Anda di halaman 1dari 74

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Manajemen

1. Pengertian Manajemen

Secara etimologis, pengertian manajemen merupakan seni untuk

melaksanakan dan mengatur. Manajemen ini juga dilihat sebagai ilmu yang

mengajarkan proses mendapatkan tujuan dalam organisasi, sebagai usaha

bersama dengan beberapa orang dalam organisasi tersebut. Sehingga, ada

orang yang merumuskan dan melaksanakan tindakan manajemen yang

disebut dengan manajer.

Menurut Hasibuan (2016), “manajemen adalah ilmu dan seni

mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber lainnya

secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Ismainar

(2015) berpendapat bahwa “manajemen adalah suatu proses yang dilakukan

oleh satu orang atau lebih untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan orang

lain guna mencapai hasil tujuan yang tidak dapat dicapai oleh hanya satu

orang saja”.

Dari beberapa definisi manajemen menurut para ahli diatas, dapat

ditarik kesimpulan bahwa secara umum, pengertian manajemen merupakan

suatu seni dalam ilmu dan pengorganisasian seperti menyusun perencanaan,

membangun organisasi dan pengorganisasiannya, pergerakan, serta

pengendalian atau pengawasan. Bisa juga diartikan bahwa manajemen

merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sistematis agar dapat memahami

32
33

mengapa dan bagaimana manusia saling bekerja sama agar dapat

menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain maupun golongan

tertentu dan masyarakat luas.

2. Fungsi-Fungsi Manajemen

Manajemen memiliki 4 fungsi utama yaitu perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengawasan

(controlling).

Gambar 2.1 Diagram Fungsi Manajemen


Terlihat pada gambar di atas bahwa fungsi manajemen terdiri dari

kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan

mengendalikan kegiatan yang menggunakan sumber daya tertentu untuk

mencapai tujuan organisasi tertentu dengan efisien dan efektif.

1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan berarti kegiatan menetapkan tujuan organisasi dan

memilih cara yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut. Langkah

pertama, rencana ditetapkan untuk organisasi secara keseluruhan.


34

Kemudian, rencana yang lebih detail untuk masing-masing bagian atau

divisi ditetapkan. Dengan cara semacam itu, organisasi mempunyai

perencanaan yang konsisten secara keseluruhan. Beberapa manfaat

perencanaan adalah mengarahkan kegiatan organisasi yang meliputi

penggunaan sumber daya dan penggunaannya untuk mencapai tujuan

organisasi, memantapkan konsistensi kegiatan anggota organisasi agar

sesuai dengan tujuan organisasi, dan memonitor kemajuan organisasi.

Jika organisasi berjalan menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan,

dapat dilakukan perbaikan. Manfaat ketiga erat kaitannya dengan

kegiatan pengendalian. Pengendalian memerlukan perencanaan dan

perencanaan bermanfaat bagi pengendalian.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian dapat diartikan sebagai kegiatan mengkoordinasi

sumber daya, tugas, dan otoritas diantara anggota organisasi agar tujuan

organisasi dapat dicapai dengan cara yang efisien dan efektif.

Contohnya, kegiatan di perusahaan kebanyakan diorganisasi

berdasarkan fungsi pokok perusahaan seperti pemasaran, keuangan,

produksi, administrasi, dan personalia. Masing-masing dikelompokan

menjadi departemen atau bagian sendiri dan dipimpin oleh masing-

masing manajer yang bertanggung jawab kepada direktur utama (CEO).

3. Pengarahan (Actuating)

Setelah struktur organisasi ditetapkan dan orang-orangnya telah

ditentukan, langkah selanjutnya adalah membuat orang-orang tersebut


35

bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Manajer perlu mengarahkan

mereka dengan cara memberi pengarahan (directing), memengaruhi

orang lain (influencing), dan memotivasi orang tersebut untuk bekerja

(motivating). Pengarahan sering dikatakan sebagai kegiatan manajemen

yang paling menantang dan paling krusial karena langsung berhadapan

dengan manusia.

4. Pengendalian (Controlling)

Tahap terakhir proses manajemen adalah pengendalian.

Pengendalian bertujuan melihat apakah kegiatan organisasi sesuai

dengan rencana atau tidak. Fungsi pengendalian meliputi 4 kegiatan,

yaitu:

a) Menentukan standar prestasi

b) Mengukur prestasi yang telah dicapai selama ini

c) Membandingkan prestasi yang telah dicapai dengan standar

prestasi

d) Melakukan perbaikan jika ada penyimpangan dari standar prestasi

yang telah ditentukan.

Kemudian, kembali lagi ke fungsi awal yaitu perencanaan untuk

periode berikutnya.

3. Manfaat Manajemen

Keempat fungsi manajemen di atas jika dijalankan secara cermat dan

sistematis dapat memberikan manfaat sebagai berikut:


36

1) Membantu manajer dan para anggota untuk merancang strategi melalui

pendekatan yang lebih sistematis, rasional, dan efektif.

2) Mendapatkan hasil yang maksimal melalui proses yang menyeluruh.

Proses tersebut tentunya harus dilaksanakan sesuai dengan fungsi

manajemen.

3) Manajemen akan memudahkan kita untuk menyajikan kerangka kerja

untuk jangka pendek maupun jangka panjang sehingga target pun akan

lebih mudah untuk ditentukan.

4) Membantu proses alokasi sumber daya yang efektif.

5) Mendorong tumbuhnya sikap profesional dalam diri setiap anggota

organisasi yang diberikan kepercayaan untuk melaksanakan tugas.

4. Prinsip-Prinsip Manajemen

Prinsip Manajemen - Menurut Henry Fayol yang mengemukakan 14

prinsip manajemen antara lain sebagai berikut:

a. Pembagian Kerja (Division of Labour)

Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian

sehingga pelaksanaan kerja akan berjalan efektif. Oleh karena itu,

pembagian kerja harus didasarkan dari prinsip the right man in the right

place dan bukan atas dasar like and dislike. Pembagian kerja ini akan

meningkatkan efisiensi pelaksanaan kerja seseorang dalam suatu

organisasi/instansi/perusahaan.

b. Wewenang dan Tanggung Jawab (Authority and Responsibility)


37

Wewenang mencakup hak untuk memberi perintah dan dipatuhi,

biasanya dari atasan ke bawahan. Wewenang ini harus diikuti dengan

pertanggungjawaban kepada pihak yang memberikan perintah.

c. Disiplin (Dicipline)

Disiplin mencakup mengenai rasa hormat dan taat kepada peranan dan

tujuan organisasi.

d. Kesatuan Perintah (Unity of Command)

Setiap karyawan hanya menerima instruksi tentang kegiatan tertentu

hanya dari satu alasan.

e. Kesatuan Arah (Art of Direction)

Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya, karyawan

harus diarahkan oleh seorang manajemer dengan penggunaan satu

rencana.

f. Meletakkan kepentingan Organisasi dari pada kepentingan sendiri (Sub

Ordination of Individual Interest to General Interest)

g. Balas Jasa/Pemberian Upah (Remuneration)

Kompensasi untuk pekerjaan yang dilakukan haruslah adil, baik bagi

karyawan maupun dengan pemilik.

h. Sentralisasi/Pemusatan (Centralization)

Dalam pengambilan keputusan harus ada keseimbangan yang tepat

antara sentralisasi desentralisasi.

i. Hierarki
38

Adanya hierarki akan menentukan batas kewenangan yang harus

dimiliki oleh masing-masing karyawan dalam perusahaan. Dengan

adanya hierarki, setiap karyawan akan mengetahui kepada siapa ia

harus bertanggung jawab dan dari siapa ia mendapatkan perintah.

j. Ketertiban (Order)

Ketertiban dalam melaksanakan pekerjaan merupakan syarat utama

bagi kelangsungan dan kenyamanan orang bekerja dalam perusahaan.

k. Keadilan dan Kejujuran (Equity)

Keadilan dan kejujuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai

tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini, harus ada perlakuan yang

sama dalam sebuah organisasi.

l. Stabilitas Kondisi Karyawan

Kestabilan karyawan harus dijaga sebaik-baiknya agar segala pekerjaan

berjalan dengan lancar. Kestabilan dapat terwujud karena adanya

disiplin kerja yang baik dan adanya ketertiban dalam kegiatan.

m. Inisiatif (Initiative)

Bawahan harus diberi kebebasan untuk menjalankan dan menyelesaikan

rencana pekerjaan meskipun beberapa kesalahan mungkin terjadi.

n. Semangat Kesatuan, Semangat Korps

Setiap karyawan harus memiliki rasa kesatuan, yaitu rasa senasip dan

sepanggungan sehingga menimbulkan semangat kerja sama yang baik.

Manajer yang baik akan mampu melahirkan semangat kesatuan (esprit


39

de corps) sehingga karyawan akan memiliki kebanggaan, kesetiaan, dan

rasa memiliki fungsi terhadap perusahaan.

B. Manajemen Keuangan

1. Pengertian Manajemen Keuangan

Pengertian manajemen keuangan Menurut Fahmi (2015), manajemen

keuangan adalah penggabungan dari ilmu dan seni yang membahas,

mengkaji dan menganalisa tentang bagaimana seorang manajer keuangan

dengan mempergunakan seluruh sumber daya perusahaan untuk mencari

dana, mengelola dana dan membagi dana dengan tujuan mampu

memberikan profit atau kemakmuran bagi para pemegang saham dan

suistainability keberlanjutan usaha bagi perusahaan.

Kasmir (2016) mengemukakan pendapatnya bahwa: “manajemen

keuangan adalah seni (art) dan ilmu (science), untuk me-manage uang,

yang meliputi proses, institusi/lembaga, pasar dan instrument yang terlibat

dengan masalah transfer uang diantara individu, bisnis, dan pemerintah”.

Menurut Suad Husnan (2014:3) manajemen keuangan adalah suatu

kegiatan perencanaan, penganggaran. Pemeriksaan, pengelolaan,

pengendalian, pencarian dan penyimpanan dana yang dimiliki oleh suatu

organisasi atau perusahaan.


40

Dari beberapa pengertian manajemen keuangan menurut para ahli

yang telah dikemukakan diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan

bahwa manajemen keuangan adalah semua aktivitas atau kegiatan

perusahaan yang berkaitan dengan bagaimana cara mendapatkan,

menggunakan, dan mengelola keuangan perusahaan. Setiap perusahaan

selalu membutuhkan dana dalam rangka memenuhi kebutuhan operasi

sehari-hari maupun untuk mengembangkan perusahaan. Untuk memenuhi

kebutuhan dana tersebut, perusahaan harus mampu mencari sumber dana

dengan komposisi yang menghasilkan beban biaya paling murah. Kedua

hal tersebut harus bisa diupayakan oleh manajer keuangan.

Financial management adalah kegiatan manajemen yang bertujuan

untuk mengelola dana maupun aset-aset yang dimiliki perusahaan untuk

dimanfaatkan pada hal-hal atau kegiatan yang membantu tercapainya

tujuan utama perusahaan tersebut, yaitu profit.

Dalam perusahaan atau bisnis, manajemen keuangan memiliki 3

aktivitas utama yang dilakukan oleh manajer keuangan yaitu:

1. Perolehan dana

2. Aktivitas penggunaan dana

3. Pengelolaan aktiva

Ketiga hal tersebut berkaitan dengan sumber dana internal maupun

eksternal perusahaan. Modal kerja dan kepemilikan saham juga termasuk

tugas dalam manajemen keuangan.

2. Tujuan Manajemen Keuangan


41

Manajemen keuangan memiliki beberapa tujuan yang harus dicapai,

diantaranya:

a. Memaksimalkan Keuntungan

Melalui kebijakan yang tepat, financial management bisa

memaksimalkan keuntungan perusahaan dalam jangka panjang.

b. Menjaga Arus Kas

Manajer keuangan berperan untuk menjaga arus kas (cash flow).

Setiap hari perusahaan sudah pasti akan mengeluarkan dana misalnya

untuk pembelian bahan baku, pembayaran gaji anggota, sewa dan

pembayaran lainnya. Sehingga jika tidak diawasi dan dikendalikan

bisa menyebabkan overbudget yang merugikan perusahaan.

c. Mempersiapkan Struktur Modal

Menyeimbangkan antara pembiayaan yang dimiliki dengan dana yang

dipinjam. Tujuannya untuk mempersiapkan struktur modal.

d. Memaksimalkan Pemanfaatan Keuangan Perusahaan

Manajer keuangan bertindak untuk mengawasi penggunaan uang

perusahaan. Anggaran yang digunakan untuk kegiatan yang tidak

menguntungkan perusahaan dapat di pangkas dan di alokasi untuk

kegiatan lain.

e. Mengoptimalkan Kekayaan Perusahaan

Manajer keuangan berupaya untuk memberikan dividen semaksimal

mungkin kepada pemegang saham dan berusaha untuk meningkatkan

pasar saham karena berkaitan dengan kinerja perusahaan.


