melakukan jual ataupun beli atas
saham yang dimilikinya melalui perusahaan efek yang bergerak sebagai perantara
pedagang efek atau pialang saham. Proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Saham perusahaan yang dijual oleh emiten tersebut akan diuji apakah saham ini
memiliki prospek atau kinerja bagus atau tidak. Suatu saham yang memiliki kinerja baik,
maka harga sahamnya akan memiliki kecenderungan naik karena diminati oleh pemodal.
Sebaliknya, saham kurang baik akan memiliki kecenderungan harga menurun.
2.1.3 Right
Right dapat didefinisikan sebagai efek yang memberikan hak kepada pemegang
saham lama untuk membeli saham baru yang akan dikeluarkan oleh emiten pada proporsi
dan harga tertentu. Hak dalam right sering disebut sebagai preemptive right, yaitu suatu
hak untuk menjaga proporsi kepemilikan saham bagi pemegang saham lama di suatu
perusahaan sehubungan dengan pengeluaran saham baru. Biasanya right muncul ketika
emiten melakukan penawaran saham kedua (second issue). Dampak jika pemegang saham
tidak menggunakan preemptive right adalah :
a. Dilusi (berkurangnya proporsi kepemilikan pemegang saham yang tidak
menggunakan haknya).
b. Mengurangi ROI (Return on Investment) dengan bertambahnya saham beredar.
c. Mengecilnya DPS (Dividend Per Share) karena harus dibagikan kepada pemegang
saham.
Harga saham yang ditentukan dalam right untuk membeli saham baru dengan
proporsi sesuai ketentuan, harganya ditentukan sama dengan atau di atas nilai nominal
saham tapi nilai nominal saham tetap di bawah harga pasar. Harga penebusan saham baru
ini disebut dengan exercise price atau subscription price. Dalam kaitannya dengan right,
ada istilah right issue, yang didefinisikan sebagai kegiatan penawaran umum terbatas
kepada pemegang saham lama dalam rangka penerbitan hak memesan efek terlebih dahulu.
Untuk penerbitan hak memesan efek terlebih dahulu dibutuhkan persetujuan dari
pemegang saham mayoritas. Right issue ini pun harus mendapatkan persetujuan efektif dari
Bapepam.
Rumus untuk menghitung harga teoritis rights :
Pr = Ps − Pe
Pr = harga teoritis right
Ps = harga teoritis saham ex right
Pe = harga saham baru (harga tebus right)
Dengan adanya right issue akan terjadi penambahan saham baru yang akan
menyebabkan adanya dilusi kepemilikan saham. Untuk menghitung harga teoritis saham
sesudah right issue digunakan rumus berikut :
RR. Pc + PE
Ps =
RR + 1
Ps = harga teoritis saham ex right
Pc = harga penutupan saham pada cum-right
RR = rasio rights issue
PE = exercise price (harga penebusan rights)
Periode perdagangan right tidak selamanya, melainkan hanya sementara saja.
Biasanya antara 5 hingga 10 hari bursa. Dengan sifatnya yang berupa hak ada beberapa
keistimewaan dan keuntungan yang bisa diperoleh investor dengan right. Investor yang
menjadi pemegang saham lama memiliki hak istimewa untuk membeli saham baru pada
harga yang telah ditetapkan dengan menukarkan right yang dimilikinya. Hak istimewa
tersebut memungkinkan investor untuk memperoleh keuntungan dengan membeli saham
baru dengan harga yang lebih murah.
Contoh :
Emiten ABC melakukan right issue dengan harga Rp. 1.500 per lembar. Right dari
saham itu dijual pada harga Rp. 200. Itu artinya bagi pemegang saham lama untuk
dapat membeli saham baru emiten senilai Rp. 1.500, dia harus menebus right (yang
menjadi hak untuk membeli saham) senilai Rp. 200 per saham. Dengan demikian
modal yang dikeluarkan investor untuk membeli saham baru emiten itu adalah Rp.
1.700 per saham. Kalau pada saat pelaksanaan harga saham di pasar naik menjadi Rp.
2.000 per saham, berarti pemegang saham sudah menikmati keuntungan sebesar Rp.
300 per saham.
Di samping memiliki keuntungan, right juga memiliki risiko. Salah satu contoh
risiko yang sering terjadi adalah apabila harga saham pada periode pelaksanaan atau yang
biasa disebut dengan exercise date lebih rendah. Dalam kondisi ini dengan sendirinya
investor tidak akan mengkonversikan right tersebut, sementara itu investor akan
mengalami kerugian atas harga beli right. Misalkan seorang investor membeli right di
pasar sekunder pada harga Rp. 200 dengan harga pelaksanaan Rp. 1.500. Kemudian pada
periode pelaksanaan, harga saham turun menjadi Rp. 1.200 per saham. Investor tersebut
tentunya tidak akan menukarkan right yang dimilikinya, karena jika dia melakukannya,
maka dia harus membayar Rp. 1.700 (Rp. 1.500 harga pelaksanaan + Rp. 200 harga right).
Sebagai konsekuensi tidak dilakukannya penukaran saham tersebut akan terjadi dilusi pada
kepemilikan saham investor. Dilusi atau berkurangnya kepemilikan saham investor itu
akan terjadi secara proporsional. Misalnya emiten yang melakukan right issue itu
sebelumnya memiliki saham sebanyak 200 juta. Ketika emiten itu mengeluarkan right
issue dengan perbandingan (rasio) 1:1 artinya setelah right issue saham emiten itu akan
bertambah jumlahnya menjadi 400 juta lembar saham. Dengan kata lain tiap satu
pemegang saham lama akan diberi hak untuk membeli 1 saham baru. Kalau kemudian right
tidak ditebus oleh pemegang saham lama (yang mendapatkan hak untuk membeli terlebih
dulu), dengan sendirinya jumlah kepemilikan sahamnya akan terpangkas (dilusi) sebesar
50 persen. Artinya jika sebelum right issue seorang investor memiliki 1 juta saham, maka
setelah right issue jumlah sahamnya tinggal 500 ribu lembar saja.
2.1.4 Warrant
Waran adalah hak untuk membeli sebuah saham pada harga yang telah ditetapkan
pada waktu yang telah ditetapkan pula. Menurut Undang-undang, waran adalah efek yang
diterbitkan oleh suatu perusahaan, yang memberi hak kepada pedagang efek untuk
memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga tertentu (Sunariyah: 2011). Waran
biasanya melekat sebagai daya tarik (swetener) pada penawaran umum saham perdana
(IPO) ataupun obligasi. Biasanya harga pelaksanaan lebih rendah dari pada harga pasar
saham. Setelah saham ataupun obligasi tersebut tercatat di bursa, waran dapat
diperdagangkan secara terpisah. Periode perdagangan waran sekitar 3 - 5 tahun. Waran
merupakan suatu pilihan (option), di mana pemilik waran mepunyai pilihan untuk
menukarkan atau tidak warannya pada saat jatuh tempo. Pemilik waran dapat menukarkan
waran yang dimilikinya 6 bulan setelah waran tersebut diterbitkan oleh emiten. Harga
waran itu sendiri berfluktuasi selama periode perdagangan di pasar sekunder. Untuk
menghitung harga suatu waran digunakan rumus berikut :
Pw = Ps − Pe
Pw = harga/nilai fundamental suatu waran
Ps = harga pasar yang berlaku pada saham biasa yang terkait dengan waran.
Pe = exersice price waran untuk penebusan saham.
Yang menjadi keistimewaan waran ini antara lain :
a. Pemilik waran memiliki hak untuk membeli saham baru perusahaan dengan harga
yang lebih rendah dari harga saham tersebut di pasar sekunder dengan cara
menukarkan waran yang dimilikinya ketika harga saham perusahaan tersebut
melebihi harga pelaksanaan. Misalnya seorang investor membeli waran pada harga
Rp. 200,- per lembar dengan harga pelaksanaan Rp. 1.500,-. Kalau pada saat
tanggal pelaksanaan (penukaran waran menjadi saham), harga saham perusahaan
meningkat menjadi Rp. 1.800,- per saham, maka investor dapat dikatakan hanya
membeli saham perusahaan tersebut dengan harga hanya Rp. 1.700 (Rp. 1.500,- +
Rp. 200,-). Jelas hal itu sangat menguntungkan membeli saham secara langsung di
pasar sekunder yang harganya Rp. 1.800,- per saham.
b. Karena sifatnya yang bisa diperdagangkan itu waran ini juga memberikan
keuntungan berupa capital gain. Karakteristik yang demikian itu sekaligus juga
menjadi faktor yang merugikan bagi investor apabila harga waran jatuh dari harga
belinya. Begitu pula apabila harga saham pada periode pelaksanaan jatuh dan
menjadi lebih rendah dari harga pelaksanaan, maka investor akan mengalami
kerugian atas harga beli waran.
Misalnya investor membeli waran seharga Rp. 200,- dengan harga pelaksanaan Rp.
1.500,-. Kemudian pada periode pelaksanaan, harga saham turun menjadi Rp.
1.200,- per saham. Investor tersebut tentunya tidak akan menukarkan waran yang
dimilikinya, karena jika ia melakukannya, maka ia harus membayar Rp. 1.700,-
(Rp. 1.500,- harga pelaksanaan + Rp. 200,- harga waran). Oleh karena itu investor
akan mengalami kerugian sebesar harga pembelian waran Rp. 200,-.
Sesuai dengan peraturan Bapepam, jumlah waran yang diterbitkan dan waran
yang telah beredar tidak melebihi 15% dari modal disetor pada saat waran diterbitkan.
Proses penebusan waran akan mengakibatkan peningkatan jumlah saham yang
diterbitkan, sehingga akan terjadi dilusi persentase kepemilikan saham. Harga teoritis
saham setelah redemption waran dapat dihitung sebagai berikut :
Ss. Pc + WR. PE
Ps =
S + WR
Ps = harga teoritis saham yang baru sesudah redemption waran
Ss = jumlah saham sebelum terjadinya redemption waran
Pc = harga penutupan yang tersedia pada saat terjadinya redemption waran
PE = exercise price waran
WR = banyaknya saham biasa yang ditebus dengan waran

