DISUSUN OLEH :
UNIVERSITAS WIDYATAMA
MAGISTER AKUNTANSI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
EMITEN INVESTOR
dana AGEN PENJUAL dana
Pasar Perdana
Dengan kata lain, dalam kasus tersebut, call premium obligasi sebesar 2% (dari 102% -
100%) dari nilai nominal obligasi (2% x $100.000 = $2.000), dan call price = nilai pari +
call premium.
4. Bond Refunding (Mengganti Obligasi Lama dengan Obligasi Baru)
Jika manajemen memprediksi bahwa tingkat suku bunga di pasar modal (market rate)
obligasi sejenis di masa mendatang akan turun, maka perusahaan akan mempertimbangkan
untuk membeli kembali obligasi (buy back) yang tingkat bunganya tinggi, dan menerbitkan
obligasi dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah. Dalam hal ini disebut bahwa
obligasi didanai ulang (refunded). Jadi, kapan perusahaan perlu melakukan pendanaan
ulang obligasinya tergantung dari ekspektasi tingkat suku bunga di masa mendatang.
Keputusan pendanaan ulang menyangkut dua pertanyaan yang berbeda, yaitu apakah
menguntungkan untuk menarik obligasi yang sedang beredar pada periode berjalan dan
menggantinya dengan obligasi baru? dan jika bond refunding saat ini menguntungkan,
apakah tidak lebih baik/menguntungkan lagi jika pendanaan ulang ditangguhkan dulu
untuk sementara? Untuk menjawab pertanyaan tersebut pada prinsipnya perusahaan
menganalisis sama halnya pada saat mengkaji tentang penganggaran barang modal (capital
budgeting). Dengan melakukan bond refunding artinya terdapat arus kas keluar. Biaya atas
pendanaan ulang (sama halnya dengan pengeluaran investasi, karena perusahaan
mengeluarkan dana untuk membeli kembali obligasi) terdiri atas:
a. Premi penarikan (call premium) yang dibayarkan pada pemegang obligasi yang
ditarik
b. Biaya penjualan obligasi baru
c. Bunga (coupon rate) yang harus dibayar ketika kedua obligasi sedang sama-sama
beredar (disebut sebagai overlap interest). Ada kalanya obligasi baru dijual lebih
dahulu sebelum dilakukan penarikan obligasi lama, ini untuk memastikan
ada/tersedia dana bagi membayar pokok pinjaman dari obligasi lama
Seluruh pengeluaran kas tersebut dibandingkan dengan arus kas masuk, yang dalam hal
ini berupa penghematan biaya atas ditariknya obligasi lama. Penghematan dapat terjadi
karena ada selisih beban bunga antara obligasi lama dan obligasi baru, serta amortisasi atas
biaya-biaya terkait dengan kedua obligasi tersebut. Penghematan biaya diperhitungkan
setelah pajak. Penghematan biaya yang terjadi setiap tahun (karena biaya bunga dibayarkan
tiap tahun) kemudian dipresent value-kan dengan menggunakan tingkat bunga obligasi
baru sebagai discount factor. Perusahaan lebih baik melakukan pendanaan ulang obligasi
jika nilai sekarang (present value) dari penghematan melebihi biaya pendanaan ulang.
Contoh Soal :
PT Artha Finance, Tbk pada tahun 2000 mengeluarkan 1.000 lembar obligasi berumur
20 tahun dengan coupon rate 15% per tahun, nilai nominal Rp. 200.000/lembar dan
laku dijual pada tingkat 98%. Pada saat emisi, perusahaan mengeluarkan biaya emisi
Rp. 10.000.000 dan akan diamortisasi dengan dasar garis lurus selama umur obligasi.
Pada tahun 2005, perusahaan mempertimbangkan untuk menarik obligasi tersebut
karena dalam beberapa tahun mendatang diprediksikan obligasi sejenis memiliki
market rate yang lebih rendah dibandingkan obligasi yang dikeluarkan PT Artha
Finance, Tbk.
Obligasi lama ditarik dengan call premium 10% (atau sebesar 10% x Rp. 200.000 = Rp.