42

f. Meningkatkan Efisiensi

Manajer keuangan berupaya untuk meningkatkan efisiensi semua

departemen dalam organisasi. Penyaluran dana yang tepat dalam

semua aspek akan berdampak dalam peningkatan efisiensi perusahaan.

g. Memastikan Kelangsungan Hidup Perusahaan

Perusahaan bisa bertahan dalam persaingan bisnis yang kompetitif

merupakan peranan dari bagian keuangan. Keputusan yang

berhubungan dengan keuangan harus dilakukan secara hati-hati karena

kesalahan penggunaan keuangan bisa mengakibatkan kebangkrutan.

h. Mengurangi Resiko Operasional

Dengan manajemen keuangan yang baik maka resiko operasional akan

dapat diminimalisir. Resiko ketidakpastian dalam bisnis harus disikapi

dengan keputusan yang tepat oleh manajer keuangan.

i. Mengurangi Biaya Modal

Perencanaan struktur modal harus dibuat sedemikian rupa oleh

manajer keuangan agar penggunaan biaya modal dapat diminimalisir.

Menurut Agus Sartono (2015), Tujuan dari manajemen keuangan yaitu:

a. Memaksimumkan Profit

Tujuan pokok pada umumnya yang ingin dicapai oleh seorang

manajer keuangan adalah memaksimumkan laba (profit). Namun

tujuan seperti ini memiliki banyak kelemahan. Pertama, standar

ekonomi memaksimumkan laba bersifat statis. Kedua, pengertian dari


43

laba tersebut dapat menyesatkan, ketiga merupakan risiko yang

berkaitan dengan setiap alternatif pengambilan keputusan.

b. Memaksimumkan Kemakmuran Para Pemegang Saham

Merujuk pada kelemahan-kelemahan tersebut, maka sebaiknya

tujuan yang harus dicapai oleh seorang manajer keuangan bukanlah

memaksimumkan laba, akan tetapi memaksimumkan kemakmuran

para pemegang saham (Maximization Wealth of Stockholders) dengan

memaksimumkan nilai perusahaan. Memaksimumkan kemakmuran

para pemegang saham dapat ditempuh dengan memaksimumkan nilai

sekarang (present value) dari semua keuntungan pemegang saham

yang diharapkan akan diperoleh pda masa yang akan datang.

Kemakmuran para pemegang saham akan meningkat jika harga saham

yang dimilikinya meningkat pula.

Menurut Najmudin (2019) tujuan manajemen keuangan adalah

memaksimalkan kekayaan atau kesejahteraan pemilik perusahaan atau

pemegang sahamnya. Kesejahteraan pemegang saham yang maksimal

tersebut dapat terwujud apabila nilai pasar (market value) perusahaan

dimaksimalkan. Nilai pasar pada perusahaan publik adalah jumlah

saham beredar dikalikan dengan harga saham periode tertentu atau

disebut dengan kapitalisasi pasar. Dengan demikian pemegang saham

menginginkan agar manajer membuat keputusan yang dapat

memaksimalkan nilai pasar perusahaan.

3. Ruang Lingkup Manajemen Keuangan


44

Manajemen ini memiliki ruang lingkup khusus yang harus dipahami

seorang manajer diantaranya:

a. Keputusan Pendanaan

Ini mencakup segala kebijakan yang berkaitan dengan cara memperoleh

dana seperti kebijakan untuk menerbitkan obligasi atau kebijakan untuk

mencari hutang jangka pendek maupun jangka panjang. Dana yang

dimaksud bisa bersumber dari internal perusahaan sendiri maupun dari

eksternal.

b. Keputusan Investasi

Semua yang berkaitan dengan pembentukan kebijakan untuk

penanaman modal seperti aktiva tetap atau fixed assets. Modal bisa

berupa tanah, gedung maupun sarana prasarana perusahaan termasuk

mesin produksi. Investasi bisa juga dalam bentuk aktiva finansial

seperti surat-surat berharga, saham dan obligasi.

c. Keputusan Pengelolaan Aset

Kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan aset secara efisien untuk

mencapai tujuan perusahaan.

4. Fungsi Manajemen Keuangan

Keuangan merupakan komponen yang paling riskan bagi suatu

bisnis atau perusahaan. Keuangan perlu dikelola dan dikendalikan dengan

baik oleh seorang manajer keuangan. Hal tersebut berkaitan dengan

kemampuan perusahaan untuk bertahan dalam bidang finansial.

Pada prinsipnya fungsi utama manajemen keuangan sebagai berikut:


45

a. Pengambilan keputusan investasi

Fungsi pertama menyangkut tentang keputusan alokasi dana baik

dana yang berasal dari dalam perusahaan maupun dana yang berasal

dari luar perusahaan pada berbagai bentuk investasi. Investasi dapat

berupa investasi jangka pendek maupun investasi jangka panjang.

b. Pengambilan keputusan pembelanjaan

Fungsi kedua menyangkut tentang pengambilan keputusan

pembelanjaan. Peran manajemen keuangan dalam pemenuhan

kebutuhan dana menjadi semakin komplek dalam kondisi globalisasi

pasar modal. Pengumpulan dana tidak lagi terbatas pada satu negara

melainkan kesempatan untuk manarik dana dari investor asing.

Pemahaman dapat mengurangi ketergantungan dana dari perbankan

melalui penemuan baru instrumen pasar uang dan pasar modal.

c. Kebijakan dividen

Fungsi ketiga yaitu kebijakan dividen, memang pada prinsipnya

kebijakan dividen ini menyangkut tentang keputusan apakah laba yang

diperoleh perusahaan seharusnya dibagikan kepada pemegang saham

dalam bentuk dividen kas dan pembelian kembali saham atau laba

tersebut sebaiknya ditahan dalam bentuk laba ditahan guna

pembelanjaan investasi dimasa yang akan datang.

Kinerja keuangan adalah hasil kegiatan operasional yang di sajikan

dalam bentuk angka-angka keuangan. Hasil kegiatan perusahaan periode

sekarang harus dibandingkan dengan kinerja keuangan pada masa lalu,


46

anggaran neraca dan laba rugi rata-rata kinerja keuangan perusahan

sejenis. Sedangkan menurut Manahan P. Tampubolon (2018:41) fungsi

manajemen keuangan dimaksudkan merupakan proses, perencanaan

anggaran (budgeting) dimulai dengan forecasting sumber pendanaan

(source fund), pengorganisasian kegiatan penggunaan dana secara efektif

dan efisien, serta mengantisipasi semua resiko (risk ability).

5. Laporan Keuangan

Laporan keuangan pada dasarnya disusun untuk memberitahukan

informasi mengenai keadaan suatu perusahaan yang akan bermanfaat bagi

sebagian besar pemakai laporan keuangan tersebut. Laporan keuangan

disusun dan disajikan untuk memenuhi kebutuhan pihak intern perusahaan

maupun pihak ekstern perusahaan. Laporan keuangan dipergunakan oleh

manajemen untuk dapat mengambil keputusan yang bermanfaat bagi

perkembangan perusahaan sedangkan bagi investor laporan keuangan juga

berguna dalam pengambilan keputusan, apakah ingin menanamkan saham

atau tidak dalam perusahaan tersebut. Pengertian laporan keuangan dalam

Standar Akuntansi Keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2015:1)

adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja

keuangan suatu entitas. Pengertian laporan keuangan lainnya menurut

Munawir (2014:2) laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses

akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara

data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang

berkepentingan dengan data atau aktivitas suatu perusahaan.


47

Pengertian laporan keuangan dalam Standar Akuntansi Keuangan

menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2015:1) adalah suatu penyajian

terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.

Laporan keuangan pada dasarnya terdiri dari neraca, perhitungan

laba rugi dan laporan perubahan modal, dimana neraca menunjukkan jumlah

aktiva, utang dan modal dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu.

Perhitungan laba rugi memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh

perusahaan serta biaya yang terjadi selama periode tertentu.

Laporan perubahan modal menunjukan sumber dan penggunaan juga

alasan-alasan yang menyebabkan perubahan modal perusahaan. Laporan

keuangan sangatlah penting untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan

dan kondisi keuangan suatu perusahaan akan dapat diketahui dari laporan

keuangan. Laporan keuangan tidak hanya sebagai alat penguji tetapi juga

sebagai dasar untuk dapat menentukan atau menilai posisi keuangan

perusahaan tersebut, dimana dengan hasil analisa tersebut pihak yang

berkepentingan mengambil suatu keputusan (Munawir, 2014:88).

Laporan keuangan merupakan indikator analisis fundamental dan

alat bantu untuk membuat keputusan ekonomi. Banyak pihak yang

mengambil keputusan ekonomi setelah melihat laporan keuangan, seperti:

keputusan jual beli saham, pembagian deviden, pemberian kredit dan

keputusan lain. Laporan keuangan tidak hanya digunakan untuk keputusan

membeli, menahan dan menjual. Lebih dari itu, digunakan untuk


48

menentukan waktu yang tepat kapan membeli, kapan menahan, atau kapan

menjual (Habib, 2018:18).

Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi

yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data

keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang

berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Pihak-pihak

yang berkepentingan terhadap posisi keuangan maupun perkembangan suatu

perusahaan adalah: para pemilik perusahaan, manager perusahaan yang

bersangkutan, para kreditur, bankers, para investor dan pemerintah di mana

perusahaan tersebut berdomisili, buruh serta pihak-pihak lainnya lagi. Para

investor (penanam modal jangka panjang), bankers maupun para kreditur

lainnya sangat berkepentingan atau memerlukan laporan keuangan

perusahaan dimana mereka ini menanamkan modalnya. Mereka ini

berkepentingan terhadap prospek keuntungan di masa mendatang dan

perkembangan perusahaan selanjutnya, untuk mengetahui jaminan

investasinya dan untuk mengetahui kondisi kerja atau kondisi keuangan

jangka pendek perusahaan tersebut, dari hasil analisa laporan tersebut para

investor, bankers dan para kreditur lainnya akan dapat menentukan langkah-

langkah yang harus ditempuhnya (Munawir, 2014:25).

Investor sebagai pemilik perusahaan, merupakan pihak pertama yang

membutuhkan laporan keuangan. Berdasarkan laporan keuangan tersebut,

mereka dapat membuat keputusan apakah akan mempertahankan para

dewan direksi, apakah akan mengalihkan kepemilikan sahamnya, atau


49

keputusan-keputusan yang lain (Habib, 2018:18). Tujuan laporan keuangan

menurut standar akuntansi keuangan (SAK) adalah menyediakan informasi

yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan

statu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam

mengambil keputusan ekonomi.

6. Analisis Laporan Keuangan

Pengertian analisis laporan keuangan menurut Munawir (2010:35)

dalam Abdul Haris Romdhoni (2015) analisis laporan keuangan adalah

“Analisis laporan keuangan yang terdiri dari penelaahan atau mempelajari

dari pada hubungan dan tendensi atau kecenderungan (trend) untuk

menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan

perusahaan yang bersangkutan”.

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat dikatakan bahwa Analisa

laporan keuangan merupakan alat dan teknik analisa untuk laporan

keuangan dan data-data yang berkaitan untuk menghasilkan estimasi dan

kesimpulan yang bermanfaat mengenai posisi keuangan, dengan tujuan

menentukan kondisi kinerja perusahaan dimasa yang akan datang. Hal ini

dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh

perusahaan.

Tujuan Analisis Laporan Keuangan Menurut Kasmir (2013:10)

dalam M. Nursidin (2019) tujuan laporan keuangan adalah untuk


50

memberikan informasi keuangan suatu perusahaan, baik pada saat tertentu

maupun pada periode tertentu. Menurut Irham Fahmi (2015:23), laporan

keuangan digunakan untuk mengukur hasil usaha dan perkembangan

perusahaan dari waktu ke waktu dan untuk mengetahui sudah sejauh mana

perusahaan mencapai tujuannya.

Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan yang bisa dilakukan

dengan analisis laporan keuangan diperlukan metode dan teknik analisis

yang tepat. Tujuan nenentuan metode dan teknik analisis yang tepat adalah

untuk memaksimalkan hasil dari laporan keuangan. Terdapat teknik dalam

analisis laporan keuangan:

a. Metode Komparatif; Metode ini digunakan dengan memenfaatkan

angka-angka laporan keuangan dan membandingkannya dengan sngka-

angka laporan keuangan lainnya.

b. Trend Analysis; Rasio adalah gambaran situasi perusahaan pada suatu

waktu tertentu dan dari gambaran ini sebenarnya dapat kita bayangkan

kecenderungan (trend) situasi perusahaan dimasa yang akan datang

melalui gerakan pada masa lalu sampai masa kini. Analisis ini harus

menggunakan teknik perbandingan laporan keuangan beberapa tahun

dan dari sini digambarkan trendnya. Tren analisis ini biasanya dibuat

melalui grafik.

c. Common size financial statement; Metode ini merupakan metode

analisis yang menyajikan laporan keuangan dalam bentuk prestasi.


51

Prestasi itu biasa dikaitkan dengan suatu jumlah yang dinilai penting

misalnya asset untuk neraca, penjualan untuk laba rugi.

d. Metode index time series; Metode ini dihitung index dan digunakan

untuk mengkonfersikan angka-angka laporan keuangan. Biasanya

ditetapkan tahun dasar yang diberi index 100. Beranjak dari tahun dasar

ini, dibuat index tahun tahun lainnya sehingga dapat dibaca dengan

mudah perkembangan angka-angka laporan keuangan perusahaan

tersebut pada periode lain.

e. Rasio laporan keuangan; Rasio laporan keuangan adalah perbandingan

antara post–post tertentu dengan post lain yang memiliki hubungan

signifikan (berarti). Rasio keuangan ini hanya menyederhanakan

hubungan antara post tertentu dengan post yang lainnya. Dengan

penyederhanaan ini kita dapat menilai hubungan antar post dan dapat

membandingkannya dengan rasio sehingga dapat diberikan penilaian.

Adapun rasio keuangan adalah:

1) Likuiditas, menggambarkan kemampuan perusahaan dalam

menyelesaikan semua kebutuhan jangka pendek.

2) Solvabilitas, menggambarkan kemampuan perusahaan dalam

memenuhi atau menyelesaikan kebutuhan jangka Panjang.

3) Rentabilitas/Profitabilitas, menggambarkan kemampuan

perusahaan dalam mendapatkan laba melalui semua sumber yang

ada, seperti; penjualan, kas, aset, dan modal.


52

4) Laverage, merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk

mengetahui posisi utang perusahaan terhadap modal maupun asset.

5) Activity, rasio keuangan yang digunakan untuk mengetahui

aktivitas dalam menjalan operasinya baik dalam penjualan dan

kegiatan lainnya.

f. Analisis sumber dan Penggunaan kas dan dana; Analisis sumber dan

penggunaan kas dan dana dilakukan dengan menggunkan laporan

keuangan dua periode. Laporan ini dibandingkan dan dilihat mutasinya.

Setiap mutasi mempengaruhi post lainnya. Selain metode yang

digunkan untuk menganalisis laporan keuangan, terdapat beberapa jenis

–jenis teknik analisis laporan keuangan sebagai berikut:

1) Analisis Break even point; Analisis Break even sering digunakan

dalam perencanaan keuangan. Namun tdak berarti rumus tersebut

tidak dapat digunakan dalam hal yang lain misalnya, dalam hal

analisis laporan keuangan. Dalam analisis laporan keuangan kita

dapat menggunakan rumus untuk mengetahui:

 Hubungan antara penjualan, biaya, dan laba.

 Struktur biaya tetap dan variabel.

 Kemampuan perusahaan memberikan margin untuk menutupi

biaya tetap.

 Kemampuan perusahaan dalam menekankan biaya dan batas

dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi.


53

2) Analisis Laba Kotor (Gross Profit); Analisis laba kotor lazim

digunakan dalam perencanaan keuangan atau budgeting. Namun,

teknik ini biasa digunkan dalam analisis laporan keuangan.

Analisis ini menggunakan data penjualan.

3) Analisis Hubungan (analytical review); Analytical review lazim

dikenal dengan ilmu auditing atau pemeriksaan. Teknik ini dapat

digunakan dalam menganalisis laporan keuangan dengan cara

melihat hubungan satu post dengan post lainnya dilihat secara

rasional.

4) Metode analisis prediksi atau rating; Dalam literature akuntansi

para akademik atau peneliti sering melakukan penelitian dengan

tujuan untuk memprediksi suatu keadaan dengan menggunakan

data historis, biasanya laporan keuangan. Beberapa model prediksi

yang dikenal adalah:

 Bound Rating, model prediksi ini digunkan untuk menghitung

peringkat obligasi yang dipasarkan di pasar modal.

 Bankruptcy model, model ini memberikan rumus untuk menilai

kapan perusahaan akan bangkrut. Dengan menggunkan rumus

yang diisi dengan rasio keuangan maka akan diketahui angka

tertentu yang akan menjadi bahan untuk memprediksi kapan

kemungkinan suatu perusahaan akan bangkrut.


54

 Net Cash Flow Prediction Model, model ini didesain untuk

mengetahui berapa besar arus kas masuk bersih perusahaan

tahun depan.

 Take Over Prediction Model, model ini dimaksudkan untuk

mengetahui kapan kemungkinan perusahaan akan diambil alih

oleh perusahaan lainnya.

Dengan adanya metode dan teknik yang digunakan dalam

menganalisis laporan keuangan dapat memberikan informasi yang lebih

mudah dimengerti, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan

keputusan bagi pihak-pihak manajemen.

7. Rasio Keuangan

Rasio keuangan menurut Kasmir (2016:104) adalah kegiatan yang

membandingkan angka angka yang ada dalam laporan keuangan dengan

cara membagi satu angka dengan angka lainnya. Perbandingan dapat

dilakukan antara satu komponen dengan komponen dalam satu laporan

keuangan atau antara komponen yang ada di antara laporan keuangan,

kemudian angka yang diperbandingkan dapat berupa angkaangka dalam

satu periode maupun beberapa periode. Penggunaan rasio keuangan akan

menjelaskan dan memberikan gambaran tentang baik buruknya keadaan

serta posisi keuangan perusahaan, terutama bila angka rasio tersebut

dibandingkan dengan angka pembanding yang digunakan sebagai standar

industri.
55

Penelitian mengenai pengaruh kinerja keuangan, dalam hal ini

Return On Asset (ROA), terhadap nilai perusahaan menunjukkan hasil yang

tidak konsisten. Miller dan Modigliani (1961) dalam Laras Ayu Aditya

Agustina (2014) menyatakan bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh

earnings power dari asset perusahaan. Semakin tinggi earnings power

semakin efisien perputaran asset dan semakin tinggi profit margin yang

diperoleh perusahaan yang berdampak pada peningkatan nilai perusahaan.

8. Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan merupakan kondisi tertentu yang telah dicapai oleh

suatu perusahaan sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat terhadap

perusahaan setelah melalui suatu proses kegiatan selama beberapa tahun,

yaitu sejak perusahaan tersebut didirikan sampai dengan saat ini.

Meningkatnya nilai perusahaan adalah sebuah prestasi, yang sesuai dengan

keinginan para pemiliknya, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan,

maka kesejahteraan para pemilik juga akan meningkat. Dalam pendirian

perusahaan, tujuan perusahaan adalah memaksimalkan nilai pemegang

saham. Nilai pemegang saham akan meningkat apabila nilai perusahaan

meningkat yang ditandai dengan tingkat pengembalian investasi yang tinggi

pada pemegang saham. Menurut Taswan dan Soliha (2002) dalam Lestari

(2017) Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu

perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga

memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan

utama perusahaan.
56

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat

keberhasilan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang tercermin pada

harga saham perusahaan. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula

nilai perusahaan, sebaliknya semakin rendah harga saham maka nilai

perusahaan juga rendah atau kinerja perusahaan kurang baik. Nilai

Perusahaan Menurut Salvator (2005) dalam Agustina (2014), theory of the

firm, tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai

perusahaan (value of the firm). Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai

perusahaan adalah kinerja keuangan perusahaan. Nilai perusahaan lazim

diindikasikan dengan price to book value (PBV). Rasio ini menunjukkan

seberapa jauh suatu perusahaan mampu menciptakan nilai perusahaan relatif

terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. PBV yang tinggi akan

membuat pasar percaya atas prospek perusahaan kedepannya. Semakin

tinggi rasio tersebut semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi

pemegang saham dan semakin tinggi pula return saham sehingga dapat

menambah pendapatan perusahaan. Perusahaan yang berjalan baik

umumnya mempunyai PBV diatas 1. Untuk menilai suatu kesehatan bank

dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan

apakah bank tersebut dalam kondisi sehat, cukup sehat, kurang sehat, atau

tidak sehat. Bank Indonesia sebagai pengawas dan Pembina bank-bank

dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus

dijalankan atau bahkan kalau perlu diberhentikan operasinya.


57

Standar untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan

oleh pemerintah melalui Bank Indonesia. Kepada bank-bank diharuskan

membuat laporan baik yang bersifat rutin ataupun secara berkala mengenai

seluruh aktivitasnya dalam suatu periode tertentu. Dari laporan ini dipelajari

dan dianalisis, sehingga dapat diketahui kondisi suatu bank. Dengan

diketahui kondisi kesehatannya akan memudahkan bank itu sendiri untuk

memperbaiki kesehatannya.

Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai

perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik

perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran

pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan

dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari

keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen aset.

Berbagai rasio keuangan yang ada, salah satu rasio yang banyak

digunakan didalam pengambilan keputusan investasi adalah rasio harga

saham terhadap nilai buku perusahaan (Price to Book Value Ratio). Brigham

dan Houston (2001) dalam Laras Ayu Aditya Agustina (2014) Price to Book

Value Ratio (PBV) mampu menunjukkan seberapa jauh perusahaan mampu

menciptakan nilai perusahaan. PBV mengukur nilai yang diberikan pasar

keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah

perusahaan yang terus tumbuh.

Harga Saham
PBV =
Nilai Buku
58

Banyak faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan, yang mana

penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai

perusahaan sendiri telah banyak dilakukan, antara lain kinerja keuangan

suatu perusahaan.

Semakin tinggi PBV, maka menunjukan semakin besar kepercayaan

pasar terhadap prospek perusahaan tersebut. Untuk perusahaan yang

berjalan baik, umumnya rasio ini mencapai diatas satu, yang menunjukkan

bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya (Jogiyanto, 2003:79)

dalam (Nugraha dan Sri, 2017). Penilaian dengan PBV tidak didasarkan

pada perbandingan dengan nilai intrinsik saham, tetapi dihitung dengan

menetapkan nilai PBV apakah diatas atau dibawah 1, yang berarti jika nilai

PBV diatas 1 menunjukan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai

bukunya (overvalued), sebaliknya jika PBV dibawah 1 berarti nilai pasar

saham lebih kecil dari nilai bukunya (undervalued) (Husnan, 2003:7) dalam

(Nugaraha dan Sri, 2017).

C. Agensi Teori (Agency Theory)

Teori agensi diperkenalkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dalam

Sugiyanto dan Etty (2018). Teori ini memisahkan antara kepemilikan dan

pengendalian perusahaan dan menyatakan ada hubungan keagenan sebagai

suatu kontrak antara manajemen selaku agen dan pemilikan sebagai prinsipal

perusahaan, hubungan kerja antara pihak yang memberikan wewenang

(principal), yaitu pemegang saham dengan pihak penerima wewenang (agen)


59

perusahaan dalam bentuk kerja sama untuk menjalankan perusahaan demi

kepentingan pemilik dan prinsipal, yang disebut nexus of contract.

Teori agensi mengasumsikan bahwa agen memiliki lebih banyak informasi

mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan

dibandingkan prinsipal (terjadi asimetris informasi). Asimetris informasi dan

konflik kepentingan dapat memicu agen untuk menyampaikan informasi yang

tidak akurat (tidak benar) kepada prinsipal, menutupi kinerja agen yang

sebenarnya buruk.

Alasan peneliti menggunakan agency theory dengan mempertimbangkan,

pertama, dari pendanaan eksternal perusahaan berupa utang; kedua, dari teori

organisasi; ketiga, stakeholder yang terkait dengan perusahaan, yaitu agen

selaku pengelola, investor selaku pemberi pinjaman, dan pemilik selaku

penyetor modal. Masalah terkait dengan agen adalah masalah antara agen dan

investor serta agen dengan pemilik. Pihak manajemen perusahaan selaku agen

berperan dalam dinamika kinerja perusahaan. Pemilik berkepentingan dengan

kualitas laba. Investor berkepentingan dengan kualitas informasi atas laba

perusahaan.