2.2 Kewajiban Jangka Panjang


Salah satu sumber modal jangka panjang adalah obligasi. Obligasi adalah efek utang
pendapatan tetap di mana penerbit (emiten) setuju untuk membayar sejumlah bunga tetap
untuk jangka waktu tertentu dan akan membayar kembali jumlah pokoknya pada saat jauh
tempo (Sunariyah: 2011). Obligasi diterbitkan oleh perusahaan, disebarluaskan, ditawarkan
kepada publik dan dibeli oleh beragam investor. Dengan membeli obligasi artinya antara
perusahaan dan investor yang membeli obligasi terdapat perjanjian bahwa perusahaan akan
melakukan pembayaran atas pokok pinjaman beserta bunganya (bisa berbentuk fixed rate
atau floated rate), pada tanggal tertentu kepada pemegang obligasi. Perjanjian inilah yang
disebut indenture, yang didalamnya memuat hak dan kewajiban baik pemegang saham atau
perusahaan. Tebal indenture bisa beratus halaman, memuat berbagai hal seperti mengatur
kemungkinan pelunasan obligasi sebelum jatuh tempo, tingkat rasio kemampuan
perusahaan dalam membayar bunga dalam tiap tahunnya (Times Interest Earned/TIE ratio)
yang harus dipertahankan jika perusahaan menjual obligasi tambahan, dan pembatasan
pembayaran deviden jika laba tidak mencapai jumlah tertentu.
Terdapat banyak dimensi lain dari kewajiban (utang) jangka panjang, termasuk hal-hal
seperti jaminan, karakteristik penebusan kembali (call), dana pelunasan (sinking fund),
peringkat, dan perjanjian perlindungan (protective covenant). Karakterisik-karakterisitik
tersebut dirinci di dalam perjanjian obligasi (indenture).
Biasanya, suatu pengawas keuangan (trustee) misalnya sebuah bank, ditunjuk oleh
perusahaan untuk mewakili para pemegang obligasi. Perusahaan pengawas harus :
a. Memastikan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian telah dipatuhi.
b. Mengelola dana pelunasan
c. Mewakili pemegang obligasi dalam kegagalan pembayaran yakni jika perusahaan
gagal bayar.
Indenture obligasi adalah dokumen legal yang biasanya memuat persyaratan-
persyaratan berikut :
a. Persyaratan dasar obligasi
b. Jumlah total emisi obligasi
c. Uraian tentang harta yang digunakan sebagai jaminan
d. Kesepakatan pelunasan
e. Rincian perjanjian perlindungan
1. Protective Covenant (Akad-akad obligasi)
Protective covenant adalah bagian dari indenture atau perjanjian pinjaman yang
membatasi tindakan-tindakan tertentu yang mungkin akan diambil oleh perusahaan selama
jangka waktu pinjaman. Protective covenant dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
a. Positif covenant
Positif covenant adalah jenis janji “Anda dilarang”. Janji ini membatasi atau
melarang tindakan-tindakan yang mungkin diambil oleh perusahaan. Berikut adalah
contoh umum di antaranya :
 Perusahaan harus membatasi jumlah dividen yang dibayarkan menurut suatu
rumus tertentu.
 Perusahaan tidak dapat menjaminkan asetnya kepada pemberi pinjaman lain.
 Perusahaan tidak dapat bergabung dengan perusahaan lain.
 Perusahaan tidak dapat menjual atau menyewakan semua asset utama tanpa
persetujuan dari pemberi pinjaman.
 Perusahaan tidak dapat menerbitkan utang jangka panjang tambahan.
b. Negatif covenant
Negatif covenant adalah jenis perjanjian “Anda harus”. Janji ini menyebutkan satu
tindakan yang oleh perusahaan disetujui untuk diambil atau suatu persyaratan yang
harus dipatuhi oleh perusahaan. Berikut beberapa contohnya :
 Perusahaan harus menjaga modal kerjanya pada atau di atas suatu tingkat
minimum yang telah ditentukan.
 Perusahaan harus memberikan laporan keuangan yang telah diaudit kepada
pemberi pinjaman secara berkala.
 Perusahaan harus menjaga semua agunan atau jaminan dalam kondisi yang
baik.
Beberapa contoh di atas hanya sebagian daftar covenant. Suatu indenture tertentu
mungkin memiliki banyak janji yang berbeda.
2. Sinking Fund (Dana Pelunasan)
Secara umum metode pembayaran hutang yang dikenal saat ini adalah metode sinking
fund, yaitu pembayaran hutang yang dilakukan secara berkala dengan jumlah tertentu ke
dalam suatu dana yang disebut dana pelunasan sinking fund. Metode sinking fund pada
dasarnya sama saja dengan metode amortisasi, bedanya adalah pembayaran oleh debitur
kepada kreditur dilakukan satu kali, pada ujung periode berlakunya hutang. Dengan
metode ini, kreditur tidak membuatkan angsuran cicilan kepada debitur melainkan
menerima dana pengembalian sesuai dengan suku bunga yang disepakati, sehingga dalam
banyak kasus, debitur akan membuat suatu alokasi dana pribadi yang dapat dicicilnya
setiap interval waktu tertentu dengan harapan pada ujung periode hutangnya, dana