20.000) per lembar obligasi. Untuk mengganti obligasi lama, perusahaan akan
mengeluarkan obligasi baru dengan nilai pari dan jumlah lembar yang dikeluarkan
sama dengan obligasi lama. Akan tetapi, tingkat bunga (coupon rate) obligasi baru
adalah 10% dengan umur 15 tahun (sisa umur obligasi lama). Biaya emisi atas
penerbitan obligasi baru sebesar Rp. 12.000.000.
Manajemen memperhitungkan proses penarikan obligasi lama membutuhkan waktu 3
bulan, sehingga akan terjadi overlap interest selama 3 bulan. Tingkat pajak perusahaan
adalah 30%. Dengan informasi tersebut di atas, Anda diminta untuk menganalisa
apakah keputusan bond refunding menguntungkan bagi perusahaan atau tidak.
Jawab :
Obligasi lama dijual pada kurs 98%, jadi diskon yang ditanggung perusahaan adalah
2% atau sebesar 2% x Rp. 200.000 x 1.000 lbr = Rp. 4.000.000. Biaya diskon ini harus
diamortisasi atau disusutkan selama umur obligasi supaya dapat diakui sebagai biaya
pada setiap tahunnya. Jadi pengakuan biaya diskon setiap tahun adalah Rp.
4.000.000/20 th = Rp. 200.000/th.
Dengan cara yang sama, biaya emisi obligasi lama juga harus diamortisasi agar setiap
tahunnya dapat diperhitungkan besarnya biaya emisi yang dibebankan pada tahun
tersebut.
Untuk obligasi baru:
Amortisasi biaya emisi adalah = Rp. 12.000.000/15 thn = Rp. 800.000/thn. Artinya
setiap tahun (selama 15 tahun) perusahaan mengakui sebesar Rp. 800.000 sebagai
biaya emisi. Dengan cara yang sama biaya diskon juga diamortisasi = diskon Rp. 250
per lembar x 1.000 lbr = Rp. 250.000, sehingga amortisasi per tahun adalah Rp
250.000/15 thn = Rp. 16.666.67. Jadi biaya diskon per tahun yang dibebankan setiap
tahun adalah Rp. 16.666,67.
Berikut tahap perhitungan kelayakan bond refunding.
a. Hitung arus kas keluar (Initial cash outlay)
Biaya penarikan obligasi lama
Nominal obligasi lama Rp. 200.000 x 1.000 lbr = Rp. 200.000.000
Call premium 10% x Rp. 200.000.000 = Rp. 20.000.000
Call price = Rp. 220.000.000
Biaya penerbitan obligasi baru = Rp. 12.000.000
Interest Overlap
3/12 x 15% x Rp. 200.000 x 1.000 lbr = Rp. 7.500.000
Arus kas keluar = Rp. 239.500.000
b. Hitung arus kas masuk/penghematan (Initial cash inflow)
Penjualan obligasi baru
(Rp. 200.000,00 - Rp. 250) x 1.000 lbr = Rp. 199.750.000
Penghematan pajak dari biaya-biaya:
Call premium 10% x Rp. 200.000.000 = Rp. 20.000.000
Amortisasi diskon (obligasi lama) = Rp. 3.000.000
15/20 x 2% x Rp. 200.000 x 1.000 lbr
Amortisasi biaya emisi (obligasi lama) = Rp. 7.500.000
15/20 x 2% x Rp. 10.000.000
Interest overlap (obligasi lama) = Rp. 7.500.000
3/12 x 15% x Rp 200.000 x 1.000 lbr -
Total penghematan pajak = Rp. 38.000.000
Dikalikan tingkat pajak 30% x 0,3
Penghematan pajak = Rp. 11.400.000
Arus kas masuk = Rp. 211.150.000
Untuk mengetahui pengaruh bond rating terhadap return saham, kami mengambil contoh
penelitian yang dilakukan Gatot Nazir Ahmad dan Mohamad Zakaria di Universita Negeri Jakarta.
Sampel yang digunakan pada penelitian adalah 20 perusahaan dengan tahun pengamatan
secara cross-section yaitu dengan merata-ratakan nilai dari setiap variabel selama periode 2006–
2008. Untuk return, dari 20 perusahaan yang memiliki nilai tertinggi sebesar 4% yaitu APEX
karena mampu memberikan return yang tertinggi sehingga diminati investor, sedangkan nilai
terendah yaitu sebesar -3% dimiliki oleh saham WOMF sehingga kurang diminati investor karena
return yang diharapkan tergolong rendah dan bisa menimbulkan kerugian. Dengan standar deviasi
1,76% yang cukup memberikan variasi, memiliki rata-rata return saham (mean) dari 20 perusahaan
sebesar 0,2%, bernilai positif yang mengindikasikan bahwa saham perusahaan mengalami
peningkatan return.