Cara untuk mengurangi kesempatan manajer melakukan tindakan yang

merugikan investor luar, ada dua cara yaitu melakukan pengawasan

(monitoring) dan manajer sendiri melakukan pembatasan atas tindakan-

tindakannya (bonding). Pada satu sisi, kedua kegiatan tersebut akan

mengurangi kesempatan penyimpangan oleh manajer sehingga nilai

perusahaan akan meningkat sedangkan pada sisi yang lain keduanya akan
60

memunculkan biaya sehingga akan mengurangi nilai perusahaan, penggunaan

agency theory relevan dengan penelitian ini karena nilai perusahaan akan

meningkat sebab penyimpangan bisa dikurangi sehingga nilai perusahaan akan

meningkat.

D. Signaling Theory

Teori dasar dalam penelitian ini yaitu menggunakan Signaling Theory

(Teori Sinyal). Signaling Theory (Teori Sinyal) merupakan teori yang

menyatakan adanya dorongan yang dimiliki oleh para manajer perusahaan

yang memiliki informasi yang baik mengenai perusahaan, sehingga para

manajer akan terdorong untuk dapat menyampaikan informasi mengenai

perusahaan tersebut kepada para calon investor, yang bertujuan agar

perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan tersebut melalui sinyal dalam

pelaporan pada laporan tahunan perusahaan (Leland dan Pyle, 1977) dalam

(Ranitasari, 2017).

Signaling Theory (Teori Sinyal) juga mengemukakan tentang bagaimana

seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan

keuangan. Sinyal tersebut berupa informasi mengenai kondisi perusahaan

kepada pemilik ataupun pihak yang berkepentingan. Sinyal yang diberikan

dapat juga dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti

laporan keuangan, laporan apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk

merealisasikan keinginan pemilik, atau bahkan dapat berupa promosi serta

informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dari

pada perusahaan lain. Informasi tersebut dijadikan sebagai sinyal yang


61

diumumkan pihak manajemen kepada publik bahwa perusahaan memiliki

prospek yang baik dimasa depan.

Dengan adanya sinyal yang disampaikan kepada pihak luar, diharapkan

pihak luar merespon positif atas kegiatan perusahaan selama ini. Untuk

meningkatkan harga atau nilai perusahaan dapat dilakukan dengan mengurangi

asimetri informasi. Salah satu caranya adalah dengan memberikan sinyal pada

pihak eksternal, berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan

kepastian prospek perusahaan di masa yang akan datang. Penggunaan signaling

theory relevan dalam penelitian ini, karena ketiga komponen pengelola

keuangan perusahaan yaitu struktur kepemilikan, struktur modal dan tata kelola

perusahaan, dapat dijadikan sinyal yang baik oleh perusahaan ke pihak

eksternal.

E. Kesehatan Bank

Kesehatan bagi lembaga perbankan juga merupakan aspek yang penting.

Nardi Sunardi (2020), Kesehatan bank adalah sarana bagi otoritas pengawas

dengan memberikan pengawasan pada bank. Secara sederhana, Bank yang

sehat merupakan bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsi bank dengan

baik. Perbankan harus dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani

nasabahnya. Penilaian kesehatan bank dilakukan setiap tahun untuk melihat

adanya peningkatan atau penurunan kesehatan. Kesehatan bank merupakan

kepentingan semua pihak yang terkait yakni, pemilik, manajemen, masyarakat

(nasabah pengguna jasa), dan Bank Indonesia selaku pengawas dan pembinaan

perbankan. Kesehatan bank adalah kepentingan semua pihak terkait, baik


62

pemilik, pengelola (manajemen) bank, masyarakat pengguna jasa bank, dan

Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank. Tingkat kesehatan bank

merupakan hasil penilaian kuantitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh

terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan,

kualitas asset, manajemen, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar, dan

dijadikan penilaian kuantitatif atau kualitatif setelah mempertimbangkan unsur

judgement.

Penilaian kesehatan bank pertama kali diperkenalkan di Indonesia sejak

dikeluarkannya paket Februari 1991 mengenai sifat-sifat kehati-hatian bank.

Paket tersebut dikeluarkan sebagai dampak kebijakan paket kebijakan 27

Oktober 1988. Analisis tersebut digunakan untuk menganalisis dan

mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia. Diatur dalam

Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian

Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor

9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum

Berdasarkan Prinsip Syariah. Kemudian dikeluarkan PBI No. 13/1/PBI/2011

dan SE BI No. 13/24/DPNP yang berlaku per Januari 2012 menggantikan cara

lama penilaian kesehatan bank yaitu dengan metode baru yang disebut Risk

Based Bank Rating. Dengan terbitnya PBI dan SE terbaru ini, metode lama

dinyatakan tidak berlaku lagi, diganti dengan model baru yang mewajibkan

Bank Umum untuk melakukan penilaian sendiri (self-assessment) Tingkat

Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan risiko RBBR (Risk-based

Bank Rating) baik secara individual maupun secara konsolidasi.


63

1. Peringkat Kesehatan Bank

Sistem penilaian dalam menetapkan tingkat kesehatan bank

didasarkan pada pemberian “reward system” adalah dengan memberikan

penilaian menggunakan ukuran (1-100) dalam pemeringkatan baik dengan

skala kredit maupun dengan skala nilai rasio dan digolongkan dalam 5

peringkat atau disingkat (PK). Predikat Tingkat kesehatan Bank

disesuaikan dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.

13/24/DPNP 2011 sebagai berikut:

a. Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Sangat Sehat” dipersamakan

dengan Peringkat Komposit 1 (PK-1).

b. Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Sehat” dipersamakan dengan

Peringkat Komposit 2 (PK-2).

c. Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Cukup Sehat” dipersamakan

dengan Peringkat Komposit 3 (PK-3).

d. Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Kurang Sehat” dipersamakan

dengan Peringkat Komposit 4 (PK-4).

e. Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Tidak Sehat” dipersamakan dengan

Peringkat Komposit 5 (PK-5).

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Pasal 9 No.13/1/PBI/2011

peringkat setiap faktor yang ditetapkan Peringkat Komposit (composite

rating), sebagai berikut:

a. Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan kondisi bank yang

secara umum sangat sehat, sehingga dinilai sangat mampu


64

menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi

bisnis dan faktor eksternal lainnya.

b. Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan kondisi bank yang

secara umum sehat, sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh

negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor

eksternal lainnya.

c. Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan kondisi bank yang

secara umum cukup sehat, sehingga dinilai cukup mampu menghadapi

pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan

faktor eksternal lainnya.

d. Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan kondisi bank yang

secara umum kurang sehat, sehingga dinilai kurang mampu

menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi

bisnis dan faktor eksternal lainnya.

e. Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan kondisi bank yang

secara umum tidak sehat, sehingga dinilai tidak mampu menghadapi

pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan

faktor eksternal lainnya.

2. Metode Risk Based Bank Rating (RBBR)

Pada peraturan Bank Indonesia No 13/1/PBI/2011 pasal 2,

disebutkan bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank dengan

menggunakan pendekatan risiko (Risk Based Bank Rating) baik secara

individual ataupun konsolidasi. Penilaian dengan metode Risk Based Bank


65

Rating meliputi penilaian atas faktor profil risiko, good corporate

governance (GCG), rentabilitas, dan permodalan.

3. Profil Risiko (Risk Profile)

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 profil risiko

merupakan penilaian terhadap risiko internal dan kualitas penerapan

manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan terhadap 8

(delapan) risiko yaitu:

a. Risiko Kredit

Risiko kredit didefinisikan sebagai risiko ketidakmampuan debitur atau

counterparty melakukan pembayaran kembali kepada bank

(counterparty default). Jenis risiko ini merupakan risiko terbesar dalam

sistem perbankan Indonesia dan dapat menjadi penyebab utama bagi

kegagalan bank.

b. Risiko Pasar

Risiko pasar adalah kerugian pada posisi neraca dan rekening

administratif termasuk transaksi derivatif akibat perubahan keseluruhan

pada kondisi pasar. Risiko ini dapat bersumber dari trading-book

maupun banking book bank. Risiko pasar dari trading book (traded

market risk) adalah risiko dari suatu kerugian nilai investasi akibat

aktivitas trading (melakukan pembelian dan penjualan instrumen

keuangan secara terus menerus) di pasar dengan tujuan untuk

mendapatkan keuntungan. Hal ini timbul sebagai akibat dari tindakan

bank yang secara sengaja membuat suatu posisi yang berisiko dengan
66

harapan untuk mendapatkan keuntungan dari posisi risiko yang telah

diambilnya (high risk high return).

Berbeda dengan traded market risk, risiko pada banking book

merupakan konsekuensi alamiah akibat sifat bisnis bank yang dilakukan

dengan nasabahnya. Umumnya, bank mempunyai struktur dana yang

sifatnya jangka pendek (short funding) karena kredit yang diberikan

umumnya berjangka waktu lebih lama dari simpanan dana nasabah.

c. Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk

memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas

dan atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa

menganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Likuiditas sangat

penting untuk menjaga kelangsungan usaha bank. Oleh karena itu, bank

harus memiliki manajemen risiko likuiditas bank yang baik.

d. Risiko Operasional

Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan atau tidak

berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan

atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank.

Sesuai definisi risiko operasional di atas, kategori penyebab risiko

operasional dibedakan menjadi empat jenis yaitu people, internal

proses, system dan eksternal event.

e. Risiko Hukum
67

Risiko hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan

atau kelemahan aspek yuridis. Risiko ini timbul antara lain karena

adanya ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau

kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak

atau agunan yang tidak memadai. Sesuai Basel II, definisi risiko

operasional adalah mencakup risiko hukum (namun tidak termasuk

risiko stratejik dan risiko reputasi). Risiko hukum dapat terjadi di

seluruh aspek transaksi yang ada di bank, temasuk pula dengan kontrak

yang dilakukan dengan nasabah maupun pihak lain dan dapat

berdampak terhadap risiko-risiko lain, antara lain risiko kepatuhan,

risiko pasar, risiko reputasi dan risiko likuiditas.

f. Risiko Strategik

Risiko strategik adalah risiko akibat ketidaktepatan bank dalam

mengambil keputusan dan atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik

serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.

Risiko strategik tergolong sebagai risiko bisnis (bussiness risk) yang

berbeda dengan jenis risiko keuangan (financial risk) misalnya risiko

pasar, atau risiko kredit. Kegagalan bank mengelola risiko strategik

dapat berdampak signifikan terhadap perubahan profil risiko lainnya.

Sebagai contoh, bank yang menerapkan strategi pertumbuhan DPK

dengan pemberian suku bunga tinggi, berdampak signifikan pada

perubahan profil risiko likuiditas maupun risiko suku bunga.

g. Risiko Kepatuhan
68

Risiko kepatuhan adalah risiko yang timbul akibat bank tidak mematuhi

dan atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan

ketentuan yang berlaku. Pada prakteknya risiko kepatuhan melekat pada

risiko bank yang terkait peraturan perundang-undangan dan ketentuan

lain yang berlaku, seperti risiko kredit (KPMM, kualitas aktiva

produktif, PPAP, BMPK) risiko lain yang terkait.

h. Risiko Reputasi

Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan

stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank. Dalam

Basel II, Risiko Reputasi dikelompokkan dalam other risk yang dicakup

dalam Pilar 2 Basel II. Reputasi lebih bersifat intangible dan tidak

mudah dianalisis atau diukur.

Penelitian ini hanya mengukur risiko kredit dan risiko likuiditas

karena keterbatasan data yang di peroleh. Rasio Non Performing Loan

(NPL) digunakan terhadap risiko kredit dan rasio Loan to Deposi Ratio

(LDR) digunakan dalam pengukuran terhadap risiko likuiditas. NPL atau

Kredit bermasalah menimbulkan risiko kredit, kredit bermasalah timbul

akibat kredit yang disalurkan kepada nasabah tidak dapat kembali tepat

waktu. Pinjaman yang disalurkan oleh bank tidak dapat dikembalikan pihak

debitur karena alasan – alasan tertentu. Siamat (2005:358) dalam R.R.N

Korompis (2020) mengemukakan bahwa risiko kredit didefinisikan sebagai

risiko yang dikaitkan dengan kemungkinan kegagalan klien membayar

kewajibannya atau risiko dimana debitur tidak dapat melunasi pinjamannya.


69

Semakin besar jumlah kredit bermasalah yang dimiliki oleh sebuah bank

maka kondisi perkreditan bank tersebut akan semakin buruk dan berpotensi

menimbulkan masalah keuangan.