pelunasan telah tersedia.
Pasar Modal kita umumnya menawarkan obligasi dengan tingkat bunga tertentu yang
nilainya sedikit lebih besar dari tingkat bunga yang ditetapkan Bank Indonesia atau yang
berlaku umum tergantung perjanjian perwaliamanatan. Adanya kecenderungan gagal bayar
pada saat jatuh tempo oleh Emiten penerbit obligasi kepada pemegang obligasi, umumnya
terjadi karena belum adanya ketentuan yang mewajibkan pembentukan dana cadangan
dalam rangka memenuhi kewajiban pokok pinjaman dan pembayaran bunga yang dikelola
tersendiri dalam akun khusus pada sisi aktiva. Pembentukan dana cadangan dalam upaya
menanggulangi kesulitan likuiditas perusahaan saat jatuh tempo obligasi kita kenal sebagai
sinking fund. Pencadangan dana tersebut dapat digunakan pada saat pelunasan pokok
pinjaman dan bunga pada saat jatuh tempo obligasi maupun pada saat penarikan kembali
obligasi yang beredar dengan cara membeli kembali obligasi yang beredar di Bursa.
Sinking fund umumnya diawasi pengelolaannya oleh Wali Amanat.
Sinking fund digunakan untuk menentukan jumlah uang yang harus ditabung setiap
periode untuk mencapai sejumlah uang yang diinginkan pada nilai periode yang akan
datang. Jumlah uang pada nilai periode ini merupakan akumulasi pembayaran tetap setiap
periode selama waktu yang diinginkan, misalnya 5 tahun atau 10 tahun. Dengan demikian
kita dapat mengetahui jumlah uang yang ditabung di bank setiap tahunnya dengan tingkat
bunga tertentu untuk mencapai jumlah yang diinginkan pada akhir tahun ke-5.
Boardman dan McEnally (1981) dalam Foster (1986) membuat model penelitian untuk
menguji faktor penentu harga dan return obligasi pada tiap kategori rating secara time
series. Ia menggunakan salah satu variabel independen yaitu ada tidaknya sinking fund
pada penerbitan obligasi. Hasilnya menyatakan bahwa obligasi berkualitas rendah (tidak
menyediakan sinking fund) harga dan return-nya kurang homogen dibanding yang
berkualitas tinggi. Dalam hal ini bila terdapat sinking fund maka peringkat obligasi akan
semakin tinggi. Obligasi yang memberikan penyisihan dana atau memberi ketetapan
sinking fund pada saat mengemisi dipandang relatif lebih aman dibanding obligasi tanpa
adanya sinking fund.
Terdapat berbagai jenis kesepakatan dana pelunasan di mana rinciannya akan diuraikan di
dalam indenture. Contohnya :
a. Beberapa dana pelunasan dimulai sekitar 10 tahun setelah penerbitan awal.
b. Beberapa dana pelunasan akan meminta pembayaran dengan jumlah yang sama
sepanjang umur obligasi.
c. Beberapa emisi obligasi berkualitas tinggi memiliki pembayaran kepada dana
pelunasan yang tidak mencukupi untuk menebus keseluruhan emisi. Sebagai
konsekuensinya, ada kemungkinan terdapat pembayaran yang besar saat jatuh
tempo.
3. Call Provision (Opsi Tarik)
Salah satu hal yang termuat dalam perjanjian obligasi tersebut adalah ada tidaknya
ketentuan penarikan (call provision/call feature), yaitu hak perusahaan sebagai penerbit
untuk menebus obligasinya sebelum waktu jatuh temponya. Ketentuan penarikan tersebut
biasanya menetapkan bahwa penerbit harus membayar kepada investor/pemegang obligasi
suatu jumlah yang lebi besar dari pada nilai pari (nominal) obligasi jika obligasi tersebut
ditarik. Jumlah tambahan tersebut disebut sebagai premi penarikan/call premium.
Ketentuan penarikan sering kali tidak dioperasikan selama paruh pertama umur suatu
obligasi. Hal ini membuat para pemegang obligasi tidak perlu mengkhawatirkan ketentuan
penebusan dalam tahun-tahun pertama obligasi. Contohnya, sebuah perusahaan mungkin
melarang obligasinya ditebus selama 10 tahun pertama. Ini disebut ketentuan penebusan
yang ditangguhkan (deffered call provision). Selama periode pelarangan ini, obligasi
tersebut dikatakan diproteksi dari penebusan (call protected). Dalam beberapa tahun
terakhir, ada satu jenis ketentuan penebusan baru yang disebut penebusan “make-whole”,
dengan karakteristik penebusan ini pemegang obligasi akan menerima kurang lebih nilai
obligasi jika obligasi tersebut ditebus. Karena pemegang obligasi tidak mengalami
kerugian jika terjadi penebusan maka dikatakan sebagai “made whole” atau “impas”.
Contoh soal:
PT Hijau Rindang mengeluarkan obligasi 20 tahun yang memiliki nilai pari sebesar
$100.000 bunga 10%. Obligasi tersebut dijual dengan harga 95%. Empat tahun setelah
obligasi dikeluarkan, perusahaan menarik obligasi tersebut dengan call price sebesar
$102.000 maka call premium obligasi tersebut adalah:
Call price = $102.000
Nilai pari = $100.000
Call premium = $ 2.000