Berikut penjelasan statistik deskriptif 20 data perusahaaan melalui di bawah ini:
Statistik Deskriptif Return Aktual, Bond Rating, Beta, EPS, Ln EPS, Likuiditas dan Ln Likuiditas Periode
2006-2008
Std. Dev.
Variabel Mean Median Maximum Minimum
RETURN (%) 0,2 2,3 4 -3 1,76
BOND RATING 13,70 14 17 9 2,155
(skala 0-18)
LIKUIDITAS 11.134.5
(Volume Perdagangan) 10.376.564,15 4.047.669 35.349.439 79.345 99,837
Holthausen dan Leftwich (1986) berpendapat bahwa hasil yang dibuat berdasarkan ukuran
sampel yang sedikit, menemukan rating yang terjadi sebagai bentuk resolusi dari proses
pengamatan bond rating yang kurang memberikan informasi dari rating yang tidak didahului
dengan suatu prosedur pengamatan. Beberapa penelitian terbaru mendukung argumen ini,
seperti Kaminsky dan Schmukler (2002) mereka menyatakan bahwa rating mengalami
perubahan mengikuti prosedur pengamatan bond rating yang diamati. Dan juga konsisten dengan
pandangan Hull, et. al. (2004) menemukan bahwa penambahan pengamatan kredit untuk
downgrade diusulkan informatif sedangkan selama periode pengamatan downgrades rating itu
sendiri, tidak memberikan informasi yang berarti kepada pasar. Sedangkan pada pasar seharusnya
melihat bahwa pengumuman kenaikan peringkat dan penurunan peringkat sebagai informasi yang
signifikan terhadap return saham. Dengan adanya kandungan informasi (information content)
diperkirakan bahwa perubahan peringkat mempunyai pengaruh terhadap market value dari
perusahaan tersebut. Karena untuk melakukan pemeringkatan diperlukan data dari dalam
perusahaan sehingga pasar menyimpulkan bahwa pengumuman peringkat obligasi perusahaan
mempunyai akses informasi non-public terhadap perusahaan mengenai total nilai pasar
perusahaan tersebut. Ketika pengumuman peringkat obligasi menyediakan tentang perubahan
market value perusahaan sehingga perusahaan yang mengalami kenaikan peringkat maka
sekuritas perusahaan akan meningkat dan apabila perusahaan mengalami penurunan peringkat
maka sekuritasnya pun akan mengalami penurunan.
Pada variabel kontrol dalam penelitian ini, hanya beta yang memberikan pengaruh negatif karena
beta merupakan risiko sistematis. Dalam hal ini beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari
hubungan antara ekspetasi return suatu saham dengan pasar. Akibat dari peringkat pada
penelitian ini rata-rata A+ maka perusahaan tersebut tergolong bagus dalam memenuhi kewajiban
jangka panjang sehingga investor melihat risiko yang ditimbulkan kecil. Risiko ini berasal dari
beberapa faktor fundamental perusahaan dan faktor karakteristik pasar tentang saham perusahaan
tersebut (Komariyati, 2001). Sehingga menyebakan pengaruh yang negatif dan mendukung
penelitian ini karena menentukan hubungan bond rating dengan return saham yang positif.
Pengaruh yang dimaksud adalah semakin rendah risiko sistematisnya maka return saham yang
diharapkan semakin tinggi karena bond rating mengalami upgrade. Dan tentu saja tidak sejalan
dengan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Saputra dan Leng (2002) yang
berpengaruh positif signifikan. Dan juga tidak sesuai dengan kurva SML (Security Market Line)
dimana semakin tinggi nilai risiko sistematis suatu saham, maka akan membuat return semakin
meningkat (Bodie, 2006). Dalam penelitian ini justru semakin tinggi nilai risiko sistematis suatu
saham, maka semakin rendah return saham yang diharapkan dan begitu juga sebaliknya.
