Anda di halaman 1dari 26

PENENTUAN AZIMUTH DENGAN

PENGAMATAN MATAHARI

Bambang Kun Cahyono


Pendahuluan
• Azimuth matahari (AM) untuk setiap saat bisa ditentukan
bila kita dapat mengamati matahari, terlebih mengingat
posisi indonesia yang berada di zona equator. Dimana
sepanjang tahun akan selalu menjumpai Matahari di
siang harinya.
• Cara pengamatan dan penentuannya cukup mudah,
yaitu hanya dengan menentukan tinggi matahari dan
dicatat waktu pengamatannnya.
• Apabila sebelum atau sesudah mengamat matahari,
teropong dibidikkan ke arah titik acuan (P) dan dibaca
lingkaran horizontalnya, maka dapat dihitung sudut
horizontal antara titik acuan dan matahari saat diamat
(ψ).
• Selanjutnya azimuth matahari bisa dihitung,
sebagaimana ilustrasi berikut:
U KU

-t
λ

AM
q
Ao AM
M
ψ Ao
O

P P
• Alat yang diperlukan untuk melakukan
pengukuran ini adalah alat ukur sudut (misal:
Theodolite) dan alat ukur waktu (misal: Jam)
• Sudut horisontal yang dimaksudkan dalam
pengukuran ini adalah selisih bacaan piringan
horisontal ke arah matahari (HM) dan ke arah titik
acuan (Hp)
• Sehingga   Hs  H M
• Dalam segitiga bola, azimuth matahari (AM) dan segitiga
bola KU-M-Z dapat ditentukan jika diketahui minimal 3
unsurnya
• Dengan menggunakan alat ukur sudut dan alat ukur
waktu bisa ditentukan besarnya busur-ZM, dan waktu
pengamatan (t).
• Data yang diperlukan lainnya bisa didapatkan dari tabel
(misal: data deklinasi matahari, data perataan waktu, dll)
• Sehingga nantinya bisa didapatkan harga:
 Z-M = 90o-h
 Z-KU = 90o-φ
 M-KU = 90o-
 M-KU-Z= t (sudut waktu)
• Apabila penyelesaian segitiga bola untuk menentukan
besarnya azimuth (A) dengan menggunakan unsur (90o-
h), (90o-), dan (90o-)  dinamakan metode TINGGI
MATAHARI
• Tetapi apabila unsur yang digunakan adalah t, (90o-),
dan (90o-)  dinamakan metode SUDUT WAKTU
• Sebetulnya masih ada beberapa metode lagi dalam
pengukuran azimuth melalui pengamatan matahari ini.
• Pastinya setiap metode memiliki kelebihan dan
kekurangan, yang terbaik adalah penentuan metode
mengikuti tuntutan kerja dan ketersediaan peralatan
serta data (tabel) yang ada.
Metode Tinggi Matahari
• Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, dalam
perhitungan dengan menggunakan pendekatan metode
tinggi matahari data yang diperlukan adalah:
– Tinggi matahari saat pengamatan (h) helling
– Deklinasi matahari ()
– Serta lintang pengamatan ()
– Rumus o o o
cos(90   )  cos(90   ) * cos(90  h)
cos A 
sin(90o   ) * sin(90o  h)

sin( )  sin( ) * sin(h)


cos A 
cos( ) * cos(h)

sin( )  sin( ) * cos( z )


cos A 
cos( ) * sin( z )
• Dalam penentuan besarnya deklinasi matahari, besarnya
deklinasi berubah setiap detik  alat pengukur waktunya
harus memiliki ketelitian sampai 1 detik, selain sudah
disamakan dengan waktu standar WIB atau GMT
• Bisa jadi waktu saat dilakukannya pengamatan tidak persis
seperti waktu yang ada di tabel, untuk itu perlu dilakukan
interpolasi dari data sebelum dan sesudahnya di table.
• Untuk mendapatkan besarnya lintang dan bujur lokasi
pengamatan, bisa dengan menggunakan Handheld GPS,
atau melakukan interpolasi posisi dari peta topografi.
• Tinggi matahari dan zenith sebelum dimasukkan dalam
proses hitungan, terlebih dahulu harus dikoreksi terhadap
– Refraksi
– Paralaks
– Tinggi lokasi pengamatan dari MSL
– Setengah diameter matahari  pengamatan tepi matahari
• Untuk menghilangkan kesalahan sistematis
karena kesalahan penentuan harga lintang ()
dan tinggi matahari (h)  pengamatan dilakukan
pada pagi dan sore hari
• Sehingga akan didapatkan Azimuth Pagi (Ap)
dan Azimuth Sore (As)
o
Ap  360  As
• Jika terjadi perbedaan, maka diambil nilai rata-
ratanya
• Untuk mendapatkan ketelitian yang lebih
baik, sebaiknya
– pengamatan dilakukan pagi dan sore hari
– pengamatan dilakukan dalam beberapa seri
– tinggi matahari yang diamat serendah
mungkin (5o s.d. 15o)  lintang di daerah
indonesia < 15o
Metode Sudut Waktu
• Sebagai mana dalam metode tinggi matahari, metode ini
juga diperlukan data lintang dan bujur pengamatan 
interpolasi peta topografi atau pengamatan GPS
handheld
• Data deklinasi matahari dan data perata waktu didapat
dari tabel
• Alat pengukur waktu yang digunakan harus sudah
disesuaikan dengan standar WIB atau GMT
• Rumus yang digunakan adalah sbb:
 sin(t )
tan( A) 
cos( ) tan( )  sin( ) cos(t )