Dengan kata lain, dalam kasus tersebut, call premium obligasi sebesar 2% (dari 102% -
100%) dari nilai nominal obligasi (2% x $100.000 = $2.000), dan call price = nilai pari +
call premium.
4. Bond Refunding (Mengganti Obligasi Lama dengan Obligasi Baru)
Jika manajemen memprediksi bahwa tingkat suku bunga di pasar modal (market rate)
obligasi sejenis di masa mendatang akan turun, maka perusahaan akan mempertimbangkan
untuk membeli kembali obligasi (buy back) yang tingkat bunganya tinggi, dan menerbitkan
obligasi dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah. Dalam hal ini disebut bahwa
obligasi didanai ulang (refunded). Jadi, kapan perusahaan perlu melakukan pendanaan
ulang obligasinya tergantung dari ekspektasi tingkat suku bunga di masa mendatang.
Keputusan pendanaan ulang menyangkut dua pertanyaan yang berbeda, yaitu apakah
menguntungkan untuk menarik obligasi yang sedang beredar pada periode berjalan dan
menggantinya dengan obligasi baru? dan jika bond refunding saat ini menguntungkan,
apakah tidak lebih baik/menguntungkan lagi jika pendanaan ulang ditangguhkan dulu
untuk sementara? Untuk menjawab pertanyaan tersebut pada prinsipnya perusahaan
menganalisis sama halnya pada saat mengkaji tentang penganggaran barang modal (capital
budgeting). Dengan melakukan bond refunding artinya terdapat arus kas keluar. Biaya atas
pendanaan ulang (sama halnya dengan pengeluaran investasi, karena perusahaan
mengeluarkan dana untuk membeli kembali obligasi) terdiri atas:
a. Premi penarikan (call premium) yang dibayarkan pada pemegang obligasi yang
ditarik
b. Biaya penjualan obligasi baru
c. Bunga (coupon rate) yang harus dibayar ketika kedua obligasi sedang sama-sama
beredar (disebut sebagai overlap interest). Ada kalanya obligasi baru dijual lebih
dahulu sebelum dilakukan penarikan obligasi lama, ini untuk memastikan
ada/tersedia dana bagi membayar pokok pinjaman dari obligasi lama
Seluruh pengeluaran kas tersebut dibandingkan dengan arus kas masuk, yang dalam hal
ini berupa penghematan biaya atas ditariknya obligasi lama. Penghematan dapat terjadi
karena ada selisih beban bunga antara obligasi lama dan obligasi baru, serta amortisasi atas
biaya-biaya terkait dengan kedua obligasi tersebut. Penghematan biaya diperhitungkan
setelah pajak. Penghematan biaya yang terjadi setiap tahun (karena biaya bunga dibayarkan
tiap tahun) kemudian dipresent value-kan dengan menggunakan tingkat bunga obligasi
baru sebagai discount factor. Perusahaan lebih baik melakukan pendanaan ulang obligasi
jika nilai sekarang (present value) dari penghematan melebihi biaya pendanaan ulang.
Contoh Soal :
PT Artha Finance, Tbk pada tahun 2000 mengeluarkan 1.000 lembar obligasi berumur
20 tahun dengan coupon rate 15% per tahun, nilai nominal Rp. 200.000/lembar dan
laku dijual pada tingkat 98%. Pada saat emisi, perusahaan mengeluarkan biaya emisi
Rp. 10.000.000 dan akan diamortisasi dengan dasar garis lurus selama umur obligasi.
Pada tahun 2005, perusahaan mempertimbangkan untuk menarik obligasi tersebut
karena dalam beberapa tahun mendatang diprediksikan obligasi sejenis memiliki
market rate yang lebih rendah dibandingkan obligasi yang dikeluarkan PT Artha
Finance, Tbk.
Obligasi lama ditarik dengan call premium 10% (atau sebesar 10% x Rp. 200.000 = Rp.
20.000) per lembar obligasi. Untuk mengganti obligasi lama, perusahaan akan
mengeluarkan obligasi baru dengan nilai pari dan jumlah lembar yang dikeluarkan
sama dengan obligasi lama. Akan tetapi, tingkat bunga (coupon rate) obligasi baru
adalah 10% dengan umur 15 tahun (sisa umur obligasi lama). Biaya emisi atas
penerbitan obligasi baru sebesar Rp. 12.000.000.
Manajemen memperhitungkan proses penarikan obligasi lama membutuhkan waktu 3
bulan, sehingga akan terjadi overlap interest selama 3 bulan. Tingkat pajak perusahaan
adalah 30%. Dengan informasi tersebut di atas, Anda diminta untuk menganalisa
apakah keputusan bond refunding menguntungkan bagi perusahaan atau tidak.
Jawab :
Obligasi lama dijual pada kurs 98%, jadi diskon yang ditanggung perusahaan adalah
2% atau sebesar 2% x Rp. 200.000 x 1.000 lbr = Rp. 4.000.000. Biaya diskon ini harus
diamortisasi atau disusutkan selama umur obligasi supaya dapat diakui sebagai biaya
pada setiap tahunnya. Jadi pengakuan biaya diskon setiap tahun adalah Rp.
4.000.000/20 th = Rp. 200.000/th.
Dengan cara yang sama, biaya emisi obligasi lama juga harus diamortisasi agar setiap
tahunnya dapat diperhitungkan besarnya biaya emisi yang dibebankan pada tahun
tersebut.
Untuk obligasi baru:
Amortisasi biaya emisi adalah = Rp. 12.000.000/15 thn = Rp. 800.000/thn. Artinya
setiap tahun (selama 15 tahun) perusahaan mengakui sebesar Rp. 800.000 sebagai
biaya emisi. Dengan cara yang sama biaya diskon juga diamortisasi = diskon Rp. 250
per lembar x 1.000 lbr = Rp. 250.000, sehingga amortisasi per tahun adalah Rp
250.000/15 thn = Rp. 16.666.67. Jadi biaya diskon per tahun yang dibebankan setiap
tahun adalah Rp. 16.666,67.
Berikut tahap perhitungan kelayakan bond refunding.
a. Hitung arus kas keluar (Initial cash outlay)
 Biaya penarikan obligasi lama
Nominal obligasi lama Rp. 200.000 x 1.000 lbr = Rp. 200.000.000
Call premium 10% x Rp. 200.000.000 = Rp. 20.000.000
Call price = Rp. 220.000.000
 Biaya penerbitan obligasi baru = Rp. 12.000.000
 Interest Overlap
3/12 x 15% x Rp. 200.000 x 1.000 lbr = Rp. 7.500.000
Arus kas keluar = Rp. 239.500.000
b. Hitung arus kas masuk/penghematan (Initial cash inflow)
Penjualan obligasi baru
(Rp. 200.000,00 - Rp. 250) x 1.000 lbr = Rp. 199.750.000
Penghematan pajak dari biaya-biaya:
 Call premium 10% x Rp. 200.000.000 = Rp. 20.000.000
 Amortisasi diskon (obligasi lama) = Rp. 3.000.000
15/20 x 2% x Rp. 200.000 x 1.000 lbr
 Amortisasi biaya emisi (obligasi lama) = Rp. 7.500.000
15/20 x 2% x Rp. 10.000.000
 Interest overlap (obligasi lama) = Rp. 7.500.000
3/12 x 15% x Rp 200.000 x 1.000 lbr -
Total penghematan pajak = Rp. 38.000.000
Dikalikan tingkat pajak 30% x 0,3
Penghematan pajak = Rp. 11.400.000
Arus kas masuk = Rp. 211.150.000