Non Performing Loan (NPL) dapat digunakan untuk mengukur

sejauh mana kredit yang bermasalah yang ada dapat dipenuhi dengan aktiva

produktif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, Herman (2011:16) dalam

R.R.N Korompis (2020) menyatakan semakin tinggi risiko kredit dari

ketidaklancaran pembayaran pokok pinjaman dan bunga maka secara

langsung akan berdampak pada penurunan kinerja perbankan. NPL

mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pula risiko

kredit yang ditanggung pihak bank. Ketentuan Bank Indonesia ialah bahwa

bank harus menjaga NPL-nya dibawah 5% , hal ini sejalan dengan

ketentuan Bank Indonesia. Apabila bank mampu menekan rasio NPL 5%,

maka potensi keuntungan yang akan diperoleh akan semakin besar, karena

bank-bank akan menghemat uang yang diperlukan untuk membentuk

cadangan kerugian kredit bermasalah atau Penyisihan Penghapusan Aktiva

Produktif (PPAP). Rendahnya PPAP yang dibentuk oleh bank-bank maka

profitabilitas akan semakin besar sehingga kinerja bank secara keseluruhan

akan menjadi baik.

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal

31 Mei 2004 NPL dirumuskan sebagai berikut:

Total Kredit Bermasalah


NPL = 𝑥 100%
Total Kredit
70

Kredit bermasalah didefinisikan sebagai risiko yang dikaitkan dengan

kemungkinan kegagalan klien membayar kewajibannya atau risiko dimana

debitur tidak dapat melunasi hutangnya. Kriteria rasio NPL yang baik

dibawah 5%, karena jika terjadi kredit bermasalah atau Non Performing

Loan yang besar dalam artian melebihi dari kriteria rasio sebesar 5% dalam

industri perbankan membawa dampak yang luas. Dari sudut pandang mikro

merugikan perkembangan usaha dan kesehatan bank. Sedangkan dari sudut

pandang makro mengingat sebagian dana yang dihimpun bank digunakan

untuk menutup kewajiban baik jangka pendek atau jangka panjang maka

kemampuan bank dalam memberikan kredit baru menjadi berkurang

sehingga menutup kemungkinan calon debitur baru memperoleh fasilitas

kredit bank yang bersangkutan. Dampak lainnya adalah bank akan

cenderung terlalu berhati-hati dalam memberikan kredit. Dengan makin

selektifnya pemberian kredit, berakibat proses pemberian kredit cenderung

lama dari prosedur normal dan ekspansi kredit menjadi turun sehingga

mengakibatkan biaya dana dan bunga kredit menjadi lebih tinggi. Peringkat

NPL berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP/2011

adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Predikat Non Performing Loan Bank

No. Rasio Predikat

1 0% < NPL < 2% Sangat Sehat

2 2% ≤ NPL < 5% Sehat

3 5% ≤ NPL < 8% Cukup Sehat


71

4 8% < NPL ≤ 11% Kurang Sehat

5 NPL > 11% Tidak Sehat

Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio keuangan perusahaan

yang berhubungan dengan aspek likuiditas. LDR merupakan rasio

perbandingan antara jumlah dana yang disalurkan ke masyarakat dalam

bentuk kredit, dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang

digunakan. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal

31 Mei 2004 Lampiran 1E, Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat diukur dari

perbandingan antara seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana

pihak ketiga. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan

keuntungan bank.

Semakin tinggi Loan to Deposit Ratio (LDR) maka laba perusahaan

semakin meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan

kredit dengan efektif, sehingga jumlah kredit macetnya akan kecil).

Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, besarnya standar nilai Loan

to Deposit Ratio (LDR) menurut Bank Indonesia adalah antara 85% - 100%.

Dan LDR yang berlaku di Indonesia adalah maksimum 115%. LDR

merupakan perbandingan antara seluruh jumlah kredit atau pembayaran

yang diberikan bank dengan dana yang diterima bank. Nilai LDR dapat

ditentukan melalui suatu formula yang ditentukan oleh bank Indonesia

melalu surat edaran bank Indonesia No. 3/30/DPNP tanggal 14 desember

2001 yaitu:
72

Jumlah Kredit yang Diberikan


LDR = 𝑥 100%
Total Dana Pihak Ketiga

Loan to Deposit Ratio tersebut menyatakan seberapa jauh

kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan

deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber

likuiditasnya. Dengan kata lain seberapa jauh pemberian kredit kepada

nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi

permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah

digunakan oleh bank untuk memberikan kredit. Semakin tinggi rasio

tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas

bank yang bersangkutan. LDR menurut Kasmir (2008) dalam Agustina

(2014) besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan

keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara

dana yang terhimpun banyak maka akan menyebabkan bank tersebut rugi.

Peringkat LDR berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor

13/24/DPNP/2011 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Predikat Loan to Deposit Ratio Bank

No. Rasio Predikat

1 50% < LDR ≤ 75% Sangat Sehat

2 75% < LDR ≤ 85% Sehat

3 85% < LDR ≤ 100% Cukup Sehat

4 100% < LDR ≤ 120% Kurang Sehat

5 LDR > 120% Tidak Sehat


73

4. Good Corporate Governance (GCG)

Penilaian pelaksanakan GCG bank mempertimbangkan faktor-faktor

penilaian GCG secara komprehensif dan terstruktur, mencakup governance

structur, governance process, dan governance outcome. Berdasarkan SE BI

No. 15/15/DPNP Tahun 2013 bank diharuskan melakukan penilan sendiri

(self assessment) Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan

Risiko (Risk Based Bank Rating/RBBR) Bank Indonesia mengenai penilaian

Tingkat Kesehatan Bank Umum dengan menggunakan pendekatan risiko

(RBBR), Penilaian GCG didasarkan pada tiga aspek utama yaitu

governance structure, governance process, governance outcomes. Menurut

Rustam (2017) pengertian good corporate governance merupakan

serangkaian keterkaitan antara dewan komisaris, direksi, pihak-pihak yang

berkepentingan, serta pemegang saham perusahaan. Good corporate

governance menciptakan sebuah struktur yang membantu perusahaan dalam

menetapkan sasaran, menjalankan kegiatan usaha sehari-hari,

memperhatikan kebutuhan stakeholder, memastikan perusahaan beroperasi

secara aman dan sehat, mematuhi hukum dan peraturan lain, serta

melindungi kepentingan pelanggan atau nasabah.

Menurut Hamdani (2016), Berikut prinsip-prinsip good corporate

governance sebagai berikut:

1. Transparansi (Tranparency)

Prinsip dasar transparansi menunjukan tindakan perusahaan untuk

dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh seluruh


74

stakeholders. Transparansi (tranparency) mengandung unsur

pengungkapan (discloure) dan penyediaan informasi secara tepat

waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan secara mudah

diakses oleh pemangku kepentingan dan masyaratkat. Prinsip

transparansi dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan

pengungkapan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

Transparansi merupakan suatu komitmen untuk memastikan

ketersediaan dan keterbukaan informasi penting bagi pihak-pihak yang

berkepentingan mengenai keadaan keuangan, pengelolaan dan

kepemilikan perseroan secara akurat, jelas dan tepat waktu. Adapun

implementasi prinsip transparansi dalam praktik bisnis sebagai berikut:

a. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu,

memadai, jelas, aurat dan dapat diperbandingkan serta mudah

diakses oleh pemangku pemangku kepentingan sesuai dengan

haknya.

b. Informasi yang harus diungkapkan meliputi: visi, misi, sasaran

usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan

kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan

saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta

anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya,

sistem manajemen resiko, sistem pengawasan dan pengendalian

internal, sistem dan pelaksanaan good corporate governance serta


75

tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat

mempengaruhi kondisi perusahaan.

c. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi

kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan dan hak-hak

pribadi.

d. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional

dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Prinsip dasar akuntabilitas (accountability) bagi perusahaan harus

dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan

wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan

sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan

kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.

Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai

kinerja yang berkesinambungan. Akuntabilitas yang dimaksud adalah

akuntabilitas yang menjamin tersedianya mekanisme, peran tanggung

jawab jajaran manajemen yang profesional atas semua keputusan dan

kebijakan yang diambil sehubungan dengan aktivitas operasional

perseroan. Implementasi prinsip akuntabilitas dalam praktik bisnis

adalah:

a. Perusahaan menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-

masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan


76

selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values),

dan strategi perusahaan.

b. Perusahaan menjamin bahwa semua organ perusahaan termasuk

karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung

jawab dan perannya dalam pelaksanaan good corporate governance.

c. Perusahaan menerapkan sistem pengendalian internal dan efektif

dalam pengelolaan perusahaan.

d. Perusahaan memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan

yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki

sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).

e. Perusahaan memiliki etika bisnis dan pedoman perilaku (code of

conduct) yang dijalankan oleh setiap organ perusahaan mulai dari

pimpinan atas sampai pada tingkat karyawan bawah.

3. Responsibilitas (Responsibility)

Responsibilitas diartikan sebagai tanggung jawab perusahaan

sebagai anggota masyarakat untuk mematuhi peraturan yang berlaku

dan pemenuhan terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial. Prinsip dasar

responsibilitas (responsibility), pada prinsipnya perusahaan harus

mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan

tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat

terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat

pengakuan sebagai good corporate citizen. Dalam hal ini tanggung

jawab mencakup adanya deskripsi yang jelas tentang peranan dari


77

semua pihak dalam mencapai tujuan bersama, termasuk memastikan

dipatuhinya peraturan serta nilai-nilai sosial. Prinsip responsibilitas

dalam praktik bisnis diantaranya:

a. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan

memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,

anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).

b. Perusahaan melaksanakan tanggung jawab yaitu kepedulian

terhadap masayarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar

perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang

memadai.

4. Independensi (Independency)

Prinsip dasar independensi (independency) dalam pelaksanaan

good corporate governance bagi perusahaan diharapkan pengelolaan

dapat dilakukan secara independen sehingga masing-masing organ

perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh

pihak lain. adapun pedoman pelakasanaan prinsip independensi di

antaranya:

a. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya

dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan

tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan

dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan

dapat dilakukan secara objektif.


78

b. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan

tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-

undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung

jawab antara satu dengan yang lain.

5. Kewajaran (Fairness)

Prinsip dasar kewajaran dan kesetaraan (fairness) dalam

melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa

memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku

kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

Prinsip kewajaran dan kesetaraan adalah prinsip yang mengandung

unsur keadilan, yang menjamin bahwa setiap keputusan dan kebijakan

yang diambil adalah demi kepentingan seluruh pihak yang

berkepentingan, termasuk para pelanggan, pemasok, pemegang saham,

investor serta masyarakat luas. Terlebih keadilan dan perlindungan

terhadap kepentingan pemegang saham minoritas dari tindakan

kecurangan. Pedoman pelaksanaan prinsip kewajaran dan kesetaraan

dalam praktik bisnis yaitu:

a. Perusahaan memberikan kesempatan kepada pemangku

kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan

pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses

etrhadap informasi.
79

b. Perusahaan memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada

pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang

diberikan kepada perusahaan.

c. Perusahaan memberikan kesempatan yang sama dalam

penerimaan karyawan, berkarier dan melaksanakan tugasnya

secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan,

gender dan kondisi fisik.

Pembobotan GCG yang telah dilakukan kemudian dijumlahkan dan

diperingkatkan berdasarkan bobot penetapan peringkat GCG sesuai Surat

Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP 2011 sebagai berikut:

Tabel 2.3 Predikat Good Corporate Governance Bank

No. Rasio Predikat

1 Nilai Komposit <1,5 Sangat Baik

2 1,5 < Nilai Komposit < 2,5 Baik

3 2,5 < Nilai Komposit < 3,5 Cukup Baik

4 3,5 < Nilai Komposit < 4,5 Kurang Baik

5 Nilai Komposit > 4,5 Tidak Baik

5. Earning (Rentabilitas)

Menurut Kasmir (2012) mengartikan bahwa rentabilitas merupakan

aspek yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam

meningkatkan keuntungan. Kemampuan ini dilakukan dalam suatu periode.

Kegunaan aspek ini juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan
80

profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang sehat adalah

bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat di atas standar

yang ditetapkan.

Bank yang selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya

maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan semakin mengurangi

modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat

dikatakan sehat. Rasio Rentabilitas yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Return On Assets (ROA), dan Net Interest Margin (NIM).

Return On Assets (ROA) menggambarkan kemampuan perusahaan

mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti

kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan

sebagainya. Dalam pengukuran profitabilitas ini, penulis memilih

menggunakan ROA dapat dihitung bagaimana kemampuan manajemen

bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan. Tingkat manajemen bank

dalam mengelola aktiva yang dikuasainya untuk menghasilkan income.