.
• Sudut waktu bisa dicari mengikuti aturan berikut
t  GMT  PW    12 jam
dimana  GMT = WIB – 7jam
PW = Perata Waktu  dari tabel
 = bujur pengamatan
• Untuk menghindari nilai PW yang negatif, maka
harga PW diganti dengan E
E  PW  12 jam
• Atau harga t bisa dihitung dengan
sin(h)  sin( ) sin( )
cos(t ) 
cos( ) cos( )
Cara Pengamatan
• Pengamatan matahari bisa dilakukan dengan beberapa
cara:
– Menggunakan filter gelap
setelah terpasang filter pada teropong, matahari bisa diamat
secara langsung. Pengamatan dilakukan dengan menepatkan
tepi-tepi matahari disinggungkan terhadap benang silang.
jika pada diafragma teropong terdapat lingkaran matahari, maka
pengamatan terhadap pusat matahari bisa dilakukan dengan
memasukkan matahari pada lingkaran tersebut.
– Menadah bayangan matahari
cara ini hampir sama dengan cara sebelumnya (dengan filter
gelap), yang membedakan adalah cara mengamatnya dengan
menadah bayangan matahari pada sebuah kertas putih
– Menggunakan PRISMA ROELOFS  diamat langsung
pusatnya
Prosedur Pengamatan
• Ukur lintang dan bujur pengamatan
• Siapkan formulir pengamatan dan peralatan yang akan
digunakan
• Pasang dua buah titik dilapangan
 titik pengamatan (O) dan titik ikatan (P)
• Dirikan alat ukur sudut di titik O, lakukan sumbu satu
vertikal  catatan kesalahan kolimasi dan indeks vertikal
sudah tidak ada
• Bidik titik ikat (P) dengan teropong dalam keadaan biasa,
baca lingkaran horisontal.
• Bidik matahari (M) dengan posisi teropong masih sama
seperti sebelumnya (biasa), kemudian baca piringan
vertikal, piringan horisontal, dan waktu pengamatan
• Ubahlah posisi teropong (menjadi luar biasa)
lakukan lagi pengamatan ke arah matahari,
kemudian baca piringan vertikal, piringan
horisontal, dan waktu pengamatan
• Selanjutnya bidik titik ikat (P) lagi dengan posisi
teropong luar biasa, catan piringan
horisontalnya
• Catat hasil pengamatan pada formulir yang
digunakan, serta gambarkan sketsa matahari
beserta arah gerakannya
Koreksi yang Diberikan pada
Hasil Pengamatan
• Koreksi refraksi
• Koreksi paralaks
• Koreksi ketinggian
• Koreksi setengah diameter matahari
– Koreksi untuk sudut vertikal
– Koreksi untuk sudut horizontal
Langkah-langkah perhitungan
• Reduksi dan koreksi data
– Koreksi refraksi
– Koreksi paralak
– Koreksi ketinggian
– Koreksi ½ diameter matahari
– Koreksi waktu
• Menghitung deklinasi matahari
• Mencari lintang dan bujur pengamat
• Menghitung azimuth matahari
• Menghitung azimuth titik acuan
• Menghitung ketelitian pengamatan
Reduksi dan koreksi data
• Dikarenakan tidak seragamnya cara pembagian skala
pada lingkaran vertikal, maka semua data pengamatan
harus dikonversi ke dalam bacaan helling (hu)terlebih
dahulu.
• Selanjutnya koreksi-koreksi baru bisa diberikan.
• Koreksi refraksi
– Apabila saat pengamatan diukur pula temperatur dan tekanan
udara, maka koreksinya menggunakan rumus:
r  rm * c p * ct
dimana rm adalah koreksi refraksi menengah; cp adalah koreksi
barometrik; ct adalah koreksi temperatur; yang ketiganya harus
dilihat pada tabel.
– Apabila data temperatur dan tekanan udara tidak ada, maka
koreksinya adalah:
r  58" cot( hu )
• Koreksi paralaks
– Besarnya koreksi paralaks (p”) adalah p  ph * cos( hu )
– Dengan besarnya ph untuk setiap harinya bisa dicari dalam tabel
deklinasi matahari, atau diambil harga rata-ratanya sebesar 8”8
– Bisa juga besarnya p” langsung dilihat pada tabel