c. Hitung arus kas keluar bersih (Net Initial Cash Outlay)


Arus kas keluar = Rp. 239.500.000
Arus kas masuk = Rp. 211.150.000
Arus kas keluar bersih = Rp. 28.350.000
d. Hitung penghematan biaya per tahun
Obligasi lama :
Biaya bunga 15% x Rp. 200.000 x 1.000 lbr = Rp. 30.000.000
Dikurangi :
 Biaya bunga = Rp. 30.000.000
 Amortisasi diskon = Rp. 200.000
(2% x Rp. 200.000 x 1.000 lbr)/20th
 Amortisasi biaya emisi = Rp. 500.000
Rp. 10.000.000/20th -
= Rp. 30.700.000
Dikalikan tingkat pajak 30% x 0,3
Penghematan pajak = Rp. 9.210.000
Penghematan (karena ada biaya) setelah pajak per tahun adalah Rp. 20.790.000
Obligasi baru :
Biaya bunga 10% x Rp. 200.000 x 1.000 lbr = Rp. 20.000.000
Dikurangi :
 Biaya bunga = Rp. 20.000.000
 Amortisasi diskon = Rp. 16.667
(Rp. 250 x 1.000 lbr)/15 th
 Amortisasi biaya emisi = Rp. 800.000
Rp. 12.000.000/15 th -
= Rp. 20.816.667
Dikalikan tingkat pajak 30% x 0,3
Penghematan pajak = Rp. 6.245.000
Penghematan (karena ada biaya) setelah pajak per tahun adalah Rp. 13.755.000
Penghematan biaya setelah pajak/tahun (dengan penarikan obligasi lama) :
Obligasi lama = Rp. 20.790.000
Obligasi baru = Rp. 13.755.000
Penghematan dengan obligasi baru = Rp. 7.035.000
e. Perhitungan NPV
Cost of debt setelah pajak = 10% (1-0,3) = 7%. Inilah yang digunakan sebagai
discount factor untuk menghitung present value penghematan biaya dengan
obligasi baru.
NPV = PV penghematan biaya (dengan obligasi baru) – arus kas keluar
setelah pajak
= Rp. 7.035.000 x PVIFA 7%, 5th – Rp. 28.350.000
= Rp. 64.074.175,03 – Rp. 28.350.000
= Rp. 35.724.175,03
Jadi bond refunding dapat dilaksanakan karena nilai NPV penghematan biaya
setelah pajak dengan penggunakan obligasi baru bernilai positif.