Menurut Dendawijaya (2010) dalam Novianti (2020) menjelaskan bahwa:

“Rasio ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank

dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan, semakin besar

ROA suatu bank maka semakin besar pula posisi bank tersebut dari segi

penggunaan aktiva.”

Adapun perhitungan profitabilitas bank adalah dengan menggunakan

Return On Assets (ROA) atau tingkat pengembalian aktiva, Rumusnya

adalah:
81

Laba sebelum pajak


ROA = 𝑥 100%
Total aset

Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, bahwa apabila ROA hanya

mempunyai 0% akan memperoleh nilai postif. Secara umum dikatakan

bahwa semakin besar ROA semakin baik, itu berarti semakin efisien

penggunaan seluruh aktiva di dalam menghasilkan profit.

Penelitian mengenai pengaruh kinerja keuangan dalam hal ini ROA

terhadap nilai perusahaan menunjukkan hasil yang tidak konsisten. ROA

yang positif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk

beroperasi, perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan.

Sebaliknya apabila ROA yang negatif menunjukkan bahwa perusahaan

mengalami kerugian. Jadi jika suatu perusahaan mempunyai ROA yang

tinggi maka perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan

pertumbuhan. Akan tetapi, jika total aktiva yang digunakan perusahaan

tidak memberikan laba artinya perusahaan akan mengalami kerugian dan

akan menghambat pertumbuhan.

Peringkat ROA berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor

13/24/DPNP/2011 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 Predikat Return on Asset bank

No. Rasio Predikat

1 2% < ROA Sangat Sehat

2 1,25% < ROA ≤ 2% Sehat

3 0,5% < ROA ≤ 1,25% Cukup Sehat


82

4 0% < ROA ≤ 0,5% Kurang Sehat

5 ROA ≤ 0% Tidak Sehat

Net Interest Margin (NIM) menurut Surat Edaran Bank Indonesia

No 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 adalah sebagai berikut: “Net Interest

Margin (NIM) merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih

terhadap rata-rata aktiva produktifnya.” Rasio NIM menurut Hasibuan

(2007) dalam Agustina (2014) mencerminkan risiko pasar yang timbul

akibat berubahnya kondisi pasar, di mana hal tersebut dapat merugikan

bank. Hal ini mengingat pendapatan operasional bank sangat tergantung

selisih bunga dari kredit yang disalurkan (Kasmir, 2012). Rasio NIM juga

digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam

menghasilkan pendapatan dari bunga dengan melihat kinerja bank dalam

menyalurkan kredit, mengingat pendapatan operasional bank sangat

tergantung dari selisih bunga dari kredit yang disalurkan (Mahardian, 2008)

dalam (Agustina, 2014).

Rumus Perhitungan Net Interest Margin (NIM) menurut Surat

Edaran Bank Indonesia No 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 adalah sebagai

berikut:

Pendapatan Bunga Bersih


NIM = 𝑥 100%
Rata – rata Aktiva
Produktif
Semakin besar rasio NIM Taswan (2009: 167) dalam R.R.N

Korompis (2020), mengemukakan bahwa Net Interest Margin (NIM)


83

merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan

pendapatan bunga bersih dengan penempatan aktiva produktif. Dengan

demikian, semakin tinggi NIM akan mengakibatkan ROA yang semakin

tinggi pula. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga yang

diterima dari pinjaman yang diberikan dikurangi dengan beban bunga dari

sumber dana yang diberikan. Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah

aktiva produktif yang menghasilkan bunga seperti penempatan pada bank

lain, surat berharga, penyertaan, dan kredit yang diberikan. Sesuai dengan

aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, besarnya NIM yang harus

dicapai oleh suatu bank adalah di atas 6%. Peringkat NIM berdasarkan Surat

Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP 2011 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5 Predikat Net Interest Margin Bank

No. Rasio Predikat

1 3% < NIM Sangat Sehat

2 2% < NIM ≤ 3% Sehat

3 1,5% < NIM ≤ 2% Cukup Sehat

4 1% < NIM ≤ 1,5% Kurang Sehat

5 NIM ≤ 1% Tidak Sehat

6. Capital (Modal)

Menurut Riyadi (2014) Modal merupakan faktor utama bagi suatu

bank untuk dapat mengembangkan pertumbuhan usahanya. Pemenuhan

kebutuhan Rasio Modal Minimal Bank atau dikenal CAR ditentukan oleh
84

BIS (Bank for International Setlement) sebesar 8%. Seluruh aktiva bank

yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada

bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, disamping

memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana

masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. Tingkat CAR yang ideal akan

meningkatkan kepercayaan masyarakat sebagai pemilik dana terhadap bank

sehingga masyarakat akan memiliki keinginan yang lebih untuk menyimpan

dananya di bank, yang pada akhirnya bank akan memiliki kecukupan dana

untuk menjalankan kegiatan operasionalnya.

Sesuai peraturan Bank Indonesia No.10/15/PBI/2008, permodalan

minimum yang harus dimiliki bank adalah 8%, sedangkan dalam Arsitektur

Perbankan Indonesia (API) untuk menjadi bank jangkar Bank Umum harus

memiliki CAR minimal 12%. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.

6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004. Capital Adequacy Ratio (CAR) dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Modal Bank
𝐶𝐴𝑅 = 𝑥 100%
Total Aktiva tertimbang menurut resiko

Peringkat CAR berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor

13/24/DPNP 2011 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.6 Predikat Capital Adequacy Ratio Bank

No. Rasio Predikat

1 12% < CAR Sangat Sehat

2 9% < CAR ≤ 12% Sehat


85

3 8% < CAR ≤ 9% Cukup Sehat

4 6% < CAR ≤ 8% Kurang Sehat

5 CAR ≤ 6% Tidak Sehat

F. Hasil Penelitian Terdahulu Terkait Masalah yang Diteliti

Penelitian ini juga pernah diangkat sebagai topik penelitian oleh

beberapa peneliti sebelumnya. Maka peneliti juga harus mempelajari

penelitian-penelitian terdahulu atau sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai

acuan bagi peneliti dalam melakukan penelitian ini, penelitian terdahulu

menyebutkan masih adanya perbedaan hasil antara penelitian yang satu dengan

yang lain, sedangkan penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari

penelitian terdahulu yang mengkombinasikan beberapa variabel dan tahun

terbarukan sebagai bentuk penelitian yang baru, sehingga peneliti bermaksud

mengkaji ulang penelitian sejenis untuk mendapatkan hasil yang terbaru.

Amalia Sabrina Irianti dan Muhammad Saifi dari Universitas Brawijaya

pada tahun 2017 dalam jurnalnya membuat penelitian mengenai Pengaruh

Tingkat Kesehatan Bank Dengan Menggunakan Metode Risk Based Bank

Rating Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Perbankan Umum

Swasta yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2015). Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh secara simultan serta pengaruh

yang paling dominan diantara faktor tingkat kesehatan bank dengan

menggunakan metode Risk-Based Bank Rating yang diukur dengan variabel

NPL, LDR, ROA, NIM dan CAR terhadap nilai perusahaan (Tobin’s Q) pada
86

perusahaan perbankan konvensional sektor Bank Umum Swasta Devisa yang

terdaftar di BEI 2013- 2015. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

eksplanatori kuantitatif. Penilitian ini menggunakan populasi Bank Umum

Swasta Devisa yang terdaftar di BEI sebelum dan/atau tahun 2013. Teknik

analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier

berganda yang dibantu dengan program IBM SPSS Statictic 23.0. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa NPL, LDR, ROA, NIM, CAR terhadap nilai

perusahaan berkontribusi sebesar 36,2% dan sisanya 63,8% dipengaruhi oleh

faktor lain yang tidak ada dalam penelitian ini. Hasil uji simultan (uji F)

menunjukkan bahwa NPL, LDR, ROA, NIM, CAR berpengaruh signifikan

terhadap nilai perusahaan. Hasil dari Uji T menunjukkan NPL, LDR, NIM dan

CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan (Tobin’s Q),

sedangkan LDR dan ROA berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan

(Tobin’s Q). ROA adalah faktor yang paling dominan yang mempengaruhi

nilai perusahaan.

Rhevinalda Bima Prakarsa, Winwin Yadiati, dan Handiani Suciati pada

tahun 2020 dalam jurnalnya membuat penelitian mengenai Pengaruh Risk

Profile, Good Corporate Governance, Earning, Capital terhadap Value of Firm

di Bursa Efek Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh tingkat kesehatan perbankan terhadap nilai perusahaan. Metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data panel secara

parsial melalui penentuan model estimasi dan uji asumsi klasik terlebih dahulu

menggunakan 33 sampel bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).


87

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan

antara Return on Asset (ROA) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap

nilai perusahaan. Selain itu, pengaruh positif tetapi tidak signifikan antara GCG

dan risk profile terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa modal merupakan salah satu faktor pengembang bisnis dan earnings

perusahaan dapat menunjukkan prospek atau sinyal yang berkualitas.

Penerapan GCG tidak begitu berpengaruh, karena hasil penilaian self

assesment tidak sesuai dengan fraud yang terjadi. Selanjutnya, perbankan harus

dapat mengelola risiko agar dapat menjadi dorongan bahwa bank dapat

menghasilkan nilai yang tinggi. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian

Wardoyo dan Rizki Muti Agustini (2015) bahwa ROA tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan untuk penerapan Good

Corporate Governance tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai

perusahaan, dan untuk Capital yang diproksikan dengan CAR tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan.

Brenda Yulinda Suyitno pada tahun 2017 dalam jurnalnya membuat

penelitian mengenai Pengaruh NPL dan LDR Melalui Profitabilitas Sebagai

Variabel Intervening Terhadap Nilai Perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh non performing loan (NPL) dan loan to deposit ratio

(LDR) melalui profitabilitas sebagai variabel intervening terhadap nilai

perusahaan perbankan umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Populasi penelitian ini adalah perusahaan perbankan umum yang tercatat di

Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2010-2014. Teknik pengambilan


88

sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Metode statistik yang

digunakan adalah statistik deskriptif, serta analisis jalur. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa non performing loan (NPL) berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap profitabilitas serta berpengaruh negatif tidak signifikan

terhadap nilai perusahaan. Loan to deposit ratio (LDR) berpengaruh negatif

tidak signifikan terhadap profitabilitas serta berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap nilai perusahaan. Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan

terhadap nilai perusahaan. Hasil ini menunjukkan bahwa loan to deposit ratio

(LDR) tidak berpengaruh secara tidak langsung terhadap nilai perusahaan,

sedangkan non performing loan (NPL), berpengaruh secara tidak langsung

terhadap nilai perusahaan. Hasil pengujian ini juga menunjukkan besaran

pengaruh tidak langsung non performing loan (NPL) melalui profitabilitas

terhadap nilai perusahaan lebih besar apabila dibandingkan dengan besaran

pengaruh langsung non performing loan (NPL) terhadap nilai perusahaan.

I Gusti Ayu Gita Maheswari dan I Ketut Suryanawa pada tahun 2016

dalam jurnalnya membuat penelitian mengenai Pengaruh Tingkat Kesehatan

Bank Dan Ukuran Bank Terhadap Nilai Perusahaan. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh tingkat kesehatan bank dengan metode RGEC dan

ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan. Tingkat kesehatan bank yang

diatur oleh Bank Indonesia mulai tahun 2012 diukur menggunakan metode

RGEC (risk profile, good corporate governance, earnings, dan capital).

Penelitian ini menggunakan data pada emiten perbankan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014. Penggunaan metode purposive


89

sampling dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 22 perusahaan dari 40

populasi perusahaan perbankan yang telah go public. Teknik analisis data yang

digunakan adalah analisis regresi berganda. Berdasarkan hasil penelitian,

ditemukan bahwa tingkat kesehatan bank tidak berpengaruh, sedangkan ukuran

bank berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan.

Theresia Vania Hamolin dan Nila Firdaus Nuzula pada tahun 2018

dalam jurnalnya membuat penelitian mengenai Analisis Tingkat Kesehatan

Bank Berdasarkan Metode Risk Based Bank Rating (Studi Pada Bank Umum

Konvensional di Indonesia Periode 2014-2016). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui tingkat kesehatan perbankan menggunakan metode RBBR,

penelitian ini merupakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif, hasil hasil rekapitulasi dari peringkat NPL, ROA, NIM, CAR, dan

GCG tahun 2014 – tahun 2016 dan peringkat tingkat kesehatan bank dari Bank

Umum Konvensional di Indonesia tahun 2014- 2016 menunjukkan bank

memiliki predikat “Sangat Sehat” dan “Sehat”. Terdapat 15 bank yang

memiliki peringkat tingkat kesehatan 1 dengan predikat “Sangat Sehat”, 14

bank yang memiliki peringkat tingkat kesehatan 2 dengan predikat “Sehat” dan

1 bank yang memiliki peringkat tingkat kesehatan 1 dengan predikat “Cukup

Sehat”. Bank umum konvensional yang diteliti secara umum memiliki

peringkat yang baik dalam setiap faktor yang diteliti, tetapi masih ditemukan

dalam rasio ROA beberapa bank memiliki peringkat penilaian kategori “Cukup

Baik”, “Kurang Baik”, dan “Tidak Baik”. Hal tersebut menyebabkan hasil
90

peringkat tingkat kesehatan bank umum tersebut menjadi turun di peringkat 2

bahkan 3.