• Koreksi ketinggian tempat


– Untuk pengamatan dengan ketelitian tinggi, koreksi ini harus
diberikan
– Untuk itu harus diketahui tinggi tempat dari MSL.
– Caranya yaitu diukur secara langsung, atau diinterpolasi dari
peta topografi.
– Tetapi untuk pengamatan tidak teliti, koreksi ini biasanya
diabaikan
• Koreksi ½ diameter matahari
– Koreksi ini hanya diberikan jika pengamatan yang dilakukan
dengan cara menyinggungkan benang silang terhadap tepi
matahari.
– Dalam hal ini, koreksi diberikan untuk sudut vertikal (zenith
ataupun helling).
– Besarnya diameter matahari bisa dilihat di tabel;
– Atau diambil rata-ratanya yaitu sebesar 16 menit
– Pada pemberian koreksi, perlu diperhatikan harga (+) dan (-) nya
• Jika tepi atas yang diamat  koreksinya negatif (-)
• Jika tepi bawah yang diamat  koreksinya positif (+)
• Koreksi waktu
– Apabila alat penunjuk waktu yang digunakan belum “dicocokan’
dengan waktu standar (WIB, WITA, WIT, GMT) maka koreksi ini
harus diberikan
– Waktu ini penting saat mencari besarnya deklinasi pengamatan
• Dalam tabel deklinasi matahari, umumnya data yang
tersedia adalah data pada jam 7 dan data jam 15
• Serta dituliskan pula data perubahan setiap jamnya
• Sehingga jika pengamatan dilakukan setelah/sebelum
jam tersebut, maka harus dilakukan interpolasi.
• Contoh:
– Deklinasi pada jam 7 tanggal 1 Maret 2010 adalah +21o59’07”,
dan perubahan tiap jam adalah +20”9
– Pengamatan dilakukan pada jam 8j42m30d
– Maka besarnya deklinasi adalah +21o59’42”61
– Caranya yaitu dengan menyelisihkan waktu pengamatan
terhadap waktu tabel (8j42m30d – 7j00m00d) yaitu sebesar
1j42m30d atau 1,704 jam
– Selanjutnya besar selisih waktu tersebut dikalikan dengan
perubahan tiap jam  beda deklinasi sebesar 35”61
• Mencari lintang dan bujur pengamat
– Jika tidak diketahui lintang dan bujur pengamatan, maka
penentuannya bisa dilakukan melalui interpolasi pada peta
topografi.
– Caranya yaitu dengan menggunakan interpolasi linier terhadap
posisi garis-garis grid pada peta.

• Menghitung besarnya Azimuth Matahari


– Setelah didapatkan tinggi pusat matahari (h), deklinasi matahari
(), lintang () dan bujur () pengamatan, maka besarnya
azimuth matahari bisa dihitung dengan menggunakan
– Metode tinggi matahari cos( A)  sin( )  sin( ) sin(h)
cos( ) cos(h)
 sin(t )
– Metode sudut waktu tan( A) 
cos( ) tan( )  sin( ) cos(t )
• Menghitung azimuth titik acuan
– Azimuth ke titik acuan didapatkan dengan menjumlahkan
azimuth matahari (A) yang dihitung, dengan besarnya sudut
horisontal () antara titik acuan dan matahari.
– Harga  harus diperhatikan (+) atau (-)
– Pada pagi hari, jika titik acuan berada di sisi kanan matahari
(dilihat dari titik berdiri alat ke arah matahari)  maka (+)
– Dan pada pagi hari, jika titik acuan berada di sisi kiri matahari
(dilihat dari titik berdiri alat ke arah matahari)  maka (-)
– Karena yang diamat adalah tepi matahari, maka koreksi ½
diameter matahari juga harus diberikan
– Harga koreksi ½ d {1/2 * d* sec (h)} harus diperhatikan (+) atau
(-)
– Jika yang diamat adalah tepi matahari yang dekat dengan titik
acuan maka (+), tetapi Jika yang diamat adalah tepi matahari
yang jauh dari titik acuan maka (-)
• Menghitung ketelitian pengamatan
– Karena pengamatan ke matahari dilakukan dalam beberapa kali,
maka akan didapatkan beberapa nilai azimuth pengamatan
(Ai)yang mungkin masing-masing nilainya adalah berbeda.
– Besaran azimuth yang dianggap benar adalah nilai rata-ratanya
(Ar)
– Selisih antara harga azimuth rata-rata (Ar) terhadap (Ai) disebut
sebagai residu (v)
– Besarnya ketelitian hasil pengamatan adalah

s
 v 2

n 1
Contoh Soal
• Formulir pengamatan

• Formulir perhitungan
Review perhitungan bowdith
• Poligon tertutup

• Poligon terbuka terikat sempurna

Anda mungkin juga menyukai