2.3 Bond Rating


Obligasi yang diterbitkan di Bursa Efek Indonesia diwajibkan otoritas pasar modal
untuk diberi peringkat terlebih dahulu. Obligasi tersebut harus sudah memiliki peringkat
saat dinyatakan dapat diterbitkan dan dijual di pasar modal. Peringkat obligasi merupakan
sebuah simbol indikator dari opini agen pemeringkat mengenai kemampuan relatif dari
penerbit surat utang untuk melaksanakan kewajiban sesuai kontrak. Menurut Kidwell
(2012:186) dalam buku Financial Institutions, Markets, and Money mendefinisikan
peringkat obligasi adalah sebagai berikut: “The credit rating of a firm’s debt is a measure
of the firm’s default risk in the opinion of the rating agency. In making this determination,
bond-rating agencies consider a number of factors when assigning a bond rating”.
Selanjutnya menurut Jogiyanto (2015:230): “Peringkat obligasi (bond rating) adalah
simbol-simbol karakter yang diberikan oleh agen pemeringkat untuk menunjukan risiko
dari obligasi yang diterbitkan”.
Sedangkan menurut Tarmiden (2015:103), peringkat kredit atau surat utang yaitu:
“Penilaian terhadap kelayakan kredit (credit worthiness), kemampuan membayar kembali
utang, dan kemungkinan gagal bayar (probability of default)”. Pemeringkat efek adalah
perusahaan swasta yang melakukan peringkat atau ranking atas efek yang bersifat utang,
salah satunya obligasi. Tujuan pemeringkatan adalah untuk memberikan pendapat
(independen, obyektif, dan jujur) mengenai risiko suatu efek utang (Darmadji, 2012:44).
Peringkat obligasi biasanya diterbitkan secara berkala oleh lembaga pemeringkat efek.
Rating tersebut bukanlah rekomendasi untuk sell, buy atau hold dan bukan pula komentar
seperti halnya analisis saham. Rating dibentuk berdasarkan informasi yang disajikan oleh
obligor atau informasi-informasi lain yang diperoleh dari sumber lain yang dapat
dipercaya. Peringkat obligasi diperbarui secara regular untuk mencerminkan perubahan
signifikan dari kinerja keuangan dan bisnis perusahaan. Perubahan peringkat memiliki
pengaruh signifikan pada aktivitas investasi dan pendanaan masa depan perusahaan serta
profil risiko dan kinerja masa depannya. Rating ini bisa berubah, ditunda maupun ditarik
kembali sebagai akibat dari perubahan kapasitas pembayaran hutang perusahaan
(Tandelilin, 2010:251). Dengan demikian, peringkat obligasi dapat disimpulkan sebagai
sebuah pernyataan tentang keadaan penghutang dan kemungkinan apa yang bisa dan akan
dilakukan sehubungan dengan hutang yang dimiliki. Dapat dikatakan bahwa peringkat
mencoba mengukur risiko kegagalan, yaitu peluang emiten atau 16 peminjam akan
mengalami kondisi tidak mampu memenuhi kewajiban keuangan. Peringkat obligasi
perusahaan memberikan petunjuk bagi investor tentang kualitas investasi obligasi yang
mereka minati.
Lembaga pemeringkat efek yang diakui oleh OJK, BEI, dan Bank Indonesia (BI)
berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/31/DPNP tanggal 22 Desember 2011
perihal Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia, yaitu Fitch
Ratings, Moody’s Investor Service, Standard and Poor’s (S&P), PT Fitch Rating Indonesia,
PT ICRA Indonesia, dan PT Pemeringkat Efek indonesia (PEFINDO).
Manfaat Peringkat Obligasi
Adapun manfaat dari pemeringkatan efek surat utang bagi investor menurut
Darmadji (2012:44) adalah:
1. Memberikan informasi atas risiko suatu investasi yang dilakukan investor untuk
investasi atas surat berharga utang.
2. Sebagai referensi dalam menentukan tingkat kembalian yang wajar.
3. Penghematan biaya dalam mendapatkan informasi risiko suatu investasi.
4. Perspektif pilihan investasi yang beragam sesuai risiko yang melekat.

Lembaga pemeringkat yang mengeluarkan rating obligasi, memiliki metodologi


tersendiri untuk menentukan faktor apa saja yang mempengaruhi suatu rating atas obligasi
yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi peringkat obligasi
menurut Brigham dan Houston (2014:300) adalah sebagai berikut:
1. Berbagai macam risiko rasio-rasio keuangan, termasuk DER, CR, profitabilitas
(NPM) dan fixed charge coverage ratio. Semakin baik rasiorasio keuangan
tersebut semakin tinggi rating tersebut.
2. Jaminan aset untuk obligasi yang diterbitkan (mortgage provision). Apabila
obligasi dijamin dengan aset yang bernilai tinggi, maka rating pun akan
membaik.
3. Kedudukan obligasi dengan jenis hutang lain. Apabila kedudukan obligasi lebih
rendah dari utang lainnya maka rating akan ditetapkan satu tingkat lebih rendah
dari yang seharusnya.
4. Penjamin. Emiten obligasi yang lemah namun dijamin oleh perusahaan yang
kuat maka emiten diberi rating yang kuat.
5. Adanya singking fund (provisi bagi emiten untuk membayar pokok pinjaman
sedikit demi sedikit setiap bulan).
6. Umur obligasi. Cateris Paribus, obligasi dengan umur yang lebih pendek
mempunyai risiko yang lebih kecil, dan lain-lain.
BAB III
PEMBAHASAN

Untuk mengetahui pengaruh bond rating terhadap return saham, kami mengambil contoh
penelitian yang dilakukan Gatot Nazir Ahmad dan Mohamad Zakaria di Universita Negeri Jakarta.