Pada penelitian ini EPS yang memberikan pengaruh yang positif, hasil ini mendukung
penelitian sebelumnya seperti Purnomo (1998) dan Madichah (2005) dengan variabel penelitian
EPS. Hal ini bisa kita lihat secara sederhana yaitu apabila terjadi peningkatan EPS maka akan
mengakibatkan minat dan permintaan investor meningkat sehingga harga saham pun meningkat.
Begitu pula sebaliknya, apabila EPS menurun maka harga saham akan menurun pula. Pada
penelitian ini, perusahaan yang diperingkatkan oleh PEFINDO, rata-rata rutin mengeluarkan
EPS setiap tahunnya. Hal ini menjelaskan bahwa saham perusahaan tersebut memiliki profit yang
menjanjikan bagi investor.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh yang diberikan oleh bond rating terhadap
return saham. Hasil penelitian yang dilakukan ini, tidak sesuai dengan teori dan hasil penelitian-
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa bond rating. memberikan pengaruh yang negatif
dan signifikan terhadap return saham. Hal ini disebabkan karena iklim investasi di pasar
Indonesia melihat ekspektasi yang baik terhadap return suatu saham yang diperingkatkan.
Dengan peringkat yang bagus, investor berharap return saham yang tinggi, begitu juga
sebaliknya. Sehingga hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang positif antara bond
rating terhadap return saham namun terlihat tidak signifikan mempengaruhi return saham dan
mendukung beberapa penelitian di Indonesia yang cenderung tidak signifikan.
Peringkat tidak mempengaruhi return saham secara signifikan dikarenakan pengumuman
bond rating tidak mengandung informasi yang signifikan (no news) bagi investor di Indonesia.
Dari hasil penelitian diperkirakan bahwa masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi return
saham.
Beta, EPS, dan likuiditas digunakan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini untuk
melihat pengaruh bond rating terhadap return saham. Dari ketiga variabel kontrol tersebut,
ternyata beta dan likuiditas yang memberikan pengaruh yang negatif. Beta tidak sesuai secara
teori dan tidak mendukung penelitian sebelumnya. Untuk likuiditas tidak mendukung secara teori
dan penelitian terdahulu. Sedangkan variabel kontrol EPS memberikan pengaruh yang positif
terhadap return saham, sejalan dengan teori dan penelitian sebelumnya. Namun ketiga variabel
ini, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap return saham.
Peneliti lainnya yaitu Ari Darmesti 2011) berdasarkan pengujian-pengujian yang
dilakukan diketahui bahwa stable/downgrade bond rating menunjukkan kondisi perusahaan yang
semakin buruk karena semakin meningkatnya risiko gagal bayar perusahaan. Sementara itu,
upgrade bond rating menunjukkan kondisi perusahaan yang cukup baik karena perusahaan
mampu menurunkan risiko gagal bayarnya. Investor sebagai pemegang saham cenderung berekasi
terhadap kabar buruk yang dipublikasikan oleh perusahaan. Hasil pengujian menunjukkan
secara parsial stable/downgrade bond rating berpengaruh terhadap return saham
sedangkan upgrade bond rating tidak berpengaruh terhadap return saham. Hal ini berarti
stable/downgrade bond rating lebih memberikan kandungan informasi bila dibandingkan
dengan upgrade bond rating. Secara simultan hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan antara stable/downgrade bond rating dengan upgrade bond rating. Namun
demikian, perusahaan maupun investor tetap harus lebih berhati-hati terhadap perubahan
bond rating yang terjadi agar keputusan dapat diambil dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Pandji dan Pakarti, Piji. 2006. Pengantar Pasar Modal. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Nuzula, Nila Firdausi. Pendanaan Ulang Obligasi (Bond Refunding). Bahan ajar :
Manajemen keuangan Bisnis II.
Ross, Stephen A.; Westerfield, Randolph W.; Jordan, Bradford D. Alih bahasa : Ali Akbar
Yulianto, Rafika Yuniasih, dan Christine. 2009. Pengantar Keuangan Perusahaan.
Buku 1. Edisi 8. Jakarta : Salemba Empat.
Fama, Eugene F., and Keneth R. French. 1993. Common Risk Factors in the Returns on
Stock Bonds, Journal of Financial Economics 33, 3-56.
Sunariyah. 2011. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi 6. Yogyakarta : Unit
Penerbit Dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN
1