Zara Tania Rahmadi pada tahun 2019 dalam jurnalnya membuat

penelitian mengenai Pengaruh NIM, NPL, Dan CAR Terhadap Nilai

Perusahaan Dengan Tobin’s Q Sebagai Indikator Pengukur Pada Perusahaan

Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Peroode 2016-2018.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti emperis kesehatan bank NIM,

NPL dan CAR yang mempengaruhi Nilai Perusahaan dengan (Tobin’s Q)

sebagai indikator pengukur pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia. Perusahaan yang termasuk kriteria sampel adalah 4 peusahaan

perbankan. Metode analisis data menggunakan regresi data panel. Hasil

analisis dengan menggunakan regresi egresi data panel diperoleh hasil adalah

sebagai berikut. Pertama, Net Interest Margin secara signifikan mempengaruhi

Nilai Perusahaan dengan (Tobin’s Q) sebagai indikator pengukur. Kedua, Non

Performing Loan tidak berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan

dengan (Tobin’s Q) sebagai indikator pengukur. Ketiga, Capital Adequency

Ratio berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan dengan (Tobin’s Q)

sebagai indikator pengukur. Keempat, NIM, NPL san CAR tidak secara

bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan dengan

(Tobin’s Q) sebagai indikator pengukur.

Erika Ardini pada tahun 2019 dalam jurnalnya membuat penelitian

mengenai Analisis Tingkat Kesehatan Bank Dengan Metode Risk Based Rating

(RBBR) Pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa. Tujuan penelitian ini
91

adalah untuk menganalisis apakah pengaruh LDR, NPL, NIM, ROA, CAR, dan

GCG secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap Tingkat

Kesehatan Bank. Sampel penelitian ini ada empat, yaitu: PT Bank Central

Asia, Tbk, PT Bank UOB Indonesia, Tbk, PT Bank CIMB Niaga, Tbk. Metode

pengumpulan data penelitian ini bersumber dari data sekunder yang diambil

dari laporan keuangan Bank Swasta Devisa Nasional. Periode penelitian yaitu

triwulan I tahun 2014 sampai dengan triwulan IV tahun 2018. Teknik analisis

data menggunakan desktiptif dan menggunakan analisis regresi logistik. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa LDR, NPL, NIM, ROA, CAR, dan GCG

secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Kesehatan

Bank di Bank Devisa Nasional. LDR, NPL, NIM, CAR, GCG secara parsial

berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kesehatan bank di Bank Swasta

Nasional. ROA secara parsial berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap

kesehatan bank di Bank Devisa Swasta Nasional.

Secara terperinci terkait dengan hasil penelitian sebelumnya, dapat

digambarkan pada tabel 2.7 sebagai berikut:

Tabel 2.7 Penelitian Terdahulu

No Nama Variabel Meotodologi Hasil


Peneliti Penelitian
Persamaan Perbedaan
92

1 Amalia Sabrina Pengaruh Tingkat NPL, LDR, ROA, nilai NPL, LDR, ROA, NIM,
dan Muhammad Kesehatan Bank NIM, CAR perusahaan CAR
Saifi Dengan menggunakan berpengaruh signifikan
Menggunakan Tobin’s Q terhadap nilai perusahaan.
Jurnal Metode Risk Hasil dari Uji T
Administrasi Based Bank menunjukkan NPL, LDR,
Bisnis (JAB) Vol. Rating Terhadap NIM dan CAR
50 No. 1 Nilai Perusahaan tidak berpengaruh
September 2017 signifikan terhadap nilai
Universitas perusahaan (Tobin’s Q),
Brawijaya sedangkan LDR dan ROA
berpengaruh
signifikan terhadap nilai
2017
perusahaan (Tobin’s Q).
ROA adalah faktor yang
paling dominan yang
mempengaruhi nilai
perusahaan.
2 Rhevinalda Bima Pengaruh Risk Risk Profile (RP), nilai Ada pengaruh positif dan
Prakarsa, Winwin Profile, Good Good Corporate perusahaan signifikan antara Return
Yadiati, dan Corporate Governance menggunakan on Asset (ROA), Capital
Handiani Suciati, Governance, (GCG), Earning, Tobin’s Q Adequacy Ratio (CAR)
Earning, Capital Capital (RGEC), terhadap nilai perusahaan.
Jurnal terhadap Value of Pengaruh positif tetapi
Maksipreneur Firm di tidak signifikan antara
Vol.9 no.2. Bursa Efek GCG dan risk profile
Universitas Indonesia terhadap nilai perusahaan.
Padjadjaran earnings perusahaan
dapat menunjukkan
2020 prospek atau sinyal yang
berkualitas. Penerapan
GCG tidak begitu
berpengaruh, karena hasil
penilaian self-assesment
tidak sesuai dengan fraud
yang terjadi.
3 Brenda Yulinda Pengaruh NPL NPL, LDR, dan ROA NPL berpengaruh negatif
Suyitno, dan LDR Melalui Nilai Perusahaan digunakan dan signifikan terhadap
Profitabilitas sebagai variable profitabilitas serta
Jurnal Ilmu dan Ssebagai Variabel intervening. berpengaruh negatif tidak
Riset Manajemen, Intervening signifikan terhadap nilai
Vol 6, Nomor 2, Terhadap Nilai perusahaan. LDR
Sekolah Tinggi Perusahaan berpengaruh negatif tidak
Ilmu Ekonomi signifikan terhadap
Indonesia profitabilitas serta
(STIESIA) Sur berpengaruh negatif dan
abaya signifikan terhadap nilai
perusahaan. Profitabilitas
berpengaruh positif dan
e-ISSN: 2461-
signifikan terhadap nilai
0593
perusahaan. LDR tidak
berpengaruh secara tidak
langsung terhadap nilai
2017 perusahaan, sedangkan
NPL berpengaruh secara
tidak langsung terhadap
nilai perusahaan.
4 I Gusti Ayu Pengaruh Tingkat Risk Profile, Good Nilai Hasil
Maheswari, dan I Kesehatan Bank Corporate perusahaan penelitian, ditemukan
Ketut Suryanawa. Dan Ukuran Bank Governance, menggunakan bahwa tingkat kesehatan
Terhadap Nilai Earnings, dan rasio Tobin’s Q bank tidak berpengaruh,
93

e-Jurnal Akuntansi Perusahaan Capital. sedangkan ukuran


Universitas bank berpengaruh positif
Udayana signifikan terhadap nilai
Vol.16.2. :1319- perusahaan
1346
ISSN: 2302-8556

2016
5 Theresia Vania Analisis Tingkat Profil risiko, Tidak Hasil dari peringkat NPL,
Hamolin dan Nila Kesehatan Bank rentabilitas, berimplikasi ROA, NIM, CAR, dan
Firdaus Nuzula, Berdasarkan permodalan, dan terhadap nilai GCG tahun 2014 – tahun
Metode Risk Good Corporate perusahaan. 2016 dan peringkat
Universitas Based Bank Governance tingkat kesehatan bank
Brawijaya, Jurnal Rating dari Bank Umum
Administrasi Bisnis Konvensional di
(JAB) Vol. 57 No. Indonesia tahun 2014-
1 2016 menunjukkan bank
memiliki predikat
“Sangat Sehat” dan
2018
“Sehat”. Terdapat 15
bank yang memiliki
peringkat tingkat
kesehatan 1 dengan
predikat “Sangat Sehat”,
14 bank yang
memiliki peringkat
tingkat kesehatan 2
dengan predikat “Sehat”
dan 1 bank yang memiliki
peringkat tingkat
kesehatan 1 dengan
predikat “Cukup Sehat”.
Bank umum konvensional
yang diteliti secara umum
memiliki peringkat yang
baik dalam setiap faktor
yang diteliti, tetapi masih
ditemukan dalam rasio
ROA beberapa bank
memiliki peringkat
penilaian kategori “Cukup
Baik”, “Kurang Baik”,
dan “Tidak Baik”.
6 Zara Tania Pengaruh NIM, NIM, NPL, dan Nilai NIM secara signifikan
Rahmadi NPL CAR perusahaan mempengaruhi Nilai
Dan CAR menggunakan Perusahaan
Sekolah Tinggi Terhadap Nilai rasio Tobin’s Q dengan (Tobin’s Q)
Ilmu Ekonomi Perusahaan sebagai indikator
Galileo Batam, Dengan Tobin’s Q pengukur. NPL tidak
Sebagai Indikator berpengaruh signifikan
Pengukur Pada terhadap Nilai Perusahaan
Jurnal e-ISSN :
Perusahaan dengan (Tobin’s Q)
2621-9441 Volume
Perbankan Yang sebagai indikator
2, No 4
Terdaftar Di pengukur. Ketiga,
Bursa Efek CAR berpengaruh
2019 Indonesia Periode signifikan terhadap Nilai
2016-2018 Perusahaan dengan
(Tobin’s Q)
sebagai indikator
pengukur. Keempat,
NIM,NPL dan CAR
94

secara bersama-sama
tidak berpengaruh
signifikan terhadap Nilai
Perusahaan dengan
(Tobin’s Q) sebagai
indikator pengukur.
7 Erika Ardini Analisis Tingkat LDR, NPL, NIM, Tidak ada Nilai LDR, NPL, NIM, ROA,
Kesehatan Bank ROA, CAR, dan perusahaan CAR, dan GCG secara
Sekolah Tinggi Dengan Metode GCG simultan mempunyai
Ilmu Ekonomi Risk Based Bank pengaruh yang signifikan
Perbanas Surabaya Rating (RBBR) terhadap Kesehatan Bank
Pada Bank Umum di Bank Devisa Nasional.
Swasta Nasional LDR, NPL, NIM, CAR,
2019
DevisaA GCG secara parsial
berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap
kesehatan bank di Bank
Swasta Nasional. ROA
secara parsial
berpengaruh negatif tidak
signifikan terhadap
kesehatan bank di Bank
Devisa Swasta Nasional.

Sumber : Data diolah peneliti, (2020)


G. Kerangka Pemikiran

Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2011:60), “Kerangka berfikir

dapat diartikan sebagai model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan

dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang

penting”. Berdasarkan uraian kajian pustaka dan landasan teoritis, maka

penulis menyusun model analisis berupa penggambaran hubungan antara

variabel-variabel sehingga dapat berfungsi untuk merumuskan hipotesis dalam

penelitian.

Tingkat kepercayaan yang dimiliki masyarakat dan pihak bank harus

terjadi, karena dapat memperlancar jalannya kegiatan perbankan, sehingga

bank merasa bertanggungjawab jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.

Dengan demikian bank melakukan prediksi mengenai kesehatan atas laporan

keuangan untuk menilai seberapa besar keefektivitas dalam mengendalikan

kinerja perbankan. Dengan adanya penilaian kesehatan bank maka akan


95

mempermudah para pengguna informasi maupun pihak yang berkepentingan

untuk pengambilan sebuah keputusan.

Penilaian RBBR, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau

indikator pada risk profile buruk, maka bank tersebut belum dapat diprediksi

akan mengalami kebangkrutan selama parameter penanganan risiko bank itu

sangat baik sehingga dapat mencegah atau meminimalisasi akan terjadinya

kebangkrutan. Risk profile dihitung dengan menggunakan rasio NPL untuk

menghitung risiko kredit dan rasio LDR untuk menghitung risiko likuiditas.

Rasio Non Performing Loan (NPL) merupakan perbandingan antara kredit

bermasalah terhadap total kredit. Semakin kecil rasio NPL, maka semakin kecil

pula risiko kredit yang ditanggung pihak bank sedangkan semakin tinggi rasio

NPL menunjukkan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan

jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam

kondisi bermasalah semakin besar yaitu kerugian yang diakibatkan tingkat

pengembalian kredit macet. Semakin tinggi rasio maka semakin besar jumlah

kredit yang tidak tertagih dan berakibat pada penurunan pendapatan bank.

Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan perbandingan kredit yang

diberikan terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi LDR menunjukkan

semakin tinggi dana yang disalurkan kepada pihak ketiga. Semakin tinggi rasio

ini maka semakin rendah pula kemampuan likuiditas bank, karena jumlah dana

yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Sebaliknya,

semakin rendah rasio LDR menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam

menyalurkan kredit. LDR yang rendah menunjukkan bank yang likuid dengan
96

kelebihan kapasitas. Apabila total kredit yang diberikan lebih besar daripada

jumlah dana yang dihimpun maka akan mengindikasikan bahwa semakin

rendahnya kemampuan likuiditas bank. Hal ini disebabkan karena jumlah dana

yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Sebaliknya

jika jumlah kredit yang diberikan lebih kecil daripada jumlah dana yang

dihimpun maka akan terjadi penumpukan dana yang tidak produktif pada bank.

Good Corporate Governance (GCG) didapatkan dari pihak bank dan telah

dipublikasikan oleh masing – masing bank dalam menganilisis faktor Good

Corporate Governance (GCG). Earning dihitung dengan menggunakan rasio

ROA, dan NIM. Rasio Return on Asset (ROA) merupakan perbandingan laba

sebelum pajak bank terhadap aset. Semakin tinggi rasio ROA menunjukkan

kinerja bank yang semakin baik, Rasio Net Interest Margin (NIM) merupakan

perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap aktiva produktif.

Semakin besar rasio NIM menunjukkan semakin efektif bank dalam

penempatan aktiva produktif dalam bentuk kredit. Semakin besar rasio ini

maka semakin meningkat pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola

bank sehingga kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.

Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan perbandingan modal

bank dengan aktiva tertimbang. Bank yang dianggap sehat adalah bank yang

memiliki Capital Adequacy Ratio (CAR) di atas 8%, sehingga semakin tinggi

CAR mengindikasikan semakin besar sumber daya finansial yang dapat

digunakan untuk keperluan pengembangan usaha dan mengantisipasi petensi

kerugian yang diakibatkan oleh penyaluran kredit seperti kredit macet.


97

Berdasarkan hal tersebut maka dapat digambarkan kerangka pemikiran

sebagai berikut:

A. INPUT PROSES OUTPUT

1) Laporan Keuangan Non Performing Loan (X1)


2) Metode RBBR Sumber: R.R.N Korompis (2020)
menurut PBI No.
13/1/PBI/2011
3) B. Tingkat
Loan to Deposit Ratio(X2)
Tujuan Sumber: Agustina (2014)
4) Saran Kesehatan Bank
(Y)
Good Corporate Governance (X3) Sumber: Gilang (2018)
Sumber: Rustam (2017)

Return on Asset (X4) Nilai Perusahaan


Sumber: Novianti (2020) (Z)
Sumber: Agustina (2014)
Net Interest Margin (X5)
Sumber: Agustina (2014)

Capital Adequacy Ratio (X6)


Sumber: Riyadi (2014)

Umpan Balik
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir

Berdasarkan kerangka berfikir diatas, maka sebagai dasar untuk

merumuskan hipotesis, berikut disajikan kerangka pemikiran teoritis yang

dituangkan dalam model kerangka konseptual, seperti yang ditunjukan pada

gambar berikut:
98

Non Performing Loan (X1)

H1
Loan to Deposit Ratio (X2)
H2

Good Corporate H3
Governance (X3) Tingkat Kesehatan Nilai
Bank (Y)
H8 Perusahaan
H4
Return On Asset (X4) (Z)

H5
Net Interest Margin (X5)
H6

Capital Adequacy Ratio


(X6)

H7
Gambar 2.3
Paradigma Penelitian

H. Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2016) menyatakan bahwa Hipotesis adalah jawaban

sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan

masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pernyataan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang merupakan masing-

masing variabel maupun antar variabel didasari pada skala pengukuran

kuantitatif, terdiri dari faktor risk profil, good corporate governance (GCG),

earning (rentabilitas), capital (modal) menggunakan metode RBBR untuk

menilai kesehatan bank dan implikasinya terhadap nilai perusahaan yang


99

diproksikan dengan PBV. Dengan demikian dalam hal ini penjelasan mengenai

hasil pengujian koefisien variabel secara individual akan diabaikan.

Berdasarkan hal tersebut, maka untuk menguji dampak implementasi RBBR

terhadap nilai perusahaan.

1. Pengaruh NPL terhadap Kesehatan Perbankan

Penelitian yang dilakukan oleh Erika Ardini mengatakan bahwa

berdasarkan hasil analisis regresi logistik menunjukan bahwa NPL tidak

berpengaruh terhadap tingkat kesehatan bank. Hasil penelitian tersebut

sejalan dengan penelitian Kiki Marti Diana yang menyatakan bahwa NPL

secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat

kesehatan bank, namun tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nian Rizky Putri Utama (2016) yang menyatakan NPL berpengaruh negatif

signifikan terhadap kesehatan bank.

Non Performing Loan (NPL) dapat digunakan untuk mengukur sejauh

mana kredit yang bermasalah yang ada dapat dipenuhi dengan aktiva

produktif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, Herman (2011:16) dalam

R.R.N Korompis (2020) menyatakan semakin tinggi risiko kredit dari

ketidaklancaran pembayaran pokok pinjaman dan bunga maka secara

langsung akan berdampak pada penurunan kinerja perbankan.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesa dalam penelitian ini, yaitu:

H1: Terdapat pengaruh Non Performing Loan terhadap tingkat kesehatan

perbankan
100

2. Pengaruh LDR terhadap Kesehatan Perbankan

Penelitian yang dilakukan oleh Erika Ardini mengatakan bahwa

berdasarkan hasil analisis regresi logistik menunjukan bahwa LDR tidak

berpengaruh terhadap tingkat kesehatan bank. Hasil penelitian tersebut

sejalan dengan penelitian Kiki Marti Diana yang menyatakan bahwa LDR

secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat

kesehatan bank.

Loan to Deposit Ratio menurut Kasmir (2008) dalam Agustina (2014)

besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank.

Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana yang terhimpun

banyak maka akan menyebabkan bank tersebut rugi.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesa dalam penelitian ini, yaitu :

H2: Terdapat pengaruh Loan to deposit ratio berpengaruh terhadap tingkat

kesehatan perbankan

3. Pengaruh GCG terhadap Kesehatan Perbankan

Penelitian yang dilakukan oleh Erika Ardini mengatakan bahwa

berdasarkan hasil analisis regresi logistik menunjukan bahwa GCG tidak

berpengaruh terhadap tingkat kesehatan bank, namun secara keseluruhan

Bank Umum Swasta Nasional Devisa yang menjadi sampel dalam penelitian

ini tergolong dalam predikat komposit bank yang sehat.

Good corporate governance menurut Rustam (2017) merupakan

serangkaian keterkaitan antara dewan komisaris, direksi, pihak-pihak yang


101

berkepentingan, serta pemegang saham perusahaan. Good corporate

governance menciptakan sebuah struktur yang membantu perusahaan dalam

menetapkan sasaran, menjalankan kegiatan usaha sehari-hari,

memperhatikan kebutuhan stakeholder, memastikan perusahaan beroperasi

secara aman dan sehat, mematuhi hukum dan peraturan lain, serta

melindungi kepentingan pelanggan atau nasabah.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesa dalam penelitian ini, yaitu :

H3: Terdapat pengaruh Good corporate governance terhadap tingkat

kesehatan perbankan

4. Pengaruh ROA terhadap Kesehatan Perbankan

Penelitian yang dilakukan oleh Erika Ardini mengatakan bahwa

berdasarkan hasil analisis regresi logistik menunjukan bahwa ROA tidak

berpengaruh terhadap tingkat kesehatan bank. Penelitian yang sudah

dilakukan menunjukan apabila semakin rendah nilai ROA sebuah

perusahaan maka semakin tidak baik pula kemampuan perusahaan dalam

mengelola asetnya. Hal ini terjadi karena bank mengalami penurunan laba

bersih dan total aset sehingga kurang efisien dalam menggunakan aktiva

sebagai sumber dana dalam kegiatan operasional perusahaan sehingga

menyebabkan laba yang dihasilkan lebih kecil dan mempengaruhi Tingkat

Kesehatan Bank juga menurun.

Menurut Dendawijaya (2010) dalam Novianti (2020) menjelaskan

bahwa Rasio ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen

bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan, semakin


102

besar ROA suatu bank maka semakin besar pula posisi bank tersebut dari

segi penggunaan aktiva.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesa dalam penelitian ini, yaitu :

H4: Terdapat pengaruh Return on Asset terhadap tingkat kesehatan

perbankan.

5. Pengaruh NIM terhadap Kesehatan Perbankan

Penelitian yang dilakukan oleh Erika Ardini mengatakan bahwa

berdasarkan hasil analisis regresi logistik menunjukan bahwa variabel NIM

memiliki koefisien regresi sebesar 1.736, dari hasil penelitian ini

menunjukan adanya pengaruh positif terhadap Tingkat Kesehatan Bank dan

NIM tidak berpengaruh terhadap tingkat kesehatan bank.

Menurut Taswan (2009: 167) dalam R.R.N Korompis (2020),

menjelaskan bahwa Net Interest Margin (NIM) merupakan rasio yang

mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan pendapatan bunga bersih

dengan penempatan aktiva produktif.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesa dalam penelitian ini, yaitu :

H5: Terdapat pengaruh Net Interest margin terhadap tingkat kesehatan

perbankan

6. Pengaruh CAR terhadap Kesehatan Perbankan

Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi Marpaung menunjukan hasil

bahwa CAR tidak berpengaruh terhadap tingkat kesehatan perbankan.

Namun, di dalam penelitian Wandani Okto Khaira mengatakan bahwa CAR


103

berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap tingkat kesehatan

perbankan.

Menurut Riyadi (2014) Modal merupakan faktor utama bagi suatu

bank untuk dapat mengembangkan pertumbuhan usahanya. Pemenuhan

kebutuhan Rasio Modal Minimal Bank atau dikenal CAR ditentukan oleh

BIS (Bank for International Setlement) sebesar 8%. Seluruh aktiva bank

yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada

bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, disamping

memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana

masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesa dalam penelitian ini, yaitu :

H6: Terdapat pengaruh Capital Adequacy Ratio terhadap tingkat kesehatan

perbankan

7. Pengaruh NPL, LDR, GCG, ROA, NIM dan CAR terhadap Kesehatan

Perbankan

Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi Marpaung mengatakan Hasil

uji simultan menunjukkan bahwa NPL, LDR, ROA, NIM, dan CAR

berpengaruh secara simultan terhadap tingkat kesehatan bank, hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian Wilmanda Gresi Pramulia (2014)

yang menyatakan bahwa GCG, ROA, NIM, ROE, CAR dan FACR secara

bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap skor kesehatan

Bank Umum Swasta Nasional.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesa dalam penelitian ini, yaitu :


104

H7: Terdapat pengaruh RBBR yаng dijаbаrkаn dеngаn NPL, LDR, GCG,

ROА, NIM, dan CАR bеrpеngаruh sеcаrа simultаn tеrhаdаp nilаi

pеrusаhааn yаng diproksikan dеngаn rаsio PBV

8. Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank terhadap Nilai Perusahaan

Penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Ayu Gita Maheswari dan I

Ketut Suryanawa menunjukan hasil tingkat kesehatan bank tidak

berpengaruh pada nilai perusahaan, sehingga hasil penelitian ini

menunjukan bahwa semakin tinggi rendahnya tingkat kesehatan bank tidak

akan menyebabkan perubahan pada nilai perusahaan. Hasil ini didukung

oleh Srihayati, Tandika dan Azib (2015) yang menyatakan bahwa secara

bersama-sama komponen RGEC tidak berpengaruh terhadap nilai

perusahaan, namun tidak sesuai dengan penelitian Amalia Sabrina Irianti

dan Muhammad Saifi (2017) yang menyatakan bahwa secara bersama-sama

komponen RGEC berpengaruh signfikan terhadap nilai perusahaan.

Vаriаbеl tеrsеbut dаpаt digunаkаn sеbаgаi pеngukurаn tingkаt kеsеhаtаn

dаn dаpаt mеnаjаdi аcuаn pаrа invеstor untuk mеlihаt kеbеrhаsilаn pаdа

bаnk tеrtеntu kаrеnа sеmаkin tinggi hаrgа sаhаm sеmаkin tinggi pulа nilаi

pеrusаhааn tеrsеbut.

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesa dalam penelitian ini, yaitu :

H8: Terdapat pengaruh Tingkat Kesehatan Bank terhadap Nilai Perusahaan.


105

Anda mungkin juga menyukai