Sampel yang digunakan pada penelitian adalah 20 perusahaan dengan tahun pengamatan
secara cross-section yaitu dengan merata-ratakan nilai dari setiap variabel selama periode 2006–
2008. Untuk return, dari 20 perusahaan yang memiliki nilai tertinggi sebesar 4% yaitu APEX
karena mampu memberikan return yang tertinggi sehingga diminati investor, sedangkan nilai
terendah yaitu sebesar -3% dimiliki oleh saham WOMF sehingga kurang diminati investor karena
return yang diharapkan tergolong rendah dan bisa menimbulkan kerugian. Dengan standar deviasi
1,76% yang cukup memberikan variasi, memiliki rata-rata return saham (mean) dari 20 perusahaan
sebesar 0,2%, bernilai positif yang mengindikasikan bahwa saham perusahaan mengalami
peningkatan return.
Berikut penjelasan statistik deskriptif 20 data perusahaaan melalui di bawah ini:
Statistik Deskriptif Return Aktual, Bond Rating, Beta, EPS, Ln EPS, Likuiditas dan Ln Likuiditas Periode
2006-2008
Std. Dev.
Variabel Mean Median Maximum Minimum
RETURN (%) 0,2 2,3 4 -3 1,76
BOND RATING 13,70 14 17 9 2,155
(skala 0-18)

BETA (%) 82,6 83 184 10 41,3


EPS (in Rp) 122,55 70 408 32 113,408
Ln EPS 4,481 4,248 6,01 3,46 0,788

LIKUIDITAS 11.134.5
(Volume Perdagangan) 10.376.564,15 4.047.669 35.349.439 79.345 99,837

Ln LIKUIDITAS 15,103 15,213 17,38 11,28 1,864

Sumber: Data diolah peneliti


Dari hasil penelitian bisa disimpulkan bahwa pada penelitian secara keseluruhan
diperoleh pengaruh yang positif tapi tidak signifikan antara bond rating dengan return
saham. Hasil penelitian ini berbeda dengan teori pada umumnya, dimana hubungan bond
rating dan return saham berpengaruh negatif. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu,
hubungan yang negatif antara bond rating dan return saham terjadi di saat rating
mengalami downgrade. Hal ini menunjukkan sebagai bukti anomali dari saham karena
memberi anjuran kepada investor untuk membayar premi atas risiko kredit yang
ditanggungnya. Sehingga risiko terhadap saham tinggi maka return saham yang
diharapkan juga tinggi.
Dan tidak ditemukan reaksi pasar yang signifikan terhadap upgrade. Sedangkan pada
penelitian ini tidak memperhitungkan pengaruh baik di saat upgrade maupun downgrade. Pada
penelitian ini menjawab sebuah teori yang umum dalam prinsip fundamental ekonomi keuangan
dimana high risk, high return artinya semakin tinggi risikonya, semakin tinggi tingkat
pengembalian yang diharapkan. Namun pada penelitian ini menunjukkan bahwa low risk, high
return artinya semakin rendah risikonya di saat bond rating mengalami kenaikan maka tingkat
pengembalian saham yang diperoleh semakin tinggi. Di saat bond rating mengalami penurunan
maka tingkat pengembalian saham yang diharapkan semakin rendah karena risiko yang tinggi /
high risk, low return. Sehingga pada penelitian ini memiliki hubungan yang positif tapi tidak
signifikan.
Pengaruh positif yang terjadi karena investor memiliki ekspektasi yang baik terhadap
saham yang diperingkatkan (Kim dan Nabar, 2007). Pada penelitian ini rata-rata peringkat
mendekati nilai A+ yang menggambarkan kapasitas kuat untuk memenuhi kewajiban keuangan
jangka panjangnya sehingga investor berharap return yang tinggi dengan peringkat yang bernilai
tinggi. Walaupun tidak signifikan karena pengumuman bond rating tidak memberikan kandungan
informasi (information content). Seperti yang dilakukan pada penelitian Holthausen dan
Leftwich (1986) secara khusus meneliti information content mengenai rating yang didahului
dengan penambahan periode pengamatan bond rating.

Holthausen dan Leftwich (1986) berpendapat bahwa hasil yang dibuat berdasarkan ukuran
sampel yang sedikit, menemukan rating yang terjadi sebagai bentuk resolusi dari proses
pengamatan bond rating yang kurang memberikan informasi dari rating yang tidak didahului
dengan suatu prosedur pengamatan. Beberapa penelitian terbaru mendukung argumen ini,
seperti Kaminsky dan Schmukler (2002) mereka menyatakan bahwa rating mengalami
perubahan mengikuti prosedur pengamatan bond rating yang diamati. Dan juga konsisten dengan
pandangan Hull, et. al. (2004) menemukan bahwa penambahan pengamatan kredit untuk
downgrade diusulkan informatif sedangkan selama periode pengamatan downgrades rating itu
sendiri, tidak memberikan informasi yang berarti kepada pasar. Sedangkan pada pasar seharusnya
melihat bahwa pengumuman kenaikan peringkat dan penurunan peringkat sebagai informasi yang
signifikan terhadap return saham. Dengan adanya kandungan informasi (information content)
diperkirakan bahwa perubahan peringkat mempunyai pengaruh terhadap market value dari
perusahaan tersebut. Karena untuk melakukan pemeringkatan diperlukan data dari dalam
perusahaan sehingga pasar menyimpulkan bahwa pengumuman peringkat obligasi perusahaan
mempunyai akses informasi non-public terhadap perusahaan mengenai total nilai pasar
perusahaan tersebut. Ketika pengumuman peringkat obligasi menyediakan tentang perubahan
market value perusahaan sehingga perusahaan yang mengalami kenaikan peringkat maka
sekuritas perusahaan akan meningkat dan apabila perusahaan mengalami penurunan peringkat
maka sekuritasnya pun akan mengalami penurunan.

Pada variabel kontrol dalam penelitian ini, hanya beta yang memberikan pengaruh negatif karena
beta merupakan risiko sistematis. Dalam hal ini beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari
hubungan antara ekspetasi return suatu saham dengan pasar. Akibat dari peringkat pada
penelitian ini rata-rata A+ maka perusahaan tersebut tergolong bagus dalam memenuhi kewajiban
jangka panjang sehingga investor melihat risiko yang ditimbulkan kecil. Risiko ini berasal dari
beberapa faktor fundamental perusahaan dan faktor karakteristik pasar tentang saham perusahaan
tersebut (Komariyati, 2001). Sehingga menyebakan pengaruh yang negatif dan mendukung
penelitian ini karena menentukan hubungan bond rating dengan return saham yang positif.
Pengaruh yang dimaksud adalah semakin rendah risiko sistematisnya maka return saham yang
diharapkan semakin tinggi karena bond rating mengalami upgrade. Dan tentu saja tidak sejalan
dengan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Saputra dan Leng (2002) yang
berpengaruh positif signifikan. Dan juga tidak sesuai dengan kurva SML (Security Market Line)
dimana semakin tinggi nilai risiko sistematis suatu saham, maka akan membuat return semakin
meningkat (Bodie, 2006). Dalam penelitian ini justru semakin tinggi nilai risiko sistematis suatu
saham, maka semakin rendah return saham yang diharapkan dan begitu juga sebaliknya.
Pada penelitian ini EPS yang memberikan pengaruh yang positif, hasil ini mendukung
penelitian sebelumnya seperti Purnomo (1998) dan Madichah (2005) dengan variabel penelitian
EPS. Hal ini bisa kita lihat secara sederhana yaitu apabila terjadi peningkatan EPS maka akan
mengakibatkan minat dan permintaan investor meningkat sehingga harga saham pun meningkat.
Begitu pula sebaliknya, apabila EPS menurun maka harga saham akan menurun pula. Pada
penelitian ini, perusahaan yang diperingkatkan oleh PEFINDO, rata-rata rutin mengeluarkan
EPS setiap tahunnya. Hal ini menjelaskan bahwa saham perusahaan tersebut memiliki profit yang
menjanjikan bagi investor.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh yang diberikan oleh bond rating terhadap
return saham. Hasil penelitian yang dilakukan ini, tidak sesuai dengan teori dan hasil penelitian-
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa bond rating. memberikan pengaruh yang negatif
dan signifikan terhadap return saham. Hal ini disebabkan karena iklim investasi di pasar
Indonesia melihat ekspektasi yang baik terhadap return suatu saham yang diperingkatkan.
Dengan peringkat yang bagus, investor berharap return saham yang tinggi, begitu juga
sebaliknya. Sehingga hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang positif antara bond
rating terhadap return saham namun terlihat tidak signifikan mempengaruhi return saham dan
mendukung beberapa penelitian di Indonesia yang cenderung tidak signifikan.
Peringkat tidak mempengaruhi return saham secara signifikan dikarenakan pengumuman
bond rating tidak mengandung informasi yang signifikan (no news) bagi investor di Indonesia.
Dari hasil penelitian diperkirakan bahwa masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi return
saham.
Beta, EPS, dan likuiditas digunakan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini untuk
melihat pengaruh bond rating terhadap return saham. Dari ketiga variabel kontrol tersebut,
ternyata beta dan likuiditas yang memberikan pengaruh yang negatif. Beta tidak sesuai secara
teori dan tidak mendukung penelitian sebelumnya. Untuk likuiditas tidak mendukung secara teori
dan penelitian terdahulu. Sedangkan variabel kontrol EPS memberikan pengaruh yang positif
terhadap return saham, sejalan dengan teori dan penelitian sebelumnya. Namun ketiga variabel
ini, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap return saham.
Peneliti lainnya yaitu Ari Darmesti 2011) berdasarkan pengujian-pengujian yang
dilakukan diketahui bahwa stable/downgrade bond rating menunjukkan kondisi perusahaan yang
semakin buruk karena semakin meningkatnya risiko gagal bayar perusahaan. Sementara itu,
upgrade bond rating menunjukkan kondisi perusahaan yang cukup baik karena perusahaan
mampu menurunkan risiko gagal bayarnya. Investor sebagai pemegang saham cenderung berekasi
terhadap kabar buruk yang dipublikasikan oleh perusahaan. Hasil pengujian menunjukkan
secara parsial stable/downgrade bond rating berpengaruh terhadap return saham
sedangkan upgrade bond rating tidak berpengaruh terhadap return saham. Hal ini berarti
stable/downgrade bond rating lebih memberikan kandungan informasi bila dibandingkan
dengan upgrade bond rating. Secara simultan hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan antara stable/downgrade bond rating dengan upgrade bond rating. Namun
demikian, perusahaan maupun investor tetap harus lebih berhati-hati terhadap perubahan
bond rating yang terjadi agar keputusan dapat diambil dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji dan Pakarti, Piji. 2006. Pengantar Pasar Modal. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Nuzula, Nila Firdausi. Pendanaan Ulang Obligasi (Bond Refunding). Bahan ajar :
Manajemen keuangan Bisnis II.
Ross, Stephen A.; Westerfield, Randolph W.; Jordan, Bradford D. Alih bahasa : Ali Akbar
Yulianto, Rafika Yuniasih, dan Christine. 2009. Pengantar Keuangan Perusahaan.
Buku 1. Edisi 8. Jakarta : Salemba Empat.
Fama, Eugene F., and Keneth R. French. 1993. Common Risk Factors in the Returns on
Stock Bonds, Journal of Financial Economics 33, 3-56.
Sunariyah. 2011. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi 6. Yogyakarta : Unit
Penerbit Dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN
1

Anda mungkin juga menyukai